Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Saat ini mungkin ideologi bangsa indonesia telah luntur, mengapa demikian??? Mungkin
adanya beberapa faktor yang membuat para warga indonesia telah melupakan PANCASILA.
Contohnya disini adalah melemahnya persatuan di dalam masyarakat dan kurangnya
kepercayaan rakyat kepada pemerintah sehingga banyak rakyat yang menentang aturan
pemerintah sehingga menimbulkan suatu masalah yang berujung perang saudara.
Pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan di semua jenjang pendidikan di Indonesia adalah
implementasi dari UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 9 ayat (2)
yang menyatakan bahwa setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan di Indonesia Pendidikan
Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan.
Di tingkat Pendidikan Dasar hingga Menengah, substansi Pendidikan Kewarganegaraan
digabungkan dengan Pendidikan Pancasila sehingga menjadi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn). Untuk Perguruan Tinggi Pendidikan Kewarganegaraan diajarkan
sebagai MKPK (Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian).
Kompetensi yang diharapkan dari mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan antara lain:
a. agar mahasiswa mampu menjadi warga negara yang memiliki pandangan dan komitmen
terhadap nilai-nilai demokrasi dan HAM.
b. agar mahasiswa mampu berpartisipasi dalam upaya mencegah dan menghentikan berbagai
tindak kekerasan dengan cara cerdas dan damai.
c. agar mahasiswa memilik kepedulian dan mampu berpartisipasi dalam upaya
menyelesaikaN konflik di masyarakat dengan dilandasi nilai-nilai moral, agama, dan nilainilai universal.
d. agar mahasiwa mampu berpikir kritis dan objektif terhadap persoalan kenegaraan, HAM,
dan demokrasi.
e. agar mahasiswa mampu memebrikan kontribusi dan solusi terhadap berbagai persoalan
kebijakan publik.
f. agar mahasiswa mampu meletakkan nilai-nilai dasar secara bijak (berkeadaban).
Ke depan, guna menguatkan pancasila sebagai vision of state, paling tidak ada dua persoalan
yang penting menjadi agenda bersama. Pertama, membumikan Pancasila dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Membumikan Pancasila berarti menjadikan nilainilai Pancasila menjadi nilai-nilai yang hidup dan diimplementasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Pancasila yang sesungguhnya berada dalam tataran filsafat harus diturunkan ke
dalam hal-hal yang sifatnya dapat diimplementasikan. Sebagai ilustrasi, nilai sila kedua
Pancasila harus diimplementasikan melalui penegakan hukum yang adil dan tegas. Contoh,
aparat penegak hukum harus tegas dan tanpa kompromi menindak pelaku kejahatan,
termasuk koruptor. Tanpa penegakan hukum yang tegas, Pancasila hanya rangkaian kata-kata
tanpa makna dan nilai serta tidak mempunyai kekuatan apa-apa.
Kedua, internalisasi nilai-nilai Pancasila, baik melalui pendidikan formal maupun nonformal
(masyarakat). Pada tataran pendidikan formal, perlu revitalisasi mata pelajaran pendidikan
kewarganegaraan (dulu pendidikan moral pancasila) di sekolah. Pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan selama ini dianggap banyak kalangan gagal sebagai media penanaman
nilai-nilai Pancasila. Pembelajaranpendidikan kewarganegaraan sekadar menyampaikan
sejumlah pengetahuan (ranah kognitif), sedangkan ranah afektif dan psikomotorik masih
kurang diperhatikan. Ini berakibat pembelajaran pendidikan kewargs negaraan cenderung
menjenuhkan siswa. Hal ini diperparah dengan adanya anomali antara nilai positif di kelas
yang tidak sesuai dengan apa yang terjadi dalam realitas sehari-hari.
Pancasila adalah sebagai sumber nilai dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara bagi bangsa Indonesia. Sebab itu seluruh tatanan kehidupan masyarakat dan bangsa
Indonesia menggunakan Pancasila sebagai dasar moral atau norma dan segabagai tolak ukur
baik buruk dan benar salahnya sikap, perubahan dan tingkah laku sebagai bangsa Indonesia.
Melalui
pendidikan
Pancasila,
mahasiswa
diharapkan
mempu
memahami,
dan menghentikan berbagai tindak kekerasan dengan cara cerdas dan damai.
3.
4.
ABK (Asesmen Berbasis Kompetensi ) adalah berbagai prosedur yang dipergunakan untuk
mendapatkan informasi tentang prestasi atau kinerja seseorang yang hasilnya akan digunakan
untuk evaluasi ( Anonim, 2004 : 9 ). Menurut pendapat saya informasi tersebut diperoleh dari
data yang berasal dari pengukuran dan non pengukuran. Pengukuran ini diproses untuk
memperoleh deskripasi numeric atau kuantitatif tentang tingkatan karakteristik yang dimiliki
oleh peserta didik dengan menggunakan instrument tes dan non tes.
Tes adalah alat ukur satu set pertanyaan yang seragam untuk mengukur sampel tingkah laku
dan jawaban yang diberikan, yang dapat dikategorikan menjadi benar atau salah. Non tes juga
merupakan alat ukur untuk mengukur sampel tingkah laku tetapi tidak dapat dikategorikan
benar atau salah, melainkan kategori positif dan negatif, setuju dan tidak setuju, atau suka dan
tidak suka. Jadi kalau pengukuran menghasilkan data kuantitatif, sedangkan non pengukuran
menghasilkan data kualitatif.
Pada tingkat perguruan tinggi ini mahasiswa perlu dituntut untuk dapat bertindak secara
bertanggung jawab. Mereka tidak hanya bertindak atas dasar peraturan perundangan yang
ada, melainkan menyadari bahwa tindakan yang dipilihnya memang merupakan tindakan
yang bernilai. Berkaitan dengan pengamalan pancasila, mereka bertindak sesuai dengan
pancasila bukan hanya karena ditunjukkan bahwa pancasila itu baik.
Mereka berharap telah mencerna dengan akalnya serta berkeyakinan bahwa pancasila
sungguh bernilai bagi dirinya serta seharusnya layak diamalkan. Mereka diharap dapat
memahami dan menghayati bahwa Pancasila sungguh-sungguh bernilai, dan akhirnya
mendorong dirinya untuk mewujudkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Perguruan tinggi memiliki orientasi ideal yang harus terus di pupuk dan dikembangkan yaitu
membentuk kadar yang dibutuhkan oleh negara dan masyarakat bagi tercapainya tujuan
umum bangsa Indonesia yang hendak mencapai terciptanya suatu masyarakat yang berdiri
atas satu corak kepribadian, yaitu kepribadian Indonesia, sebagai jaminan untuk membangun
kultur dan menjaga nilai ideologi bangsa. Untuk tujuan dari diatas tersebut berarti mendidik
masyarakat (civitas akademika) yang memiliki keseimbangan intelektual yang nasionalis
(rasa memiliki terhadap tanah air), moralis dan spiritual.
Nilai-nilai luhur Pancasila itu tentu sia-sia dan tidak ada manfaatnya jika tidak diamalkan.
Pada tahapan ini tujuan mempelajari Pancasila tidak hanya berhenti pada sekedar memahami,
tetapi bagaimana nilai-nilai yang sudah difahami secara benar dan dihayati dengan keikhlasan
itu dapat terwujud secara nyata dalam bentuk amal atau perbuatan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
5. Untuk melestarikan Pancasila
Jika Pancasila sudah mampu diamalkan dan merasakan manfaat darinya, maka akan tumbuh
kesadaran untuk menjaga agar Pancasila itu dapat terus dilestarikan, terus dapat dimiliki,
dihayati, dan diamalkan.
Proses pelestarian ini bisa dilakukan dengan dua cara. Pertama, dengan menjaga agar
Pancasila tidak dirongrong, tidak diselewengkan, bahkan agar Pancasila tidak diganti dengan
ideologi lain. Kedua, dengan mewariskan nilai-nilai luhur Pancasila itu kepada generasi muda
penerus estafeta kehidupan bangsa, utamanya melalui proses pendidikan, baik pendidikan
informal, formal, maupun pendidikan non-formal.
1. Dasar Filosofis
Pada saat Republik Indonesia diproklamasikan pasca Perang Dunia kedua, dunia dicekam
oleh pertentangan ideologi kapitalisme dengan ideologi komunisme. Kapitalisme berakar
pada faham individualisme yang menjunjung tinggi kebebasan dan hak-hak individu;
sementara komunisme berakar pada faham sosialisme atau kolektivisme yang lebih
mengedepankan kepentingan masyarakat di atas kepentingan individual. Kedua aliran
ideologi ini melahirkan sistem kenegaraan yang berbeda. Faham individualisme melahirkan
negara -negara kapitalis yang mendewakan kebebasan (liberalisme) setiap warga, sehingga
menimbulkan perilaku dengan superioritas individu, kebebasan berkreasi dan berproduksi
untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal.
Sementara faham kolektivisme melahirkan negara-negara komunis yang otoriter dengan
tujuan untuk melindungi kepentingan rakyat banyak dari eksploitasi segelintir warga pemilik
kapital. Pertentangan ideologi ini telah menimbulkan perang dingin yang dampaknya terasa
di seluruh dunia. Namun para pendiri negara Republik Indonesia mampu melepaskan diri dari
tarikan-tarikan dua kutub ideologi dunia tersebut, dengan merumuskan pandangan dasar
(philosophische grondslag) pada sebuah konsep filosofis yang bernama Pancasila. Nilai-nilai
yang terkandung pada Pancasila bahkan bisa berperan sebagai penjaga keseimbangan
(margin of appreciation) antara dua ideologi dunia yang bertentangan, karena dalam ideologi
Pancasila hak-hak individu dan masyarakat diakui secara proporsional.
2. Dasar Sosiologis
Bangsa Indonesia yan g penuh kebhinekaan terdiri atas lebih dari 300 suku bangsa yang
tersebar di lebih dari 17.000 pulau, secara sosiologis telah mempraktikan Pancasila karena
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya merupakan kenyataan-kenyataan (materil, formal,
dan fungsional) yang ada dalam mas yarakat Ind onesia. Kenyataan objektif ini menjadikan
Pancasila sebagai dasar yang mengikat setiap warga bangsa untuk taat pada nilai-nilai
instrumental yang berupa norma atau hukum tertulis (peraturan perundang-undangan,
yurisprudensi, dan traktat) maupun yang tidak tertulis seperti adat istiadat, kesepakatan atau
kesepahaman, dan konvensi.
Kebhinekaan atau pluralitas masyarakat bangsa Indonesia yang tinggi, dimana agama, ras,
etnik, bahasa, tradisi-budaya penuh perbedaan, menyebabkan ideologi Pancasila bisa diterima
sebagai ideologi pemersatu. Data sejarah menunjukan bahwa setiap kali ada upaya
perpecahan atau pemberontakan oleh beberapa kelompok masyarakat, maka nilai-nilai
Pancasilalah yang dikedepankan sebagai solusi untuk menyatukan kembali. Begitu kuat dan
ajaibnya kedudukan Pancasila sebagai kekuatan pemersatu, maka kegagalan upaya
pemberontakan yang terakhir (G30S/PKI) pada 1 Oktober 1965 untuk seterusnya hari
tersebut dijadikan sebagai Hari Kesaktian Pancasila.
Bangsa Indonesia yang plural secara sosiologis m embutuhkan ideologi pemersatu Pancasila.
Oleh karena itu nilai-nilai Pancasila perlu dilestarikan dari generasi ke generasi untuk
menjaga keutuhan masyarakat bangsa. Pelestarian nilai-nilai Pancasila dilakukan khususnya
lewat proses pendidikan formal, karena lewat pendidikan berbagai butir nilai Pancasila
tersebut dapat disemaikan dan dikembangkan secara terencana dan terpadu.
3. Dasar Yuridis
Pancasila telah menjadi norma dasar negara dan dasar negara Republik Indonesia yang
berlaku adalah Pancasila yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (Pembukaan UUD NRI Tahun 1945) junctis Keputusan
Presiden RI Nomor 150 Tahun 1959 mengenai Dekrit Presiden RI/Panglima Tertinggi
Angkatan Perang Tentang Kembali Kepada Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Naskah Pembukaan UUD NRI 1945 yang berlaku adalah Pembukaan
UUD NRI Tahun 1945 yang disahkan/di tetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus 1945. Sila -sila Pancasila yang tertuang dalam
Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 secara filosofis-sosiologis berkedudukan sebagai Norma
Dasar Indonesia dan dalam konteks politis-yuridis sebagai Dasar Negara Indonesia.
Konsekuensi dari Pancasila tercantum dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, secara
yuridis konstitusional mempunyai kekuatan hukum yang sah, kekuatan hukum berlaku, dan
kekuatan hukum mengikat.
Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, digunakan sebagai
dasar penyelenggaraan pendidikan tinggi. Pasal 39 ayat (2) menyebutkan, bahwa isi
kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat: (a) Pendidikan
Pancasila, (b) Pendidikan Agama, (c) Pendidikan Kewarganegaraan. Didalam operasionalnya,
ketiga mata kuliah wajib dari kurikulum tersebut, dijadikan bagian dari kurikulum berlaku
secara nasional.
Sebelum dikeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 60 tahun 1999, Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan No. 30 tahun 1990 menetapkan status pendidikan Pancasila
dalam kurikulum pendidikan tinggi sebagai mata kuliah wajib untuk setiap program studi dan
bersifat nasional. Silabus pendidikan pancasila semenjak tahun 1983 sampai tahun 1999,
telah banyak mengalami perubahan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang berlaku
dalam masyarakat, bangsa, dan negara yang berlangsung cepat, serta kebutuhan untuk
mengantisipasi tuntunan perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat disertai dengan
pola kehidupan mengglobal. Perubahan dari silabus pancasila adalah dengan keluarnya
keputusan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi, Nomor: 265/Dikti/Kep/2000 tentang
penyempurnaan kurikulum inti mata kuliah pengembangan kepribadian pendidikan pancasila
pada perguruan tinggi Indonesia. Dalam kepurusan ini dinyatakan, bahwa mata kuliah
pendidikan pancasila yang mencakup unsur filsafat pancasila, merupakan salah satu
komponen yang tidak dapat dipisahkan dari kelompok mata kuliah pengembangan
kepribadian (MKPK) pada susunan kurikulum inti perguruan tinggi di Indonesia mata kuliah
pendidikan pancasila adalah mata kuliah wajib untuk diambil oleh setiap mahasiswa pada
perguruan tinggi untuk program diploma/politeknik dan program sarjana. Pendidikan
pancasila dirancang dengan maksud untuk memberikan pengertian kepada mahasiswa tentang
pancasila sebagai filsafat atau tata nilai bangsa, dasar negara, dan ideologi nasional dengan
segala implikasinya.
Selanjutnya, berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 22/UU/2000 tentang
Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi, dan penilaian hasil belajar mahasiswa,
telah ditetapkan bahwa pendidikan agama, pendidikan pancasila, dan kepribadian yang wajib
diberikan dalam kurikulum setiap program studi. Oleh karena itu, untuk melaksanakan
ketentuan di atas, maka Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Depdiknas mengeluarkan Surat
Keputusan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di perguruan tinggi. Berdasarkan UU
No. 20/2003 tentang sistem pendidikan, maka, Direktur Jendral Pendidikan Tinggi
mengeluarkan surat keputusan No. 43/Dikti/Kep./2006 tentang kampus-kampus pelaksanaan
kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian di perguruan tinggi, SK ini adalah
penyempurnaan dari SK yang lalu.
Tujuan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi
Dengan penyelenggaraan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi, diharapkan dapat
tercipta wahana pembelajaran bagi para mahasiswa untuk secara akademik mengkaji,
menganalisis, dan memecahkan masalah-masalah pembangunan bangsa dan negara dalam
perspektif nilai-nilai dasar Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara Republik Indonesia.
Pendidikan Pancasila sebagai bagian dari pendidikan Nasional bertujuan untuk mewujudkan
tujuan Pendidikan Nasional. Sistem pendidikan nasional yang ada merupakan rangkaian
konsep, program, tata cara, dan usaha untuk mewujudkan tujuan nasional yang diamanatkan
Undang -Undang Dasar Tahun 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Jadi tujuan
penyelenggaraan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi pun merupakan bagian dari upaya
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Penjabaran secara spesifik sehubungan dengan tujuan penyelenggaraan Pendidikan Pancasila
di Perguruan Tinggi adalah untuk:
Memperkuat Pancasila sebagai dasar falsafah negara dan ideologi bangsa melalui revitalisasi
nilai-nilai dasar Pancasila sebagai norma dasar kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Memberikan pemahaman dan penghayatan atas jiwa dan nilai-nilai dasar Pancasila kepada
mahasiswa sebagai warga negara Republik Indonesia, serta membimbing untuk dapat
menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Mempersiapkan mahasiswa agar mampu menganalisis dan mencari solusi terhadap berbagai
persoalan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara melalui sistem pemikiran yang
berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945.
Membentuk sikap mental mahasiswa yang mampu mengapresiasi nilai-nilai ketuhanan,
kemanusiaan, kecintaan pada tanah air dan kesatuan bangsa, serta penguatan masyarakat
madani yang demokratis, berkeadilan, dan bermartabat berlandaskan Pancasila, untuk mampu
berinteraksi dengan dinamika internal dan eksternal masyarakat bangsa Indonesia.