Вы находитесь на странице: 1из 5

Sejarah Keperawatan Jiwa

Bagus Dwi Cahyono

ZAMAN DAHULU
Pada zaman dahulu, ada suatu keyakinan bahwa setiap penyakit
menunjukan ketidaksenangan dewa dan merupakan hukuman atas dosa dan
perbuatan yang salah. Penderita gangguan jiwa dipandang jahat atau baik
tergantung pada perilakunya. Individu yang baik disembah dan dipuja, individu
yang jahat diasingkan, dihukum, dan kadang kala dibakar di tiang pembakaran.
Setelah itu, Aristoteles (382-322 SM) mencoba menghubungkan gangguan jiwa
dengan gangguan fisik dan mengembangkan teorinya bahwa emosi dikendalikan
oleh jumlah darah, air, empedu kuning dan hitam dalam tubuh. Keempat zat atau
cairan tersebut berhubungan dengan emosi gembira, tenang, marah, dan sedih.
Ketidakseimbangan empat cairan tersebut diyakini menyebabkan gangguan jiwa
sehingga terapi ditujukan pada upaya mengembalikan keseimbangan dengan
kurban persembahan, puasa, dan menyucikan diri.
Pada masa awal kristiani (1-10000 M) keyakinan dan tahayul primitif kuat.
Setan sekali lagi dianggap penyebab penyakit dan individu yang terganggu
jiwanya dianggap kerasukan setan. Penderita berupaya mengusir setan dari
individu yang kerasukan. Apabila gagal, tindakan yang lebih berat dilakukan,
seperti mengurung di kamar bawah tanah, mencambuk, membiarkan lapar, dan
terapi brutal lain.
Selama zaman

renaisans

(1300-1600),

penderita

gangguan

jiwa

dibedakan dari penjahat di Inggris. Mereka yang dianggap tidak berbahaya


dibiarkan berkeliaran keluar kota atau tinggal di masyarakat pedesaan, tetapi
individu yang lebih tidak waras dan berbahaya tetap di penjarakan, dirantai, dan
dibiarkan lapar (Rosenblatt, 1984). Pada tahun 1547, Rumah Sakit St. Mary
Bethlehem

secara resmi dinyatakan sebagai Rumah Sakit untuk penderita

gangguan jiwa, yang merupakan rumah sakit pertama jenis ini. Pada tahun 1775,
pengunjung di institusi tersebut dibebankan biaya untuk dapat melihat dan
mengejek penghuninya, yang dipandang sebagai hewan makhluk yang lebih
rendah dari manusia (McMilland, 1997). Selama periode yang sama di kolonikoloni Amerika Serikat, pada waktu berikutnya, penderita gangguan jiwa

dianggap jahat atau kerasukan setan dan dihukum. Tindakan memfitnah


dilakukan dan individu yang bersalah dibakar di tiang pembakaran.
GANGGUAN JIWA PADA ABAD KE-21
Department of Health and Human Services (1999) memperkirakan 21 juta
penduduk Amerika dapat didiagnosis mengalami gangguan jiwa. Dari jumlah
tersebut, 6,5 juta mengalami disabilitas akibat gangguan jiwa yang berat, dan 4
juta diantaranya adalah anak-anak dan remaja. Misalnya, 3% sampai 5% anak
usia sekolah mengalami gangguan hiperaktivitas / defisit perhatian. Lebih dari 10
juta anak berusia kurang dari 7 tahun tumbuh di rumah yang salah satu orang
tuanya menderita gangguan jiwa yang signifikan atau menyalahgunakan zat
sehingga menghambat kesiapan mereka untuk masuk sekolah.
Beberapa ahli berpendapat bahwa deinstitutionalization memiliki efek
negatif sekaligus positif (Torrey, 1997). Walawpun jumlah tempat tidur di Rumah
Sakit umum menurun sebesar 80%, ada peningkatan jumlah pasien yang masuk
Rumah Sakit sebesar 90% (Appleby & Desai, 1993). Hal ini memunculkan istilah
efek pintu putar. Penderita gangguan jiwa persisten dan berat dirawat dalam
waktu singkat, tetapi frekuensi mereka masuk rumah sakit lebih tinggi. Unit
psikiatri rumah sakit umum kewalahan dengan arus kontinu pasien yang masuk
dan keluar rumah sakit dengan cepat.

Jumlah kunjungan individu yang

mengalami gangguan akut ke ruang kedaruratan meningkat 400% sampai 500%


di beberapa kota.
Banyak ahli berpendapat bahwa pasien saat ini lebih agresif. Empat
sampai delapan persen pasien di ruang kedaruratan psikiatri membawa senjata
(Ries, 1997), dan sekitar 1000 pembunuhan dalam setahun dilakukan oleh
penderita gangguan jiwa persisten dan berat yang tidak mendapatkan perawatan
yang adekuat (Torrey, 1997). Sepuluh sampai lima belas persen pesakitan di
penjara pemerintah menderita gannguan jiwa persisten dan berat (Lamb &
Weinberger, 1998).
Tunawisma merupakan masalah utama di amerika serikat sampai saat ini.
Departement of Healt and Human Services (1999) memeperkirakan bahwa
750.000 individu tinggal dan tidur di jalan. Perkiraan prevalensi gangguan jiwa
diantara populasi tunawisma adalah 25 % sampai 50 % tunawisma dewasa
menagalami

psikosis

dan

33

sampai

50

mengalami

masalah

penyalahgunaan zat (Haugland et al; 1997). Mereka yang tunawisma dan

mengalami gangguan jiwa ditemukan di taman, bandara, terminal bis, gang, dan
lorong bertangga, penjara, dan tempat umum lain. Beberapa dari mereka
menggunakan tempat penampungan, halfway house atau board and care room,
yang lain menyewa kamar hotel yang murah jika mereka mampu (Haugland et al;
1997). Banyak penderita gangguan jiwa yang tinggal di jalan semakin memburuk
masalah kejiwaannya akibat tidak memiliki rumah sehingga hal ini menjadi
sebuah lingkaran setan.
Banyak masalah yang dialami penderita gangguan jiwa yang tunwisma dan
mereka yang melewati pintu kutar perawatan pisikiatri, disebabkan oleh dana
masyarakat yang tidak adekuat. Ketika rumah sakit pemerintahan di tutup dana
yang disimpan negara tidak di transfer ke program dan dukungan masyarakat.
Terapi pisikiatri rawat inap masih merupakan pos pengeluaran utama dalam
bidang kesehatan jiwa di amerika serikat sehingga kesehatan jiwa masyarakat
tidak pernah memiliki dana pokok yang dibutuhkan untuk menjadi efektif (Keltner
Schwecke, & Bostrom, 1999).
Pada tahun 1993, Acces to Community Care and Ef-fective Services and
Support (ACCESS) dibentuk dan didanai oleh pemerintah pederal untuk mulai
memenuhi kebutuhan penderita gangguan jiwa yang juga tunawisma baik secara
purna maupun paru waktu. Tujuan ACCESS ialah meningkatkn akses
kepelayanan komprehensif melalui rangkaian keperawatan mengurangi duplikasi
dan biaya pelayanan, dan meningkatkan efisiensi pelayanan (Randolph at al ;
1997) program seperti ini memberi pelayanan kepada individu yang tidak
mendapatkan pelayanan jika keadaan yang terjadi sebaliknya.
ILMU KEPERAWATAN JIWA
A. SEJARAH PSYCHIATRI
1773

: Custodial Care (tidak oleh tenaga kesehatan)

1882

: Primary Consistend of Custodial Care

1920-1945 : Care Fokus pada disease (model Curative Care)


1950-1960 :
1.
2.
3.
4.
5.
1970-1980 :

Pelayanan mulai berfokus pada klien


Psychotropic menggantikan Restrains and Seclusion
Deinstitutionalization dimulai
Mulai penekanan pada therapethic relationship
Mayor fokus pada primary preventive

Fokus pada community based care / service


Riset & Tecnologi

1990-2000 :
Fokus

pada

preventif,

community

based

service,

primary

preventive using various approaches, such as mental health


center, particai, hospital service, day care center, home health and
hospice care.

B.

SEJARAH PERKEMBANGAN DAN UPAYA KESEHATAN JIWA DI

INDONESIA
1.
Dulu Kala
Gangguan jiwa dianggap kemasukan.
Terapi : mengeluarkan roh jahat
2.

Zaman Kolonial
Sebelum ada RSJ, pasien ditampung di RSU yang ditampung, hanya yg
mengalami gangguan Jiwa berat.

3.

1 Juli :
- 1882 : RSJ pertama di Indonesia
- 1902 : RSJ Lawang
- 1923 : RSJ Magelang
- 1927 : RSJ Sabang diRS ini jauh dari perkotaan

Perawat pasien bersifat isolasi & penjagaan (custodial care)

4.
5.

Stigma

Keluarga menjauhkan diri dari pasien


Dewasa Ini hanya satu jenis RSJ yaitu RSJ punya pemerintah
Sejak tahun 1910 mulai dicoba hindari costodial care (penjagaan ketat) &

6.
7.

restraints (pengikatan)
Mulai tahun 1930 dimulai terapi kerja seperti menggarap lahan pertanian
Selama Perang Dunia II & pendudukan jepang upaya kesehatan jiwa tak

8.

berkembang
Proklamasi perkembangan baru

Oktober 1947 pemerintah membentuk Jawatan Urusan Penyakit Jiwa

9.

( belum bekerja dengan baik)


Tahun 1950 pemerintah memperingatkan Jawatan Urusan Penyakit

Jiwa meningkatkan penyelenggaraan pelayanan


Tahun 1966

PUPJ Direktorat Kesehatan Jiwa

UU Kesehatan Jiwa No.3 thn 1966 ditetapkan oleh pemerintah

Adanya Badan Koordinasi Rehabilitasi Penderita Penyakit Jiwa

( BKR-PPJ) Dgn instansi diluar bidang kesehatan


10. Tahun 1973 PPDGJ I yg diterbitkan tahun 1975 ada integrasi dgn
puskesmas
11. Sejak tahun 1970 an : pihak swastapun mulai memikirkan masalah kes. Jiwa
12. Ilmu kedokteran Jiwa berkembang

Adanya sub spesialisasi seperti kedokteran jiwa masyarakat, Psikiatri

Klinik, kedokteran Jiwa Usila dan Kedokteran Jiwa Kehakiman


Setiap sub Direktorat dipimpin oleh 4 kepala seksi

v Program Kes. Jiwa Nasional dibagi dalam 3 sub Program yang diputuskan
pada masyarakat dengan prioritas pada Heath Promotion
Sub Prgoram Perbaikan Pelayanan :

Fokus Psychiatic medical Care


Penekanan pada curative service ( treatment) dan rehabilitasi

Sub Program untuk pengembangan sistem

Fokus pada peningkatan IPTEK, Continuing education, research


administrasi dan manajemen, mental health information

Sub Program untuk establishment community mental health :

Diseminasi Ilmu
Fasilitasi RSJ swasta perijinan
Stimulasi konstruksi RSJ swasta
Kerja sama dgn luarg negeri : ASEAN, ASOD, COD, WHO dan AUSAID,
etc

Sumber: http://aprianinunu.blogspot.com/2013/01/sejarah-keperawatan-jiwa.html

Вам также может понравиться