Вы находитесь на странице: 1из 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Komitmen Pemerintah Sleman pada sektor sanitasi. Pada tahun anggaran


tahun 2010 Pemerintah Kabupaten Sleman telah melakukan kegiatan Penyusunan
Buku

Putih

Sanitasi

dilatarbelakangi

oleh

Kawasan

Perkotaan

komitmen

Pemerintah

Kabupaten
Kabupaten

Sleman.
Sleman

Kegiatan
untuk

ini

terus

meningkatkan kondisi sanitasi di wilayahnya, khususnya kawasan perkotaan yang


tumbuh pesat. Kegiatan tersebut juga dimaksudkan sebagai syarat keikutsertaan
Kabupaten Sleman dalam Program Pembangunan Sektor Sanitasi Indonesia yang
diselenggarakan oleh Bappenas.
Pada awalnya program sanitasi fokus pada kawasan perkotaan. Dipilihnya
kawasan perkotaan pada waktu itu dengan pertimbangan utama kawasan perkotaan
Kabupaten Sleman tumbuh pesat dan menjadi bagian tak terpisahkan dari Kawasan
Perkotaan Yogyakarta. Kepadatan penduduk yang tinggi, konsentrasi kegiatan
perkotaan dari skala lokal hingga regional DIY (pusat perbelanjaan, perkantoran,
rumah sakit dan pendidikan tinggi) membuat kawasan tersebut rawan sanitasi. Buku
Putih Sanitasi Kawasan Perkotaan Kabupaten Sleman tahun 2010 menunjukkan
kawasan perkotaan yang berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta, sekaligus
pusat-pusat kegiatan perkotaan regional adalah kawasan yang rawan sanitasi.
Kecamatan Depok, Mlati, Gamping adalah kecamatan-kecamatan rawan sanitasi.
Erupsi Gunung Merapi akhir tahun 2010 mengubah fokus sanitasi. Di sisi lain,
letusan gunungapi Merapi pada Akhir Nopember 2010, telah menyebabkan korban jiwa
lebih dari 250 orang dan kerusakan sarana-prasarana pada desa-desa di kawasan
rawan bencana Gunung Merapi. Sarana-prasarana wilayah yang rusak baik ringan
sampai berat termasuk sarana-prasarana sanitasi dan air bersih. Setidaknya 12 desa
dari empat kecamatan terdekat dengan Gunung Merapi mengalami dampak yang
signifikan. Dampak dari letusan Merapi tidak hanya pada waktu terjadinya erupsi
melainkan juga adanya potensi risiko bencana sekunder dari gunungapi Merapi,
seperti lahar dingin dan pencemaran sumber-sumber air. Selain itu, konsentrasi
penduduk yang harus tinggal di pengungsian dan hunian sementara juga menimbulkan
permasalahan sanitasi.
Program

sanitasi

untuk

Keseluruhan

wilayah

Kabupaten

Sleman.

Kemungkinan memburuknya sanitasi dan air bersih yang diakibatkan oleh bencana
vulkanik Merapi adalah pertimbangan untuk melakukan penyusunan review buku putih
sanitasi, dari sebatas kawasan perkotaan di Kabupaten Sleman menjadi seluruh
Kabupaten Sleman |Buku Putih Sanitasi 201

wilayah Kabupaten Sleman. Pertimbangan lain dalam penyusunan review buku putih
adalah kesetaraan informasi tentang sanitasi mutakhir di seluruh wilayah Kabupaten
Sleman. Pemerintah Kabupaten Sleman sangat membutuhkan data dan informasi
sanitasi seluruh kawasan, tidak hanya kawasan perkotaan saja.
Rawan menjadi kawasan rentan sanitasi. Kemampuan atau tepatnya
kecepatan layanan prasarana sanitasi yang ada, khususnya prasarana sanitasi kota
guna melayani kawasan yang tumbuh kembang mengarah ke metropolitan ini jelas
terindikasi kewalahan. Jika dampak tekanan urbanisasi yang sedemikian kuat pada
kawasan perkotaan Kabupaten Sleman kurang begitu terlihat, tak lain disebabkan
antara lain oleh daya dukung wilayah perdesaan dan perkotaan yang masih lumayan
kuat. Namun itu sifatnya sangat sementara, beberapa indikasi lingkungan hidup telah
menunjukkan kawasan ini dapat jatuh menjadi kawasan yang rentan, khususnya terkait
dengan kualitas sanitasinya.
Peran Kabupaten Sleman sebagai kawasan penyangga kualitas lingkungan
hidup. Posisi Kabupaten Sleman yang terbentang mulai dari puncak, lereng atas
hingga dataran kaki Gunung Merapi menjadikan wilayah Kabupaten Sleman menjadi
kawasan penyangga (kualitas lingkungan) bagi kawasan bawahnya, yakni Kota
Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Batuan penyusun pada wilayah ketiga pemerintah
kabupaten/kota ini adalah proses struktur dari gunungapi Merapi, berkarakter porus.
Ringkasnya air yang ada mudah diresapkan dan disimpan pada perlapisan akuifer
utara ke selatan. Limbah cair-pun juga akan diperlakukan sama, sehingga pencemaran
pada wilayah Sleman akan sedemikian rupa diloloskan ke wilayah bawahnya, yakni
Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Kondisi ini menjadi salah satu pertimbangan
utama pemerintah Kabupaten Sleman untuk berkomitmen meningkatkan kualitas
pengelolaan sanitasi di wilayahnya, sehingga tidak mencemari air tanah bagi wilayah
bawahnya.
Kerjasama pengelolaan prasarana tiga pemerintah kabupaten/kota. Kondisi
ini telah disadari oleh Pemerintah Kabupaten Sleman. Sejak tahun 1989 bersamasama dengan Pemerintah Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul berkomitmen untuk
bekerjasama merencanakan dan mengelola kawasan perkotaan yang tumbuh dalam
satu rencana pengembangan, yakni pengembangan Aglomerasi Perkotaan
Yogyakarta. Panduan dari Departemen Pekerjaan Umum lewat Ditjen Cipta Karya dan
kerjasama teknis dari Swiss Agency for Development Cooperation (SDC) (1989-2003)
dalam format proyek Yogyakarta Urban Development Project (YUDP), telah
menghasilkan rencana jangka menengah pembangunan prasarana perkotaan untuk
kawasan APY. Pengelolaan sampah perkotaan telah dilakukan secara terpusat,
dimana tempat pembuangan akhir (TPA) dibangun di kawasan Sitimulyo-Kecamatan
Piyungan Kawasan APY bagian tenggara, masuk wilayah Kabupaten Bantul.
Demikian juga halnya dengan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) di kawasan
Pendowoharjo, Kecamatan Sewon kawasan APY bagian selatan, wilayah Kabupaten
Bantul. Pembangunan 2 instalasi pengolahan sampah dan limbah tersebut
mempertimbangkan lingkungann hidup bawahan, sehingga di tempatkan pada
Kabupaten Sleman |Buku Putih Sanitasi 201

kawasan paling selatan (dan tenggara) dari APY, dimana kemiringan lahan adalah
melandai ke selatan.
Sekber Kartamantul. Pola kerjasama perencanaan hingga pengelolaan
prasarana perkotaan antara Kota Yogyakarta Kabupaten Sleman Kabupaten
Bantul, Pada tahun 2001/2002 dilanjutkan hingga sekarang dalam format Sekretariat
Bersama Yogyakarta Sleman Bantul disingkat Sekber Kartamantul. Kerjasama meliputi
sektor Jalan, Air Bersih, Drainase, Persampahan dan Air Limbah.
Upaya pencapaian MDGs. Sebagaimana diketahui Pemerintah Indonesia
telah mengarusutamakan Millenium Development Goals (MDGs) dalam Rencana
Pembangunan, baik jangka panjang (2005-2025) maupun menengah (2010-2014),
bahkan dalam Rencana Kerja Program Tahunan (RKP). Hal itu merupakan komitmen
Pemerintah Indonesia yang ikut dalam Deklarasi Milenium yang melibatkan
kesepakatan para Kepala Negara dan perwakilan dari 189 negara dalam sidang
Persatuan Bangsa-Bangsa di New York pada September 2000, yang menegaskan
kepedulian utama masyarakat dunia untuk bersinergi dalam mencapai Tujuan
Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals-MDGs) pada tahun 2015.
Pemerintah Kabupaten Sleman sangat mendukung program pencapaian MDGs dan
ikut serta mengarusutamakan pencapaian MDGs dalam perencanaan pembangunan
yang ada di Kabupaten Sleman. Salah satunya adalah keikutsertaan dalam Program
Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP), dimana sasaran utamanya
adalah peningkataan proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap
sanitasi layak, baik di kawasan perkotaan maupun perdesaan, dan peningkatan
proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap air minum layak,
perkotaan dan perdesaan.
Buku Putih Sanitasi sebagai pedoman kebijakan program sanitasi
sekaligus informasi publik. Data informasi sanitasi yang terkumpul sangat
menentukan langkah kebijakan, program hingga rencana tindakan dalam pengelolaan
sanitasi di wilayah Kabupaten Sleman. Data informasi dalam Review Buku Putih
Sanitasi Kabupaten Sleman akan menjadi informasi publik, sehingga masyarakat dan
stakeholders terkait akan mengetahui data dan infomasi yang sama tentang kondisi
terkini dari sanitasi yang ada. Kesamaan data informasi tersebut akan menjadi titik
pandang yang sama dalam menyikapi perencanaan hingga pengelolaan sanitasi di
wilayah Kabupaten Sleman. Buku Putih Sanitasi Kabupaten Sleman disusun dengan
pertimbangan utama memberikan gambaran komprehensif tentang sanitasi Kabupaten
Sleman, baik apa yang telah dilakukan, sedang dilakukan dan yang hendak dituju
dalam pengelolaan sanitasi. Buku Putih Sanitasi ini selanjutnya akan menjadi acuan
dasar dalam penyusunan program Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) di Kabupaten
Sleman.

1.2.

Pengertian Dasar Sanitasi

Menurut WHO - Organisasi Kesehatan Dunia dari Perserikatan BangsaBangsa, maka sanitasi diartikan sebagai cara-cara higienis untuk mencegah manusia
Kabupaten Sleman |Buku Putih Sanitasi 201

terkena resiko kotoran guna menaikkan kesehatan. Risiko dapat berupa fisis,
mikrobiologi, biologi atau agen kimiawi. Kotoran penyebab permasalahan kesehatan
berupa tinja binatang dan manusia, sampah, limbah cair domestik dan non domestik,
dan limbah pertanian. Pencegahan hieginis dapat menggunakan solusi rekayasa
seperti penggunaan saluran air limbah atau pengolahan air limbah, atau pemanfaatan
teknologi sederhana seperti kakus dan septik tank, atau praktek-praktek perilaku sehat
seperti mencuci tangan dengan sabun. (WHO)
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) secara umum
sanitasi didefinisikan sebagai usaha untuk membina dan menciptakan suatu keadaan
yg baik di bidang kesehatan, terutama kesehatan masyarakat. Sedangkan pengertian
yang lebih teknis adalah upaya pencegahan terjangkitnya dan penularan penyakit
melalui penyediaan sarana sanitasi dasar (jamban), pengelolaan air limbah rumah
tangga (termasuk sistem jaringan perpipaan air limbah), drainase dan sampah
(Bappenas, 2003). Sehingga dengan definisi tersebut dapat dilihat 3 sektor yang terkait
dengan sanitasi adalah sistem pengelolaan air limbah rumah tangga, pengelolaan
persampahan dan drainase lingkungan.
Walaupun sektor air besih/air minum tidak termasuk di dalam sektor-sektor
yang terkait dengan sanitasi, tetapi ketersediaan air bersih sangat mempengaruhi
kondisi sanitasi. Oleh karena itu seringkali sektor air minum disebut beriringan dengan
sistem sanitasi, seperti istilah Water and Sanitation (WATSAN) atau AMPL (Air Minum
dan Penyehatan Lingkungan).
Istilah Sanitasi biasanya digunakan pada aspek, konsep, lokasi atau strategi
spesifik, seperti:
Sanitasi Dasar, merujuk ke pengelolaan kotoran manusia di tingkat rumah
tangga. Istilah ini digunakan sebagai salah satu indikator pencapaian dalam
MDGs,
Sanitasi On-site, merujuk ke pengumpulan dan pengolahan limbah/sampah
secara setempat, contohnya kakus, septik tank dan imhoff tank
Sanitasi Makanan, merujuk ke ukuran-ukuran hieginis untuk memastikan
keamanan makanan,
Sanitasi Lingkungan, mengarah pada faktor-faktor pengontrol lingkungan
yang mencegah terjadinya penularan penyakit.
Hal ini terkait dengan
katagorisasi dalam pengolahan persampahan, pengolahan air dan air limbah,
pengolahan limbah industri dan control kebisingan dan polusi,
Sanitasi Ekologis, sebuah konsep dan pendekatan daur ulang limbah manusia
dan hewan guna mendapatkan hara alamiah.

1.3. Maksud dan Tujuan


Maksud. Buku Putih Sanitasi dimaksudkan untuk memberikan gambaran
kondisi eksisting sistem sanitasi di Kabupaten Sleman, baik sarana-prasarana sanitasi,
cakupan layanan hingga kelembagaan terkait. Gambaran mutakhir tentang sanitasi
tersebut guna mendukung penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten Sleman, yang
nantinya berisi kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi secara komprehensif,
Kabupaten Sleman |Buku Putih Sanitasi 201

untuk memberikan arah yang jelas, tegas dan menyeluruh bagi pembangunan sanitasi
di Kabupaten Sleman.
Tujuan. Penyusunan Buku Putih Sanitasi bertujuan untuk memberikan data
yang valid dan akurat sebagai materi penyusunan kebijakan dalam strategi sanitasi
Kabupaten Sleman, agar pembangunan sanitasi dapat berlangsung secara sistematis,
terintegrasi, dan berkelanjutan. Buku Putih akan berisi pemetaan kondisi dan profil
sanitasi (sanitation mapping), dimana didalamnya akan ditetapkan zona sanitasi
prioritas yang penetapannya berdasarkan urutan potensi resiko kesehatan lingkungan.
Skala prioritas urutan potensi resiko kesehatan lingkungan dilakukan dengan
menggunakan data sekunder yang tersedia, hasil studi Penilaian Resiko Kesehatan
Lingkungan (Environmental Health Risk Assessment/EHRA) dan persepsi Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait di Kabupaten Sleman.
1.4. Pendekatan Dan Metodologi

Langkah-langkah pendekatan dalam penyusunan Buku Putih adalah:


Pengumpulan dan identifikasi data sekunder sanitasi dari berbagai laporan instansi
terkait,
Diskusi dan verifikasi data dan program sanitasi dengan anggota Pokja Sanitasi
pada pertemuan berkala yang dikoordinasikan oleh Bappeda Kabupaten Sleman
selaku Ketua Pokja.
Diskusi dan verifikasi data dan program sanitasi dengan Sekber Kartamantul serta
instansi vertikal seperti Satker PLP Provinsi DIY.
Verifikasi data dengan kondisi eksting sanitasi di lapangan
Workshop Buku Putih Sanitasi Kabupaten Sleman

Metode yang diterapkan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut:


Data Sekunder
survei dan observasi
diskusi dengan pihak terkait (focus group discussions)
wawancara dengan berbagai nara sumber
Data Primer
Survei EHRA (Environmental Health Risk Assesment) atau Penilaian Resiko
Kesehatan Lingkungan
Pemetaan Media,
Survey Penyedia Layanan Sanitasi /Sanitation Supply Assessment

1.5. Posisi Buku Putih


Buku Putih Sanitasi Kabupaten Sleman adalah profil dan kebutuhan sanitasi
untuk Kabupaten Sleman. Buku Putih Sanitasi menjadi dasar referensi bagi
stakeholders sanitasi, sekaligus sebagai posisition paper sanitasi Kabupaten Sleman
yang ada dan yang hendak dituju. Buku Putih Sanitasi disusun oleh Kelompok Kerja
Sanitasi Kabupaten Sleman, didukung oleh narasumber dari perguruan tinggi dan
kader Sleman Sehat.
Pemutakhiran akan dilakukan setiap tahun, dimana format dan metode
penyusunan/pemutakhiran Buku Putih Sanitasi akan terus ditingkatkan, termasuk
Kabupaten Sleman |Buku Putih Sanitasi 201

pemanfaatan website. Ketersampaian informasi dalam Buku Putih Sanitasi secara luas
ke khalayak umum, khususnya warga di Kabupaten Sleman sangat penting
mendukung upaya-upaya perbaikan-peningkatan layanan sanitasi, baik di kawasan
perkotaan maupun perdesaan.

1.6. Sumber Data


Data yang dimanfaatkan dalam Buku Putih Sanitasi ini berasal dari berbagai
instansi pemerintah atau Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait, khususnya
SKPD yang menjadi anggota Kelompok Kerja (Pokja) Sanitasi, data juga didapatkan
dari data Kelompok Swadaya Masyakatat (KSM), serta data primer sanitasi dari survei
EHRA.
Data yang dikumpulkan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Data Profil Wilayah, meliputi data geografis, demografi dan sosial ekonomi.
b. Data Kebijakan Daerah, berisi tentang informasi rencana tata ruang, rencana
pembangunan daerah (jangka panjang dan menengah), rencana-rencana
strategis SKPD
c. Data Profil Sanitasi dan pencapaian sektor terkait, meliputi data sektor air
limbah, drainase, persampahan, air bersih, serta sektor kesehatan.
d. Keuangan, mencakup data pembiayaan sektor terkait sanitasi, termasuk
beberapa data tentang swadaya masyarakat di bidang sanitasi.
e. Peran serta swasta dalam layanan sanitasi, data diperoleh dari pihak swasta
yang memiliki kontrak kerja sama dengan Pemerintah Kabupaten ataupun
informasi lain yang dimiliki oleh SKPD terkait. Pada tahap ini, proses
pengumpulan data dilakukan berdasarkan informasi lisan atau tertulis yang
dimiliki SKPD atau jika diperlukan dilakukan pencarian data secara langsung di
lapangan.
f. Pemberdayaan masyarakat dan jender: Informasi tentang pemberdayaan
masyarakat dalam bidang sanitasi dapat diperoleh melalui institusi lokal. Isu
jender sudah menjadi perhatian dalam program-program Pemerintah
Kabupaten, hanya saja kaitannya dalam bidang sanitasi serta kedalaman dari
isu tersebut masih bisa dipertanyakan lebih jauh. Tetapi informasi mengenai isu
jender tersebut umumnya sudah tersedia.
g. Komunikasi: Informasi yang dibutuhkan berhubungan dengan kegiatankegiatan dan jenis media yang digunakan oleh Pemerintah Kabupaten, melalui
SKPD atau lembaga lainnya (misalnya PKK), untuk penyebarluasan informasi
yang berhubungan dengan sanitasi.

1.7

Peraturan Perundangan

Penyusunan Program Strategi Pembangunan Sanitasi di Kabupaten Sleman


didasarkan pada aturan-aturan dan produk hukum yang meliputi:
Undang-undang
a. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alami
Hayati dan Ekosistemnya
Kabupaten Sleman |Buku Putih Sanitasi 201

b. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air


c. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
d. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antar
Pemerintah Pusat dan Daerah
e. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan
f. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
g. Undang-Undang No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
h. Undang-Undang No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
i. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
j.

Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

k. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan


Permukiman
Peraturan Pemerintah
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 Tentang Pengaturan Air


Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985 Tentang Jalan
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 Tentang Perlindungan Hutan
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 Tentang Sungai
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1995 Tentang Perlindungan Tanaman
Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 Tentang Kawasan Suaka Alam dan
Pelestarian Alam
g. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan
h. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air
dan Pengendalian Pencemaran Air
i. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional
Keputusan Presiden dan Peraturan Menteri
a. Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1989 Tentang Kawasan Industri
b. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 Tentang Pengelolaan Kawasan
Lindung
c. Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1990 Tentang Penggunaan Tanah bagi
kawasan Industri
d. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No: 21/PRT/2006 tentang kebijakan dan
Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP)
e. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No: 16/PRT/2008 tentang kebijakan dan
Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Permukiman
(KSNP-SPALP)
Peraturan Daerah
a. Peraturan Daerah Kabupaten Tingkat II Sleman No 1 Tahun 1990 tentang
Peraturan Bangunan
b. Peraturan Bupati Sleman Nomor: 18/Per.Bup/A/2005 tentang Persyaratan Tata
Kabupaten Sleman |Buku Putih Sanitasi 201

c.

d.
e.
f.
g.
h.

Bangunan dan Lingkungan


Peraturan Bupati Sleman Nomor: 12/Per.Bup/2006 tentang Perubahan Atas
Peraturan Bupati Sleman Nomor: 18/Per.Bup/A/2005 tentang Persyaratan Tata
Bangunan dan Lingkungan
Peraturan Daerah Kabupaten Sleman No 4 Tahun 2007 tentang Izin Pembuangan
Air Limbah
Peraturan Daerah Kabupaten Sleman No 5 Tahun 2007 tentang Retribusi Izin
Pembuangan Air Limbah
Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Persampahan
Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2007 tentang Retribusi Pelayanan
Pengelolaan Persampahan
Peraturan Daerah Kabupaten Sleman No 9 Tahun 2009 tentang Organisasi
Perangkat Daerah Pemerintah Kabupaten Sleman

BAB II
GAMBARAN UMUM WILAYAH
2.1 Administratif
2.1.1

Kabupaten Sleman

Kabupaten Sleman |Buku Putih Sanitasi 201

Kabupaten Sleman merupakan salah satu kabupaten di Provinsi DIY yang


berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah, dimana pada batas dengan Provinsi Jawa
Tengah didominasi dengan bentang lahan gunung, khususnya Gunung Api Merapi.
Data singkat Kabupaten Sleman adalah sebagai berikut:

Dasar pembentukan: UU No.15 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah


Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta,

Ibukota:

Batas Wilayah
-

7 o 34' 51" LS

Utara:

- Kabupaten Magelang, Kab. Boyolali

Timur:

110 13' 00" BT - Kabupaten Klaten

Selatan:

7 o 47' 03" LS

Beran, Desa Tridadi Kecamatan Sleman

- Kota Yogyakarta dan Kab. Bantul

Barat:

110 33'00"BT

- Kabupaten Kulon Progo & Magelang

Luas wilayah:

574,82 km

Penduduk:

1.090.567 jiwa (hasil Sensus Penduduk 2010

Kepadatan:

1.810 jiwa/km , kepadatan tertinggi 5.124 jiwa/ km


(Kecamatan

Depok),

terendah

593

jiwa/km

di

Kecamatan Cangkringan; Desa Minomartani, Kecamatan


Ngaglik adalah desa terpadat berkepadatan bruto 9.400
jiwa/km dan kepadatan netto mencapai 14.200 jiwa/ km)

Kecamatan

17

Desa:

86

Indikator IPM Tahun 2009

Angka Harapan Hidup:

74, 74 tahun (nasional: 69,21 tahun)

Indeks Kesehatan:

82,90

(nasional: 73,68)

Indeks Pendidikan:

84,08

(nasional: 78,88)

Indeks Pendapatan:

66,12

(nasional: 62,71)

Indek Pembangunan Manusia:

77,70

(nasional: 71,76)

Indek Pembangunan Gender:

73,5 (Tahun 2007)

Indek Pemberdayaan Gender:

62,8 (tahun 2007)

Kabupaten Sleman merupakan daerah andalan penghasil produk-produk


pertanian untuk Provinsi DIY. Namun demikian, sektor pertanian tidak lagi menjadi
sektor yang memberikan sumbangan terbesar bagi PDRB Kabupaten Sleman. Sektor
Tersier seperti Perdagangan, Hotel dan Restoran merupakan penyumbang utama
dalam PDRB Kabupaten Sleman. Sedangkan sektor pertanian dengan produk
unggulan seperti padi, salak, rambutan, tembakau dan produk peternakan, berada
diperingkat kedua dan diikuti sektor jasa-jasa.

Kabupaten Sleman |Buku Putih Sanitasi 201

Kegiatan perdagangan di Kabupaten Sleman tidak hanya yang bersifat lokal,


melainkan telah berhasil menembus pasar dunia, seperti pakaian jadi, mebel kayu,
sarung tangan kulit, lampu, tekstil, produk tekstil lainnya, kerajinan kayu, kerajinan
disamak, dan papan kemas. Dari sektor hotel dan restoran, di Kabupaten Sleman
terdapat 12 hotel berbintang yang terdapat di Kecamatan Depok dan Ngaglik, yang
nota bene merupakan kawasan perkotaan Kabupaten Sleman. Sementara itu, hotel
non-bintang sebanyak 325 buah tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Sleman.
Kabupaten Sleman juga memiliki kampus perguruan tinggi berskala nasional
dalam jumlah cukup banyak, tercatat tak kurang dari sepuluh perguruan tinggi negeri
dan swasta berada di wilayah Kabupaten Sleman, termasuk Universitas Gadjah Mada.
Tercatat di wilayah Kabupaten Sleman terdapat 5 PTN dan 43 PTS dengan jumlah
mahasiswa kurang lebih 100.000 jiwa.

Gambar 2.1 Peta Orientasi Kabupaten Sleman2.1.2


Kabupaten Sleman

Kawasan Perkotaan

Kabupaten Sleman |Buku Putih Sanitasi 201

10

Kawasan secara harfiah keruangan merujuk pada suatu ruang yang terbentuk
atau terkelompok berdasar luasan pengaruh yang bersifat fungsional daripada merujuk
ke ruang ddalam konteks batasan administratif. Kawasan perkotaan dapat diartikan
sebagai suatu luasan ruang yang mempunyai ciri fungsional kegiatan dengan dominasi
sektor non pertanian.
Dari ke 17 kecamatan di Kabupaten Sleman, sesuai perkembangannya maka
saat ini tercatat ada 9 kecamatan yang berindikasi sebagai kawasan perkotaan,
memang tidak keseluruhan wilayah dari kesembilan kecamatan tersebut sepenuhnya
mempunyai fungsi perkotaan. Ada kecamatan yang sepenuhnya dapat dikelompokkan
sebagai perkotaan, seperti Kecamatan Depok. Ada pula kecamatan yang hanya
kurang dari 25% bersifat perkotaan, seperti Kecamatan Godean, Ngemplak, Kalasan
dan Berbah.
Gambar 2.2 Peta Kawasan Perkotaan Kabupaten Sleman
Sesuai sejarah perkembangannya, perkembangan kawasan perkotaan di
Kabupaten Sleman banyak disebabkan oleh luberan kegiatan perkotaan dari Kota
Yogyakarta. Maka, kecamatan-kecamatan yang bersinggungan langsung dengan
wilayah Kota Yogyakarta adalah kecamatan-kecamatan yang paling cepat berkembang
menjadi kawasan perkotaan. Dalam perkembangan lanjut, tumbuhnya kawasan
perkotaan juga didorong oleh pembangunan kampus pendidikan tinggi dan
perumahan-perumahan baru.
Kawasan perkotaan di Kabupaten Sleman yang dulunya lebih sebagai luberan
urbanisasi dari Kota Yogyakarta, dalam perkembangan terakhir telah tumbuh kembang
sebagai kawasan perkotaan yang mandiri. Skala kegiatan perkotaan yang tumbuh
telah sepadan, bahkan melebihi kegiatan sejenis yang ada di Kota Yogyakarta, seperti
tumbuhnya kampus-kampus berskala regional-nasional (kampus UGM yang nota bene
berada di wilayah Kabupaten Sleman, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas
Kabupaten Sleman |Buku Putih Sanitasi 201

11

Pembangunan Nasional Veteran, Universitas Islam Indonesia, Universitas Islam


Negeri Sunan Kalijaga dan Universitas Atmajaya Yogyakarta, serta puluhan PTS
lainnya) telah menjadikan kawasan sekitar kampus-kampus tersebut menjadi kawasan
perkotaan yang mandiri.
Tumbuhnya pusat-pusat perbelanjaan skala pusat grosir dan mal tak kurang
dari 4 buah (Indogrosir, Makro-Lotte, Ambarukmo Plaza dan Alfa-Carrefour) serta
puluhan hotel berbintang (Hyatt, Sheraton, Quality, Jayakarta, Yogyakarta Plaza,
Sahid) menambah kuat fungsi perkotaan wilayah Kabupaten Sleman yang berbatasan
langsung dengan Kota Yogyakarta.
Kawasan perkotaan di Kabupaten Sleman berdasar luasannya mengalami
penambahan pengurangan. Pada awalnya, luasan kawasan perkotaan di kabupaten
Sleman lebih ditentukan oleh ketetapan kebijakan di bidang kerjasama pembangunan
aglomerasi perkotaan Yogyakarta, sehingga ada kawasan perkotaan versi tahun 1998,
2004, dan 2007. Namun demikian, pada tahun 2008 dalam penyusunan Masterplan
Persampahan Wilayah Perkotaan Kabupaten Sleman Tahun 2008, disepakati kawasan
perkotaan mencakup wilayah 20 desa yang tersebar di 9 kecamatan.
Kawasan perkotaan Kabupaten Sleman yang menjadi sasaran program sanitasi
perkotaan adalah kawasan perkotaan fungsional, dimana hanya desa/kelurahan yang
kuat berindikasi perkotaan yang masuk sebagai kawasan rencana. Peta 2.2 diatas
adalah cakupan wilayah pengelolaan sanitasi perkotaan Kabupaten Sleman.
Kawasan perkotaan Kabupaten Sleman seluas 14.121 Ha dengan batasan 9
(sembilan) wilayah administrasi kecamatan dan di dalamnya terdapat 20 (dua puluh)
wilayah administrasi desa , yaitu:
1) Gamping
: Trihanggo, Nogotirto, Ambarketawang, Banyuraden, Balecatur
2) Godean
3) Mlati

:
:

Sidoarum
Sinduadi, Sendangadi, Sumberadi, Tlogoadi, Tirtoadi
Kabupaten Sleman |Buku Putih Sanitasi 201

12

4)
5)
6)
7)
8)
9)

Sleman
Ngaglik
Depok
Ngemplak
Berbah
Kalasan

:
:
:
:
:
:

Tridadi
Sariharjo, Minomartani
Maguwoharjo, Caturtunggal, Condongcatur
Wedomartani
Kalitirto
Purwomartani

2.2 Kondisi Fisik Wilayah


2.2.1 Geomorfologi
Kondisi geomorfologi wilayah terdiri atas relief/topografi, proses dan struktur.
Geomorfologi wilayah perencanaan secara umum dipengaruhi oleh aktivitas vulkan
Merapi. Bentuk lahan Dataran Kaki Gunungapi (VDk), mempunyai topografi datar
hingga hampir datar, dengan kemiringan lereng rata-rata 2% ke arah selatan atau 03%. Proses erosi lembar yang disebabkan oleh aliran permukaan merupakan proses
yang dominan. Selain itu, proses deposisional pada daerah-daerah yang lebih rendah
sudah terjadi. Material penyusun berupa pasir sedang hingga halus pada bagian atas,
sedangkan material vulkanik yang agak kasar terdapat di lapisan bawahnya.
Kondisi geomorfologi yang agak beda adalah pada kawasan-kawasan lembah
sungai, dimana pada lembah sungai banyak dipengaruhi proses alluvial, bahkan pada
kawasan perkotaan Sleman yang agak utara (Ngaglik, Ngemplak) proses erosi dari
material Gunung Merapi masih aktif berlangsung. Hal ini mengingat aktivitas
gunungapi dari Gunung Merapi yang terbilang aktif.
Pasca erupsi besar Gunung Merapi pada akhir Oktober-awal Nopember 2010,
maka kondisi geomorfologis pada wialayah Kecamatan Cangkringan dan sebagian
kecil wilayah Kecamatan Ngemplak telah mengalami perubahan drastic. Kawasankawasan lembah sungai telah penuh dengan material vulkanis, baik batu maupun
kerikil dan pasir.

Kabupaten Sleman |Buku Putih Sanitasi 201

13

Gambar 2.3 Peta Geomorfologi Kabupaten Sleman


Secara geomorfologis, wilayah Kabupaten Sleman walaupun ada factor Gunung
Merapi merupakan kawasan yang stabil dengan topografi ideal untuk pengembangan
budidaya pertanian pangan dan hortikultura, juga untuk pengembangan kawasan
permukiman.2.2.2 Geologi
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Yogyakarta tahun 1977, secara umum
wilayah perencanaan termasuk dalam formasi Yogyakarta yang merupakan formasi
endapan vukanik Merapi Muda, yang terbentuk pada jaman kuarter. Material penyusun
yang dominan adalah pasir dan debu vulkanik, di samping itu terdapat pula sisipan tuff,
abu, breksi, aglomerat dan lelehan lava yang tidak terpisahkan. Secara keseluruhan
kondisi airtanah di kawasan perencanaan cukup baik, baik dari segi kualitas maupun
kuantitasnya.
Kondisi geologi pada formasi Yogyakarta mempunyai sifat yang stabil, apalagi
didukung dengan topografi yang landai. Sehingga, wilayah Kabupaten Sleman secara
geologis merupakan kawasan yang stabil, bahkan mempunyai tingkat absorbsi tinggi
terhadap guncangan gempa
.Gambar 2.4 Peta Geologi Kabupaten Sleman
2.2.3 Jenis Tanah
Jenis tanah merupakan faktor utama yang berpengaruh terhadap terjadinya
peresapan air ke bawah (infiltrasi), di samping beberapa faktor lain yang berpengaruh
seperti lereng, vegetasi penutup, kejenuhan dan lainnya. Menurut Dames (1955),
secara keseluruhan daerah perencanaan yang berada di Kabupaten Sleman termasuk
Kabupaten Sleman |Buku Putih Sanitasi 201

14

jenis tanah abu vulkanis muda hasil pelapukan erupsi Gunung Api Merapi; yang
merupakan hasil pelapukan lava, pasir, debu dan puing-puing hasil erupsi Merapi yang
masih sangat sedikit mengalami perkembangan tanah.
Jenis tanah wilayah perencanaan di Kabupaten Sleman berupa Regosol dan
Kambisol yang berstruktur lepas-lepas (porus) dan berkesuburan sedang -baik. Jenis
tanah ini juga dikenal mempunyai tingkat meloloskan (porositas) air yang besar.
Sehingga, di sisi lain mempunyai dampak yang patut diwaspadai untuk kawasan
bawahannya, dimana setiap pembuangan limbah cair pada kawasan hulu (utara) akan
diresapkan dengan cepat ke bagian hilir (selatan), yakni wilayah Kota Yogyakarta dan
Kabupaten Bantul

Gambar 2.5 Peta Jenis Tanah di Kabupaten Sleman


2.2.4 Klimatologi
Karakteristik iklim di Kabupaten Sleman, berdasar rerata hujan tahunan, dan
jumlah bulan basah dan bulan kering adalah kawasan dengan tipe iklim basah, kecuali
pada kawasan Kecamatan Seyegan, Moyudan dan Depok bagian timur mempunyai
tipe agak basah.
Karakteristik hujan adalah bulan-bulan hujan berlangsung antara NopemberApril, namun demikian kadang pola bulan hujan dapat berubah, antara lain oleh siklus
El Nino yang cenderung kering atau sebaliknya siklus La Nina yang cenderung bulan
basah lebih lama.
Tabel 2.1 Tipe Iklim pada Kecamatan di Kabupaten Sleman
Kabupaten Sleman |Buku Putih Sanitasi 201

15

Kecamatan

Rerata Curah
Hujan Tahunan
(mm/th)

1
2

Berbah
Cangkringan

Bulan
Kering

Bulan
Basah

Q (%)

Klas

2093
2763

3
3

9
9

33.33
33.33

B
B

Basah
Basah

Depok

2252

50,00

Agak Basah

4
5
6
7
8

Gamping
Godean
Kalasan
Minggir
Mlati

2637
2360
2215
2866
2444

3
3
3
3
3

9
9
9
9
9

33.33
33.33
33.33
33.33
33.33

B
B
B
B
B

Basah
Basah
Basah
Basah
Basah

Moyudan

3254

50, 00

Agak Basah

10
11
12
13
14
15
16

Ngaglik
Ngemplak
Pakem
Prambanan
Seyegan
Sleman
Tempel

2776
2641
2959
2161
2353
2647
2561

3
3
3
3
4
3
3

9
9
9
9
8
9
9

33.33
33.33
33.33
33.33
50,00
33.33
33.33

B
B
B
B
C
B
B

Basah
Basah
Basah
Basah
Agak Basah
Basah
Basah

17

Turi

2901

33.33

Basah

No

Tipe Iklim

Sumber: analisa data curah hujan 1987-2001 (Dinas PU, 2002), diadop dari Kirono (2005)

Sumber:
Kirono,2005

Gambar 2.6 Grafik Bulan Basah Bulan kering


di Kabupaten Sleman

Kabupaten Sleman |Buku Putih Sanitasi 201

16

Gambar 2.7 Peta Curah Hujan di Kabupaten Sleman


2.2.5 Hidrologi
Indikator ketersediaan air di Kabupaten Sleman ditentukan dari dua indikator
yaitu kondisi air permukaan serta airtanah.
a)
Air Permukaan
Kondisi hidrologi Kabupaten Sleman merupakan bagian dari dataran kaki fluvio
vulkanik Merapi yang surplus airtanah dan air permukaan. Termasuk daerah aliran
sungai (DAS) Winongo, Code dan Opak Hulu. Air tanah mengalir lewat akuifer lereng
Merapi - Graben Bantul. Kedalaman air tanah antara 0,5-20 meter, semakin ke selatan
muka air tanah semakin dangkal sekaligus tercemar. Pencemaran air tanah akibat
praktek-praktek sanitasi yang buruk, baik dari limbah domestik (rumah tangga) maupun
non-domestik (industri, hotel atau rumah sakit). Indikasi pencemaran adalah
kandungan Nitrat (NH3) dan bakteri Coli yang cukup tinggi pada bagian hilir atau
selatan.
Kabupaten Sleman memiliki 5 daerah aliran sungai (DAS) yang cukup besar,
yakni dari barat ke timur: DAS Progo, Konteng, Bedog, Winongo-Code dan Opak Hulu.
DAS terbesar adalah Opak Hulu. Secara hidrologis Kabupaten Sleman tidak pernah
kekurangan air karena berkelimpahan air permukaan dan air tanah (terdapat akuifer air
tanah), ditambah keberadaan Selokan Mataram yang melintang barat-timur, berintake dari Kali Progo dan berakhir di Kali Opak. Kedalaman air tanah < 7 m - 25 m. Air
tanah banyak mengandung unsur besi (Fe) dan Mangan (Mn). Berdasarkan potensi
hidrologi bagian utara wilayah Kabupaten Sleman adalah kawasan resapan air serta
sebagian besar sangat cocok untuk budidaya pertanian baik pangan maupun
hortikultura, termasuk budidaya perikanan darat.
b)
Air Tanah
Kabupaten Sleman secara hidrogeologi termasuk ke dalam cekungan air tanah
Yogyakarta yang terletak di lereng selatan Gunung Api Merapi. Cekungan air tanah ini
Kabupaten Sleman |Buku Putih Sanitasi 201

17

dibatasi oleh dua sungai utama, yaitu Kali Opak di bagian timur dan Kali Progo di
bagian barat. Perbukitan yang membatasi cekungan secara morfologis adalah
rangkaian Perbukitan Kulonprogo dan rangkaian Perbukitan Baturagung. Secara
geologis cekungan Yogyakarta dibatasi oleh dua sesar utama, yaitu sesar sepanjang
Kali Opak di bagian timur dan sepanjang Kali Progo di bagian barat.
Kabupaten Sleman berada pada sisi selatan lereng Gunung api Merapi,
pergerakan air tanahnya secara menyeluruh mengalir dari utara menuju ke selatan.
Muka freatik air tanah terpotong oleh lembah-lembah sungai, sehingga dapat
dimungkinkan munculnya mataair di daerah tersebut. Selain itu mataair sering dijumpai
pada daerah peralihan slope. Peralihan slope ini selain ditandai dengan adanya
mataair juga ditandai dengan adanya perbedaan yang mencolok pada daerah tersebut,
antara lain perubahan/lereng curam ke lereng yang datar, ataupun juga oleh
perbatasan antara penggunaan lahan yang kering dengan areal persawahan. Mata air
di lereng Merapi membentang membentuk jalur melingkar atau sabuk.
Meskipun berada di bawah permukaan tanah, air tanah dapat tercemar.
Sumber pencemaran tersebut dapat berupa penimbunan sampah, kebocoran pompa
bensin, limbah cair dari rumah tangga serta kebocoran tangki septik. Ditengarai pula
bahwa pertanian yang menggunakan pupuk industri dapat memberi dampak
penimbunan logam pada air tanah.
Meningkatnya jumlah permukiman telah mendorong meningkatnya kebutuhan
air untuk domestik, irigasi, industri. Fenomena lapangan menunjukkan makin
banyaknya sumur bor untuk mengeksplorasi air tanah. Memperhatikan jumlah
pemanfaatan air tanah dan sebaran permukiman yang dapat mengganggu
ketersediaan air tanah dan mendorong pencemaran air tanah, kegiatan perlindungan
terhadap daerah resapan air digiatkan.

2.3. Kependudukan
Kabupaten Sleman berdasar Sensus Penduduk 2010 memiliki jumlah penduduk
sebanyak 1.090.567 jiwa dengan jumlah keluarga sebanyak 255.555 KK.
Selengkapnya data kependudukan Kabupaten Sleman adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2 Kondisi Kependudukan Kabupaten Sleman
No.

Kecamatan

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Moyudan

Minggir

Seyegan

Desa
Sumberrahayu
Sumbersari
Sumberagung
Sumberarum
Sendangmulyo
Sendangarum
Sendangrejo
Sendangsari
Sendangagung
Margoluwih

Luas
ha
631
546
820
765
670
345
598
458
656
500

Build-up
ha
236.42
175.95
299.74
317.88
161.26
151.9
212.02
129.33
227.8
148.08

Penduduk
6,035
7,451
10,706
6,574
6,195
3,362
7,854
4,540
7,296
9,313

Gross
Density

Net
Density

10
14
13
9
9
10
13
10
11
19

26
42
36
21
38
22
37
35
32
63

Kabupaten Sleman |Buku Putih Sanitasi 201

18

KK
1,939
2,347
3,215
2,096
1,104
1,943
2,243
1,440
2,352
2,602

Rerata
Jiwa/KK
3.1
3.2
3.3
3.1
5.6
1.7
3.5
3.2
3.1
3.6

No.
11
12
13
14
15
16

Kecamatan

Godean

Desa
Margodadi
Margomulyo
Margoagung
Margokaton
Sidorejo
Sidoluhur

17

Sidomulyo

18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55

Sidoagung
Sidokarto
Sidoarum
Sidomoyo
Balecatur
Ambarketawang
Banyuraden
Nogotirto
Trihanggo
Tirtoadi
Sumberadi
Tlogoadi
Sendangadi
Sinduadi
Caturtunggal
Maguwoharjo
Condongcatur
Sendangtirto
Tegaltirto
Jogotirto
Kalitirto
Sumberharjo
Wukirharjo
Gayamharjo
Sambirejo
Madurejo
Bokoharjo
Purwomartani
Tirtomartani
Tamanmartani
Selomartani
Wedomartani
Umbulmartani
Widodomartani
Bimomartani
Sindumartani
Sariharjo
Sinduharjo

Gamping

Mlati

Depok

Berbah

Prambanan

Kalasan

Ngemplak

Ngaglik

Luas
ha
611
519
518
515
544
519

Build-up
ha
170.8
222.67
190.55
138.61
102.35
130.09

250
332
364
373
302
986
628
400
349
562
497
600
482
536
737
1104
1501
950
522
573
584
620
917
475
655
839
783
540
1205
754
730
895
1244
615
602
444
666
689
609

Penduduk

Gross
Density

Net
Density

8,119
11,354
9,293
6,954
6,337
9,461

13
22
18
14
12
18

48
51
49
50
62
73

2,495
3,259
2,751
2,095
2,007
2,627

3.3
3.5
3.4
3.3
3.2
3.6

68.89

5,873

23

85

1,631

3.6

116.51
129.28
141.39
99.09
584.8
337.7
200.8
173.4
163.2
189
270
187
245
436
792.35
524.28
544.1
177
196.6
147.2
167.2
370
120
151
237
158
179
465.1
150.8
80.44
101.93
198.53
100.24
49.92
86.2
39.4
355.6
74.5

8,775
11,008
16,841
7,574
19,568
21,948
18,371
19,329
17,792
9,331
14,404
11,800
17,515
48,168
81,226
38,439
59,858
17,180
11,386
9,787
12,405
12,587
2,402
3,970
5,086
11,665
11,127
34,253
15,700
14,535
11,630
26,798
11,153
7,176
6,674
7,022
23,900
19,275

26
30
45
25
20
35
46
55
32
19
24
24
33
65
74
26
63
33
20
17
20
14
5
6
6
15
21
28
21
20
13
22
18
12
15
11
35
32

75
85
119
76
33
65
91
111
109
49
53
63
71
110
103
73
110
97
58
66
74
34
20
26
21
74
62
74
104
181
114
135
111
144
77
178
67
259

2,205
2,531
3,522
2,144
4,905
4,823
3,557
3,967
3,910
2,428
3,845
3,356
3,824
6,964
9,212
6,577
7,957
4,077
3,097
2,859
3,376
3,907
883
1,377
1,620
3,571
3,292
6,874
4,289
3,893
3,178
5,943
2,224
2,194
1,866
2,192
3,829
3,466

4.0
4.3
4.8
3.5
4.0
4.6
5.2
4.9
4.6
3.8
3.7
3.5
4.6
6.9
8.8
5.8
7.5
4.2
3.7
3.4
3.7
3.2
2.7
2.9
3.1
3.3
3.4
5.0
3.7
3.7
3.7
4.5
5.0
3.3
3.6
3.2
6.2
5.6

Kabupaten Sleman |Buku Putih Sanitasi 201

19

KK

Rerata
Jiwa/KK

No.
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86

Kecamatan

Sleman

Tempel

Turi

Pakem

Cangkringan

Desa
Minomartani
Sukoharjo
Sardonoharjo
Donoharjo
Caturharjo
Triharjo
Tridadi
Pandowoharjo
Trimulyo
Banyurejo
Tambakrejo
Sumberrejo
Pondokrejo
Mororejo
Margorejo
Lumbungrejo
Merdikorejo
Bangunkerto
Donokerto
Girikerto
Wonokerto
Purwobinangun
Candibinangun
Harjobinangun
Pakembinangun
Hargobinangun
Wukirsari
Argomulyo
Glagahharjo
Kepuhharjo
Umbulharjo

Luas
ha
153
803
938
660
744
578
504
727
579
482
326
292
327
337
539
333
613
703
741
1307
1558
1348
636
552
418
1430
1456
847
795
875
826
57.566

Build-up
ha
117.71
140
505.8
178.3
254.8
312.3
330.2
161.65
223.03
119.66
80.47
79.7
100.72
88.59
209.2
131.39
240.32
277.05
248.42
293.91
502.59
471.4
276.4
219.4
30.1
419.9
143
120.3
51.2
43.5
53.6
18.249

Penduduk
12,908
14,973
21,208
9,349
13,321
16,105
13,848
10,755
8,538
7,026
4,526
4,220
5,530
4,691
10,049
7,243
6,018
8,313
8,314
7,343
9,082
8,573
5,684
5,467
6,661
8,270
9,681
7,059
3,628
3,088
4,721
1.090.567

Gross
Density

Net
Density

84
19
23
14
18
28
27
15
15
15
14
14
17
14
19
22
10
12
11
6
6
6
9
10
16
6
7
8
5
4
6
19

110
107
42
52
52
52
42
67
38
59
56
53
55
53
48
55
25
30
33
25
18
18
21
25
221
20
68
59
71
71
88
60

KK
2,983
3,163
3,830
2,261
4,170
4,554
3,697
3,217
2,643
2,341
1,521
1,368
1,638
1,486
2,895
2,012
1,854
2,514
2,371
2,156
2,568
2,499
1,606
1,484
1,644
2,458
3,033
2,331
1,118
945
1,315
255.555

Sumber: Kecamatan Dalam Angka, BPS Kabupaten Sleman

Secara umum jumlah penduduk di Kabupaten Sleman berdasar Sensus


Penduduk Tahun 2010 mencapai 1.090.567 jiwa. Namun demikian, jumlah penduduk
ini secara riil harus mempertimbangkan penduduk semi permanen dan temporal, yakni
para mahasiswa dan tamu hotel. Lebih dari 50 PTS dan PTN yang berlokasi di
kawasan perkotaan Sleman, diperkirakan ada 100.000 mahasiswa, yang pada
dasarnya berasal dari luar Kabupaten Sleman, dan sebagian besar indekost di sekitar
kampus. Demikian juga dengan tamu hotel, dimana pada kawasan yang sama terdapat
lebih dari sepuluh hotel berbintang dan non bintang. Sehingga, penduduk riil yang
bertempat tinggal di Kabupaten Sleman sebenarnya lebih banyak. Diperkirakan
penduduk Kabupaten Sleman yang menempati Kawasan perkotaan tak kurang dari
500.000 ribu jiwa. Jumlah penduduk yang sama dengan penduduk Kota Yogyakarta.
Kabupaten Sleman |Buku Putih Sanitasi 201

20

Rerata
Jiwa/KK
4.3
4.7
5.5
4.1
3.2
3.5
3.7
3.3
3.2
3.0
3.0
3.1
3.4
3.2
3.5
3.6
3.2
3.3
3.5
3.4
3.5
3.4
3.5
3.7
4.1
3.4
3.2
3.0
3.2
3.3
3.6
4,2

Berdasarkan kepadatan netto, Desa Sinduharjo, Kecamatan Ngaglik


merupakan desa yang paling padat, yakni 259 jiwa/ha. Kepadatan penduduk netto
terendah terdapat di Desa Wonokerto Kecamatan Turi dan Desa Purwobinangun
Kecamatan Pakem dengan kepadatan 18 jiwa/ha.
Tabel 2.3 Struktur Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin,Tahun 2010
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Kecamatan
Moyudan
Minggir
Seyegan
Godean
Gamping
Mlati
Depok
Berbah
Prambanan
Kalasan
Ngemplak
Ngaglik
Sleman
Tempel
Turi
Pakem
Cangkringan
KabupatenSleman

Laki-laki

Perempuan

Jumlah

15.071
14.233
22.292
32.876
48.697
51.861
92.552
25.107
23.000
37.738

15.695
15.014
22.741
32.993
48.311
49.357
86.971
25.651
23.837
38.380

30.766
29.247
45.033
65.869
97.008
101.218
179.523
50.758
46.837
76.118

29.148
50.946
30.752
24.406
16.381
17.111
13.809
545.980

29.675
50.667
31.815
24.897
16.671
17.544
14.368
544.587

58.823
101.613
62.567
49.303
33.052
34.655
28.177
1.090.567

Sumber: BPS Kabupaten

Gambar 2.8 Struktur Penduduk Kecamatan Menurut Sex Ratio

Kabupaten Sleman |Buku Putih Sanitasi 201

21

Gambar 2.9 Peta Struktur Penduduk Kecamatan Menurut Sex Ratio


45,000
40,000
35,000
30,000
0-5

25,000

06-12

20,000

13-18

15,000

19-22

10,000

23-59
60+

5,000
0

Kabupaten Sleman |Buku Putih Sanitasi 201

22

45,000
40,000
35,000
30,000
0-5

25,000

06-12

20,000

13-18

15,000

19-22

10,000

23-59
60+

5,000
0

Gambar 2.10 Komposisi Penduduk Kabupaten Sleman Menurut Kelompok Umur


Tahun 2009
Berdasarkan komposisi menurut kelompok umur terlihat kecamatan-kecamatan
yang menjadi sentra pendidikan tinggi menunjukkan komposisi kelompok umur 23-59
tahun yang sangat tinggi, yakni Kecamatan Depok disusul oleh Kecamatan Ngaglik,
Mlati dan Gamping

Gambar 2.11 Peta Kepadatan Penduduk Netto di Kabupaten Sleman Tahun 2010

Kabupaten Sleman |Buku Putih Sanitasi 201

23

@dwi oblo

@dwi oblo

Gambar 2.12 Sentra PendidikanTinggi di Kawasan Perkotaan Kabupaten Sleman

2.4. Pendidikan
Layanan pendidikan tingkat Taman Kanak-kanak hingga Perguruan Tinggi
tersedia dalam jumlah cukup di kawasan perkotaan Kabupaten Sleman, bahkan untuk
perguruan tinggi merupakan konsentrasi pendidikan tinggi di Provinsi DIY. Lebih dari
80% perguruan tinggi di Kabupaten Sleman, terkonsentrasi di kawasan perkotaan.
Tabel 2.4 Jumlah dan Sebaran Fasilitas Pendidikan
di Kawasan Perkotaan Sleman
No
.

Desa

SD

SLTP

SMA

SMK

PT

Balecatur
Ambarketawan
g
Banyuraden
Nogotirto
Trihanggo

10

5
8
9

0
3
2

3
0
1

1
0
0

5
0
0

Tridadi
Sidoarum
Tirtoadi
Sumberadi
Tlogoadi
Sendangadi
Sinduadi

7
7
4
7
4
6
13

3
0
1
0
3
1
4

3
0
0
1
1
1
5

0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0

Sariharjo
Minomartani

8
4

2
0

0
0

0
0

0
0

Caturtunggal
Condongcatur
Maguwoharjo

23
17
14

7
4
5

7
3
6

0
0
0

21
5
5

7
Ngemplak
Wedomartani
8
Berbah
Kalitirto
9
Kalasan
Purwomartani
Perkotaan Kabupaten Sleman
Kabupaten Sleman

7
8
12
180
502

1
1
2
42
104

0
2
1
36
51

0
0
0
2
49

0
0
3
40
48

Kecamatan
Gamping

2
3

Sleman
Godean

Mlati

Ngaglik

Depok

Sumber : Kecamatan Dalam Angka Tahun 2007, Kab. Sleman Dalam Angka Tahun 2008, BPS

Tingkat pendidikan penduduk, berdasar perhitungan yang ada yakni rata-rata


lama sekolah yang ditamatkan pada tahun 2007 adalah 11,1 tahun untuk laki-laki dan

Kabupaten Sleman |Buku Putih Sanitasi 201

24

9,2 tahun untuk perempuan. Sedangkan tingkat melek huruf adalah 96,9% untuk lakilaki dan 87,2% untuk perempuan.

2.5

Kesehatan

Derajat kesehatan di Kabupaten Sleman secara umum merupakan yang terbaik


se-Indonesia, dimana parameter-parameter derajat kesehatan cukup jauh di atas
rerata derajat kesehatan nasional. Misalnya, harapan hidup nasional adalah sekitar
70,6 tahun, 74 untuk Provinsi DIY, sedangkan di Kabupaten Sleman 72,4 tahun untuk
laki-laki dan 76,8 tahun untuk perempuan.
Tabel 2.5 Derajat Kesehatan Kabupaten Sleman
INDIKATOR

2002 2003

Angka Kematian Bayi /


8,01 8,47
Kelahiran Hidup ()
Angka Kematian Ibu /
70,38 76,19
Kelahiran Hidup (/oooo)
Angka Kematian Kasar
5,12 4,64
Umur Harapan Hidup (UHH)
- Laki-laki (tahun)
72
72
- Wanita (tahun)
76
76

TAHUN
2004 2005

2006

2007

5,97

7,67

7,67

7,67

78,70

69,31

69,31

69,31

4,64

5,85

5,848

2,591

72
76

72
76

72
76

72,46
76,79

2008
5,81

2009

Prov. DIY
2009

4,08

19

69,31 69,31

104

72,46 72,60
76,79 76,92

72,2
76,1

Sumber: DinKes Kabupaten Sleman, 2009

2.6. Sosial Masyarakat


2.6.1 Struktur Masyarakat
Berdasarkan kondisi sosial masyarakatnya maka Kabupaten Sleman dapat
dikelompokkan menjadi 2 kawasan, yakni kawasan perdesaan yang cenderung
homogen dan kawasan perkotaan dengan tingkat heterogenitas sosial budaya yang
tinggi. Konsentrasi pendidikan tinggi pada kawasan ini menyebabkan komposisi
penduduknya relatif beragam. Namun demikian, budaya Jawa masih menjadi faktor
yang dominan, termasuk meredam perbedaan etnik dan sosial-budaya warganya.
Secara umum kawasan perkotaan Kabupaten Sleman dapat diklasifikasikan dalam 2
tipe tingkat heterogenitas warganya yakni:
a) Wilayah dengan Heterogenitas tinggi
Meningkatnya pertambahan penduduk secara signifikan akan terjadi terutama di
Kecamatan Depok, dimana keberadaan sejumlah perguruan tinggi di Depok
menjadi faktor utama masuknya pendatang, yang kuat mempengaruhi tingkat
heterogenitas penduduk di wilayah ini. Kampus-kampus yang menyenggarakan
kerja sama dengan institusi pendidikan dan penelitian dari luar Kabupaten
Sleman, termasuk dari luar negeri, juga memberi peluang bagi pendatang untuk
tinggal di wilayah ini meskipun hanya bersifat sementara.
b) Wilayah dengan Heterogenitas sedang
Kecamatan Gamping, Mlati, Sleman, Ngaglik, Berbah, Kalasan, dan Ngemplak
merupakan wilayah dengan heterogenitas sedang. Namun demikian tidak secara
Kabupaten Sleman |Buku Putih Sanitasi 201

25

keseluruhan wilayah mempunyai tingkat heteroginitas yang sama, mengingat


masih cukup dominannya kawasan-kawasan pertanian pada wilayah ini.
2.6.2

Kondisi Sosial Ekonomi


Secara umum pada tahun 2008 di Kabupaten Sleman masih terdapat 23,4%
keluarga miskin, yakni 56.857 keluarga dari 255.555 keluarga. Jika ditinjau
permasalahan yang sama di kawasan perkotaan, maka masih terdapat 15,85%
keluarga miskin dari jumlah 114.849 keluarga.
Tabel 2.6 Jumlah Keluarga Miskin di Kabupaten Sleman Tahun 2010
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Kecamatan
Moyudan

Minggir
Seyegan
Godean
Gamping
Mlati
Depok
Berbah
Prambanan
Kalasan
Ngemplak
Ngaglik
Sleman
Tempel
Turi
Pakem
Cangkringa
n

Kabupaten Sleman

Penduduk

KK

KK
Miskin

% KK
Miskin

30,766
29,247
45,033
65,869
97,008
101,218
179,523
50,758
46,837
76,118
58,823
101,613
62,567
49,303
33,052
34,655

9,597
9,082
13,202
16,667
21,162
20,417
23,746
13,409
14,650
18,234
14,419
19,532
18,281
15,115
9,609
9,691

2,004
2,889
3,915
3,161
3,038
3,998
2,570
3,072
3,849
4,347
2,996
2,868
5,939
5,221
2,370
1,472

31.2
31.1
29.3
135
21.8
20.2
13.2
26.4
31.3
24.0
24.5
19.2
29.2
30.7
29.1
28.0

28,177

8,742

3,158

31.0

1,090,567

255,555

56,867

23.4

Sumber: Dinas Nakersos, Kabupaten Sleman 2009

2.7. Perekonomian
2.7.1

PDRB Kabupaten
Perekonomian Kabupaten Sleman berdasarkan sumbangan PDRB jelas
merupakan perekonomian yang condong ke perekonomian yang banyak didominasi
oleh sektor-sektor perkotaan. Sektor perekonomian tersier dan sebagian sektor
sekunder adalah sektor ekonomi perkotaan, seperti perdagangan dan jasa, perhotelan,
restoran, jasa-jasa keuangan, serta jasa-jasa lainnya. Pada tahun 2008, sumbangan
sektor tersier mencapai 57,19% jauh meninggalkan sektor primer yang tinggal 14,75%.
Paradigma perekonomian perkotaan tersebut diperkuat oleh data prosentase
sumbangan PDRB Kecamatan dalam PDRB Kabupaten, dimana tampak jelas nilai
tambah kecamatan-kecamatan yang kuat mengarah ke perekonomian perkotaan
sangatlah dominan.
Tabel 2.7 Prosentase Sektor Ekonomi Dalam PDRB
Kabupaten Sleman |Buku Putih Sanitasi 201

26

Kelompok Sektor
Sektor Primer

2004

2005

2006

2007

2008

15,5

14,77

14,41

13,99

14,75

Sektor Sekunder

26,98

27,67

28,07

28,51

28,06

Sektor Tersier

57,53

57,57

57,52

57,5

57,19

Sumber: Analisa PDRB Kecamatan di Kabupaten Sleman, 2009

%
Sumber: Analisa PDRB Kecamatan di Kabupaten Sleman, 2009

Gambar 2.13 Prosentase Sumbangan Sektor terhadap


PDRB Kabupaten Sleman
Sumber: Analisa PDRB Kecamatan di Kabupaten Sleman, 2010

Gambar 2.14
Prosentase
Sumbangan
Perekonomian
Kecamatan
Dalam PDRB
Kabupaten tahun
2009 Berdasar
Harga Berlaku

Dari
kesembilan
kecamatan
yang
diindikasikan sebagai kecamatan perkotaan, hanya dua kecamatan yang kurang begitu
kuat, yakni Kecamatan Berbah dan Ngemplak. Khusus untuk Kecamatan Depok,
menunjukkan sebagai penyumbang PDRB yang paling besar (16,5%). Hal itu wajar
mengingat konsentrasi kegiatan perkotaan banyak terdapat di Kecamatan Depok,
seperti perguruan tinggi besar (UGM, UNY, UIN, UPN, UAJY, Sadhar, dsb) dan hotelhotel bintang (Sheraton, Jayakarta, Quality, Sahid, dsb), serta mal (Makro-Lotte,
Carrefour, Ambarukmo Plaza).
Sedangkan Kecamatan Sleman terlihat sebagai
penyumbang PDRB nomor dua, hal ini lebih disebabkan Kecamatan Sleman sebagai
pusat pemerintahan Kabupaten Sleman, daripada PDRB yang dihasilkan oleh kinerja
kegiatan ekonomi rill di luar sektor jasa pemerintahan.
2.7.2 PDRB Kecamatan
PDRB per kecamatan di Kabupaten Sleman juga menunjukkan dominasi sektor
tersier, dari 17 kecamatan yang ada hanya Kecamatan Turi dan Cangkringan yang
Kabupaten Sleman |Buku Putih Sanitasi 201

27

PDRB-nya banyak disumbang oleh sektor primer. Kecamatan-kecamatan yang masuk


kawasan perkotaan sumbangan sektor tersier dalam PDRB masing-masing adalah di
atas 50%, kecuali Kecamatan Berbah yang sektor tersiernya hanya menyumbang
sekitar 32%. Kecamatan Depok menunjukkan orientasi perekonomian yang hampir
sepenuhnya adalah ekonomi perkotaan, yakni 74% merupakan sektor tersier, 20%
sektor sekunder dan 2% sektor primer. Selengkapnya sumbangan sektoral dalam
PDRB masing-masing kecamatan ditampilkan pada Grafik di bawah ini.
Kecamatan Kawasan
Perkotaan

Kecamatan Kawasan
Perdesaan
Sumber:
Analisa PDRB Kecamatan di
Kabupaten Sleman, 2009

Gambar 2.15 Sumbangan


Sektoral Dalam PDRB
Kecamatan Perkotaan dan
Perdesaan
Gambar 2.16 Komposisi
Sektor dalam PDRB
(Dalam ratusan ribu rupiah)
Kecamatan di Kabupaten
Sleman
2.7.3 PDRB Per Kapita Per Kecamatan
Berdasarkan PDRB Per Kapita Per Kecamatan menunjukkan tidak ada
perbedaan antara kawasan perkotaan dengan perdesaan, bahkan ranking 2 dan 3 baik
berdasar harga konstan maupun harga berlaku adalah kecamatan pada kawasan
perdesaan. Secara khusus PDRB Per Kapita berdasar Kecamatan ini terlihat angka
yang kurang proporsional pada Kecamatan Sleman, dimana angka PDRB Per Kapitanya sedemikian tinggi hampir 2 kali lipat dari rerata PDRB Per Kapita Kabupaten
Sleman. Kemungkingan besar, hal tersebut disebabkan tingginya nilai jasa-jasa
pemerintahan, mengingat Kecamatan Sleman adalah Ibukota Kabupaten Sleman.
Tabel 2.8 PDRB Per Kapita Per Kecamatan Tahun 2009 (dalam ribuan rupiah)

Kabupaten Sleman |Buku Putih Sanitasi 201

28

Sumber: Analisa PDRB Kec. di Kab. Sleman atas dasar harga konstan th. 2000, atas dasar harga berlaku 2009

Sumber: Analisa PDRB Kecamatan di Kabupaten Sleman

Gambar 2.17 PDRB Per Kapita Per Kecamatan di Kabupaten Sleman Tahun 2009

2.7.4

Komposisi penduduk menurut mata pencaharian

Mata pencaharian penduduk di Kabupaten Sleman menunjukkan telah


tersegmentasi pada sektor jasa atau perekonomian sektor tersier (sector jasa lainnya
menyerap 31,2% dan perdagangan & hotel 13,6%), terlebih pada kawasan perkotaan
utama (Kecamatan Depok). Namun demikian, mata pencaharian di sektor pertanian
masih menyerap 27% tenaga kerja. Pada Gambar 2.18 menunjukkan kecamatankecamatan perkotaan mata pencaharian sektor jasa sangat dominan.
Tabel 2.9 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian per Sektor
Ekonomi per Kecamatan di Kabupaten Sleman Tahun 2009

Kabupaten Sleman |Buku Putih Sanitasi 201

29

Sumber: Kabupaten Sleman Dalam Angka 2009

Gambar 2.18 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian per Sektor Ekonomi
per Kecamatan di Kabupaten Sleman Tahun 2009
2.7.5

Pendapatan Asli Daerah (PAD)


Pendapat Asli Daerah atau PAD Kabupaten Sleman dalam jangka waktu tahun
2005-2009 telah tumbuh dari Rp. 77,9 milyar menjadi Rp. 157,6 milyar atau tumbuh
rerata 25,6% pertahun. Di sisi lain, besaran nilai PAD Kabupaten Sleman masih pada
kisaran 22% dari dana perimbangan dari Pusat (tahun 2009 sebesar Rp. 717,7 milyar).
Tabel 2.10 Struktur APBD Kabupaten Sleman Tahun 2005-2009

Kabupaten Sleman |Buku Putih Sanitasi 201

30

Sumber: Bappeda Kabupaten Sleman, 2010

2.8. Visi Dan Misi Kabupaten


2.8.1. Visi Kabupaten
Visi adalah hal yang diinginkan pada akhir periode perencanaan yang
direpresentasikan dalam sejumlah sasaran hasil pembangunan yang dicapai melalui
program-program pembangunan daerah. Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah (RPJPD) Kabupaten Sleman Tahun 2006-2025 menetapkan visi, yaitu
"Terwujudnya masyarakat Kabupaten Sleman yang sejahtera, demokratis, dan
berdaya saing".

2.8.2. Misi Kabupaten


Penjelasan mengenai visi ini dituangkan dalam misi-misi yang akan dijalankan
selama lingkup waktu perencanaan, yaitu
1) Mewujudkan tata pemerintahan yang baik,
2) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
3) Meningkatkan kualitas hidup masyarakat; dan
4) Meningkatkan kehidupan bermasyarakat yang demokratis.

2.9. Institusi dan Organisasi Pemerintah Daerah


Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 9 Tahun 2009
Tentang Organisasi Perangkat Daerah Pemerintah Kabupaten Sleman, maka dalam
pengelolaan pembangunan di Kabupaten Sleman terdapat 23 instansi di bawah Bupati
Kepala Daerah. Instansi berbentuk Dinas, Badan, Kantor, Inspektorat, Sekretariat,
Polisi Pamong Praja dan Rumah Sakit, serta Kecamatan.

Kabupaten Sleman |Buku Putih Sanitasi 201

31

Gambar 2.19 Bagan Susunan Organisasi Perangkat Daerah

Sumber: Perda Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Organisasi Perangkat Daerah Pemerintah Kabupaten Sleman

Menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan pegawai otonom terdiri dari 236
pegawai berijasah SD, 420 berijasah SMP, 3.376 berijasah SMA, 4.296 pegawai
berijasah DI DIII, dan 4.678 pegawai berijasah DIV S2. Artinya, 69% pegawai
adalah lulusan D1-S2. Komposisi pegawai negeri berdasar jender menunjukkan
pegawai perempuan lebih banyak daripada laki-laki.
5,000
4,000
3,000
2,000
1,000
SD

SMP

SMA

D I - D III D IV - S2

Gambar 2.20 Jumlah Pegawai Pemerintah Kabupaten Sleman


Berdasar Latarbelakang Pendidikan
Tabel 2.11 Jumlah Pegawai pada Instansi Pemerintah Kabupaten Sleman
Kabupaten Sleman |Buku Putih Sanitasi 201

32

Sumber: Kabupaten Sleman Dalam Angka 2009

2.10

Tata Ruang Wilayah

Kabupaten Sleman sedang menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah 2011-2031,


dimana dalam rencana struktur tata ruangnya terdapat rencana Pengembangan
Sistem Pusat Kegiatan, yang terdiri atas pengembangan sistem perkotaan kabupaten;
dan pengembangan sistem perdesaan kabupaten.
2.10.1 Rencana Sistem Perwilayah Kabupaten
a. Sistem Perdesaan
Sistem perdesaan merupakan struktur kawasan yang menggambarkan
keterkaitan antara tiga elemen dasar pembentuknya yaitu penduduk, aktivitas dan
sistem pergerakan. Penduduk digambarkan oleh sistem permukiman, aktivitas
diperlihatkan oleh pola penggunaan lahan dan sektor kegiatan, serta sistem
pergerakan diwujudkan dalam bentuk sistem jaringan jalan yang menghubungkan
dengan sistem yang lebih luas. Pengembangan sistem perdesaan berupa Pusat
Pelayanan Lingkungan (PPL) sebagai pusat pemerintahan desa meliputi 50 PPL di luar
sistem perkotaan, tersebar di 16 dari 17 kecamatan yang ada. Satu kecamatan yakni
Kecamatan Depok sepenuhnya masuk dalam sistem perkotaan.
b. Sistem Perkotaan
Wilayah Kabupaten Sleman secara alamiah mempunyai banyak pusat-pusat
pertumbuhan dengan ukuran tersendiri dan kawasan yang dilayaninya (hinterland).
Perbedaan ukuran dilihat dari aspek jumlah penduduk, ketersediaan fasilitas, aktifitas
ekonomi, dan lain-lain.
Dengan memperhatikan sistem pelayanan dan prinsip pengembangan wilayah
di Provinsi DIY, maka sasaran pengembangan sistem perwilayahan Kabupaten Sleman
dalam konteks DIY pada masa mendatang adalah:
a) PKN (Pusat Kegiatan Nasional).
Kota atau perkotaan yang diklasifikasikan sebagai PKN memiliki fungsi pelayanan
dalam lingkup nasional. Kota yang diarahkan untuk berfungsi sebagai pusat
perkembangan wilayah yang mempunyai skala pelayanan Nasional di Provinsi DIY
adalah wilayah Kawasan Perkotaan Yogyakarta.
Tabel 2.12 Wilayah Administrasi Pusat Kegiatan Nasional
No
1
2

Kecamatan
Godean
Gamping

Mlati

Depok

5
6

Ngemplak
Ngaglik

1.
1.
2.
3.
4.
1.
2.
1.
2.
3.
1.
1.
2.
3.

Desa
Sidoarum
Ambarketawang
Banyuraden
Nogotirto
Trihanggo
Sinduadi
Sendangadi
Caturtunggal
Condongcatur
Maguwoharjo
Wedomartani
Sariharjo
Sinduharjo
Minomartani

Sumber: Draft RTRW Kabupaten Sleman 2011-2031

b) PKW (Pusat Kegiatan Wilayah),


Kabupaten Sleman |Buku Putih Sanitasi 201

33

Kota atau perkotaan yang diklasifikasikan sebagai PKW pada hirarki perkotaan
berfungsi sebagai pusat pelayanan dalam lingkup wilayah Provinsi DIY, yakni
kawasan Ibukota Kabupaten Sleman yaitu Kota Sleman yang meliputi seluruh
wilayah administrasi Desa Tridadi Kecamatan Sleman.
c) PKL (Pusat Kegiatan Lokal)
Kota atau perkotaan yang diklasifikasikan sebagai PKL berfungsi sebagai pusat
pelayanan pada lingkup lokal, yaitu pada lingkup satu atau lebih kabupaten,
meliputi Ibukota Kecamatan: Godean, Prambanan, Tempel, dan Pakem
d) Pusat Pelayanan Kawasan (PPK)
Meliputi Ibukota Kecamatan Moyudan, Ibukota Kecamatan: Minggir, Seyegan,
Mlati, Berbah, Kalasan, Ngemplak, Ngaglik, Sleman, Turi, dan Cangkringan;
e) Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) meliputi seluruh pusat pemerintahan desa
yang tidak tercakup di dalam PKN, PKW, PKL, dan PPK.
2.10.2 Rencana Sistem Jaringan Prasarana Skala Kabupaten
Rencana sistem jaringan prasarana skala kabupaten dalam RTRW terdiri dari;
Pengembangan sistem prasarana terdiri atas:
a. sistem jaringan energi;
b. sistem jaringan telekomunikasi;
c. sistem jaringan sumber daya air;
d. sistem prasarana pengelolaan lingkungan; dan
e. jalur dan ruang evakuasi bencana.
. Mengingat fokus Buku Putih Sanitasi ini, maka rencana sistem prasarana yang
disampaikan adalah sistem prasarana terkait sanitasi secara langsung, yakni sistem
prasarana jaringan sumber daya air dan sistem prasarana pengelolaan lingkungan.
A. Sistem jaringan sumber daya air, terdiri atas:
a. Wilayah sungai;
Wilayah sungai sebagaimana dimaksud berupa Wilayah Sungai (WS) lintas
provinsi Progo - Opak - Serang meliputi:
a) DAS Opak; dan
b) DAS Progo.
b. Sumber air baku;
Sumber air baku meliputi:
a) air tanah; Air tanah berupa pemanfaatan air melalui sumur dalam dan
sumur dangkal.
b) mata air; Mata air meliputi 182 (seratus delapan puluh dua) mata air
tersebar di seluruh kecamatan.
c) embung. Embung meliputi peningkatan dan pengembangan embung
sampai dengan akhir tahun perencanaan sebanyak 42 (empat puluh dua)
buah embung.
c. Jaringan irigasi
d. Sistem pengendali banjir.
Pengendali banjir meliputi peningkatan dan pengembangan bangunan pengendali
banjir lahar meliputi:
Kabupaten Sleman |Buku Putih Sanitasi 201

34

a)
b)
c)
d)
e)

a)

pengendali banjir sungai Krasak sebanyak 23 (dua puluh tiga) sabo dam;
pengendali banjir sungai Boyong sebanyak 56 (lima puluh enam) sabo dam;
pengendali banjir sungai Kuning sebanyak 16 (enam belas) sabo dam;
pengendali banjir sungai Opak sebanyak 5 (lima) sabo dam; dan
pengendali banjir sungai Gendol sebanyak 22 (dua puluh dua) sabo dam.

B. Sistem prasarana pengelolaan lingkungan, meliputi:


a. Sistem pelayanan air minum;
Sistem pelayanan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
berupa pembangunan jaringan air minum (drinking water) di kawasan koridor
jalan arteri Yogyakarta - Surakarta mulai dari batas wilayah Kabupaten - Kota
Yogyakarta sampai dengan Bandar Udara Adisutjipto.
b. Sistem jaringan air bersih;
a) Sistem jaringan air bersih meliputi:
1) Sistem air bersih perpipaan melayani 85% (delapan puluh lima persen)
kawasan perkotaan dan 15% (lima belas persen) kawasan perdesaan;
2) Sistem air bersih non perpipaan melayani kawasan di luar pelayanan
sistem air bersih perpipaan.
c. Sistem pengelolaan prasarana drainase;
Sistem pengelolaan prasarana drainase meliputi:
a) Pengembangan sistem pengelolaan prasarana drainase secara terpadu
pada kawasan perkotaan Kabupaten yang berada di dalam KPY; dan
b) Pengembangan sistem pengelolaan prasarana drainase yang berwawasan
lingkungan dengan drainase induk aliran: Sungai Kuning; Sungai
Tambakbayan; Sungai Gajahwong; Sungai Code; Sungai Winongo; dan
Sungai Bedog.
d. Sistem pengelolaan prasarana pengolah air limbah;
Sistem pengelolaan prasarana pengolah air limbah meliputi:
a) Pengembangan sistem pengelolaan prasarana pengolah air limbah secara
terpadu pada kawasan perkotaan Kabupaten yang berada di dalam KPY;
b) Pengembangan sambungan rumah yang terintegrasi dengan sistem
pengelolaan prasarana pengolah air limbah di dalam KPY;
c) Pengembangan instalasi pengolah air limbah domestik dengan sistem
komunal dalam kawasan permukiman dan perumahan; dan
d) Sistem pengelolaan air limbah setempat terdapat pada setiap rumah tangga
dengan satu unit pengolah sebelum dibuang ke badan air dan/atau
diresapkan ke dalam tanah.
e. Sistem pengelolaan prasarana persampahan; dan
Sistem pengelolaan prasarana persampahan meliputi:
Pengembangan tempat penampungan sementara (TPS) paling sedikit 40 (empat
puluh) buah di desa-desa wilayah perkotaan;
b) Pengembangan tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST) meliputi:
Kecamatan Gamping; Kecamatan Depok;cKecamatan Sleman; dan
Kecamatan Prambanan.
Kabupaten Sleman |Buku Putih Sanitasi 201

35

c) Pembangunan tempat pemrosesan akhir (TPA) meliputi:


Kecamatan Gamping untuk melayani wilayah Kabupaten bagian Barat;
Kecamatan Prambanan untuk melayani wilayah Kabupaten bagian
Timur.
Sistem pengelolaan prasarana pengolah limbah B3.
Sistem pengelolaan prasarana pengolah limbah B3 berupa penanganan limbah
B3 baik on-site atau off-site.

Foto: Dwi Oblo

Gambar 2.18. Wajah Perkotaan Kabupaten Sleman

Kabupaten Sleman |Buku Putih Sanitasi 201

36

Gambar 2.19 Peta Rencana Struktur Ruang Kabupaten Sleman

Gambar 2.20 Peta Rencana Kawasan Budidaya Kabupaten Sleman

2.11

Kerjasama Pengembangan Kawasan Perkotaan

Sekber KARTAMANTUL
Sekretariat Bersama Yogyakarta, Sleman dan Bantul disingkat Sekber
Kartamantul merupakan forum kerja sama yang terdiri dari Kota Yogyakarta,
Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Latar belakang dibentuknya Sekber
Kartamantul karena Ketiga Pemerintah Kota dan Kabupaten tersebut berbatasan
langsung, dimana kawasan yang berbatasan telah tumbuh kembang menjadi
perkotaan dengan Kota Yogyakarta sebagai inti pertumbuhan perkotaan. Kawasan
fungsional tersebut menjadi sebuah aglomerasi perkotaan, yakni Aglomerasi Perkotaan
Yogyakarta disingkat APY.

Kawasan APY dari sisi pengelolaan wilayahnya menghadapi permasalahan


yang sama yaitu risiko pencemaran lingkungan akibat sistem pembuangan sampah
dan pengelolaan air limbah yang buruk karena tidak memenuhi standar teknis dan
lingkungan. Pada tahun 1989 Pemerintah Pusat cq Ditjen Cipta Karya Departemen
Pekerjaan Umum, Provinsi DIY dan lembaga kerjasama Swiss, yakni Swiss Agency for
Development Cooperation (SDC) menginisiasi sebuah pola perencanaan prasarana
kawasan perkotaan untuk kawasan perkotaan Yogyakarta. Yakni, dengan dibentuknya
proyek Yogyakarta Urban Development Project (YUDP).
YUDP dengan komitmen pemerintah Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan
Bantul serta Pemerintah Provinsi berhasil merumuskan Rencana Pengembangan
Prasarana Jangka Menengah (RPJM), yang ditindaklanjuti dengan pembangunan
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) bersama di Piyungan dan IPAL di Sewon keduanya
berlokasi di wilayah Kabupaten Bantul, dengan dukungan pendanaan dari Pemerintah
Pusat, JICA dan ADB. Maka, sekitar tahun 1995, ketiga pemerintah daerah/kota itu
merasa perlu duduk bersama dengan Pemerintah Provinsi DIY sebagai koordinator.
Namun sejalan dengan menguatnya otonomi daerah, maka pada tahun 2001 dengan
dukungan dari GTZ dibentuk Sekber Kartamantul dengan melibatkan pengelola
(sekretariat) yang professional.
Landasan hukum pembentukan Sekber Kartamantul didasarkan pada:
Keputusan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor. 175/KPTS/1995
tentang Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Prasarana Perkotaan,
Keputusan Bersama Bupati Kepala Daerah Tingkat II Bantul, Bupati Kepala Daerah
Tingkat II Sleman dan Walikotamadya Kepada Daerah Tingkar II Yogyakarta Nomor.
583b/B/SKB/Bt/1996, 310/Kep/KDH/1996, 1169 th 1996 tentang Kerjasama
Pembangunan Antar Daerah Dalam Rangka Pelaksanaan Pengelolaan Prasarana
Perkotaan,
Keputusan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor. 200/KPTS/1997
tentang Pembentukan Badan Sekretariat Kerjasama Pembangunan Yogyakarta,
Sleman dan Bantul,
Keputusan Bersama Bupati Bantul, Bupati Sleman dan Walikota Yogyakarta Nomor.
04/Perj/RT/2001, 38/Kep.KPH/2001, 03 Tahun 2001 tentang Pembentukan
Sekretariat Bersama Pengelolaan Prasarana dan Sarana Perkotaan antar
Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta,

Keputusan Bersama Bupati Bantul, Bupati Sleman dan Walikota Yogyakarta Nomor.
152a Tahun 2004, 02/SKB.KDH/A/2004, 01 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas
Keputusan Bersama Bupati Bantul, Bupati Sleman dan Walikota Yogyakarta Nomor
04/Perj/RT/2001, 38/Kep.KPH/2001, 03 Tahun 2001 Pembentukan Sekretariat
Bersama Pengelolaan Prasarana dan Sarana Perkotaan antar Kabupaten Bantul,
Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta,
Keputusan Bersama Bupati Bantul, Bupati Sleman dan Walikota Yogyakarta Nomor.
152b Tahun 2004, 03/SKB.KDH/A/2004, 02 Tahun 2004 tentang Pengangkatan
Ketua, Sekretaris&Bendahara Sekretariat Bersama Kartamantul Periode 2004
2006.
Adapun bidang-bidang kerjasama yang dilakukan adalah dalam hal prasarana
persampahan, air limbah, air bersih, jalan, transportasi, drainase, serta bidang tata
ruang dan pengembangan kelembagaan.

TPA Piyungan-Bantul
Dodi Ps,www.eureka-reservation.com

IPAL Sewon-Bantul
Andik Yulianto

Gambar 2.21 Fasilitas Bersama Kawasan Perkotaan Yogyakarta


(Kartamantul)

Вам также может понравиться