Вы находитесь на странице: 1из 35

BAB I

KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan kasih yang
dilimpahkanNya, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas referat yang
berjudul Hiperbilirubinemia .
Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas
bantuan dan bimbingan khususnya, Dr. Arya Agustino Purba, Sp.A, MS C, tidak hanya dalam
penyusunan referat ini melainkan atas seluruh waktu, bimbingan, serta perhatiannya selama masa
kepaniteraan klinik.
Begitu pula penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu, dengan hati terbuka penulis menerima segala kritik dan
saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan referat ini.
Akhir kata dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga referat ini dapat
memberikan manfaat bagi para pembacanya.
Bandar Lampung, 4 January 2013

Penulis

BAB II
PENDAHULUAN
Hiperbiliruinemia neonatal adalah peningkatan kadar bilirubin total pada minggu pertama
kelahiran, kadar normal maksimum adalah 12 13 mg% (205 220 mol/l). Hiperbilirubinemia
merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir. Banyak
bayi cukup bulan dirawat kembali dalam minggu pertama kehidupan oleh karena penyakit ini.
Hiperbilirubinemia menyebabkan bayi berwarna kuning, akibat deposisi berlebihan pigmen bilirubin
pada kulit dan sklera. Pada masa transisi setelah lahir, proses glukuronidasi bilirubin oleh hepar bayi
belum bekerja secara optimal. Keadaan ini menyebabkan dominasi bilirubin tak terkonjugasi dalam
darah. Pada beberapa bayi baru lahir, hiperbilirubinemia tak terkonjugasi merupakan fenomena
transisional yang normal, tapi pada beberapa bayi, terjadi peningkatan bilirubin yang berlebihan
sehingga dapat menimbulkan efek toksik dan kematian. Adapun jika bayi tersebut bertahan hidup,
akan mempunyai sekuele neurologis. Dengan demikian, sangatlah penting membedakan antara
hiperbilirubinemia fisiologis dan patologis serta memonitor apakah hiperbilirubinemia tersebut
mempunyai potensi untuk berkembang ke arah yang lebih berat.1
Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi kurang bukan maupun
bayi cukup bukan selama minggu pertama kehidupan yang frekuensinya pada bayi cukup bulan dan
kurang bulan berturut-turut adalah 50-60% dan 80%. Ikterus fisiologis tidak bisa berdiri tunggal,
pasti ada faktor-faktor lain yang berhubungan dengan maturitas fisiologis bayi baru lahir.
Peningkattan kadar bilirubin pada bayi disebabkan oleh peningkatan ketersediaan bilirubin dan
penurunan clearance bilirubin.
Dasar
Peningkatan bilirubin yang tersedia
Peningkatan produksi bilirubin

Peningkatan

resirkulasi

enterohepatik shunt

Penyebab
Peningkatan sel darah merah
Penurunan umur sel darah merah
Peningkatan early bilirubin

Peningkatan Beta glukoronidase


melalui Tidak adanya flora bakteri
Pengeluaran mekonium yang terlambat
2

Penurunan bilirubin clearance


Penurunan clearance dari plasma

Defisiensi protein karier


Penurunan aktifitas UDPGT

Penurunan metabolisme hepatik

Sumber: Blackburn ST.2

Peningkatan ketersediaan bilirubin merupakan hasil dari produksi bilirubin dan early bilirubin
yang lebih besar serta penurunan sel darah merah. Resirkulasi aktif bilirubin di enterohepatik, yang
meningkatkan kadar serum bilirubin tidak terkonjugasi, disebabkan oleh penurunan bakteri flora
normal, aktifitas -glucoronidase yang tinggi dan penurunan motilitas usus halus.
Pada bayi yang diberi minum lebih awal atau diberi minum lebih sering dan bayi dengan
aspirasi mekonium atau pengeluaran mekonium lebih awal cenderung mempunyai isiden yang lebih
rendah untuk terjadinya ikterus fisiologis. Pada bayi yang diberi minum susu formula cenderung
mengeluarkan bilirubin lebih banyak pada mekoniumnya selama 3 hari pertama kehidupan
dibandingkan dengan yang mendapat ASI. Bayi yang mendapat ASI, kadar bilirubin cenderung lebih
rendah pada yang defekasinya lebih sering. Bayi yang terlambat mengeluarkan mekonium lebih
sering terjadi ikterus fisiologis.
Pada bayi yang mendapat ASI, terdapat dua bentuk neonatal jaundice yaitu early (berhubungan
dengan breast feeding) dan late (berhubungan dengan ASI). Bentuk early onset berhubungan dengan
proses pemberian minum. Bentuk late onset diyakini dipengaruhi oleh kandungan ASI ibu yang
mempengaruhi proses konjugasi dan ekskresi. Penyebab late onset masih belun diketahui, tetapi telah
dihubungkan dengan adanya faktor spesifik dari ASI yaitu, 2-20-pregnanediol yang mempengaruhi
aktifitas UDP-GT atau pelepasan bilirubin konjugasi dari hepatosit; peningkatan aktifitas lipoprotein
lipase yang kemudian melepaskan asam lemak bebas ke dalam usus halus; penghambatan konjugasi
akibat peningkatan asam lemak unsaturated; atau -glucoronidase atau adanya faktor lain yang
mungkin menyebabkan peningkatan jalur enterohepatik.
Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia bisa disebabkan oleh proses fisiologis atau patologis atau kombinasi keduanya.
Risiko hiperbilirubinemia meningkat pada bayi yang mendapatkan ASI, BKB, dan bayi mendekati
cukup bulan. Neonatal hiperbilirubinemia terjadi karena meningkatnya produksi bilirubin dan/atau
penurunan clearance bilirubin dan lebih sering pada bayi imatur.

Bayi yang diberikan ASI memiliki kadar bilirubin serum yang lebih tinggi dibandingkan dengan
bayi yang diberikan susu formula. Hal tersebut dimungkinkan oleh beberapa faktor, diantaranya
frekuensi menyusui yang tidak adekuat, kehilangan berat badan/dehidrasi.
Asupan Cairan

Kelaparan

Hambatan ekskresi bilirubin


hepatik
Pregnanediol

Frekuensi menyusui

Lipase-free fatty acids

Kehilangan berat badan

Unidentified inhibitor

Intestinal reabsorption of
bilirubin
Pasase
mekonium
terhambat

Pembentukan urobilinoid
bakteri

atau dehidrasi

Beta-glukoronidase

Hidrolisis alkalin

Asam empedu

Tabel faktor etiologi yang mungkin berhubungan dengan hiperbilirubinemia pada bayi yang mendapat ASI. Sumber:
Gourley.

Hiperbilirubinemia yang signifikan dalam 36 jam pertama, biasanya disebabkan oleh


peningkatan produksi bilirubin (terutama karena hemolisis), karena pada periode ini, hepatic
clearance jarang memproduksi bilirubin lebih dari 10 mg/dL. Peningkatan penghancuran hemoglobin
sebanyak 1%, akan meningkatkan jumlah bilirubin sebanyak 4 kali lipat.2

BAB III
PEMBAHASAN
I.

DEFINISI

Hiperbiliruinemia neonatal adalah peningkatan kadar bilirubin total pada minggu pertama kelahiran,
kadar normal maksimum adalah 12 13 mg% (205 220 mol/l).3
II.

EPIDEMIOLOGI

Frekuensi
Amerika Serikat
Hiperbilirubinemia neonatal sangat umum terjadi karena hampir setiap bayi baru lahir tingkat serum
bilirubin tak terkonjugasi dapat lebih dari 30 umol / L (1,8 mg / dL) selama minggu pertama
kehidupan.
Internasional
Insiden bervariasi dengan etnisitas dan geografi. Insiden lebih tinggi di Asia Timur dan Indian
Amerika dan lebih rendah pada orang kulit hitam. Di Yunani memiliki insiden yang lebih tinggi dari
pada keturunan Yunani yang tinggal di luar Yunani. Insiden lebih tinggi pada penduduk yang tinggal
di dataran tinggi. Pada tahun 1984, Moore et al melaporkan 32,7% dari bayi dengan kadar bilirubin
serum lebih dari 205 umol / L (12 mg / dL) pada 3100 m dari ketinggian. Studi tampaknya
menunjukkan bahwa beberapa variabilitas etnis dalam kejadian dan keparahan penyakit kuning
neonatal mungkin berhubungan dengan perbedaan dalam distribusi varian genetik dalam
metabolisme bilirubin dibahas di atas
Mortalitas /Morbiditas
Kernikterus terjadi pada 1,5 dari 100.000 kelahiran di Amerika Serikat. Kematian dari fisiologis
neonatal jaundice tidak terjadi. Kematian dari kernikterus dapat terjadi, terutama di negara negara
dimana kurang mengembangkan sistem perawatan medis.

Ras
Insiden penyakit kuning neonatal meningkat pada bayi dari Asia Timur, American Indian, dan
keturunan Yunani, meskipun yang terakhir tampaknya hanya berlaku untuk bayi yang lahir di Yunani
dan dengan demikian mungkin lebih berpengaruh pada lingkungan dari pada berasal dari etnis. Bayi
hitam dipengaruhi kurang sering daripada bayi putih. Pada tahun 1985, Linn et al melaporkan pada
di mana 49% dari Asia Timur, 20% putih, dan 12% dari bayi hitam memiliki kadar bilirubin serum
lebih dari 170 umol / L (10 mg / dL).
Usia
Risiko penyakit kuning neonatal signifikan berbanding terbalik dengan usia kehamilan.4
III.

ETIOLOGI
Metabolisme bilirubin bayi baru lahir berada dalam transisi dari stadium janin yang, selama

waktu tersebut plasenta merupakan tempat utama eliminasi bilirubin yang larut lemak, ke stadium
dewasa, yang selama waktu tersebut bentuk bilirubin terkonjugasi yang larut air diekskresikan dari
sel hati kedalam system biliaris dan kemudian kedalam saluran pencernaan. Hiperbilirubinemia tak
terkonjugasi dapat disebabkan atau diperberat oleh setiap factor.2,3,4
Dasar
Peningkatan produksi bilirubin
Peningkatan penghancuran hemoglobin

Penyebab
Inkompatibilitas darah fetomaternal (Rh,

ABO)
Difisiensi

enzim

kongenital

(G6PD,

galaktosemia)

Perdarahan

tertutup

(sefalhematom,

memar)
Peningkatan jumlah hemoglobin

Keterlambatan klem tali pusat.


Polistemia (twin-to-twin transfusion,
SGA)

Peningkatan sirkulasi enterohepatik

Keterlambatan klem tali pusat


Keterlambatan pasase mekonium, ileus
mekonium, meconium plug syndrome

Puasa atau keterlambatan minum


6

Perubahan clearance bilirubin hati


Perubahan aktivasi atau aktivitas uridine
Diphosphoglucoronyl transferase

Perubahan fungsi dan perfusi hati


(kemampuan konjugasi)

Obstruksi hepatik (berhubungan dengan


hiperbilirubinemia direk)

Atresia atau stenosis intestinal


Imaturitas
Gangguan metabolik/endokrin (CrigglarNajjar

Disease,

Hipotiroidisme,

gangguan metabolisme asam amino


Asfiksia,
hipoksia,
hipotermi,
hipoglikemi.

Sepsis (juga proses inflamasi)

Obat-obatan dan hormon (novobiasin,

pregnanediol)
Anomaly kongenital (atresia biliaris,
fibrosis kistik)

Stasis biliaris (hepatitis, sepsis)

Bilirubin load berlebihan (sering pada


hemolisis berat)

Tabel penyebab neonatal hiperbilirubinemia indirek. Sumber: Blackburn ST.

IV.

PATOFISIOLOGI

Pembentukan Bilirubin
Bilirubin adalah kristal pigmen berwarna jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari
pemecahan katabolisme heme melalui proses oksidasi-reduksi. Langkah oksidasi pertama adalah
biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase, yaitu enzim yang
sebagian besar terdapat dalam hepatosit, dan organ lain. Pada reaksi tersebut juga terdapat besi yang
digunakan kembali untuk pembentukan hemoglobin dan karbon monoksida (CO) yang diekskresikan
kedalam paru. Biliverdin kemudian akan direduksi oleh enzim bilverdin reduktase.

Metabolisme bilirubin. Sumber: Mac Mahon Jr, dkk.


Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara cepat akan dirubah menjadi bilirubin melalui
reaksi bilirubin reduktase. Berbeda dengan biliverdin, bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan
hidrogen. Jika tubuh akan mengekskresikan, diperlukan mekanisme transport dan eleminasi bilirubin.
Pada bayi baru lahir, sekitar 75% produksi bilirubin berasal dari katabolisme heme hemoglobin
dari eritrosit sirkulasi, satu gram hemoglobin akan menghasilkan 34 mg bilirubin. Sisa 25% produksi
bilirubin disebut early labeled bilirubin yang berasal dari pelepasan hemoglobin karena proses
eritropoiesis yang tidak efektif dari sumsum tulang, jaringan yang mengandung protein heme
(mioglobin, sitokrom, katalase, peroksidase) dan heme bebas.
Bayi baru lahir akan memproduksi bilirubin 8-10 mg/KgBB/hari, sedangkan orang dewasa
sekitar 3-4 mg/KgBB/hari. Peningkatan bilirubin pada bayi baru lahir disebabkan oleh masa hidup
eritrosit yang lebih pendek (70-90 hari) dibandingkan dengan orang dewasa (120 hari), peningkatan
degradasi heme, tun over sitokrom yang meningkat dan juga reabsorpsi bilirubin dari usus yang
meningkat (sirkulasi enterohepatik).1-5

Transportasi Bilirubin
Peningkatan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya dilepaskan ke
dalam sirkulasi yang nantinya akan berikatan dengan protein albumin. Bayi baru lahir mempunyai
ikatan protein albumin yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin yang rendah dan
kapasitas ikatan molar yang kurang. Bilirubin yang akan berikatan ini merupakan zat non-polar yang
hidrofobik dan kemudian akan ditransportasi ke hepatosit. Bilirubin yang berikatan dengan albumin
tidak bisa masuk ke susunan saraf pusat dan bersifat non toksik. Selain itu, afinitas bilirubin terhadap
albumin mempunyai tingkat kompetisi yang rendah terhadap obat-obatan seperti sulfonamide dan
penisilin, sehingga albumin akan lebih berikatan dengan obat tersebut dibandingkan dengan bilirubin.
Pada Bayi Kurang Bulan (BKB), ikatan bilirubin akan lebih lemah yang umumnya merupakan
komplikasi dari hipoalbumin, hipoksia, hipoglikemia, asidosis, hipotermia, hemolisis, dan septikemia.
Hal tersebut membuat jumlah bilirubin bebas dalam darah meningkat dan sangat berisiko atas
terjadinya neurotoksisitas oleh bilirubin.2
Asupan Bilirubin
Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit, albumin terikat ke
reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin ditransfer melalui sel membran yang berikatan dengan
ligandin (protein Y) atau ikatan protein sitosolik lainnya. Keseimbangan antara jumlah bilirubin yang
masuk kedalam sirkulasi, dari sintesis de novo, resirkulasi enterohepatik, perpindahan bilirubin antar
jaringan, pengambilan bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi bilirubin akan menentukan konsentrasi
bilirubin tak terkonjugasi dalam serum, baik pada keadaan normal ataupun tidak normal.
Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin tak terkonjugasi akan berpengaruh
terhadapa pembentukan ikterus fisiologis. Penelitian menunjukkan ini karena adanya defisiensi
konjugasi bilirubin dalam menghambat transfer bilirubin dari darah ke empedu selama 3-4 hari
kehidupan. Walaupun demikian, defisiensi intake bilirubin ini dapat menyebabkan hiperbilirubinemia
terkonjugasi ringan dalam minggu kedua kehidupan saat konjugasi bilirubin hepatik mencapai
kecepatan yang sama dengan usia dewasa.2

Konjugasi Bilirubin
Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan ke dalam bilirubin terkonjugasi yang larut dalam air di
dalam sel retikulo endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate glucoronyl transferase
(UDP-GT). Katalisa oleh enzim ini merubah formasi menjadi bilirubin monoglukoronida yang
selanjutnya akan dikonjugasi menjadi blirubin diglukoronida. Enzim ini juga memindahkan satu mol
asam glukoronida pada sati bilirubin monoglukoronida ke bilirubin monoglukoronida lain sehingga
akan menghasilkan bilirubin diglukoronida.
Bilirubin ini lalau diekskresikan kembali ke dalam kanalikulus empedu. Sedangkan satu mol
bilirubin tak terkonjugasi akan kembali ke dalam retikulum endoplasmik untuk konjugasi berikutnya.
Penilitian in-vitro terhadap enzim UDP-GT pada bayi baru lahir didapatkan defisiensi aktifitas
enzim, tetapi setelah 24 jam kehidupan, aktifitas enzim ini akan melebihi bilirubin yang masuk ke
dalam hati sehingga konsentrasi bilirubin serum akan menurun. Kapasitas total kunjugasi akan sama
dengan orang dewasa pada hari ke-4 kehidupan. Pada periode bayi baru lahir, konjugasi
monoglukoronida merupakan konjugat pigmen empedu yang lebih dominan.2,4
Ekskresi Bilirubin
Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresi kedalam kandung empedu,
kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui feses. Proses ekskresinya sendiri
memerlukan energi. Setelah berada di usus halus, bilirubin yang terkonjugasi tidak dapat langsung
diresorbsi, kecuali jika sudah dikonversikan kembali ke dalam bentuk tak terkonjugasi oleh enzim
beta-glukoronidase yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna akan
dikirim kembali ke hati untuk dikonjugasikan kembali. Hal ini disebut dengan sirkulasi enterohepatik.
Terdapat perbedaan antara bayi baru lahir dan orang dewasa, yaitu pada mukosa usus halus dan
feses bayi baru lahir mengandung enzim beta-glukoronidase yang dapat menghidrolisis
monoglukororida dan diglukoronida kembali menjadi bilirubin tak terkonjugasi yang selanjutnya
dapat disimpan lagi ke hepatosit. Selain itu, usus pada bayi baru lahir masih dalam keadaan steril
(tidak ada flora normal), sehingga bilirubin terkonjugasi tidak dapat diubah menjadi sterkobilin
(produk yang tidak dapat diabsorbsi).
Bayi baru lahir mempunyai konsentrasi bilirubin tak terkonjugasi yang relatif tinggi di dalam
usus yang berasal dari produksi bilirubin yang tinggi (8-10 mg/KgBB/hari), hidrolisis bilirubin
diglukoronida yang berlebih, dan konsentrasi bilirubin yang tinggi yang ditemukan di dalam
mekonium. Pada bayi baru lahir, kekurangan normal flora pada usus akan meningkatkan pool
10

bilirubin usus. Peningkatan hidrolisis bilirubin terkonjugasi pada bayi baru lahir diperkuat oleh enzim
beta glukoronidase mukosa usus yang tinggi dan ekskresi monoglukoronida terkonjugasi. Pemberian
substansi oral yang tidak larut seperti agar atau arang aktif yang dapat mengikat bilirubin, akan
meningkatkan kadar bilirubin dalam tinja dan mengurangi bilirubin dalam serum, hal ini
menggambarkan peran kontribusi sirkulasi enterohepatik pada keadaan hiperbilirubinemia tak
terkonjugasi pada bayi baru lahir.2,4
V.

GEJALA KLINIS
Penyakit kuning neonatal pertama akan terlihat dalam wajah dan dahi. Identifikasi

dibantu oleh tekanan pada kulit, karena blanching mengungkapkan warna yang mendasarinya.
Jaundice kemudian secara bertahap akan terlihat pada batang dan ekstremitas. Ini perkembangan
cephalocaudal baik dijelaskan, bahkan di abad ke-19 teks medis. Jaundice menghilang dalam
arah yang berlawanan. Penjelasan untuk fenomena ini tidak dipahami dengan baik, namun kedua
perubahan bilirubin-albumin mengikat terkait dengan pH dan perbedaan suhu kulit dan aliran
darah telah diusulkan. [9, 10] Fenomena ini secara klinis berguna karena, terlepas dari faktorfaktor lain, jaundice terlihat di ekstremitas bawah kuat menunjukkan kebutuhan untuk
memeriksa tingkat bilirubin, baik dalam serum atau noninvasively melalui bilirubinometry
transkutan.
Pada sebagian besar bayi, warna kuning adalah temuan hanya pada pemeriksaan fisik. Ikterus
lebih intens mungkin berhubungan dengan rasa kantuk. Batang otak auditori-membangkitkan
potensi yang dilakukan saat ini dapat mengungkapkan perpanjangan latency, penurunan
amplitudo, atau keduanya.
Temuan neurologis terang-terangan, seperti perubahan otot, kejang, atau karakteristik
menangis diubah, pada bayi secara signifikan penyakit kuning tanda-tanda bahaya dan
membutuhkan perhatian segera untuk mencegah kernikterus. Dengan adanya gejala atau tandatanda, fototerapi yang efektif harus dimulai segera tanpa menunggu hasil uji laboratorium (lihat
Studi Laboratorium). Kebutuhan potensial untuk transfusi tukar seharusnya tidak menghalangi
inisiasi segera fototerapi.1-5
Hepatosplenomegali, petechiae, dan microcephaly dapat berhubungan dengan anemia
hemolitik, sepsis, dan infeksi kongenital dan harus memicu evaluasi diagnostik diarahkan
diagnosa ini. Ikterus neonatal dapat diperburuk dalam situasi ini.1,2,3
11

Indeks Kramer:
1. Kepala & leher
2. Dada sampai ke pusat
3. Pusat bag bawah sampai lutut
4. Lutut pergelangan kaki&bahu pergelangan tangan
5. Kaki & tangan

VI.

DIAGNOSA
Berbagai faktor risiko dapat meningkatkan kejadian hiperbilirubinemia yang berat. Perlu
penilaian pada bayi baru lahir terhadap berbagai risiko.
Tampilan ikterus dapat diperiksa di ruangan yang pencahayaannya cukup, dan menekan kulit dengan
tekanan ringan untuk melihat warna kulit dan jaringan subkutan. Ikterus pada bayi tidak terlihat jika
kadarnya kurang dari 4 mg/dL. Pada hari pertama, tekan pada ujung hidung atau dahi. Pada hari
kedua, tekan pada lengan atau tungkai, dan pada hari ketiga dan seterusnya, tekan pada tangan dan
kaki.
Pemeriksaan fisik harus difokuskan pada identifikasi dari salah satu penyebab ikterus patoogis.
Kondisi bayi harus diperiksa pucat, petekie, ekstravasasi darah, memar kulit yang berlebihan,
hepatosplenomegali, kehilangan berat badan, dan bukti adanya dehidrasi.
Guna mengantisipasi komplikasi yang mungkin timbul, maka perlu diketahui daerah letak kadar
bilirubin serum total beserta faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia yang berat.

12

Nomogram Penentuan Risiko Hiperbilirubinemia pada Bayi Sehat Usia 36 Minggu atau Lebih dengan Berat Badan 2000
gram atau Lebih pada Usia kehamilan 35 minggu atau lebih dan Berat Badan 2500 gram atau Lebih Berdasarkan Jam
Observasi Kadar Bilirubin Serum. Sumber: AAP.

Faktor risiko mayor


Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total terletak pada daerah risiko tinggi.

Ikterus yang muncul pada 24 jam pertama kehidupan

Inkompatibilitas ABO atau penyakit hemolitik lainnya (defisiensi G6PD)

Umur kehamilan 35-36 minggu

Riwayat anak sebelumnya yang mendapat fototerapi

Sefalhematom atau memar yang bermakna

ASI eksklusif dan kehilangan berat badan yang berlebihan

Ras Asia Timur

Faktor risiko minor


Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total berada di daerah risiko sedang

Umur kehamilan 37-38 minggu

Sebelum pulang, bayi tampak kuning

Riwayat anak sebelumnya kuning


13

Bayi makrosomia dengan ibu DM

Umur ibu 25 tahun

Laki-laki

Faktor risiko kurang


Kadar bilirubin serum total yang berada pada daerah risiko rendah

Umur kehamilan 41 minggu

Bayi mendapat susu formula penuh

Kulit hitam

Bayi dipulangkan setelah 72 jam

Untuk pemeriksaan penunjang, dibutuhkan penghitungan darah rutin, kadar bilirubin total
(direk dan indirek), preparat apusan darah, kadar G6PD, golongan darh ibu dan bayi (ABO dan
rhesus-nya), serta uji coombs.1,2,4
VII.

DIAGNOSA BANDING
1. Breast Milk jaundice
Manifestasi
Aspek sejarah:
Ikterus fisiologis biasanya memanifestasikan setelah 24 jam pertama
kehidupan. Hal

ini

dapat

disebabkan

oleh

proses

menyusui. BMJ

memanifestasikan setelah 4-7 hari pertama kehidupan. puncak bilirubin


serum

dicatat

pada

usia

14

hari.

Dalam praktek klinis, membedakan antara ikterus fisiologis dari kuning


akibat

ASI adalah penting sehingga durasi hiperbilirubinemia dapat

diprediksi.
Temuan klinik
Ikterus klinis biasanya pertama kali melihat di sclera dan wajah.
Kemudian berlangsung ke caudal mencapai perut dan kaki.
Penyebab
Suplementasi menyusui dengan dextrose 5% dalam air (D5W) benarbenar dapat meningkatkan prevalensi atau derajat ikterus. Produksi susu
tertunda dan memimpin makan miskin untuk penurunan asupan kalori,
dehidrasi, dan meningkatkan sirkulasi enterohepatik, sehingga lebih tinggi
konsentrasi

bilirubin

serum.

Penyebab biokimia penyakit kuning ASI masih dalam penyelidikan.


14

Beberapa penelitian melaporkan bahwa lipoprotein lipase, ditemukan di


beberapa ASI, menghasilkan nonesterified rantai panjang asam lemak,
yang kompetitif menghambat aktivitas konjugasi glucuronyl transferase.
Glukuronidase

juga

telah

menyebabkan

ditemukan

di

beberapa

penyakit

ASI,

yang
kuning.

Penurunan uridin difosfat-glucuronyl transferase (UGT1A1) aktivitas


mungkin berhubungan dengan hiperbilirubinemia berkepanjangan di
ikterus ASI. [5] Ini mungkin sebanding dengan apa yang diamati pada
pasien dengan sindrom Gilbert. [6] genetik polimorfisme dari promotor
UGT1A1, khususnya T-3279G dan timidin-adenine (TA) 7 dinukleotida
ulangi TATAA varian kotak, yang ditemukan biasanya diwariskan dalam
putih dengan frekuensi alel tinggi. Ini promotor varian mengurangi
aktivitas UGT1A1 transkripsi. Demikian pula, mutasi di daerah pengkode
dari UGT1A1 (misalnya, G211A, C686A, C1091T, T1456G) telah dijelaskan
dalam populasi Asia Timur, mutasi ini mengurangi aktivitas enzim dan
merupakan

penyebab

sindrom

Gilbert

[7].

Mutasi G211A di ekson 1 (Gly71Arg) adalah yang paling umum, dengan


frekuensi alel dari 13%. Coexpression ini polimorfisme promotor dan di
daerah pengkode yang umum dan selanjutnya merusak aktivitas enzim.
[8]
Sebuah studi 2011 menunjukkan bahwa neonatus dengan 211GA
nukleotida atau variasi AA di UGT1A1 genotipe memiliki puncak yang
lebih tinggi kadar bilirubin serum dibandingkan dengan GG. Efek ini lebih
jelas dalam eksklusif bayi yang diberi susu payudara dibandingkan
dengan eksklusif atau sebagian diberi susu formula neonatus. [9]
Transporter anion organik (OATPs) adalah keluarga pompa multispecific
yang memediasi penyerapan Na-independen dari garam empedu dan
berbagai senyawa organik. Pada manusia, 3 hati-spesifik OATPs telah
diidentifikasi: OATP-A, OATP-2, dan OATP-8. Bilirubin tak terkonjugasi
diangkut dalam hati oleh OATP-2. Sebuah polimorfisme genetik untuk
OATP-2 (juga dikenal sebagai OATP-C) di 388 nukleotida telah terbukti
berkorelasi dengan 3 kali lipat peningkatan risiko untuk pengembangan
15

penyakit kuning neonatal (puncak bilirubin serum tingkat 20 mg / dL)


ketika disesuaikan untuk kovariat. [10, 11] Ketika kombinasi dari
polimorfisme OATP-2 gen dengan gen UGT1A1 varian di 211 nukleotida
semakin meningkatkan risiko menjadi 22 kali lipat (95% CI, 5,5-88). Ketika
varian genetik yang dikombinasikan dengan pemberian ASI, risiko
hiperbilirubinemia neonatal ditandai meningkat lebih lanjut menjadi 88
kali

lipat

(95%

CI,

12,5-642,5).

Dalam sebuah penelitian 2012, peneliti mengukur sifat antioksidan dari


ASI. Bilirubin adalah antioksidan dikenal in vitro. Disarankan bahwa ada
homeostasis dipertahankan oleh sumber-sumber eksternal seperti ASI dan
produksi internal antioksidan seperti bilirubin dalam tubuh. Dalam studi
ini, dalam ASI ibu dari bayi yang baru lahir dengan penyakit kuning
berkepanjangan, stres oksidatif ditemukan ditingkatkan dan kapasitas
antioksidan pelindung ditemukan berkurang. Signifikansi klinis yang tepat
dari temuan ini tidak diketahui. [12]
Payudara kuning susu merupakan penyebab umum dari hiperbilirubinemia
tidak langsung. Etiologi penyakit kuning ASI tidak dimengerti dengan
jelas, tetapi faktor-faktor berikut telah diusulkan untuk memainkan peran:
Sebuah metabolit progesteron (pregnane-3-alpha 20 beta-diol) tidak
biasa, suatu zat dalam ASI yang menghambat uridin diphosphoglucuronic
acid

(UDPGA)

Peningkatan

konsentrasi

menghambat

glucuronyl
nonesterified

asam

glucuronyl

transferase
lemak

hati

bebas

yang

transferase

Peningkatan sirkulasi enterohepatik bilirubin karena (1) meningkatkan


konten aktivitas glukuronidase beta dalam ASI dan, karena itu, usus
neonatus ASI dan (2) Pembentukan tertunda flora usus pada bayi yang
disusui
Cacat dalam kegiatan uridin difosfat-glucuronyl transferase (UGT1A1)
pada bayi yang homozigot atau heterozigot untuk varian dari promotor
sindrom

Gilbert

dan

polimorfisme

daerah

pengkode.
16

Mengurangi serapan hati bilirubin tak terkonjugasi karena mutasi dalam


SLCO1B1

pembawa

anion

protein

terlarut

organik

transporter.

Sitokin inflamasi dalam air susu manusia, terutama interleukin (IL) -1


beta dan IL-6, yang meningkat pada individu dengan penyakit kuning ASI
dan diketahui kolestatik dan mengurangi penyerapan, metabolisme, dan
ekskresi

bilirubin

[1].

Tinggi faktor pertumbuhan epidermal (EGF) tingkat dalam ASI mungkin


bertanggung

jawab

untuk

penyakit

kuning

dalam

neonatus.

EGF

bertanggung jawab untuk pertumbuhan, proliferasi maturasi, dan saluran


pencernaan pada bayi baru lahir dan sangat penting untuk adalah
adaptasi setelah lahir. Tinggi EGF serum dan tingkat ASI yang dicatat
pada pasien dengan penyakit kuning ASI [2] The motilitas GI berkurang
dan. Meningkat bilirubin penyerapan dan serapan dianggap mekanisme.
Serum alpha feto-protein tingkat yang ditemukan lebih tinggi pada bayi
dengan ikterus ASI. [3] Makna yang tepat dari temuan ini tidak diketahui.
Silakan

lihat

Jaundice,

Neonatal

untuk

kajian

mendalam

tentang

patofisiologi hiperbilirubinemia.
Terjadi pada minggu ke dua sampai minggu ke 3 dengan puncaknya hari ke 6 sampai 14
Disebabkan karena ASI mengandung lipoprotein lipase yang tinggi yang menghambat
aktivitas konjugasi bilirubin
ASI mengandung asam lemak rantai panjang non ester yang menghambat enzym
UDPGA glukoronil transferase
ASI mengandung ensym b-glukoronidase yang mengubah bilirubin direct dalam usus
menjadi bilieubin indirect yang diabsorbsi kembali
2. Breast feeding Jaundice
Terjadi pada minggu pertama dengan puncaknya hari ke 5
Disebabkan karena pemberian ASI yang tidak adekuat sehingga bayi kekurangan kalori,
dehidrasi, penurunan berat badan
Dapat dicegah dengan rawat gabung dengan memberikan ASI segera setelah lahir dan
diberikan minimal 10 sampai 12 kali dalam sehari pada minggu pertama sampai kedua
17

tanpa penambahan air maupun makanan tambahan


3. Ikterus Hemolitik
Patof
Genetika
Meskipun antibodi Rh dan masih merupakan penyebab paling umum dari penyakit hemolitik
parah, antibodi baru lahir aloimun lainnya milik Kell (K dan k), Duffy (Fya), Kidd (Jka dan JKB),
dan MNSs (M, N , S, dan s) sistem lakukan menyebabkan penyakit hemolitik yang parah yang
baru lahir. [3] Sistem darah Rh kelompok menggunakan Fisher-Ras nomenklatur, dan kompleks
gen Rh terdiri dari 3 lokus genetik masing-masing dengan 2 alel utama. Mereka kode untuk 5
antigen utama dilambangkan dengan huruf, C, c, E, e, dan antigen D. golongan darah Rh
diwariskan sebagaimana ditentukan oleh setidaknya 2 homolog tetapi berbeda terkait membran
protein. Dua gen terpisah (RHCE dan RhD), terletak pada lengan pendek dari kromosom 1,
menyandi protein Rh. Setiap gen 10 ekson panjang, dan homologi 96% antara gen yang diamati.
Produksi 2 protein yang berbeda dari gen RHCE adalah karena splicing alternatif messenger
RNA. Rh gen kompleks dijelaskan oleh 3 lokus, dan, karenanya, 8 kompleks gen yang mungkin.
Kompleks ini adalah sebagai berikut (tercantum dalam urutan penurunan frekuensi antara kulit
putih): CDE, CDE, CDE, CDE, Rs, CDE, CDE, dan KPB. Ekspresi terbatas pada sel darah merah,
dengan meningkatnya kepadatan selama pematangan mereka, tidak seperti sistem ABH, yang ada
dalam berbagai macam jaringan. Antigen Rh tidak diekspresikan pada nenek moyang RBC.
Individu yang Rh positif, 45% homozigot (KPB / CDE), dan 55% adalah heterozigot (KPB /
CDE) untuk gen RhD. Fenotipe Rh-negatif merupakan tidak adanya protein pada sel darah merah
D dan hasil paling umum dari penghapusan gen RHD pada kedua kromosom. Namun, gen RHD
memiliki heterogenitas yang signifikan, dan mutasi mewarisi beberapa penyusunan ulang dalam
struktur dapat mengakibatkan kurangnya ekspresi fenotip RhD juga.
Contoh penting dari mutasi tersebut meliputi pseudogene RHD dan RHD-CE-D gen hybrid. Yang
pertama mengarah ke kodon stop pada gen RHD dan menghasilkan kurangnya produk transkripsi
meskipun semua ekson utuh. Hal ini ditemukan pada 70% dari kulit hitam Afrika Selatan dan
pada 25% orang Amerika Afrika. The RHD-CE-D (CCDE) gen juga ditemukan pada 22% dari Dnegatif Amerika Afrika. Hal ini juga menghasilkan suatu genotipe Rh positif tetapi fenotipe
negatif. Kebanyakan bule yang RhD negatif memiliki penghapusan lengkap dari gen RHD
sedangkan hanya 18% dari kulit hitam Afrika dan 54% orang Amerika Afrika yang RhD negatif
memiliki penghapusan lengkap dari gen,. Sisanya sudah di atas varian nonfunctional dari gen
RHD [4 ]
Di luar 5 antigen utama, varian antigenik lebih dari 30 sistem kelompok Rh telah diidentifikasi.
Individu dengan fenotip parsial-D atau lemah-D mengungkapkan jumlah normal tetapi penurunan
antigen D pada permukaan RBC, dan sebagian besar (90%) tidak bisa peka untuk menghasilkan
anti-D. Namun, 10% sisanya (misalnya, Cw, Du) milik parsial-D fenotipe dapat membuat anti-D
dan jarang mengalami penyakit hemolitik pada bayi baru lahir yang fatal. Kebanyakan wanita
dengan parsial-D fenotipe diklasifikasikan sebagai negatif Rh pada pengujian rutin dan
merupakan kandidat untuk immune globulin Rh (RhIG). Saat ini, pengujian dari semua Rhnegatif perempuan untuk berekspresi lemah D tidak dianjurkan. Namun, Rh-negatif bayi yang
lahir dari wanita Rh-negatif harus menjalani tes untuk mendeteksi fenotip parsial-D sehingga
18

RhIG yang dapat diberikan dalam hal ekspresi yang lemah.


Frekuensi negatif Rh lebih tinggi dalam putih (15%) dibandingkan kulit hitam (5%) dan Hispanik
(8%) dan jarang terjadi pada orang Eskimo, penduduk asli Amerika, Jepang, dan Asia, terutama di
China individu. The heterosigositas ayah menentukan kemungkinan seorang anak Rh-positif yang
lahir dari ibu Rh-negatif.
Patofisiologi
Pemaparan dari ibu Rh-negatif untuk Rh-positif sel darah merah terjadi akibat perdarahan
fetomaternal asimtomatik selama kehamilan. The Kleihauer-Betke asam elusi teknik yang
menentukan proporsi sel darah merah janin dalam sirkulasi ibu telah menunjukkan kejadian
perdarahan fetomaternal menjadi 75% dari seluruh kehamilan. Insiden dan derajat perdarahan
tersebut tampaknya meningkat dengan usia kehamilan. Perdarahan fetomaternal telah
didokumentasikan dalam 7%, 16%, dan 29% dari ibu selama trimester pertama, kedua dan ketiga,
masing-masing. Risiko juga meningkat pada kehamilan dengan komplikasi plasenta, aborsi
spontan atau terapeutik, dan toksemia, serta setelah melahirkan sesar dan kehamilan ektopik.
Prosedur seperti amniocentesis, chorionic villus sampling, dan kordosentesis juga meningkatkan
risiko alloimmunization. Karena perdarahan transplasenta kurang dari 0,1 mL pada kehamilan
yang paling, kebanyakan wanita yang peka sebagai akibat dari kecil, perdarahan fetomaternal
tidak terdeteksi.
Setelah paparan awal terhadap antigen asing, B-limfosit klon yang mengenali antigen RBC
ditetapkan. Sistem kekebalan tubuh ibu awalnya menghasilkan antibodi dari isotipe
imunoglobulin M (IgM) yang tidak melewati plasenta dan kemudian menghasilkan antibodi dari
isotipe IgG yang melintasi penghalang plasenta. Subclass antibodi dominan tampaknya IgG1
dalam satu sepertiga dari individu sedangkan kombinasi IgG1 dan IgG3 subclass ditemukan
dalam individu-individu yang tersisa.
IgG3 lebih efisien dalam mengikat sel retikuloendotelial dan menyebabkan hemolisis karena
wilayah engsel nya lebih lama. Ini disebut respon primer dan tergantung dosis (didokumentasikan
dalam 15% dari kehamilan dengan 1 mL Rh-positif sel-sel dalam individu Rh-negatif
dibandingkan dengan 70% dari kehamilan setelah 250 mL). Sebuah paparan ulang terhadap
antigen yang sama cepat menginduksi produksi IgG. Ini respon imun sekunder dapat diinduksi
dengan sesedikit 0,03 mL Rh-positif sel darah merah.
Risiko imunisasi Rh setelah pengiriman anak pertama dari seorang ibu Rh-negatif nulipara adalah
16% jika janin Rh-positif adalah kompatibel ABO dengan induknya, 2% jika janin ABO
kompatibel, dan 2-5% setelah aborsi. The ABO-kompatibel sel darah merah cepat dihancurkan
dalam sirkulasi ibu, mengurangi kemungkinan paparan sistem kekebalan tubuh. Derajat sensitisasi
Rh ibu secara langsung berkaitan dengan jumlah perdarahan fetomaternal (yaitu, 3% dengan <0,1
mL dibandingkan dengan 22% dengan> 0,1 mL).
Setelah sensitisasi, ibu anti-D antibodi melewati plasenta ke dalam sirkulasi janin dan menyerang
antigen Rh pada sel darah merah janin, yang membentuk mawar pada makrofag dalam sistem
retikuloendotelial, terutama di limpa. Ini antibodi-dilapisi sel darah merah yang segaris dengan
enzim lisosomal dirilis oleh makrofag dan limfosit pembunuh alami dan independen dari aktivasi
sistem komplemen.
19

Retikulositosis dicatat ketika janin defisit Hb melebihi 2 gm / dl dibandingkan dengan normanorma usia kehamilan. Hipoksia jaringan berkembang sebagai anemia janin menjadi parah. Ketika
hemoglobin (Hb) tingkat turun di bawah 8 g / dL, kenaikan pusar laktat arteri terjadi. Bila kadar
Hb turun di bawah 4g/dL, laktat vena meningkat dicatat. Hidrops fetalis terjadi ketika janin defisit
Hb melebihi 7 g / dL dan dimulai sebagai ascites janin dan berkembang menjadi efusi pleura dan
edema umum. Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap hidrops yang hipoalbuminemia
sekunder untuk fungsi hati tertekan, peningkatan permeabilitas kapiler, kelebihan zat besi
sekunder untuk hemolisis, dan peningkatan tekanan vena akibat fungsi jantung yang buruk [5].
Hemolisis berkepanjangan menyebabkan anemia berat, yang merangsang eritropoiesis janin
dalam hati, limpa, sumsum tulang, dan situs extramedullary, seperti kulit dan plasenta. Dalam
kasus yang parah, ini dapat menyebabkan perpindahan dan perusakan parenkim hati oleh sel
erythroid, mengakibatkan disfungsi dan hypoproteinemia. Penghancuran sel darah merah heme
rilis yang dikonversi menjadi bilirubin tak terkonjugasi. Hiperbilirubinemia menjadi jelas hanya
pada bayi baru lahir disampaikan karena plasenta secara efektif memetabolisme bilirubin.
Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir karena hasil sensitisasi Kell di hemolisis dan penindasan
eritropoiesis karena antigen Kell diekspresikan pada permukaan nenek moyang erythroid. Hal ini
menyebabkan penyakit parah pada janin titer antibodi yang lebih rendah dibandingkan ibu
penyakit Rhesus.
Hemolisis terkait dengan ketidakcocokan ABO eksklusif terjadi pada tipe-O ibu dengan janin
yang telah tipe A atau golongan darah B, meskipun jarang didokumentasikan dalam tipe A ibu
dengan tipe-B bayi dengan titer tinggi anti-B IgG. Pada ibu dengan tipe A atau tipe B, antibodi
alami adalah dari kelas IgM dan tidak melewati plasenta, sedangkan 1% dari jenis-O ibu memiliki
titer tinggi antibodi IgG terhadap kelas A dan B. Mereka menyeberangi plasenta dan
menyebabkan hemolisis pada janin.
Hemolisis karena anti-A lebih umum daripada hemolisis karena anti-B, dan neonatus yang terkena
biasanya memiliki hasil positif langsung Coombs tes. Namun, hemolisis karena anti-B IgG dapat
menjadi parah dan dapat menyebabkan bertukar transfusi. Karena A dan B antigen secara luas
dinyatakan dalam berbagai jaringan selain sel darah merah, hanya sebagian kecil dari antibodi
melintasi plasenta yang tersedia untuk mengikat sel darah merah janin.
Selain itu, sel darah merah janin tampaknya memiliki ekspresi permukaan kurang dari antigen A
atau B, sehingga situs reaktif sedikit, maka insiden rendah hemolisis yang signifikan pada
neonatus yang terkena dampak. Hal ini mengakibatkan hiperbilirubinemia sebagai manifestasi
utama dari ketidakcocokan (bukan anemia), dan film darah perifer sering mengungkapkan
sejumlah besar spherocytes dan erythroblasts sedikit, tidak seperti apa yang terlihat pada
ketidakcocokan Rh (eritroblastosis fetalis), di mana film darah mengungkapkan besar jumlah sel
darah merah bernukleus dan spherocytes sedikit. [6]
fisik
Bayi lahir dari ibu alloimmunized menunjukkan tanda-tanda klinis berdasarkan tingkat keparahan
penyakit. Temuan diagnostik yang khas adalah sakit kuning, pucat, hepatosplenomegali, dan hidrops
janin pada kasus berat. Penyakit kuning biasanya bermanifestasi pada saat lahir atau dalam 24 jam
pertama setelah kelahiran dengan cepat naik tingkat bilirubin tak terkonjugasi. Kadang-kadang,
20

hiperbilirubinemia terkonjugasi hadir karena disfungsi plasenta atau hati pada mereka bayi dengan
penyakit hemolitik yang parah. Anemia yang paling sering disebabkan oleh kerusakan antibodidilapisi sel darah merah oleh sistem retikuloendotelial, dan, dalam beberapa bayi, anemia disebabkan
penghancuran intravaskular. Penindasan eritropoiesis dengan transfusi intravaskular (IVT) dewasa Hb
ke janin anemia juga dapat menyebabkan anemia. Hematopoiesis Extramedullary dapat menyebabkan
hepatosplenomegali, hipertensi portal, dan ascites.
Anemia bukanlah satu-satunya penyebab hidrops. Hati hematopoiesis extramedullary berlebihan
menyebabkan portal dan pusar obstruksi vena dan perfusi plasenta berkurang karena edema.
Peningkatan berat plasenta dan edema villi chorionic mengganggu transportasi plasenta. Janin hidrops
hasil dari hipoksia janin, anemia, gagal jantung kongestif, dan hypoproteinemia sekunder untuk
disfungsi hati. Umumnya, hidrops tidak diamati sampai tingkat Hb turun di bawah sekitar 4 g / dL
(Hct <15%) [5]. Ikterus klinis yang signifikan terjadi pada sebanyak 20% dari ABO-kompatibel bayi.
4. Hipotiroidisme
patofisiologi
Hypothyroidism adalah salah satu penyakit endokrin yang paling umum.
Hipotiroidisme kongenital paling sering hasil dari agenesis, displasia, atau
ektopi tiroid, namun juga disebabkan oleh cacat resesif autosomal dalam
organification yodium (tiroid sintesis hormon) dan cacat dalam langkahlangkah enzimatik lainnya dalam sintesis dan pelepasan T4. Pada anak
yang lebih tua dan orang dewasa, hipotiroidisme diperoleh ini paling
sering disebabkan oleh kerusakan autoimun (Hashimoto tiroiditis).
Sejarah
Sejarah

tergantung

pada

usia

Bawaan

di

presentasi.
hipotiroidisme

Kebanyakan

bayi

dengan

hipotiroidisme

kongenital

tidak

menunjukkan gejala selama periode neonatal atau menampilkan gejala


halus

dan

nonspesifik

kekurangan

hormon

tiroid.

Kurangnya gejala awalnya dapat mengakibatkan, sebagian, dari


kelenjar tiroid ektopik dengan fungsi cadangan yang signifikan secara
klinis, cacat parsial dalam sintesis hormon tiroid, atau dengan jumlah
21

moderat T4 ibu yang melintasi plasenta dan mampu meningkatkan


tingkat janin dalam 25 -50% dari tingkat normal yang diamati saat lahir.
Deteksi hipotiroidisme kongenital berdasarkan tanda-tanda dan
gejala saja mungkin tertunda hingga minggu usia 6-12 atau lebih karena
presentasi klinis ragam dan membutuhkan indeks kecurigaan yang tinggi
oleh

penyedia

layanan

kesehatan.

Hanya sekitar 5% bayi dengan hipotiroidisme yang terdeteksi oleh


kriteria

klinis

sebelum

layar

biokimia

alert

dokter

mengkonfirmasikan

untuk

diagnosis.

Berikut ini adalah salah satu tanda-tanda awal dari hipotiroidisme:


Berkepanjangan

kehamilan

Peningkatan
Tertunda

berat
stooling

setelah

Berkepanjangan
Miskin

makan,

lahir
lahir,

sembelit

langsung
manajemen

yang

ikterus
buruk

dari

sekresi

Hipotermia
Penurunan

tingkat

aktivitas

Bising

respirations

Serak

menangis

Acquired hipotiroidisme: Gambaran klinis hipotiroidisme diperoleh


biasanya

memiliki

onset

perlahan.

Gondok: Pasien dengan CLT (yaitu, Hashimoto tiroiditis) paling sering


hadir dengan gondok asimptomatik. Orangtua mungkin melaporkan
bahwa leher anak mereka terlihat "penuh" atau "bengkak." Anak-anak
mungkin mengeluh gejala lokal disfagia, serak, atau sensasi tekanan di
leher mereka dan / atau tenggorokan. Seorang pasien dengan penyebab
lain dari hipotiroidisme mungkin memiliki kelenjar tiroid yang membesar.
Pertumbuhan yang lambat, pematangan osseus tertunda, dan
peningkatan berat badan: berat badan ringan meskipun penurunan nafsu
makan adalah karakteristik dari anak yang memiliki kondisi hipotiroid.
Sedang hingga berat obesitas pada anak tidak khas untuk hipotiroidisme.
Selain

itu,

anak-anak

dengan

hipotiroidisme

mewujudkan

tingkat
22

pertumbuhan menurun, lebih konstan menemukan daripada berat badan.


Sebaliknya, anak-anak dengan obesitas eksogen biasanya memiliki
kecepatan

pertumbuhan

meningkat.

Kelesuan
Penurunan
Gangguan
Dingin

energi,
tidur,

kulit
apnea

kering,
tidur

intoleransi

dan

bengkak

obstruktif

biasanya

dan

sembelit

Panas intoleransi, penurunan berat badan, dan tremor: Ini adalah


gejala khas dari hipertiroidisme. Namun, sekitar 5-10% dari anak-anak
dengan CLT awalnya hadir dengan gejala tiroiditis beracun. Gambaran
klinis mungkin menyarankan diagnosis penyakit Graves. Tahap tirotoksik
dari CLT dapat dibedakan dari penyakit Graves di CLT yang bersifat
sementara,

tidak

terkait

dengan

exophthalmos,

dan

biasanya

berhubungan dengan penurunan penyerapan dan seragam yodium


radioaktif. Ini fase hashitoxicosis biasanya diikuti oleh fase hipotiroid lebih
karakteristik.
Seksual

pseudoprecocity

Orang tua dapat membawa anak mereka untuk evaluasi sekunder


untuk kekhawatiran tentang pembesaran testis pada anak laki-laki atau
perkembangan payudara awal atau timbulnya perdarahan vagina pada
anak

perempuan.
Mekanisme

yang

tepat

dari

pseudoprecocity

seksual

tidak

sepenuhnya dipahami, namun, TRH-induced TSH kelebihan dianggap


sebagai stimulator umum hormon follicle-stimulating hormone (FSH)
reseptor.
FSH serum dan luteinizing hormone (LH) kadarnya meningkat ke
kisaran pubertas. Banyak bukti menunjukkan bahwa kadar serum
peningkatan prolaktin menghasilkan resistensi terhadap stimulasi LH dari
gonad,

mungkin

mengarah

ke

hipotalamus

gonadotropin-releasing

hormone (GnRH) produksi dan stimulasi hipofisis LH dan FSH rilis.


The bertubuh pendek dan usia tulang tertunda diamati pada anak
dengan hipotiroidisme membantu membedakan pseudoprecocity seksual
23

dari

pubertas

prekoks

sejati.

Pseudoprecocity seksual membalikkan dengan penggantian tiroid


yang

memadai.
Galaktorea:

Kondisi

ini

berkembang

di

hipotiroidisme

primer,

sekunder untuk sekresi TRH dari hipotalamus. TRH merangsang hipofisis


anterior untuk melepaskan TSH dan prolaktin. Galaktorea menyelesaikan
sebagai konsentrasi prolaktin jatuh dengan penggantian tiroid.
Fisik
Jika bayi baru lahir dengan hipotiroid kongenital tidak diidentifikasi oleh
skrining bayi yang baru lahir dan tidak menerima terapi penggantian,
manifestasi klinis hipotiroidisme kongenital berevolusi selama mingguminggu pertama setelah lahir. Perhatikan bahwa meskipun tanda-tanda
yang tercantum di bawah klasik untuk hipotiroidisme kongenital, mereka
mungkin halus atau tidak ada. Pengakuan dari gangguan ini telah
ditingkatkan oleh skrining bayi yang baru lahir sistematis selama 30
tahun

terakhir.

Tanda-tanda fisik dari hipotiroidisme kongenital adalah sebagai berikut:


Bradycardia
Peningkatan

berat

badan

Lesu

perilaku

Langka menangis atau menangis serak (menangis serak adalah


sekunder

untuk

myxedema

dari

pita

Besar

suara)
Fontanelles

Myxedema

dari

kelopak

mata,

tangan,

dan

atau

skrotum

Besar menonjol lidah (sekunder untuk akumulasi myxedema di lidah)


Gondok
Umbilical

hernia

Tertunda relaksasi refleks tendon dalam (The refleks tendon Achilles


tampaknya

paling

sensitif

terhadap

efek

hipotiroidisme.)
24

Sejuk

dan

Pembesaran
Konduksi

jantung

kering

siluet,

berkepanjangan

biasanya

waktu

kulit

karena

dan

efusi

tegangan

perikardial

rendah

pada

elektrokardiogram

(EKG)

Hipotermia
Tanda-tanda hipotiroidisme diperoleh dapat mencakup temuan fisik
banyak

diamati

dengan

hipotiroidisme

Penurunan

kongenital,

seperti

pertumbuhan

berikut:

kecepatan

Bradycardia
Mild obesitas (5-15 lb lebih dari 6 mo) atau obesitas morbid (> 20
kelebihan berat badan), yang jarang disebabkan oleh hipotiroidisme saja
(Evaluasi obesitas sering mencakup penilaian TSH serum dan tingkat T4
bebas.)
Belum

Menghasilkan

atas-ke-bawah

Dry

tubuh

proporsi

kasar

rambut

Tertunda

gigi

Dewasa

sebelum

Cool,

waktunya

kulit

seksual

pengembangan

kering,

carotenemic

Brittle

kuku

Relaksasi

Tertunda

fase

refleks

tendon

Gondok

dalam

pembentukan

Hal ini dapat terjadi sekunder terhadap efek TSH reseptormerangsang antibodi, infiltrasi limfositik inflamasi, atau hiperplasia
kompensasi

karena

penurunan

konsentrasi

serum

TSH

T4

dan

peningkatan.
Biasanya, kelenjar tiroid difus diperbesar, meskipun tidak dapat
diperbesar

simetris.

Setelah palpasi, kelenjar tiroid awalnya mungkin lembut tapi


kemudian mengambil perasaan perusahaan dengan konsistensi karet dan
permukaan ketumbar sekunder untuk hiperplasia dari arsitektur lobular
yang

normal
Myxedema (jauh lebih jarang pada anak-anak daripada orang
25

dewasa)
Membosankan ekspresi wajah

Dari Brown : Pediatric clin North Am 9: 589, 1962

VIII.

PENATALAKSANAAN
Manajemen
Pengelolaan Bayi Ikterus yang Mendapat ASI
Pengelolaan early jaundice pada bayi yang mendapat ASI.
1. Observasi semua feses bayi. Pertimbangkan untuk merangsang pengeluaran jika feses tidak
keluar dalam waktu 24 jam.
2. Segera mulai menyusui dan beri sesering mungkin. Menyusui yang sering dengan waktu yang
singkat, lebih efektif dibandingkan dengan menyusui yang lama dengan frekuensi yang jarang
walaupun total ASI yang diberikan adalah sama.
3. Tidak dianjurkan pemberian air, dekstrosa atau formula pengganti.
4. Observasi berat badan, BAK dan BAB yang berhubungan dengan pola menyusui.

26

5. Ketika kadar bilirubin mencapai 15 mg.dL, tingkatkan pemberian minuman, rangsang


pengeluaran/produksi ASI dengan cara memompa, dan menggunakan protocol penggunaan
fototerapi yang dikeluarkan AAP.
6. Tidak terdapat bukti bahwa early jaundice berhubungan dengan abnormalitas ASI, sehingga
penghentian menyusui sebagai suatu upaya diindikasikan jika ikterus menetap lebih dari 6 hari
atau meningkat di atas 20 mg/dL, atau ibu memiliki riwayat bayi sebelumnya terkena kuning.

Fototerapi

Pand
uan fototerapi pada bayi usia kehamilan 35 minggu. Sumber: AAP.

Sebagai patokan, gunakan kadar bilirubin total.

Faktor risiko: isoimune hemolytic disease, defisiensi G6PD, asfiksia, letargia, suhu tubuh yang
tidak stabil, sepsis, asidosis, atau kadar albumin < 3 gr/dL

Pada bayi dengan usia kehamilan 35-37 6/7 minggu diperbolehkan utuk melakukan fototerapi
pada kadar bilirubin total sekitar medium risk line. Merupakan pilihan untuk melakukan
intervensi pada kadar bilirubin total serum yang lebih rendah untuk bayi-bayi yang mendekati
usia 35 minggu dan dengan kadar bilirubin total serum yang lebih tinggi untuk bayi yang berusia
mendekati 37 6/7 mnggu.
27

Diperbolehkan melakukan fototerapi dirumah dengan bayi yang kadar bilirubinnya 2-3 mg/dL
dibawah garis yang ditunjukkan, namun pada bayi-bayi yang memiliki faktor risiko, sebaiknya
fototerapi tidak dilakukan di rumah.
Foto terapi intensif adalah fototerapi dengan menggunakan sinar blue-green spectrum (panjang

gelombang 430-490 nm) dengan kekuatan paling kurang 30 W/cm2 (diperiksa dengan radiometer,
atau diperkirakan dengan menempatkan bayi langsung dibawah sumber sinar dan kulit bayi yang
terpajan lebih luas).
Bilirubin indirek tidak larut dalam air. Cara kerja terapi sinar adalah dengan mengubah bilirubin
menjadi bentuk yang larut dalam air untuk dieksresikan melalui empedu atau urin. Ketika bilirubin
mengabsorbsi sinar, terjadi reaksi fotokimia yaitu isomerisasi (80%). Juga terdapat konversi
ireversibel menjadi isomer kimia lainnya yaitu lumirubin yang dengan cepat dibersihkan dari plasma
(tanpa konjugasi) melalui empedu. Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi bilirubin akibat
terapi sinar pada manusia. Sejumlah kecil bilirubin plasma tak terkonjugasi diubah oleh cahaya (foto
oksidasi, 20%) menjadi dipyrole yang diekskresikan melalui urin. Foto isomer bilirubin lebih polar
dibandingkan bentuk asalnya dan secara langsung bisa dieksreksikan melalui empedu. Hanya produk
foto oksidan saja yang bisa diekskresikan lewat urin.
Bila konsentrasi bilirubin tidak menurun atau cenderung naik pada bayi-bayi yang mendapat
fototerapi intensif, kemungkinan terjadi proses hemolisis.

28

29

FarmakoTerapi
Farmakoterapi telah digunakan untuk hiperbilirubinemia dengan merangsang induksi enzim enzim
hati dan protein pembawa, guna mempengaruhi penghancuran heme, atau untuk mengikat bilirubin
dalam usus halus sehingga reabsorbsi enterohepatik menurun. Antara lain:
1. Immunoglobulin intravena telah digunakan pada bayi bayi dengan rh yang berat dan
inkompatibilitas ABO untuk menekan hemolisis isoimun dan menurunkan tindakan
transfuse tukar.
2. Fenobarbital telah memperlihatkan hasil lebih efektif, merangsang aktifitas, dan
konsentrasi UDPGT dan ligandin serta dapat meningkatkan jumlah tempat ikatan
bilirubin. Penggunaan fenobarbital setelah lahir masih controversial dan secara umum
tidak direkomendasikan. Diperlukan waktu beberapa hari sebelum terlihat perubahan
bermakna, hal ini membuat penggunaan fototerapi nampak jauh lebih mudah.
Fenobarbital telah digunakan pertama kali pada inkompatibilitas Rh untuk mengurangi
jumlah tindakan transfuse tukar. Penggunaan profilaksis fenobarbital untuk mengurangi
30

pemakaian fototerapi atau transfuse ganti pada bayi dengan defisiensi G6PD tidak
membuahkan hasil.
3. Pencegahan Hiperbilirubinemia dengan menggunakan metalloprotoporphyrin juga telah
diteliti. Zat ini adalah analog sintesis heme. Protoporphyrin telah terbukti efektif sebagai
inhibitor kompetitif dari heme oksigenase, enzim ini diperlukan untuk katabolisme heme
menjadi biliverdin. dengan zat ini heme dicegah dari katabolisme dan diekskresikan
secara utuh ke empedu.
TRANSFUSI TUKAR
Merupakan suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang dilanjutkan dengan
pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama yang dilakukan berulang-ulang sampai
sebagian besar darah penderita tertukar. Transfusi tukar ini bertujuan mencegah terjadinya
ensefalopati bilirubin dengan cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi, membantu
mengeluarkan antibodi maternal dari sirkulasi bayi, mengganti RBC yang sensitif dengan RBC yang
tak dapat dihemolise, memperbaiki volume darah dan mengoreksi anemia, memberi albumin, dan
membuang zat toksik dan koreksi imbalans elektrolit. Kebanyakan transfusi yang dilakukan adalah
transfusi volume ganda (double volume exchange), artinya dua kali volume darah bayi (85 mL/KgBB
pada BCB, dan 90 mL/KgBB pada BKB, lalu jumlah ini dikalikan dengan dua) yang diambil dan
diganti selama 50-70 menit. Penurunan bilirubin semakin efisien jika transfusi tukar dilakukan
perlahan, sehingga ada kesempatan untuk bilirubin ekstra dan intravaskuler mencapai keseimbangan.

Gambar Panduan Transfusi Tukar. Sumber: AAP.

31

Garis putus-putus pada 24 jam pertama menunjukkan keadaan tanpa patokan pasti karena
terdapat pertimbangan klinis yang luas dan tergantung respon terhadap foto terapi.

Direkomendasikan transfuse tukar segera bila bayi menunjukkan gejala ensefalopati akut
(hipertoni, kaki melengkung, retrocollis, opistotonus, high-pitched cry, demam) atau bila
kadar bilirubin total 5 mg/dL di atas garis patokan.

Faktor risiko: penyakit hemolitik autoimun, defisiensi G6PD, asfiksia, letargia, suhu tidak
stabil, sepsis, asidosis.

Periksa kadar albumin dan hitung rasio bilirubin total/albumin.

Sebagai patokan adalah bilirubin total.

Pada bayi sehat dan usia kehamilan 35-37 minggu (risiko sedang) transfuse tukar dapat
dilakukan bersifat individual berdasarkan kadar bilirubin total sesuai usianya.

Tabe
l rasio bilirubin total/albumin sebagai penunjang untuk memutuskan transfusi tukar. Sumber: AAP 2004.

Pada penyakit hemolitik segera dilakukan tranfusi tukar apabila ada indikasi:
1. Kadar bilirubin tali pusat > 4,5 mg/dL dan kadar Hb < 10 gr/dL
2. Kadar bilirubin meningkat > 6 mg/dL/12jam walaupun sedang mendapatkan terapi sinar
3. Anemia dengan early jaundice dengan kadar Hb 1013gr/dL dan kecepatan peningkatan
bilirubin 0,5mg/dL/jam
4. Anemia yang progresif pada waktu pengobatan hiperbilirubinemia
5. Bayi menunjukkan tanda-tanda ensephalopati bilirubin akut (hipotoni, kaki melengkung,
retrocolis, panas, tangis melengking tinggi)
6. Kadar bilirubin total >25mg/dL
Transfusi tukar harus dihentikan apabila terjadi:
Emboli dan trombosis

Hiperkalemia, hipernatremia, hipokalsemia, asidosis, hipoglikemia


32

Gangguan pembekuan karena pemakaian heparin

Perforasi pembuluh darah

Petunjuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia pada bayi sehat cukup bulan berdasarkan AAP. Sumber: Madan A., dkk.

Petunjuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia berdasarkan berat badan dan bayi baru lahir yang relatif sehat. Sumber:
Madan A., dkk.2,5

IX.

KOMPLIKASI
1. Kernikterus
Adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh menumpuknya bilirubin indirek pada
sel-sel otak sehingga toksisitasnya menyebabkan terjadinya kumpulan gejala

( sindroma)

neurologik
Merupakan diagnosis patologi anatomi , berupa deposisi bilirubin di daerah
hipokampus, ganglia basalis, pons, nukleus serebellum dan sel-sel batang otak dengan
degenerasi dan kerusakan sel otak
Terdapat 4 stadium :
1. Stadium I : Refleks Moro jelek, hipotoni, letargi, poor feeding, vomitus, high pitched cry
2. Stadium II : Opistotonus, kejang, panas, rigiditas, occulogyric crises, mata cenderung
deviasi ke atas
3. Stadium 3 : Spatisitas menurun, pada sekitar usia 1 minggu
4. Stadium IV : Gejala sisa lanjut : spatisitas, atetosis, tuli parsial/komplit, retardasi mental,
33

paralisis bola mata ke atas, displasia dental.2,5


X.
1.
2.
3.
4.
5.
XI.

PENCEGAHAN
Pemeriksaan antenatal yang baik dan teratur
Bila memungkinkan skrining golongan darah ibu dan ayah sebelum lahir
Bila ada riwayat kuning dalam keluarga periksa kadar G6PD
Mencegah infeksi neonatal
Pemberian ASI ekskusif.1
PROGNOSIS
Hiperbilirubinemia prognosanya akan buruk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar

darah otak, artinya penderita telah menderita kern ikterus atau ensefalopati biliaris. Sebaliknya
apabila tidak terjadi kern ikterus, prognosanya baik.4

DAFTAR PUSTAKA

34

1. Hardiono D, pusponegoro.Standar pelayanan medis kesehatan anak edisi


1. Badan Penerbit IDAI 2004. Hal 297
2. Kosim, M. Sholeh, dkk. Buku Ajar Neonatologi. Edisi Pertama. Badan
Penerbit IDAI. 2010.
3. Sjamsul arief H.Hiperbilirubinemia.Pedoman diagnosis terapi Ilmu
kesehatan Anak. Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya edisi III
2008.
4. Thor WR Hansen, MD, PhD, MHA, FAAP; Chief Editor: Ted Rosenkrantz,
MD. Neonatal Jaundice. Diunduh dari www.emedicine.com
5. Wahab S A,.Ikterus dan Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir. Nelson
Ilmu Kesehatan Anak edisi 15 vol 1.

35

Вам также может понравиться

  • Referat Anak Aku1
    Referat Anak Aku1
    Документ17 страниц
    Referat Anak Aku1
    salsabila23
    Оценок пока нет
  • SVT
    SVT
    Документ42 страницы
    SVT
    RickaArdila
    Оценок пока нет
  • Hiperbilirubinemia + Tarnsfusi Tukar
    Hiperbilirubinemia + Tarnsfusi Tukar
    Документ27 страниц
    Hiperbilirubinemia + Tarnsfusi Tukar
    Noi Haydar
    Оценок пока нет
  • Kista Ovariumm
    Kista Ovariumm
    Документ21 страница
    Kista Ovariumm
    hadiyanto
    Оценок пока нет
  • Dosis Puyer Sudah Urut
    Dosis Puyer Sudah Urut
    Документ2 страницы
    Dosis Puyer Sudah Urut
    Wahyudi Wirawan
    92% (25)
  • Presentasi Referat Hiperbilirubinemia
    Presentasi Referat Hiperbilirubinemia
    Документ30 страниц
    Presentasi Referat Hiperbilirubinemia
    j_albert_zoom
    Оценок пока нет
  • Gizi
    Gizi
    Документ35 страниц
    Gizi
    hadiyanto
    Оценок пока нет
  • BAB I Hiperbil
    BAB I Hiperbil
    Документ40 страниц
    BAB I Hiperbil
    hadiyanto
    Оценок пока нет
  • Ikterus Neonatorum
    Ikterus Neonatorum
    Документ42 страницы
    Ikterus Neonatorum
    Sigit Aryanto
    Оценок пока нет
  • Diare Akut
    Diare Akut
    Документ18 страниц
    Diare Akut
    Vitha
    Оценок пока нет
  • Emd166 Slide Resusitasi Neonatus
    Emd166 Slide Resusitasi Neonatus
    Документ70 страниц
    Emd166 Slide Resusitasi Neonatus
    Awang Dody Ibnu
    Оценок пока нет
  • 16 Tenses
    16 Tenses
    Документ8 страниц
    16 Tenses
    hadiyanto
    Оценок пока нет
  • Ekg 2 Stemi
    Ekg 2 Stemi
    Документ15 страниц
    Ekg 2 Stemi
    hadiyanto
    Оценок пока нет
  • Es Krim Mangga
    Es Krim Mangga
    Документ8 страниц
    Es Krim Mangga
    hadiyanto
    Оценок пока нет
  • Es Krim Mangga
    Es Krim Mangga
    Документ8 страниц
    Es Krim Mangga
    hadiyanto
    Оценок пока нет
  • Ekg
    Ekg
    Документ19 страниц
    Ekg
    hadiyanto
    Оценок пока нет
  • Ekg
    Ekg
    Документ19 страниц
    Ekg
    hadiyanto
    Оценок пока нет
  • Illeus Obstruktif
    Illeus Obstruktif
    Документ8 страниц
    Illeus Obstruktif
    hadiyanto
    Оценок пока нет
  • Es Krim Mangga
    Es Krim Mangga
    Документ8 страниц
    Es Krim Mangga
    hadiyanto
    Оценок пока нет