Вы находитесь на странице: 1из 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geologi Regional
2.1.1 Morfologi
Fisiografi rencana bendungan Logung berada pada kelompok
Semenanjung Muria, bersama-sama dengan kompleks Gn Genuk, Gn.
Muria dan beberapa Maar di sekitar Gn. Muria seperti Maar Gembong dan
Maar Gunungrowo. (van Bemmelen, 1949). Kompleks Gunung Patiayam
terbentuk pada jaman Tersier (Tpp) sehingga berumur lebih tua dari batuan
Gunungapi Genuk (lava, breksi gunungapi dan tuf), Lava Muria (lava
basal atau andesit, leusit, tefrit, leusitit, trakhit dan sienit) dan Tuff Muria
(tuf, lahar dan tuf pasiran) yang berumur Kuarter (Gambar 2.1).

Gambar 2.1 Fisiografi Jawa Tengah (Bemmelen, 1949)

2.1.2 Stratigrafi
Lokasi rencana bendungan Logung terletak pada bagian Pulau
Jawa Bagian Tengah yang relatif stabil, terletak di lereng bagian Barat
Laut dari sebuah Kubah Patiayam yaitu sebuah Kubah (dome)
Gunungapi tua (berumur Tertiary) yang berdasarkan Jurnal Geologi
Indonesia, Vol. 3 No.2 Juni 2008: 75-88, litologi yang menyusun
kompleks Gunung Patiayam didominasi oleh batuan asal gunung api.
Puncak kompleks tersebut tersusun oleh batuan beku basal piroksen kaya
10

leusit yang berasosiasi dengan breksi autoklastika dan perlapisan breksi


dengan fragmen basal piroksen, breksi pumis, dan tuf. Bagian lereng
tersusun oleh breksi pumis dan tuf batuan piroklastika, serta breksi
dengan fragmen litik dan pumis endapan epiklastika (lahar) dan
batupasir tufan (epiklastika).
Berdasarkan peta Geologi Regional lembar Kudus : 1409-36 skala
1 : 100.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (1992) dapat
dilihat di gambar 2.2 lokasi rencana bendungan termasuk dalam formasi
Patiayam (Tpp) yang terdiri dari perselingan batupasir tufan dan
konglomerat tufan dengan sisipan batulempung, batugamping dan
breksi, berumur Pliosen.
PETA GEOLOGI REGIONAL
WILAYAH BENDUNGAN LOGUNG,
KUDUS, JAWA TENGAH
TANPA SKALA

Gambar 2.2 Peta geologi regional daerah calon bendungan Logung (Suwarti
dkk,1992 )

Stratigrafi dari daerah penyelidikan dan sekitarnya berdasarkan


Peta Geologi Regional Lembar Kudus skala 1 : 100.000 yang diterbitkan
oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung tahun 1992
dari yang muda sampai tua adalah sebagai berikut :
Aluvium (Qa), terdiri dari bahan kerikil, pasir, lempung, lanau, sisa
tumbuhan dan bongkahan gunung api.

11

Tuf Muria (Qvtm), berupa tuf, lahar dan tuf pasiran dan
diperkirakan berumur, Plestosen Tengah sampai awal Holosen.
Formasi Patiayam (Tpp), berupa perselingan batupasir tuffan dan
konglomerat tufan dengan sisipan batulempung, batugamping dan
breksi, yang diperkiranan berumur Pliosen (Suwarti dkk,1992 )
2.2 Pengertian Geolistrik
Geolistrik adalah salah satu metode geofisika yang didasarkan pada
penerapan konsep kelistrikan pada masalah kebumian tujuannya adalah untuk
memperkirakan sifat kelistrikan medium atau formasi batuan bawah
permukaan terutama kemampuannya untuk menghambat (tahanan jenis) atau
menghantarkan listrik/konduktivitas. Perubahan tahanan jenis lapisan batuan
di bawah permukaan tanah diketahui dengan cara mengalirkan arus listrik DC
(Direct Current) yang mempunyai tegangan tinggi ke dalam tanah
(Legget,1962). Injeksi arus listrik ini menggunakan 2 buah elektroda arus A
dan B yang dutancapkan ke dalam tanah dengan jarak tertentu. Semakin
panjang jarak elektroda AB akan menyebabkan aliran arus listrik bisa
mnembus lapisan batuan lebih dalam.

Gambar 2.3 Aliran arus listrik oleh sepasang elektroda sumber AB dan penerima
MN (Todd, 1959).

Resisitivitas adalah suatu material menunjukan tingkat hambatannya


terhadap arus listrik. Semakin besar nilai resistivitas maka makin sukar untuk
menghantarkan arus listrik, dan juga sebaliknya semakin kecil nilai
resistivitasnya maka semakin mudah untuk menghantarkan arus listrik.
Tujuan dari metode geolistrik resistivitas adalah untuk mengetahui sifat

12

kelistrikan medium batuan di bawah permukaan yang berhubungan dengan


kemampuannya untuk menghantarkan listrik atau resistivitas (Todd, 1980).
2.2.1 Konfigurasi Metode schlumberger
Prinsip kerja geolistrik metode schlumberger yaitu Injeksi arus
listrik pada pekerjaan geolistrik menggunakan 2 buah 'Elektroda Arus' A
dan B yang ditancapkan ke dalam tanah dengan jarak tertentu. Semakin
panjang jarak elektroda AB akan menyebabkan aliran arus listrik bisa
menembus lapisan batuan lebih dalam. Dengan asumsi bahwa
kedalaman lapisan batuan yang bisa ditembus oleh arus listrik ini sama
dengan separuh dari jarak AB yang biasa disebut AB/2 (bila digunakan
arus listrik DC murni), maka diperkirakan pengaruh dari injeksi aliran
arus listrik ini berbentuk setengah bola dengan jari-jari AB/2.
Keunggulan konfigurasi Schlumberger ini adalah kemampuan untuk
mendeteksi adanya non-homogenitas lapisan batuan pada permukaan,
yaitu dengan membandingkan nilai resistivitas semu ketika terjadi
perubahan jarak elektroda MN/2. Agar pembacaan tegangan pada
elektroda MN bisa dipercaya, maka ketika jarak AB relatif besar
hendaknya jarak elektroda MN juga diperbesar. Pertimbangan perubahan
jarak elektroda MN terhadap jarak elektroda AB yaitu ketika pembacaan
tegangan listrik pada multimeter sudah demikian kecil, misalnya kurang
dari 1.0 milliVolt (Broto dkk, 2008).
Keunggulan konfigurasi Schlumberger adalah kemampuan untuk
mendeteksi adanya sifat tidak homogen lapisan batuan pada permukaan,
yaitu dengan membandingkan nilai resistivitas semu ketika terjadi
perubahan jarak elektroda MN/2 (Anonim, 2007 dalam Broto dkk,
2008). Kelemahan dari konfigurasi Schlumberger adalah pembacaan
tegangan pada elektroda MN adalah lebih kecil terutama ketika jarak AB
yang relatif jauh, sehingga diperlukan alat ukur multimeter yang
mempunyai karakteristik high impedance dengan mengatur tegangan
minimal 4 digit atau 2 digit di belakang koma atau dengan cara peralatan
arus yang mempunyai tegangan listrik DC yang sangat tinggi.

13

2.3 Bendungan Tipe Urugan


Suatu bendungan yang dibangun dengan cara menimbunkan bahanbahan seperti : batu, kerikil, pasir, dan tanah pada komposisi tertentu dengan
fungsi sebagai pengangkat permukaan air yang terdapat di dalam waduk
disebut bendungan tipe urugan. Bendungan urugan dapat dibagi menjadi 3
tipe yaitu (Sosrodarsono dan Takeda, 2002):
1) Bendungan urugan serbasama (homogeneous dams) : Bendungan yang
lebih dari setengah volumenya terdiri atas bahan bangunan yang
seragam.Jadi urugan pasir dan kerikil termasuk di dalam tipe ini, yang
dengan sendirinya harus dilengkapi lapisan kedap air.
2) Bendungan urugan batu berlapis-lapis (zoned dams) : Bendungan yang
terdiri dari timbunan batuan dengan gradasi (susunan ukuran butiran)
yang berbeda-beda dalam urutan pelapisan tertentu.
3) Bendungan urugan batu dengan lapisan kedap air di muka
(impermeable face rockfill dams),impermeable membrane facing
rockfill dams, (decked rockfill dams) : Bendungan yang dilapisi dengan
sekat tidak lulus air (dengan kekedapan yang tinggi) seperti lembaran
baja tahan karat,beton aspal, lembaran beton bertulang,hamparan
pastik,susunan beton blok,dan lain-lain.
Suatu bendungan yang dibangun dengan cara menimbunkan bahanbahan seperti batu, krakal, kerikil pasir dan tanah pada komposisi tertentu
dengan fungsi sebagai pengembang atau pengangkat permukaan air yang
terdapat di dalam waduk disebut bendungan tipe urugan atau bendungan
urugan.
Tipe Bendungan Timbunan/Urugan (Embankment Dams) pada umumnya
didasarkan pada material yang digunakan untuk pembangunan bendungan
tersebut, dapat dari tanah atau batuan (Earth fill atau Rock fill) (Sosrodarsono
dkk,2002). Pengelompokkan selanjutnya diklasifikasikan oleh penempatan
lapisan inti kedap air, ada yang ditempatkan didalam tubuh bendungan
(tengah/miring, homogen), ada juga yang ditempatkan di permukaan sisi hulu
tubuh bendungan.

14

Embankment Upholstery (pelapis timbunan) biasanya terdiri dari


material random (campuran) atau abu batu berfungsi sebagai pengisi antara
struktur dan lapisan kedap air.Timbunan dibagian permukaan hulu tubuh
bendung biasanya dilindungi oleh timbunan batu keras dengan susunan
gradasi dan bentuk yang sesuai, bila tidak tersedia dapat dilapisi dengan
tanah bercampur semen (Soil cement facing). Lapisan pelindung dibagian
permukaan hilir tubuh bendungan dari erosi terhadap hujan dapat dilapisi
dengan gebalan rumput atau tanaman keras. Perlu diperhatikan bahwa lapisan
pelindung pada bagian hilir permukaan tubuh bendung jangan sampai
menjadi lapisan kedap air.
Dimensi besaran lapisan inti kedap air sangat tergantung dari
ketersediaan material didaerah pembangunan bendungan. Untuk lapisan
kedap air dibagian permukaan hulu dapat terbuat dari lapisan asphalt atau
beton, denganmenggunakan metode cetakan berjalan (Slipforming methods)
dan ikatan (key) kedalam lapisan kedap air, pondasi batuan keras atau cut off.
Lapisan material kedap air tidak mungkin dapat menghilangkan 100%
rembesan dan hanya dapat memperkecil rembesan. Oleh karena itu harus
disiapkan lapisan drainase untuk mengalirkan rembesan secara aman didalam
tubuh bendungan.
2.3.1 Klasifikasi Bendungan Tipe Urugan
Bendungan urugan (fill type dam) adalah bendungan yang
dibangun dari hasil penggalian bahan tanpa bahan tambahan lain
yang bersifat campuran secara kimia,jadi betul-betul bahan pembentuk
bendungan asli.

Suatu

bendungan

yang

dibangun dengan cara

menimbunkan bahan-bahan seperti batu, krakal, kerikil, pasir dan


tanah pada komposisi tertentu dengan fungsi sebagai pengempang atau
pengangkat permukaan air yang terdapat di dalam waduk di udiknya
disebut bendungan tipe urugan atau "bendungan urugan. Sebuah
bendungan berfungsi sebagai penangkap air dan menyimpannya di
musim hujan waktu air sungai mengalir dalam jumlah besar dan yang

15

melebihi kebutuhan baik untuk keperluan irigasi, air minum, industri


atau yang lainnya.

Gambar 2.5 Klasifikasi Umum Bendungan Urugan (Sosrodarsono dkk,2002).

Dalam suatu tahapan pembangunan bendungan urugan diperlukan


beberapa tahapan utama yang harus dilakukan yaitu survei dan
investigasi, desain bendungan, spesifikasi teknik, konstruksi dan
inspeksi keamanan bendungan. Kelima kelompok tahapan tersebut
saling terkait dan mendukung untuk memenuhi desain dan spesifikasi
yang disyaratkan, dan menghasilkan bangunan yang aman, efektif
dan efisien. Untuk menjamin agar bendungan dapat berfungsi dengan
baik dan mempunyai keamanan yang cukup, maka diperlukan suatu
pengawasan yang ketat dan kontinu pada waktu pelaksanaan agar sesuai
dengan desain dan spesifikasi yang telah ditentukan.

16

2.4 Penyelidikan Geoteknik Laboratorium


Uji geoteknik laboratorium bertujuan untuk mengetahui sifat fisik dan sifat
teknis tanah ataupun batuan, berikut penjelasan dari beberapa uji laboratorium
untuk geoteknik :
a. Uji Laboratorium untuk Sifat Fisik Tanah
(1) Kadar Air
Uji kadar air bertujuan untuk mengukur jumlah air yang ada dalam
tanah sesuai dengan berat keringnya, untuk memperoleh karakteristik
kuat geser, penurunan dan parameter lainnya secara korelasi empirik.
Uji dapat dilakukan dengan standar uji SNI 03-1965-1990, Metode
Pengujian Kadar Air Tanah.
(2) Berat Jenis
Tujuan uji berat jenis adalah untuk mengukur berat jenis butiran
tanah. Uji dapat dilakukan dengan mengacu pada standar uji SNI 031964-1990, Metode Pengujian Berat Jenis Tanah. Prosedur uji
dilakukan dengan cara mengukur berat jenis sebagai rasio berat dengan
volume tertentu bahan padat tanah pada temperatur tertentu terhadap
berat air suling dengan volume yang sama pada temperatur tersebut,
yang diambil dalam temperatur udara.
(3) Berat Volume
Pengukuran berat volume contoh tanah tidak terganggu di
laboratorium, dilakukan secara sederhana dengan menimbang bagian
contoh tanah dan membaginya dengan volume (SNI-03-3637-1994).
Kadar air harus dihasilkan pada waktu yang sama untuk memberikan
konversi yang diperlukan dari berat volume total hingga berat volume
kering. Jika contoh tidak terganggu tidak tersedia, maka berat volume
dievaluasi dari hubungan berat volume antara kadar air dan atau angka
pori maupun derajat kejenuhan yang diasumsi atau yang teruji.
(4) Analisis Saringan
Uji analisis saringan dapat dilakukan dengan mengacu pada standar
uji SNI 03-1975-1990 Metode Mempersiapkan Contoh Tanah dan

17

Tanah Mengandung Agregat, SNI 03-3423-1994, Metode Pengujian


Analisis Ukuran Butir Tanah Dengan Alat Hidrometer. Distribusi
ukuran butir digunakan untuk menentukan klasifikasi tekstur tanah
(misal kerikil, pasir, lempung lanauan dan lain-lain) yang akan
digunakan dalam evaluasi karakteristik teknik seperti kelulusan air,
kekuatan dan potensi swelling.
(5) Batas-Batas Atterberg
Uji batas-batas Atterberg dapat dilakukan dengan mengacu pada
standar uji SNI 03-1966-1990, Metode Pengujian Batas Plastis Tanah,
SNI 03-1967-1990, Metode Pengujian Batas Cair Dengan Alat
Casagrande, SNI 03-1975-1990, Metode Mempersiapkan Contoh Tanah
dan Tanah Mengandung Agregat. Untuk menggambarkan konsistensi
dan plastisitas tanah berbutir halus dengan perubahan derajat kadar air
diperlukan uji batas-batas Atterberg.
b. Uji Laboratorium untuk Sifat Teknis Tanah
Sifat teknik tanah ditentukan dengan melakukan uji-uji yang terdiri atas
uji kuat geser, analisis tegangan total dan efektif, uji kuat geser tanah
terkekang, uji kekuatan triaksial, uji kuat geser langsung, uji resonant
column, dan uji geser baling mini (miniature vane). Parameter-parameter
yang diperoleh dari hasil uji tersebut digunakan untuk analisis dan desain
pondasi dan timbunan pada bangunan air dan bendungan, serta bangunan
pelengkapnya.
(1) Uji Kuat Geser
Kuat geser harus ditentukan berdasarkan gabungan uji lapangan dan
laboratorium. Hasil uji laboratorium memberikan parameter kuat geser
acuan dengan batasan dan pembebanan yang terkontrol. Beberapa hal
yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
-

Untuk lempung, digunakan uji laboratorium yang mencakup uji


tekan tidak terkekang (UC=unconfined compression) atau uji tidak
terkonsolidasi tidak terdrainase (UU).

18

Contoh tidak terganggu maupun contoh yang dicetak ulang


(remolded) atau yang dipadatkan dapat digunakan untuk uji kuat
geser. Untuk uji kuat geser tanah terganggu dan tanah dicetak
ulang, benda uji harus dipadatkan atau distabilkan pada kadar air
dan kepadatan tertentu. Jika pengambilan contoh tidak terganggu
tidak praktis (misal tanah pasiran dan tanah kerikilan), maka perlu
disiapkan benda uji cetak ulang yang mendekati kepadatan dan
kadar air alami untuk pengujian. (b) Uji Kuat Geser Tanah
Terkekang (Unconfined Compression Strength = UCS).
Tujuan uji kuat geser tanah terkekang adalah untuk mengukur kuat

geser tidak terdrainase (cu) lempung dan lempung lanauan. Uji dapat
dilakukan dengan mengacu pada standar uji SNI 3638:2012, Metode
Pengujian Kuat Tekan Bebas Tanah Kohesif.
(2) Uji Kuat Geser Langsung
Uji kuat geser langsung mempunyai tujuan untuk mengukur kuat
geser tanah sepanjang permukaan bidang datar yang telah ditentukan
sebelumnya (horisontal). Uji dapat dilakukan dengan mengacu pada
standar uji SNI 03-3420-1994, Metode Pengukuran Kuat Geser
Langsung Tidak Terkonsolidasi Tanpa Drainase.
c. Uji Laboratorium Pada Batuan
Uji laboratorium pada batuan disebut sebagai mekanika batuan.
Mekanika batuan merupakan ilmu yang mempelajari sifat-sifat mekanik
batuan dan massa batuan. Hal ini menyebabkan mekanika batuan memiliki
peran yang dominan dalam operasi penambangan, seperti pekerjaan
penerowongan, pemboran, penggalian, peledakan dan pekerjaan lainnya.
Sehingga untuk mengetahui sifat mekanik batuan dan massa batuan
dilakukan berbagai macam uji coba baik itu di laboratorium maupun di
lapangan langsung atau secara insitu. Mekanika batuan sendiri mempunyai
karakteristik mekanik yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai
berikut :

19

1) Uji kuat tekan uniaksial (UCS)


Penekanan uniaksial terhadap contoh batuan selinder merupakan
uji sifat mekanik yang paling umum digunakan. Uji kuat tekan
uniaksial dilakukan untuk menentukan kuat tekan batuan (t),
Modulus Young (E), Nisbah Poisson (v), dan kurva teganganregangan. Contoh batuan berbentuk silinder ditekan atau dibebani
sampai runtuh. Perbandingan antara tinggi dan diameter contoh
silinder yang umum digunakan adalah 2 sampai 2,5 dengan luas
permukaan pembebanan yang datar, halus dan paralel tegak lurus
terhadap sumbu aksis contoh batuan. Dari hasil pengujian akan
didapat beberapa data seperti:
- Kuat Tekan Batuan (c)
Tujuan utama uji kuat tekan uniaksial adalah untuk
mendapatkan nilai kuat tekan dari contoh batuan. Harga
tegangan pada saat contoh batuan hancur didefinisikan sebagai
kuat tekan uniaksial batuan dan diberikan oleh hubungan :
c = F
A
Keterangan :
c = Kuat tekan uniaksial batuan (MPa)
F = Gaya yang bekerja pada saat contoh batuan hancur (kN)
A = Luas penampang awal contoh batuan yang tegak lurus
arah gaya (mm)
-. Modulus Young ( E )
Modulus Young atau modulus elastisitas merupakan faktor
penting dalam mengevaluasi deformasi batuan pada kondisi
pembebanan yang bervariasi. Nilai modulus elastisitas batuan
bervariasi dari satu contoh batuan dari satu daerah geologi ke
daerah geologi lainnya karena adanya perbedaan dalam hal
formasi batuan dan genesa atau mineral pembentuknya.
Modulus elastisitas dipengaruhi oleh tipe batuan, porositas,
ukuran partikel, dan kandungan air. Modulus elastisitas akan
20

lebih besar nilainya apabila diukur tegak lurus perlapisan


daripada diukur sejajar arah perlapisan (Jumikis, 1979).
Modulus elastisitas dihitung dari perbandingan antara
tegangan aksial dengan regangan aksial. Modul elastisitas
dapat ditentukan berdasarkan persamaan :
=
a
Keterangan:

E
.

= Modulus elastisitas (MPa)


= Perubahan tegangan (MPa)

a = Perubahan regangan aksial (%)


Terdapat tiga cara yang dapat digunakan untuk menentukan
nilai modulus elastisitas yaitu :
1. Tangent Youngs Modulus, yaitu perbandingan antara
tegangan aksial dengan regangan aksial yang dihitung
pada persentase tetap dari nilai kuat tekan. Umumnya
diambil 50% dari nilai kuat tekan uniaksial.
2. Average Youngs Modulus, yaitu perbandingan antara
tegangan aksial dengan regangan aksial yang dihitung
pada bagian linier dari kurva tegangan- tegangan.
3. Secant Youngs Modulus, yaitu perbandingan antara
tegangan aksial dengan regangan aksial yang dihitung
dengan membuat garis lurus dari tegangan nol ke suatu
titik pada kurva regangan-tegangan pada persentase yang
tetap dari nilai kuat tekan. Umumnya diambil 50% dari
nilai kuat tekan uniaksial.
3. Nisbah Poisson ( Poisson Ratio )
Nisbah Poisson didefinisikan sebagai perbandingan negatif
antara regangan lateral dan regangan aksial. Nisbah Poisson
menunjukkan adanya pemanjangan ke arah lateral (lateral

21

expansion) akibat adanya tegangan dalam arah aksial. Sifat


mekanik ini dapat ditentukan dengan persamaan :
l
V= a
Keterangan:
V

= Nisbah Poisson

= regangan lateral (%)

= regangan aksial (%)

Pada uji kuat tekan uniaksial terdapat tipe pecah suatu


contoh batuan pada saat runtuh. Tipe pecah contoh batuan
bergantung pada tingkat ketahanan contoh batuan dan kualitas
permukaan contoh batuan yang bersentuhan langsung dengan
permukaan alat penekan saat pembebanan. Kramadibrata
(1991)

mengatakan

bahwa

uji

kuat

tekan

uniaksial

menghasilkan tujuh tipe pecah, yaitu :


a. Cataclasis
b. Belahan arah aksial (axial splitting)
c. Hancuran kerucut (cone runtuh)
d. Hancuran geser (homogeneous shear)
e. Hancuran geser dari sudut ke sudut (homogeneous shear
corner to corner)
f. Kombinasi belahan aksial dan geser (combination axial
dan local shear)
g. Serpihan mengulit bawang dan menekuk (splintery
union-leaves and buckling)
2) Uji triaxial
Tujuan utama uji triaksial adalah untuk menentukan kekuatan
batuan padakondisi pembebanan triaksial melalui persamaan kriteria
keruntuhan. Kriteria keruntuhan yang sering digunakan dalam
pengolahan data uji triaksial adalah criteria Mohr-Coulomb. Hasil
22

pengujian triaksial kemudian diplot kedalam kurva Mohr- Coulomb


sehingga dapat ditentukan parameter-parameter kekuatan batuan
sebagai berikut:
-

Strength envelope (kurva intrinsik)

Kuat geser (Shear strength)

Kohesi (C)

Sudut geser dalam ()

Pada pengujian triaksial, contoh batuan dimasukkan kedalam sel


triaksial, diberi tekanan pemampatan (3), dan dibebani secara aksial
(1), sampai runtuh. Pada uji ini, tegangan menengah dianggap sama
dengan tekanan pemampatan (3= 1).
Alat uji triaksial yang digunakan merupakan merujuk pada alat
triaksial yang dikembangkan oleh Von Karman pada tahun 1911. Di
dalam apparatus ini, tekanan fluida berfungsi sebagai tekanan
pemampatan (3 ) yang diberikan kepada contoh batuan. Fluida
dialirkan dengan menggunakan pompa hidraulik dan dijaga agar
selalu konstan.

2.5 Teori Kestabilan Lereng


Analisa stabilitas lereng digunakan untuk menentukan
angka keamanan dari lereng yang ada. Angka keamanan
tersebut didefinisikan sebagai kekuatan geser yang terjadi
pada tanah dibandingkan dengan tegangan geser yang
bekerja sepanjang bidang longsor. Menurut Hardiyatmo
dalam Mekanika Tanah 2, 1997 secara umum, angka
keamanan dirumuskan sebagai berikut :
Fs

c tan
c d tan d

23

dengan :
c = kohesi
= tegangan normal
= sudut geser tanah
cd = kohesi yang bekerja
d = sudut geser tanah yang bekerja
Jika angka keamanan tersebut Fk = 1, maka lereng
tersebut tidak stabil. Untuk perencanaan digunakan angka
keamanan Fk = 1,5.
Hardiyatmo

dalam

Mekanika

Tanah

2,

1997

mengatakan bahwa metode Bishop menganggap bahwa


gaya-gaya

yang

bekerja

pada

sisi

irisan

mempunyai

resultan nol pada arah vertikal. Persamaan kuat geser


dalam tinjauan tegangan efektif yang dapat dikerahkan,
sehingga tercapainya kondisi keseimbangan batas dengan
memperhatikan faktor keamanan.

Dimana :
= Tegangan normal total pada bidang longsor
u =Tekanan air pori

24

Hardiyatmo

dalam

Mekanika

Tanah

2,

1997

menyatakan bahwa untuk irisan (pias) yang ke-i, nilai Ti =


ai, yaitu nilai geser yang berkembang pada bidang
longsor untuk keseimbangan batas, sehingga :

Kondisi keseimbangan momen terhadap pusat rotasi


O antara berat massa tanah yang akan longsor dengan
gaya geser total pada dasar bidang longsornya dapat
dinyatakan

oleh

Hardiyatmo

dalam

Mekanika

Tanah

2,

1997sebagai berikut :

Dimana :
Fk = Faktor Keamanan
c = Kohesi tanah efektif (kN/m)
= Sudut geser dalam tanah efektif (derajat)
bi = Lebar irisan ke-i (m)
Wi = Berat irisan tanah ke-i (kN)
i = Sudut yang didefinisikan
ui = Tekanan air pori pada irisan ke-i (kN/m)
Rasio

tekanan

pori

(pore

pressure

ratio)

didefinisikanoleh Hardiyatmo dalam Mekanika Tanah 2, 1997


sebagai :

25

Dimana :
ru = Rasio tekanan pori
u = Tekanan air pori (kN/m)
b = Lebar irisan (m)
= Berat volume tanah (kN/m)
h = Tinggi irisan rata-rata (m)

Adapun bentuk persamaan Faktor Keamanan untuk


analisis stabilitas lereng cara Bishop, adalah :

Persamaan

faktor

aman

Bishop

ini

lebih

sulit

pemakaiannya dibandingkan dengan metode lainya seperti


metode Fellinius. Lagi pula membutuhkan cara coba-coba
(trial and error), karena nilai faktor aman F nampak di
kedua sisi persamaanya. Akan tetapi, cara ini telah terbukti
memberikan nilai faktor aman yang mendekati nilai faktor
aman dari perhitungan yang dilakukan dengan cara lain
yang

mendekati

(lebih

teliti).

Untuk

mempermudah

perhitungan dapat digunakan untuk menentukan nilai


fungsi Mi, dengan rumus :
Dalam praktek diperlukan cara coba-coba dalam
menemukan bidang longsor dengan nilai faktor aman yang
terkecil. Jika bidang longsor dianggap lingkaran, maka lebih
baik kalau dibuat kotak-kotak dimana tiap titik potong

26

garis-garisnya

merupakan

tempat

kedudukan

pusat

lingkaran longsornya. Pada titik-titik potongan garis yang


merupakan pusat lingkaran longsornya dituliskan nilai
faktor aman terkecil pada titik tersebut. Kemudian setelah
faktor aman terkecil pada tiap-tiap titik pada kotaknya
diperoleh, digambarkan garis kontur yang menunjukkan
tempat kedudukannya dari titik-titik pusat lingkaran yang
mempunyai faktor aman yang sama. Dari faktor aman
pada setiap kontur tentukan letak kira-kira dari pusat
lingkaran yang menghasilkan faktor aman yang paling
kecil.
Dalam Lessing, et all, 1987metoda elemen hingga
atau FEM, tidak dilakukan asumsi bidang longsor. Faktor
keamanan dicari dengan mencari bidang lemah pada
struktur

lapisan

tanah.

Faktor

keamanan

didapatkan

dengan cara mengurangi nilai kohesi, c, dan sudut geser


dalam tanah, , secara bertahap hingga tanah mengalami
keruntuhan. Nilai faktor keamanan, kemudian dihitung sbb:

dengan:
MSF= faktor keamanan;
creduced dan reduced = nilai c dan terendah yang
didapat pada saat program Phase2 mengatakan tanah
mengalami keruntuhan (soil body collapse). Proses
perhitungan ini dalam diagram keruntuhan Mohr
diilustrasikan pada Gambar 3.1.

27

Gambar3.1 Proses Perhitungan Faktor Keamanan dalam


FEM
FK sama dengan 1 maka lereng dalam keadaan akan longsor. Biasanya,
1.5 untuk angka keamanan terhadap kekuatan geser yang dapat diterima untuk
merencanakan suatu stabilitas lereng (SKBI-2.3.06, 1987). Parameter yang
digunakan menyangkut hasil pengujian dengan harga batas atau sisa dengan
mempertimbangkan ketelitiannya.
Resiko tinggi jika ada konsekuensi terhadap manusia cukup besar (ada
pemukiman), dan atau bangunan sangat mahal, dan atau sangat penting.Resiko
menengah bila ada konsekuensi terhadap manusia tetapi sedikit (bukan
pemukiman), dan atau bangunan tidak begitu mahal dan atau tidak begitu
penting.Resiko rendah bila tidak ada konsekuensi terhadap manusia dan
terhadap bangunan (sangat murah) (SKBI-2.3.06, 1987).
Kekuatan geser maksimum adalah harga puncak dan dipakai apabila massa
tanah/batuan yang potensial longsor tidak mempunyai bidang diskontinuitas
(perlapisan, rekahan, sesar dan sebagainya) dan belum pernah mengalami
gerakan.Kekuatan residual dipakai apabila : (i) massa tanah/batuan yang
potensial bergerak mempunyai bidang diskontinuitas, dan atau (ii) pernah
bergerak (walaupun tidak mempunyai bidang diskontinuitas) (SKBI-2.3.06,
1987).

2.6 Kestabilan Lereng dengan Metode Elemen Hingga

28

Faktor keamanan umumnya didefinisikan sebagai perbandingan dari beban


runtuh terhadap beban kerja. Definisi ini tepat untuk pondasi, tetapi tidak tepat
untuk turap maupun timbunan. Untuk truktur-struktur semacam ini, akan lebih
tepat untuk menggunakan definisi faktor keamanan dalam mekanika tanah,
yaitu perbandingan antara kuat geser yang tersedia terhadap kuat geser yang
dibutuhkan untuk mencapai keseimbangan. Plaxis dapat digunakan untuk
menghitung aktor keamanan ini dengan menggunakan prosedur Reduksi phic.
Mengingat lereng terbentuk oleh banyaknya variabel dan banyaknya faktor
ketidakpastian antara lain parameter-parameter tanah seperti kuat geser tanah,
kondisi tekanan air pori maka dalam menganalisis selalu dilakukan
penyederhanaan dengan berbagai asumsi. Secara teoritis massa yang bergerak
dapat dihentikan dengan meningkatkan kekuatan gesernya. Hal yang perlu
dipertimbangkan dalam penentuan kriteria faktor keamanan adalah resiko
yang dihadapi, kondisi beban dan parameter yang digunakan dalam
melakukan analisis stabilitas lereng. Resiko yang dihadapi dibagi menjadi tiga
yaitu : tinggi, menengah dan rendah.
Pada saat ini, dengan kemjuan komputer yang sangat pesat, perhitungan
stabilitas lereng dapat dilakukan dengan lebih mudah menggunakan metode
elemen hinggga atau finite element method

(FEM). Penggunan metode

elemen hingga sudah banyak dilakukan dalam rekayasa geoteknik. Cara


elemen hingga yang memenuhi keseimbangan statis dalam setiap elemen juga
dapat digunakan dalam analisis stabilitas bendungan. Metode elemen hingga
merupakan cara pendekatan solusi analisis struktur secara numerik. Plaxis
merupakan program yang bertujuan untuk menyediakan tool praktis yang
dapat digunakan dalam menganalisis permasalahan geoteknik. Hasil analisis
dengan cara elemen hingga,dapat berupa perubahan tegangan dan regangan
untuk berbagai sifat elastisitas material. Pada analisis elemen hingga untuk
tanah, perlu untuk menggunakan nilai yang sesuai untuk parameter material.
Secara umum media tidak dapat dianggap elastik meskipun hubungan linear
antara tegangan dan regangan dapat diasumsikan untuk langkah bertahap
pembebanan

yang

kecil. Oleh

karena itu, parameter deformasi dapat

29

dianggap sebagai parameter elastik semu. Ada enam model umum dalam
pemodelan lereng untuk pemodelan elemen hingga. Properti parameter
dalam analisa numerik elemen hingga ini adalah sudut geser (), kohesi (c),
sudut dilatasi (), modulus Young (E), rasio Poisson () dan berat satuan
tanah (). Modulus Young dan rasio poisson memiliki pengaruh besar pada
deformasi dihitung sebelum

kegagalan lereng, tetapi memiliki sedikit

pengaruh pada factor keamanan dalam perhitungan analisis stabilitas lereng


(Rocscience, 2001). Pelebaran sudut,

mempengaruhi secara

langsung

perubahan volume selama tanah menyusut. Jika=, aturan aliran plastisitas


dikenal sebagai "berhubungan ", dan jika , aturan aliran plastisitas
dianggap sebagai"tidak berhubungan ". Perubahan volume selama kegagalan
itu tidak dihitung dalam sehingga sudut dilatasi diambil adalah = 0. Oleh
karena itu, hanya tiga parameter(sudut gesekan, kohesi dan satuan berat
bahan) dari bahan model yang diperhitungkan dalam pemodelan kegagalan
lereng ini. Pada perhitungan stabilitas lereng dengan menggunakan irisan
bidang gelincir bundar didapat hasil yang kurang begitu akurat, karena hanya
meninjau pada tubuh bendungan. Sedangkan pada Plaxis V.7.1 adalah program
analisa

geoteknik,

terutama

untuk

analisa

stabilitas

tanah

dengan

menggunakan metode elemen hingga yang mampu melakukan analisa yang


dapat mendekati perilaku sebenarnya. Geometri tanah yang akan dianalisa
memungkinkan untuk diinput dengan cukup teliti. Karena Plaxis dilengkapi
fitur fitur khusus yang berhubungan dengan banyak aspek dari struktur
geometri yang komplek. Aplikasi geoteknik memerlukan model konstruksi
tingkat lanjut untuk simulasi perilaku tanah yang tidak linear dan perilaku
yang bergantung pada waktu. Disamping itu, material tanah adalah material
yang multiphase. Untuk analisa yang melibatkan keberadaan air tanah perlu
diperhitungkan tekanan hidrostatis dalam tanah. Selain itu Plaxis V.7.1
menyediakan berbagai analisa tentang displacement, tegangan-tegangan yang
terjadi pada tanah, faktor keamanan dan lain-lain. Untuk melakukan analisis
struktur tubuh lereng pada perencanaan waduk, digunakan metode elemen
hingga dengan kondisi plane strain (regangan bidang). Model plane strain

30

digunakan dengan asumsi bahwa sepanjang sumbu potongan melintang


penampang dipandang relatif sama dan peralihan dalam arah tegak lurus
potongan tersebut dianggap tidak terjadi.

31

Вам также может понравиться