Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan kasih yang
dilimpahkanNya, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas referat yang
berjudul Hiperbilirubinemia .
Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas
bantuan dan bimbingan khususnya, Dr. Arya Agustino Purba, Sp.A, MS C, tidak hanya dalam
penyusunan referat ini melainkan atas seluruh waktu, bimbingan, serta perhatiannya selama masa
kepaniteraan klinik.
Begitu pula penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu, dengan hati terbuka penulis menerima segala kritik dan
saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan referat ini.
Akhir kata dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga referat ini dapat
memberikan manfaat bagi para pembacanya.
Bandar Lampung, 4 January 2013
Penulis
BAB II
PENDAHULUAN
Hiperbiliruinemia neonatal adalah peningkatan kadar bilirubin total pada minggu pertama
kelahiran, kadar normal maksimum adalah 12 13 mg% (205 220 mol/l). Hiperbilirubinemia
merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir. Banyak
bayi cukup bulan dirawat kembali dalam minggu pertama kehidupan oleh karena penyakit ini.
Hiperbilirubinemia menyebabkan bayi berwarna kuning, akibat deposisi berlebihan pigmen bilirubin
pada kulit dan sklera. Pada masa transisi setelah lahir, proses glukuronidasi bilirubin oleh hepar bayi
belum bekerja secara optimal. Keadaan ini menyebabkan dominasi bilirubin tak terkonjugasi dalam
darah. Pada beberapa bayi baru lahir, hiperbilirubinemia tak terkonjugasi merupakan fenomena
transisional yang normal, tapi pada beberapa bayi, terjadi peningkatan bilirubin yang berlebihan
sehingga dapat menimbulkan efek toksik dan kematian. Adapun jika bayi tersebut bertahan hidup,
akan mempunyai sekuele neurologis. Dengan demikian, sangatlah penting membedakan antara
hiperbilirubinemia fisiologis dan patologis serta memonitor apakah hiperbilirubinemia tersebut
mempunyai potensi untuk berkembang ke arah yang lebih berat.1
Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi kurang bukan maupun
bayi cukup bukan selama minggu pertama kehidupan yang frekuensinya pada bayi cukup bulan dan
kurang bulan berturut-turut adalah 50-60% dan 80%. Ikterus fisiologis tidak bisa berdiri tunggal,
pasti ada faktor-faktor lain yang berhubungan dengan maturitas fisiologis bayi baru lahir.
Peningkattan kadar bilirubin pada bayi disebabkan oleh peningkatan ketersediaan bilirubin dan
penurunan clearance bilirubin.
Dasar
Peningkatan bilirubin yang tersedia
Peningkatan produksi bilirubin
Peningkatan
resirkulasi
enterohepatik shunt
Penyebab
Peningkatan sel darah merah
Penurunan umur sel darah merah
Peningkatan early bilirubin
Peningkatan ketersediaan bilirubin merupakan hasil dari produksi bilirubin dan early bilirubin
yang lebih besar serta penurunan sel darah merah. Resirkulasi aktif bilirubin di enterohepatik, yang
meningkatkan kadar serum bilirubin tidak terkonjugasi, disebabkan oleh penurunan bakteri flora
normal, aktifitas -glucoronidase yang tinggi dan penurunan motilitas usus halus.
Pada bayi yang diberi minum lebih awal atau diberi minum lebih sering dan bayi dengan
aspirasi mekonium atau pengeluaran mekonium lebih awal cenderung mempunyai isiden yang lebih
rendah untuk terjadinya ikterus fisiologis. Pada bayi yang diberi minum susu formula cenderung
mengeluarkan bilirubin lebih banyak pada mekoniumnya selama 3 hari pertama kehidupan
dibandingkan dengan yang mendapat ASI. Bayi yang mendapat ASI, kadar bilirubin cenderung lebih
rendah pada yang defekasinya lebih sering. Bayi yang terlambat mengeluarkan mekonium lebih
sering terjadi ikterus fisiologis.
Pada bayi yang mendapat ASI, terdapat dua bentuk neonatal jaundice yaitu early (berhubungan
dengan breast feeding) dan late (berhubungan dengan ASI). Bentuk early onset berhubungan dengan
proses pemberian minum. Bentuk late onset diyakini dipengaruhi oleh kandungan ASI ibu yang
mempengaruhi proses konjugasi dan ekskresi. Penyebab late onset masih belun diketahui, tetapi telah
dihubungkan dengan adanya faktor spesifik dari ASI yaitu, 2-20-pregnanediol yang mempengaruhi
aktifitas UDP-GT atau pelepasan bilirubin konjugasi dari hepatosit; peningkatan aktifitas lipoprotein
lipase yang kemudian melepaskan asam lemak bebas ke dalam usus halus; penghambatan konjugasi
akibat peningkatan asam lemak unsaturated; atau -glucoronidase atau adanya faktor lain yang
mungkin menyebabkan peningkatan jalur enterohepatik.
Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia bisa disebabkan oleh proses fisiologis atau patologis atau kombinasi keduanya.
Risiko hiperbilirubinemia meningkat pada bayi yang mendapatkan ASI, BKB, dan bayi mendekati
cukup bulan. Neonatal hiperbilirubinemia terjadi karena meningkatnya produksi bilirubin dan/atau
penurunan clearance bilirubin dan lebih sering pada bayi imatur.
Bayi yang diberikan ASI memiliki kadar bilirubin serum yang lebih tinggi dibandingkan dengan
bayi yang diberikan susu formula. Hal tersebut dimungkinkan oleh beberapa faktor, diantaranya
frekuensi menyusui yang tidak adekuat, kehilangan berat badan/dehidrasi.
Asupan Cairan
Kelaparan
Frekuensi menyusui
Unidentified inhibitor
Intestinal reabsorption of
bilirubin
Pasase
mekonium
terhambat
Pembentukan urobilinoid
bakteri
atau dehidrasi
Beta-glukoronidase
Hidrolisis alkalin
Asam empedu
Tabel faktor etiologi yang mungkin berhubungan dengan hiperbilirubinemia pada bayi yang mendapat ASI. Sumber:
Gourley.
BAB III
PEMBAHASAN
I.
DEFINISI
Hiperbiliruinemia neonatal adalah peningkatan kadar bilirubin total pada minggu pertama kelahiran,
kadar normal maksimum adalah 12 13 mg% (205 220 mol/l).3
II.
EPIDEMIOLOGI
Frekuensi
Amerika Serikat
Hiperbilirubinemia neonatal sangat umum terjadi karena hampir setiap bayi baru lahir tingkat serum
bilirubin tak terkonjugasi dapat lebih dari 30 umol / L (1,8 mg / dL) selama minggu pertama
kehidupan.
Internasional
Insiden bervariasi dengan etnisitas dan geografi. Insiden lebih tinggi di Asia Timur dan Indian
Amerika dan lebih rendah pada orang kulit hitam. Di Yunani memiliki insiden yang lebih tinggi dari
pada keturunan Yunani yang tinggal di luar Yunani. Insiden lebih tinggi pada penduduk yang tinggal
di dataran tinggi. Pada tahun 1984, Moore et al melaporkan 32,7% dari bayi dengan kadar bilirubin
serum lebih dari 205 umol / L (12 mg / dL) pada 3100 m dari ketinggian. Studi tampaknya
menunjukkan bahwa beberapa variabilitas etnis dalam kejadian dan keparahan penyakit kuning
neonatal mungkin berhubungan dengan perbedaan dalam distribusi varian genetik dalam
metabolisme bilirubin dibahas di atas
Mortalitas /Morbiditas
Kernikterus terjadi pada 1,5 dari 100.000 kelahiran di Amerika Serikat. Kematian dari fisiologis
neonatal jaundice tidak terjadi. Kematian dari kernikterus dapat terjadi, terutama di negara negara
dimana kurang mengembangkan sistem perawatan medis.
Ras
Insiden penyakit kuning neonatal meningkat pada bayi dari Asia Timur, American Indian, dan
keturunan Yunani, meskipun yang terakhir tampaknya hanya berlaku untuk bayi yang lahir di Yunani
dan dengan demikian mungkin lebih berpengaruh pada lingkungan dari pada berasal dari etnis. Bayi
hitam dipengaruhi kurang sering daripada bayi putih. Pada tahun 1985, Linn et al melaporkan pada
di mana 49% dari Asia Timur, 20% putih, dan 12% dari bayi hitam memiliki kadar bilirubin serum
lebih dari 170 umol / L (10 mg / dL).
Usia
Risiko penyakit kuning neonatal signifikan berbanding terbalik dengan usia kehamilan.4
III.
ETIOLOGI
Metabolisme bilirubin bayi baru lahir berada dalam transisi dari stadium janin yang, selama
waktu tersebut plasenta merupakan tempat utama eliminasi bilirubin yang larut lemak, ke stadium
dewasa, yang selama waktu tersebut bentuk bilirubin terkonjugasi yang larut air diekskresikan dari
sel hati kedalam system biliaris dan kemudian kedalam saluran pencernaan. Hiperbilirubinemia tak
terkonjugasi dapat disebabkan atau diperberat oleh setiap factor.2,3,4
Dasar
Peningkatan produksi bilirubin
Peningkatan penghancuran hemoglobin
Penyebab
Inkompatibilitas darah fetomaternal (Rh,
ABO)
Difisiensi
enzim
kongenital
(G6PD,
galaktosemia)
Perdarahan
tertutup
(sefalhematom,
memar)
Peningkatan jumlah hemoglobin
Disease,
Hipotiroidisme,
pregnanediol)
Anomaly kongenital (atresia biliaris,
fibrosis kistik)
IV.
PATOFISIOLOGI
Pembentukan Bilirubin
Bilirubin adalah kristal pigmen berwarna jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari
pemecahan katabolisme heme melalui proses oksidasi-reduksi. Langkah oksidasi pertama adalah
biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase, yaitu enzim yang
sebagian besar terdapat dalam hepatosit, dan organ lain. Pada reaksi tersebut juga terdapat besi yang
digunakan kembali untuk pembentukan hemoglobin dan karbon monoksida (CO) yang diekskresikan
kedalam paru. Biliverdin kemudian akan direduksi oleh enzim bilverdin reduktase.
Transportasi Bilirubin
Peningkatan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya dilepaskan ke
dalam sirkulasi yang nantinya akan berikatan dengan protein albumin. Bayi baru lahir mempunyai
ikatan protein albumin yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin yang rendah dan
kapasitas ikatan molar yang kurang. Bilirubin yang akan berikatan ini merupakan zat non-polar yang
hidrofobik dan kemudian akan ditransportasi ke hepatosit. Bilirubin yang berikatan dengan albumin
tidak bisa masuk ke susunan saraf pusat dan bersifat non toksik. Selain itu, afinitas bilirubin terhadap
albumin mempunyai tingkat kompetisi yang rendah terhadap obat-obatan seperti sulfonamide dan
penisilin, sehingga albumin akan lebih berikatan dengan obat tersebut dibandingkan dengan bilirubin.
Pada Bayi Kurang Bulan (BKB), ikatan bilirubin akan lebih lemah yang umumnya merupakan
komplikasi dari hipoalbumin, hipoksia, hipoglikemia, asidosis, hipotermia, hemolisis, dan septikemia.
Hal tersebut membuat jumlah bilirubin bebas dalam darah meningkat dan sangat berisiko atas
terjadinya neurotoksisitas oleh bilirubin.2
Asupan Bilirubin
Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit, albumin terikat ke
reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin ditransfer melalui sel membran yang berikatan dengan
ligandin (protein Y) atau ikatan protein sitosolik lainnya. Keseimbangan antara jumlah bilirubin yang
masuk kedalam sirkulasi, dari sintesis de novo, resirkulasi enterohepatik, perpindahan bilirubin antar
jaringan, pengambilan bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi bilirubin akan menentukan konsentrasi
bilirubin tak terkonjugasi dalam serum, baik pada keadaan normal ataupun tidak normal.
Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin tak terkonjugasi akan berpengaruh
terhadapa pembentukan ikterus fisiologis. Penelitian menunjukkan ini karena adanya defisiensi
konjugasi bilirubin dalam menghambat transfer bilirubin dari darah ke empedu selama 3-4 hari
kehidupan. Walaupun demikian, defisiensi intake bilirubin ini dapat menyebabkan hiperbilirubinemia
terkonjugasi ringan dalam minggu kedua kehidupan saat konjugasi bilirubin hepatik mencapai
kecepatan yang sama dengan usia dewasa.2
Konjugasi Bilirubin
Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan ke dalam bilirubin terkonjugasi yang larut dalam air di
dalam sel retikulo endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate glucoronyl transferase
(UDP-GT). Katalisa oleh enzim ini merubah formasi menjadi bilirubin monoglukoronida yang
selanjutnya akan dikonjugasi menjadi blirubin diglukoronida. Enzim ini juga memindahkan satu mol
asam glukoronida pada sati bilirubin monoglukoronida ke bilirubin monoglukoronida lain sehingga
akan menghasilkan bilirubin diglukoronida.
Bilirubin ini lalau diekskresikan kembali ke dalam kanalikulus empedu. Sedangkan satu mol
bilirubin tak terkonjugasi akan kembali ke dalam retikulum endoplasmik untuk konjugasi berikutnya.
Penilitian in-vitro terhadap enzim UDP-GT pada bayi baru lahir didapatkan defisiensi aktifitas
enzim, tetapi setelah 24 jam kehidupan, aktifitas enzim ini akan melebihi bilirubin yang masuk ke
dalam hati sehingga konsentrasi bilirubin serum akan menurun. Kapasitas total kunjugasi akan sama
dengan orang dewasa pada hari ke-4 kehidupan. Pada periode bayi baru lahir, konjugasi
monoglukoronida merupakan konjugat pigmen empedu yang lebih dominan.2,4
Ekskresi Bilirubin
Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresi kedalam kandung empedu,
kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui feses. Proses ekskresinya sendiri
memerlukan energi. Setelah berada di usus halus, bilirubin yang terkonjugasi tidak dapat langsung
diresorbsi, kecuali jika sudah dikonversikan kembali ke dalam bentuk tak terkonjugasi oleh enzim
beta-glukoronidase yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna akan
dikirim kembali ke hati untuk dikonjugasikan kembali. Hal ini disebut dengan sirkulasi enterohepatik.
Terdapat perbedaan antara bayi baru lahir dan orang dewasa, yaitu pada mukosa usus halus dan
feses bayi baru lahir mengandung enzim beta-glukoronidase yang dapat menghidrolisis
monoglukororida dan diglukoronida kembali menjadi bilirubin tak terkonjugasi yang selanjutnya
dapat disimpan lagi ke hepatosit. Selain itu, usus pada bayi baru lahir masih dalam keadaan steril
(tidak ada flora normal), sehingga bilirubin terkonjugasi tidak dapat diubah menjadi sterkobilin
(produk yang tidak dapat diabsorbsi).
Bayi baru lahir mempunyai konsentrasi bilirubin tak terkonjugasi yang relatif tinggi di dalam
usus yang berasal dari produksi bilirubin yang tinggi (8-10 mg/KgBB/hari), hidrolisis bilirubin
diglukoronida yang berlebih, dan konsentrasi bilirubin yang tinggi yang ditemukan di dalam
mekonium. Pada bayi baru lahir, kekurangan normal flora pada usus akan meningkatkan pool
10
bilirubin usus. Peningkatan hidrolisis bilirubin terkonjugasi pada bayi baru lahir diperkuat oleh enzim
beta glukoronidase mukosa usus yang tinggi dan ekskresi monoglukoronida terkonjugasi. Pemberian
substansi oral yang tidak larut seperti agar atau arang aktif yang dapat mengikat bilirubin, akan
meningkatkan kadar bilirubin dalam tinja dan mengurangi bilirubin dalam serum, hal ini
menggambarkan peran kontribusi sirkulasi enterohepatik pada keadaan hiperbilirubinemia tak
terkonjugasi pada bayi baru lahir.2,4
V.
GEJALA KLINIS
Penyakit kuning neonatal pertama akan terlihat dalam wajah dan dahi. Identifikasi
dibantu oleh tekanan pada kulit, karena blanching mengungkapkan warna yang mendasarinya.
Jaundice kemudian secara bertahap akan terlihat pada batang dan ekstremitas. Ini perkembangan
cephalocaudal baik dijelaskan, bahkan di abad ke-19 teks medis. Jaundice menghilang dalam
arah yang berlawanan. Penjelasan untuk fenomena ini tidak dipahami dengan baik, namun kedua
perubahan bilirubin-albumin mengikat terkait dengan pH dan perbedaan suhu kulit dan aliran
darah telah diusulkan. [9, 10] Fenomena ini secara klinis berguna karena, terlepas dari faktorfaktor lain, jaundice terlihat di ekstremitas bawah kuat menunjukkan kebutuhan untuk
memeriksa tingkat bilirubin, baik dalam serum atau noninvasively melalui bilirubinometry
transkutan.
Pada sebagian besar bayi, warna kuning adalah temuan hanya pada pemeriksaan fisik. Ikterus
lebih intens mungkin berhubungan dengan rasa kantuk. Batang otak auditori-membangkitkan
potensi yang dilakukan saat ini dapat mengungkapkan perpanjangan latency, penurunan
amplitudo, atau keduanya.
Temuan neurologis terang-terangan, seperti perubahan otot, kejang, atau karakteristik
menangis diubah, pada bayi secara signifikan penyakit kuning tanda-tanda bahaya dan
membutuhkan perhatian segera untuk mencegah kernikterus. Dengan adanya gejala atau tandatanda, fototerapi yang efektif harus dimulai segera tanpa menunggu hasil uji laboratorium (lihat
Studi Laboratorium). Kebutuhan potensial untuk transfusi tukar seharusnya tidak menghalangi
inisiasi segera fototerapi.1-5
Hepatosplenomegali, petechiae, dan microcephaly dapat berhubungan dengan anemia
hemolitik, sepsis, dan infeksi kongenital dan harus memicu evaluasi diagnostik diarahkan
diagnosa ini. Ikterus neonatal dapat diperburuk dalam situasi ini.1,2,3
11
Indeks Kramer:
1. Kepala & leher
2. Dada sampai ke pusat
3. Pusat bag bawah sampai lutut
4. Lutut pergelangan kaki&bahu pergelangan tangan
5. Kaki & tangan
VI.
DIAGNOSA
Berbagai faktor risiko dapat meningkatkan kejadian hiperbilirubinemia yang berat. Perlu
penilaian pada bayi baru lahir terhadap berbagai risiko.
Tampilan ikterus dapat diperiksa di ruangan yang pencahayaannya cukup, dan menekan kulit dengan
tekanan ringan untuk melihat warna kulit dan jaringan subkutan. Ikterus pada bayi tidak terlihat jika
kadarnya kurang dari 4 mg/dL. Pada hari pertama, tekan pada ujung hidung atau dahi. Pada hari
kedua, tekan pada lengan atau tungkai, dan pada hari ketiga dan seterusnya, tekan pada tangan dan
kaki.
Pemeriksaan fisik harus difokuskan pada identifikasi dari salah satu penyebab ikterus patoogis.
Kondisi bayi harus diperiksa pucat, petekie, ekstravasasi darah, memar kulit yang berlebihan,
hepatosplenomegali, kehilangan berat badan, dan bukti adanya dehidrasi.
Guna mengantisipasi komplikasi yang mungkin timbul, maka perlu diketahui daerah letak kadar
bilirubin serum total beserta faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia yang berat.
12
Nomogram Penentuan Risiko Hiperbilirubinemia pada Bayi Sehat Usia 36 Minggu atau Lebih dengan Berat Badan 2000
gram atau Lebih pada Usia kehamilan 35 minggu atau lebih dan Berat Badan 2500 gram atau Lebih Berdasarkan Jam
Observasi Kadar Bilirubin Serum. Sumber: AAP.
Laki-laki
Kulit hitam
Untuk pemeriksaan penunjang, dibutuhkan penghitungan darah rutin, kadar bilirubin total
(direk dan indirek), preparat apusan darah, kadar G6PD, golongan darh ibu dan bayi (ABO dan
rhesus-nya), serta uji coombs.1,2,4
VII.
DIAGNOSA BANDING
1. Breast Milk jaundice
Manifestasi
Aspek sejarah:
Ikterus fisiologis biasanya memanifestasikan setelah 24 jam pertama
kehidupan. Hal
ini
dapat
disebabkan
oleh
proses
menyusui. BMJ
dicatat
pada
usia
14
hari.
diprediksi.
Temuan klinik
Ikterus klinis biasanya pertama kali melihat di sclera dan wajah.
Kemudian berlangsung ke caudal mencapai perut dan kaki.
Penyebab
Suplementasi menyusui dengan dextrose 5% dalam air (D5W) benarbenar dapat meningkatkan prevalensi atau derajat ikterus. Produksi susu
tertunda dan memimpin makan miskin untuk penurunan asupan kalori,
dehidrasi, dan meningkatkan sirkulasi enterohepatik, sehingga lebih tinggi
konsentrasi
bilirubin
serum.
juga
telah
menyebabkan
ditemukan
di
beberapa
penyakit
ASI,
yang
kuning.
penyebab
sindrom
Gilbert
[7].
lipat
(95%
CI,
12,5-642,5).
(UDPGA)
Peningkatan
konsentrasi
menghambat
glucuronyl
nonesterified
asam
glucuronyl
transferase
lemak
hati
bebas
yang
transferase
Gilbert
dan
polimorfisme
daerah
pengkode.
16
pembawa
anion
protein
terlarut
organik
transporter.
bilirubin
[1].
jawab
untuk
penyakit
kuning
dalam
neonatus.
EGF
lihat
Jaundice,
Neonatal
untuk
kajian
mendalam
tentang
patofisiologi hiperbilirubinemia.
Terjadi pada minggu ke dua sampai minggu ke 3 dengan puncaknya hari ke 6 sampai 14
Disebabkan karena ASI mengandung lipoprotein lipase yang tinggi yang menghambat
aktivitas konjugasi bilirubin
ASI mengandung asam lemak rantai panjang non ester yang menghambat enzym
UDPGA glukoronil transferase
ASI mengandung ensym b-glukoronidase yang mengubah bilirubin direct dalam usus
menjadi bilieubin indirect yang diabsorbsi kembali
2. Breast feeding Jaundice
Terjadi pada minggu pertama dengan puncaknya hari ke 5
Disebabkan karena pemberian ASI yang tidak adekuat sehingga bayi kekurangan kalori,
dehidrasi, penurunan berat badan
Dapat dicegah dengan rawat gabung dengan memberikan ASI segera setelah lahir dan
diberikan minimal 10 sampai 12 kali dalam sehari pada minggu pertama sampai kedua
17
Retikulositosis dicatat ketika janin defisit Hb melebihi 2 gm / dl dibandingkan dengan normanorma usia kehamilan. Hipoksia jaringan berkembang sebagai anemia janin menjadi parah. Ketika
hemoglobin (Hb) tingkat turun di bawah 8 g / dL, kenaikan pusar laktat arteri terjadi. Bila kadar
Hb turun di bawah 4g/dL, laktat vena meningkat dicatat. Hidrops fetalis terjadi ketika janin defisit
Hb melebihi 7 g / dL dan dimulai sebagai ascites janin dan berkembang menjadi efusi pleura dan
edema umum. Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap hidrops yang hipoalbuminemia
sekunder untuk fungsi hati tertekan, peningkatan permeabilitas kapiler, kelebihan zat besi
sekunder untuk hemolisis, dan peningkatan tekanan vena akibat fungsi jantung yang buruk [5].
Hemolisis berkepanjangan menyebabkan anemia berat, yang merangsang eritropoiesis janin
dalam hati, limpa, sumsum tulang, dan situs extramedullary, seperti kulit dan plasenta. Dalam
kasus yang parah, ini dapat menyebabkan perpindahan dan perusakan parenkim hati oleh sel
erythroid, mengakibatkan disfungsi dan hypoproteinemia. Penghancuran sel darah merah heme
rilis yang dikonversi menjadi bilirubin tak terkonjugasi. Hiperbilirubinemia menjadi jelas hanya
pada bayi baru lahir disampaikan karena plasenta secara efektif memetabolisme bilirubin.
Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir karena hasil sensitisasi Kell di hemolisis dan penindasan
eritropoiesis karena antigen Kell diekspresikan pada permukaan nenek moyang erythroid. Hal ini
menyebabkan penyakit parah pada janin titer antibodi yang lebih rendah dibandingkan ibu
penyakit Rhesus.
Hemolisis terkait dengan ketidakcocokan ABO eksklusif terjadi pada tipe-O ibu dengan janin
yang telah tipe A atau golongan darah B, meskipun jarang didokumentasikan dalam tipe A ibu
dengan tipe-B bayi dengan titer tinggi anti-B IgG. Pada ibu dengan tipe A atau tipe B, antibodi
alami adalah dari kelas IgM dan tidak melewati plasenta, sedangkan 1% dari jenis-O ibu memiliki
titer tinggi antibodi IgG terhadap kelas A dan B. Mereka menyeberangi plasenta dan
menyebabkan hemolisis pada janin.
Hemolisis karena anti-A lebih umum daripada hemolisis karena anti-B, dan neonatus yang terkena
biasanya memiliki hasil positif langsung Coombs tes. Namun, hemolisis karena anti-B IgG dapat
menjadi parah dan dapat menyebabkan bertukar transfusi. Karena A dan B antigen secara luas
dinyatakan dalam berbagai jaringan selain sel darah merah, hanya sebagian kecil dari antibodi
melintasi plasenta yang tersedia untuk mengikat sel darah merah janin.
Selain itu, sel darah merah janin tampaknya memiliki ekspresi permukaan kurang dari antigen A
atau B, sehingga situs reaktif sedikit, maka insiden rendah hemolisis yang signifikan pada
neonatus yang terkena dampak. Hal ini mengakibatkan hiperbilirubinemia sebagai manifestasi
utama dari ketidakcocokan (bukan anemia), dan film darah perifer sering mengungkapkan
sejumlah besar spherocytes dan erythroblasts sedikit, tidak seperti apa yang terlihat pada
ketidakcocokan Rh (eritroblastosis fetalis), di mana film darah mengungkapkan besar jumlah sel
darah merah bernukleus dan spherocytes sedikit. [6]
fisik
Bayi lahir dari ibu alloimmunized menunjukkan tanda-tanda klinis berdasarkan tingkat keparahan
penyakit. Temuan diagnostik yang khas adalah sakit kuning, pucat, hepatosplenomegali, dan hidrops
janin pada kasus berat. Penyakit kuning biasanya bermanifestasi pada saat lahir atau dalam 24 jam
pertama setelah kelahiran dengan cepat naik tingkat bilirubin tak terkonjugasi. Kadang-kadang,
20
hiperbilirubinemia terkonjugasi hadir karena disfungsi plasenta atau hati pada mereka bayi dengan
penyakit hemolitik yang parah. Anemia yang paling sering disebabkan oleh kerusakan antibodidilapisi sel darah merah oleh sistem retikuloendotelial, dan, dalam beberapa bayi, anemia disebabkan
penghancuran intravaskular. Penindasan eritropoiesis dengan transfusi intravaskular (IVT) dewasa Hb
ke janin anemia juga dapat menyebabkan anemia. Hematopoiesis Extramedullary dapat menyebabkan
hepatosplenomegali, hipertensi portal, dan ascites.
Anemia bukanlah satu-satunya penyebab hidrops. Hati hematopoiesis extramedullary berlebihan
menyebabkan portal dan pusar obstruksi vena dan perfusi plasenta berkurang karena edema.
Peningkatan berat plasenta dan edema villi chorionic mengganggu transportasi plasenta. Janin hidrops
hasil dari hipoksia janin, anemia, gagal jantung kongestif, dan hypoproteinemia sekunder untuk
disfungsi hati. Umumnya, hidrops tidak diamati sampai tingkat Hb turun di bawah sekitar 4 g / dL
(Hct <15%) [5]. Ikterus klinis yang signifikan terjadi pada sebanyak 20% dari ABO-kompatibel bayi.
4. Hipotiroidisme
patofisiologi
Hypothyroidism adalah salah satu penyakit endokrin yang paling umum.
Hipotiroidisme kongenital paling sering hasil dari agenesis, displasia, atau
ektopi tiroid, namun juga disebabkan oleh cacat resesif autosomal dalam
organification yodium (tiroid sintesis hormon) dan cacat dalam langkahlangkah enzimatik lainnya dalam sintesis dan pelepasan T4. Pada anak
yang lebih tua dan orang dewasa, hipotiroidisme diperoleh ini paling
sering disebabkan oleh kerusakan autoimun (Hashimoto tiroiditis).
Sejarah
Sejarah
tergantung
pada
usia
Bawaan
di
presentasi.
hipotiroidisme
Kebanyakan
bayi
dengan
hipotiroidisme
kongenital
tidak
dan
nonspesifik
kekurangan
hormon
tiroid.
penyedia
layanan
kesehatan.
klinis
sebelum
layar
biokimia
alert
dokter
mengkonfirmasikan
untuk
diagnosis.
kehamilan
Peningkatan
Tertunda
berat
stooling
setelah
Berkepanjangan
Miskin
makan,
lahir
lahir,
sembelit
langsung
manajemen
yang
ikterus
buruk
dari
sekresi
Hipotermia
Penurunan
tingkat
aktivitas
Bising
respirations
Serak
menangis
memiliki
onset
perlahan.
itu,
anak-anak
dengan
hipotiroidisme
mewujudkan
tingkat
22
pertumbuhan
meningkat.
Kelesuan
Penurunan
Gangguan
Dingin
energi,
tidur,
kulit
apnea
kering,
tidur
intoleransi
dan
bengkak
obstruktif
biasanya
dan
sembelit
tidak
terkait
dengan
exophthalmos,
dan
biasanya
pseudoprecocity
perempuan.
Mekanisme
yang
tepat
dari
pseudoprecocity
seksual
tidak
mungkin
mengarah
ke
hipotalamus
gonadotropin-releasing
dari
pubertas
prekoks
sejati.
memadai.
Galaktorea:
Kondisi
ini
berkembang
di
hipotiroidisme
primer,
terakhir.
berat
badan
Lesu
perilaku
untuk
myxedema
dari
pita
Besar
suara)
Fontanelles
Myxedema
dari
kelopak
mata,
tangan,
dan
atau
skrotum
hernia
paling
sensitif
terhadap
efek
hipotiroidisme.)
24
Sejuk
dan
Pembesaran
Konduksi
jantung
kering
siluet,
berkepanjangan
biasanya
waktu
kulit
karena
dan
efusi
tegangan
perikardial
rendah
pada
elektrokardiogram
(EKG)
Hipotermia
Tanda-tanda hipotiroidisme diperoleh dapat mencakup temuan fisik
banyak
diamati
dengan
hipotiroidisme
Penurunan
kongenital,
seperti
pertumbuhan
berikut:
kecepatan
Bradycardia
Mild obesitas (5-15 lb lebih dari 6 mo) atau obesitas morbid (> 20
kelebihan berat badan), yang jarang disebabkan oleh hipotiroidisme saja
(Evaluasi obesitas sering mencakup penilaian TSH serum dan tingkat T4
bebas.)
Belum
Menghasilkan
atas-ke-bawah
Dry
tubuh
proporsi
kasar
rambut
Tertunda
gigi
Dewasa
sebelum
Cool,
waktunya
kulit
seksual
pengembangan
kering,
carotenemic
Brittle
kuku
Relaksasi
Tertunda
fase
refleks
tendon
Gondok
dalam
pembentukan
Hal ini dapat terjadi sekunder terhadap efek TSH reseptormerangsang antibodi, infiltrasi limfositik inflamasi, atau hiperplasia
kompensasi
karena
penurunan
konsentrasi
serum
TSH
T4
dan
peningkatan.
Biasanya, kelenjar tiroid difus diperbesar, meskipun tidak dapat
diperbesar
simetris.
normal
Myxedema (jauh lebih jarang pada anak-anak daripada orang
25
dewasa)
Membosankan ekspresi wajah
VIII.
PENATALAKSANAAN
Manajemen
Pengelolaan Bayi Ikterus yang Mendapat ASI
Pengelolaan early jaundice pada bayi yang mendapat ASI.
1. Observasi semua feses bayi. Pertimbangkan untuk merangsang pengeluaran jika feses tidak
keluar dalam waktu 24 jam.
2. Segera mulai menyusui dan beri sesering mungkin. Menyusui yang sering dengan waktu yang
singkat, lebih efektif dibandingkan dengan menyusui yang lama dengan frekuensi yang jarang
walaupun total ASI yang diberikan adalah sama.
3. Tidak dianjurkan pemberian air, dekstrosa atau formula pengganti.
4. Observasi berat badan, BAK dan BAB yang berhubungan dengan pola menyusui.
26
Fototerapi
Pand
uan fototerapi pada bayi usia kehamilan 35 minggu. Sumber: AAP.
Faktor risiko: isoimune hemolytic disease, defisiensi G6PD, asfiksia, letargia, suhu tubuh yang
tidak stabil, sepsis, asidosis, atau kadar albumin < 3 gr/dL
Pada bayi dengan usia kehamilan 35-37 6/7 minggu diperbolehkan utuk melakukan fototerapi
pada kadar bilirubin total sekitar medium risk line. Merupakan pilihan untuk melakukan
intervensi pada kadar bilirubin total serum yang lebih rendah untuk bayi-bayi yang mendekati
usia 35 minggu dan dengan kadar bilirubin total serum yang lebih tinggi untuk bayi yang berusia
mendekati 37 6/7 mnggu.
27
Diperbolehkan melakukan fototerapi dirumah dengan bayi yang kadar bilirubinnya 2-3 mg/dL
dibawah garis yang ditunjukkan, namun pada bayi-bayi yang memiliki faktor risiko, sebaiknya
fototerapi tidak dilakukan di rumah.
Foto terapi intensif adalah fototerapi dengan menggunakan sinar blue-green spectrum (panjang
gelombang 430-490 nm) dengan kekuatan paling kurang 30 W/cm2 (diperiksa dengan radiometer,
atau diperkirakan dengan menempatkan bayi langsung dibawah sumber sinar dan kulit bayi yang
terpajan lebih luas).
Bilirubin indirek tidak larut dalam air. Cara kerja terapi sinar adalah dengan mengubah bilirubin
menjadi bentuk yang larut dalam air untuk dieksresikan melalui empedu atau urin. Ketika bilirubin
mengabsorbsi sinar, terjadi reaksi fotokimia yaitu isomerisasi (80%). Juga terdapat konversi
ireversibel menjadi isomer kimia lainnya yaitu lumirubin yang dengan cepat dibersihkan dari plasma
(tanpa konjugasi) melalui empedu. Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi bilirubin akibat
terapi sinar pada manusia. Sejumlah kecil bilirubin plasma tak terkonjugasi diubah oleh cahaya (foto
oksidasi, 20%) menjadi dipyrole yang diekskresikan melalui urin. Foto isomer bilirubin lebih polar
dibandingkan bentuk asalnya dan secara langsung bisa dieksreksikan melalui empedu. Hanya produk
foto oksidan saja yang bisa diekskresikan lewat urin.
Bila konsentrasi bilirubin tidak menurun atau cenderung naik pada bayi-bayi yang mendapat
fototerapi intensif, kemungkinan terjadi proses hemolisis.
28
29
FarmakoTerapi
Farmakoterapi telah digunakan untuk hiperbilirubinemia dengan merangsang induksi enzim enzim
hati dan protein pembawa, guna mempengaruhi penghancuran heme, atau untuk mengikat bilirubin
dalam usus halus sehingga reabsorbsi enterohepatik menurun. Antara lain:
1. Immunoglobulin intravena telah digunakan pada bayi bayi dengan rh yang berat dan
inkompatibilitas ABO untuk menekan hemolisis isoimun dan menurunkan tindakan
transfuse tukar.
2. Fenobarbital telah memperlihatkan hasil lebih efektif, merangsang aktifitas, dan
konsentrasi UDPGT dan ligandin serta dapat meningkatkan jumlah tempat ikatan
bilirubin. Penggunaan fenobarbital setelah lahir masih controversial dan secara umum
tidak direkomendasikan. Diperlukan waktu beberapa hari sebelum terlihat perubahan
bermakna, hal ini membuat penggunaan fototerapi nampak jauh lebih mudah.
Fenobarbital telah digunakan pertama kali pada inkompatibilitas Rh untuk mengurangi
jumlah tindakan transfuse tukar. Penggunaan profilaksis fenobarbital untuk mengurangi
30
pemakaian fototerapi atau transfuse ganti pada bayi dengan defisiensi G6PD tidak
membuahkan hasil.
3. Pencegahan Hiperbilirubinemia dengan menggunakan metalloprotoporphyrin juga telah
diteliti. Zat ini adalah analog sintesis heme. Protoporphyrin telah terbukti efektif sebagai
inhibitor kompetitif dari heme oksigenase, enzim ini diperlukan untuk katabolisme heme
menjadi biliverdin. dengan zat ini heme dicegah dari katabolisme dan diekskresikan
secara utuh ke empedu.
TRANSFUSI TUKAR
Merupakan suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang dilanjutkan dengan
pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama yang dilakukan berulang-ulang sampai
sebagian besar darah penderita tertukar. Transfusi tukar ini bertujuan mencegah terjadinya
ensefalopati bilirubin dengan cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi, membantu
mengeluarkan antibodi maternal dari sirkulasi bayi, mengganti RBC yang sensitif dengan RBC yang
tak dapat dihemolise, memperbaiki volume darah dan mengoreksi anemia, memberi albumin, dan
membuang zat toksik dan koreksi imbalans elektrolit. Kebanyakan transfusi yang dilakukan adalah
transfusi volume ganda (double volume exchange), artinya dua kali volume darah bayi (85 mL/KgBB
pada BCB, dan 90 mL/KgBB pada BKB, lalu jumlah ini dikalikan dengan dua) yang diambil dan
diganti selama 50-70 menit. Penurunan bilirubin semakin efisien jika transfusi tukar dilakukan
perlahan, sehingga ada kesempatan untuk bilirubin ekstra dan intravaskuler mencapai keseimbangan.
31
Garis putus-putus pada 24 jam pertama menunjukkan keadaan tanpa patokan pasti karena
terdapat pertimbangan klinis yang luas dan tergantung respon terhadap foto terapi.
Direkomendasikan transfuse tukar segera bila bayi menunjukkan gejala ensefalopati akut
(hipertoni, kaki melengkung, retrocollis, opistotonus, high-pitched cry, demam) atau bila
kadar bilirubin total 5 mg/dL di atas garis patokan.
Faktor risiko: penyakit hemolitik autoimun, defisiensi G6PD, asfiksia, letargia, suhu tidak
stabil, sepsis, asidosis.
Pada bayi sehat dan usia kehamilan 35-37 minggu (risiko sedang) transfuse tukar dapat
dilakukan bersifat individual berdasarkan kadar bilirubin total sesuai usianya.
Tabe
l rasio bilirubin total/albumin sebagai penunjang untuk memutuskan transfusi tukar. Sumber: AAP 2004.
Pada penyakit hemolitik segera dilakukan tranfusi tukar apabila ada indikasi:
1. Kadar bilirubin tali pusat > 4,5 mg/dL dan kadar Hb < 10 gr/dL
2. Kadar bilirubin meningkat > 6 mg/dL/12jam walaupun sedang mendapatkan terapi sinar
3. Anemia dengan early jaundice dengan kadar Hb 1013gr/dL dan kecepatan peningkatan
bilirubin 0,5mg/dL/jam
4. Anemia yang progresif pada waktu pengobatan hiperbilirubinemia
5. Bayi menunjukkan tanda-tanda ensephalopati bilirubin akut (hipotoni, kaki melengkung,
retrocolis, panas, tangis melengking tinggi)
6. Kadar bilirubin total >25mg/dL
Transfusi tukar harus dihentikan apabila terjadi:
Emboli dan trombosis
Petunjuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia pada bayi sehat cukup bulan berdasarkan AAP. Sumber: Madan A., dkk.
Petunjuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia berdasarkan berat badan dan bayi baru lahir yang relatif sehat. Sumber:
Madan A., dkk.2,5
IX.
KOMPLIKASI
1. Kernikterus
Adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh menumpuknya bilirubin indirek pada
sel-sel otak sehingga toksisitasnya menyebabkan terjadinya kumpulan gejala
( sindroma)
neurologik
Merupakan diagnosis patologi anatomi , berupa deposisi bilirubin di daerah
hipokampus, ganglia basalis, pons, nukleus serebellum dan sel-sel batang otak dengan
degenerasi dan kerusakan sel otak
Terdapat 4 stadium :
1. Stadium I : Refleks Moro jelek, hipotoni, letargi, poor feeding, vomitus, high pitched cry
2. Stadium II : Opistotonus, kejang, panas, rigiditas, occulogyric crises, mata cenderung
deviasi ke atas
3. Stadium 3 : Spatisitas menurun, pada sekitar usia 1 minggu
4. Stadium IV : Gejala sisa lanjut : spatisitas, atetosis, tuli parsial/komplit, retardasi mental,
33
PENCEGAHAN
Pemeriksaan antenatal yang baik dan teratur
Bila memungkinkan skrining golongan darah ibu dan ayah sebelum lahir
Bila ada riwayat kuning dalam keluarga periksa kadar G6PD
Mencegah infeksi neonatal
Pemberian ASI ekskusif.1
PROGNOSIS
Hiperbilirubinemia prognosanya akan buruk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar
darah otak, artinya penderita telah menderita kern ikterus atau ensefalopati biliaris. Sebaliknya
apabila tidak terjadi kern ikterus, prognosanya baik.4
DAFTAR PUSTAKA
34
35