Вы находитесь на странице: 1из 29

BAB I

PENDAHULUAN
Kejang bukan suatu penyakit, tetapi gejala dari suatu atau beberapa penyakit,
yang merupakan manifestasi dari lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel-sel
neuron otak oleh karena terganggu fungsinya. Kejang demam pada anak merupakan
kelainan neurologik yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak dengan
frekuensi 4-6 kasus/1000 anak. Kejang demam adalah tipe kejang yang paling sering
terjadi pada anak. Walaupun telah dijelaskan oleh bangsa Yunani, baru pada abad ini
kejang demam dibedakan dengan epilepsy.1,2 Kejang dapat berupa serangan mendadak
yang nampak sebagai gangguan atau kehilangan kesadaran, aktifitas motorik
abnormal, kelainan perilaku, gangguan sensoris, atau disfungsi outonom. Beberapa
kejang ditandai oleh gerakan abnormal tanpa kehilangan atau gangguan kesadaran.
Kebanyakan kejang pada anak-anak disebabkan oleh gangguan somatik yang berasal
dari luar otak seperti demam tinggi, infeksi, pingsan, trauma kepala, hipoksia, toksin,
atau aritmia jantung.3
Kejang demam merupakan kelainan tersering pada anak, 2%-4% anak berusia
di bawah 5 tahun pernah mengalami bangkitan kejang demam.4 Di Amerika Serikat
insiden kejang demam berkisar antara 2%-5% pada anak berusia kurang dari 5 tahun.
Di Asia angka kejadian kejang demam dilaporkan lebih tinggi sekitar 80%-90% dan
yang tersering adalah kejang demam sederhana.5 Menurut consensus Statement on
Febrile Seizures, kejang demam biasanya terjadi saat peningkatan suhu tubuh (>38 OC
rectal) pada umur antara 6 bulan sampai 5 tahun, dimana kejang berhubungan dengan
adanya demam tetapi tanpa terbukti adanya infeksi atau gangguan intrakranial. Akan
tetapi kejang demam pada anak-anak yang sebelumnya pernah menderita kejang
tanpa demam tidak dimasukkan pada kejang demam. Selain itu pada bayi umur di
bawah 1 bulan juga tidak dikategorikan sebagai kejang demam.4,6

Secara umum berdasarkan manifestasi klinis kejang, kejang demam di bagi


menjadi dua kelompok yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam
kompleks.3,4 Kejang demam sederhana umumnya berlangsung singkat (15 menit),
berbentuk umum tonik dan atau klonik (tanpa gerakan fokal), tidak berulang dalam
waktu 24 jam, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang demam sederhana
merupakan 80% di antara seluruh kejang demam. Kejang demam demam kompleks
merupakan kejang demam yang berlangsung >15 menit, kejang terjadi secara fokal
atau parsial, satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial, berulang atau
terjadi >1 kali dalam 24 jam.4,7
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15
menit) biasanya disertai dengan apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi
untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis
laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut
jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan
meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme meningkat.
Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan
neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.8
Pengobatan kejang demam pada anak mencakup 3 hal, yaitu pengobatan fase
akut dengan membebaskan jalan napas dan memantau fungsi vital tubuh; mengatasi
kejang dan demam fase akut; mencari dan mengobati penyebab demam dengan
melakukan pemeriksaan pungsi lumbal pada saat pertama sekali terjadi kejang
demam (sesuai indikasi); dan pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang
demam.7

BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 IDENTIFIKASI
a. Nama

: RZ

b. Umur/ Tanggal Lahir : 2 tahun/ 07-11-2014

I.

c. Jenis Kelamin

: Laki-laki

d. Berat badan

: 11 Kg

e. Panjang badan

: 84 cm

f. Agama

: Islam

g. Bangsa

: Indonesia

h. Alamat

: Kedung Agung

i. Suku Bangsa

: Sumatera

j. MRS

: 30 Desember 2016

k. Medical record

: 196021

ANAMNESIS
Tanggal

: 1 Desember 2016, pukul 7.00 WIB

Diberikan Oleh

: Ibu kandung (Alloanamnesis)

A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


1. Keluhan utama

: Kejang

2. Keluhan tambahan

: Demam, Batuk

3. Riwayat Perjalanan Penyakit


Sejak 1 hari SMRS pasien mengeluh demam, demam dirasakan terus
menerus. Selain itu pasien juga batuk, tidak pilek. Oleh orangtua dibawa ke
bidan lalu diberi obat dan sembuh. Namun, demam muncul lagi. Buang air
besar dan buang air kecil lancar, anak tidak rewel saat buang air kecil maupun

besar. Anak tidak mual dan muntah, tidak sesak nafas, nafsu makan dan
minum baik, anak tidak kehausan.
Sejak 4 jam SMRS anak demam tinggi disertai kejang. Anak
mengalami kejang 1x selama < 15 menit ( 5 menit), tangan pasien kanan dan
kiri mengepal dan kedua lengan atas dan kedua tungkai bawah kaku,mata
pasien melirik ke atas, mulut tertutup rapat, tidak berbusa, dan lidah tidak
tergigit. Saat kejang pasien tidak sadar, setelah kejang pasien sadar lalu
menangis. Keluarga pasien segera membawa pasien ke Bidan desa lalu
dirujuk ke RS Rabain Muaraenim.

B. RIWAYAT SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT


1. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat dengan keluhan penyakit yang sama pada usia 1tahun 7bulan.
Penyakit
Alergi
Demam
berdarah
Demam tifoid
Tuberculosis

Umur
-

Penyakit
Difteri
Kejang
demam
Kecelakaan
Morbili

2. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


GPA

: G3P3A 0

Masa kehamilan

: Aterm

Partus

: Spontan

Penolong

: Bidan

Tanggal

: 07 November 2014

Berat badan lahir

: 2900 kg

Panjang badan

: 47 cm

Keadaan saat lahir : Langsung menangis

Umur
1,7thn

Penyakit
Diare
Asma

Otitis
Trauma

Umur
-

3. Riwayat Makanan
Asi

: 0 bulan-2 tahun

Susu Formula

: (-)

Bubur susu

: 6 bulan- 1 tahun, frekuensi 3x/hari.

Bubur nasi

: 6 bulan-1 tahun, frekuensi 3x/hari.

Nasi biasa

: 12 bulan - sekarang, 3x/hari, 1/2 centong nasi dengan


lauk pauk bervariasi (tahu, tempe, telur, ikan, sayur).
Setiap makan habis.

Daging

:+

Tempe

:+

Sayuran

:+

Buah

:+

Kesan

: Cukup

Kualitas

Tahu

: +

: Baik

4. Riwayat Imunisasi
IMUNISASI DASAR
Hepatitis B 0 (setelah anak lahir)
BCG
(1 bulan)
DPT 1
(2 bulan)
DPT 2
(3 bulan)
Hepatitis B
(2 bulan)
Hepatitis B 2 (3 bulan)

DPT 3
Hepatitis B 3

(4 bulan)
(4 bulan)

1
Hib 1
Polio 1
Campak

Hib 3
Polio 3
Polio 4

(4 bulan)
(3 bulan)
(4 bulan)

(2 bulan)
Hib 2
(1 bulan)
Polio 2
(9 bulan)
Kesan : Imunisasi dasar lengkap

(3 bulan)
(2 bulan)

5. Riwayat Perkembangan Fisik


Berbalik

: 3 bulan

Berdiri

: 11 bulan

Tengkurap

: 4 bulan

Berjalan

: 13 bulan

Merangkak

: 5 bulan

Berbicara

: (+)

Duduk

: 7 bulan

Kesan
: Perkembangan fisik dalam batas normal
Riwayat Keluarga
Ayah

Ibu

Nama

Tn. H

Ny. K

Umur

30 Tahun

35 Ttahun

Agama

Perkawinan

Pertama

Pertama

Pendidikan

SMP

SMA

Pekerjaan

Petani

IRT

Islam

Islam

Riwayat kejang karena panas pada keluarga : (+) ayah


Riwayat epilepsi : (-)
6. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah anak pertama dari pasangan Tn. H dan Ny. K yang
sebagai petani dan ibu rumah tangga.
Kesan : Sosioekonomi menengah ke bawah.
7. Riwayat Higienitas dan Lingkungan
- Sumber air berasal dari Sungai.
- Tidak menggunakan lotion anti nyamuk saat keluar rumah.
Kesan : Higienitas kurang.

II. PEMERIKSAAN FISIK


A. PEMERIKSAAN FISIK UMUM

berprofesi

Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Kompos mentis

BB

: 11 Kg

TB

: 84 cm

Status Gizi

: Gizi Baik

BB/U

: Diantara (0) (-2) SD

PB/U

: Diantara (0) (-2) SD

BB/PB

: Diantara -1 SD

Suhu

: 38,8oC

Respirasi

: 33 kali/ menit, reguler

Tekanan Darah

: mmHg

Nadi

: 120 x/menit, isi dan tegangan kurang

Kulit

: CRT <2

B. PEMERIKSAAN KHUSUS
Pemeriksaan Sistematis
Kepala
Bentuk dan ukuran
Rambut
Leher
Mata

Hasil Pemeriksaan
Normosefali, fontanel anterior menonjol (-)
Warna hitam, distribusi merata, tidak mudah
dicabut
Kaku kuduk (-)
Konjungtiva tidak pucat, sclera tidak ikterik,
mata tidak cekung, pupil isokor dengan
diameter 2 mm/2 mm, reflex cahaya langsung

Telinga
Hidung

dan tidak langsung +/+, papiledema -/Serumen +/+, Sekret -/Sekret mukoserosa dari kedua liang hidung,
napas cuping hidung (-), mukosa hidung
berwarna merah muda

Mulut
Bibir

Bibir tidak kering, sianosis (-)

Lidah
Tonsil
Faring
Leher
Thorax
Inspeksi

Tidak kotor
T1/T1, tidak hiperemis
Faring hiperemis
Tidak teraba pembesaran KGB
Bentuk normal, simetris saat inspirasi dan
ekspirasi, retraksi suprasternal (-), retraksi
interkostal (-), retraksi epigastrium (-) ictus

Palpasi

cordis tidak terlihat


Gerakan napas teraba simetris saat inspirasi
dan ekspirasi, ictus cordis teraba di sela iga

Perkusi

IV linea midklavikularis sinistra


Sonor pada lapangan paru
Batas-batas jantung :
Batas atas : ICS III linea parastrenalis sinistra
Batas kanan : ICS IV linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS V linea midklavikula sinistra

Auskultasi
o Bunyi napas
o Bunyi jantung

Bunyi nafas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-),
gallop (-)

Abdomenn
Inspeksi
Palpasi

Tampak datar, dismorfik (-), massa (-),scar (-)


Nyeri tekan (-), hepar lien tidak teraba, ginjal

(ballottement (-), nyeri ketok CVA (-).


Timpani pada semua kuadran, shifting

Perkusi

Auskultasi
Anggota gerak

dullness (-), nyeri ketuk (-)


Bising usus (+) Frekuensi 6x/ menit
Akral hangat, capillary refill time < 2 detik,

Kulit

edema(-), sianosis(-)
Turgor baik, kulit tidak kering, sianosis (-),
warna kulit kuning langsat

Pemeriksaan Neurologis
Fungsi Motorik

Tungkai
Lengan
Pemeriksaan
Kanan
Kiri
Kanan
Gerakan
Segala arah
Segala arah
Segala arah
Kekuatan
5
5
5
Tonus
Eutoni
Eutoni
Eutoni
Klonus
Refleks fisiologis
+N
+N
+N
Refleks patologis
Fungsi sensorik , nervi craniales : Dalam batas normal
Gejala rangsang meningeal

: Kaku kuduk tidak ada

PEMERIKSAAN PENUNJANG (30-11-2016, pukul 00.51 WIB)


Tanggal
Hemoglobin
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
Leukosit
Netrofil
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
MCH
MCHC
MCV
RDW
MPV
PDW
GDS
Na
K
cl

Hasil
11,1 g/dL
4,274jt/ul
34%
300 103/ul
10,2 103 /ul
64,80 %
28,10 %
6,00 %
1,00 %
0,10 %
26,0pg
33,0 g/dL
79,0
11,7 %
7,1 Fl
16%
172 mg/dL
136 mmol/L
4,0 mmol/L
102 mmol/L

Nilai Rujukan
11,5-13,5 g/dL
3,9-5,9 jt/ul
34-40 %
150-400 103/ul
6,0-17,03/ul
50-70
25-40
2-8
2-4
0-1
27,0-31,0pg
33,0-37,0 g/dL
79,0-99,0fL

C. RESUME

Kiri
Segala arah
5
Eutoni
+N
-

Sejak 1 hari SMRS pasien mengeluh demam, demam dirasakan terus


menerus. Selain itu pasien juga batuk. Oleh orangtua dibawa ke bidan lalu diberi
obat dan sembuh. Namun, demam muncul lagi. Sejak 4 jam SMRS anak
demam tinggi disertai kejang. Anak mengalami kejang 1x selama < 15 menit ( 5
menit), tangan pasien kanan dan kiri mengepal dan kedua lengan atas dan kedua
tungkai bawah kaku,mata pasien melirik ke atas, mulut tertutup rapat, tidak
berbusa, dan lidah tidak tergigit. Saat kejang pasien tidak sadar, setelah kejang
pasien sadar lalu menangis.
Riwayat imunisasi dasar lengkap sesuai umur dan sesuai Depkes. Riwayat
perkembangan dan pertumbuhan baik. Riwayat pemeliharaan prenatal baik.
Riwayat kelahiran, lahir spontan, pemeliharaan postnatal baik.
Pada pemeriksaan fisik diperoleh keadaan umum sedang, komposmentis dan gizi
kesan baik. Pemeriksaan tenggorok didapat faring hiperemis. Tanda vital: N:
120x/menit, RR: 32x/menit, t= 38,8oC, pemeriksaan neurologi dalam batas
normal. Status gizi secara antropometris (WHO, 2000) : gizi baik. Pemeriksaan
laboratorium tanggal 30-11- 2012 didapatkan, Hb: 11,1 g/dL, Hct: 34 %, AE:
4,27.106/L, AL: 10,2.103/L, AT: 300.102/L, GDS: 172 mg/dl, Na: 136
mmol/L, K: 4,0 mmol/L, Cl: 102 mmol/L.
I.

II.

DAFTAR MASALAH
Kejang (1kali, 5menit)
Demam
Faringitis
DIAGNOSIS BANDING
Kejang demam sederhana
Kejang demam kompleks

III.

DIAGNOSIS KERJA
Kejang demam sederhana + faringitis akut

IV.

PENATALAKSANAAN

10

a. Terapi Farmakologis

Oksigenasi O2 2 liter/ menit


IVFD KAEN 1B gtt 8x/menit
Inj Diazepam 2mg bila kejang
Paracetamol syr 3x1 cth tiap 6-8 jam bila suhu 38,5oc
b. Monitoring

Tanda vital
Kurva suhu
c. Edukasi

Mengedukasi keluarga pasien mengenai tanda-tanda kejang demam dan


tatalaksana awalnya :

Keluarga harus waspada bila anak sedang demam terutama bila sedang
demam tinggi (dapat diberikan obat penurun panas).

Bila anak kembali kejang, keluarga tidak perlu panik sebaiknya


melonggarkan pakaian anak, anak diposisikan miring agar lendir /
cairan dapat keluar, dan pastikan jalan napas tidak terhalang .

V.

Jika kejang terjadi > 5 menit sebaiknya bawa ke RS.

Sediakan obat kejang dalam sediaan suppositoria di rumah.

PROGNOSIS
a. Quo ad vitam

: dubia ad bonam

b. Quo ad functionam

: dubia ad bonam

c. Quo ad sanationam

: dubia ad bonam

11

Follow up Jumat, 15-11-2016


Tanggal

Jam

Pemeriksaan

1/12/20
16

14.0
0

Terapi

Tidak kejang,
berkurang

panas

O : CM, gizi baik

IVFD KAEN 1B
Paracetamol 3x1 cth
Kompres hangat.

TV : HR = 120 x/1
RR = 32 x/1
S = 38,2oC (per axiler)

2/10/20
12

07.0
0

S : Tidak kejang, tidak panas

IVFD KAEN 1B

O : CM, gizi baik

PCT jika demam >38,0

TV : HR = 104 x/1
RR = 32 x/1
S = 37,7oC (per axiler)

12

14.0
0

S : Tidak kejang, tidak panas


O : CM, gizi baik
TV : HR = 124 x/1
RR = 38 x/1
S = 36,7 oC (per axiler)

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.

Definisi
Kejang demam adalah suatu bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 38 OC) akibat suatu proses ekstrakranial. Pada
umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan hingga 5 tahun dan tidak terbukti
adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang mengalami kejang
tanpa demam, bayi yang kejang dengan demam dengan usia dibawah 4 minggu
dan anak pernah kejang tanpa demam kemudian kejang demam kembali tidak

termasuk dalam kejang demam.4


3.2.
Etiologi
Hingga kini belum diketahui penyebab pasti kejang demam. Semua jenis
infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam
dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan
kejang demam adalah infeksi pernafasan akut seperti faringitis, tonsilofaringitis,

13

otitis media akut, pneumonia, gastroenteritis akut, bronchitis, dan infeksi saluran
kemih. Beberapa faktor yang berperan menyebabkan kejang demam antara lain
adalah demam setelah imunisasi DPT dan campak, efek toksin dari
mikroorganisme, respon alergik atau keadaan imun yang abnormal akibat infeksi,
serta perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.4
Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah riwayat kejang demam dalam
keluarga, usia kurang dari 18 bulan, serta suhu tubuh saat kejang. Bila seluruh
faktor diatas ada, kemungkinan berulang 80%. Bila tidak terdapat faktor tersebut
hanya 10% - 15% berulang. Kejang demam berulang paling sering pada tahun
pertama.4
Adapun faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari yakni adanya
gangguan perkembangan neurologis yang jelas sebelum kejang demam pertama;
terjadinya kejang demam kompleks sebelumnya; serta adanya riwayat epilepsi dalam
keluarga.4
3.3.

Epidemiologi
Kejang demam merupakan kelainan tersering pada anak, 2%-5% anak berusia
di bawah 5 tahun pernah mengalami bangkitan kejang demam. Di Amerika
Serikat insiden kejang demam berkisar antara 2%-5% pada anak berusia kurang
dari 5 tahun. Di Asia angka kejadian kejang demam dilaporkan lebih tinggi dan
sekitar 80%-90% dari seluruh kejang demam adalah kejang demam sederhana.5
Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan 5 tahun.
Paling sering pada usia 17-23 bulan. Sedikit yang mengalami kejang demam
pertama sebelum umur 5-6 bulan atau setelah 5-8 tahun. Biasanya setelah usia 6
tahun pasien jarang mengalami kejang demam lagi. Lebih kurang 80 % kasus
kejang demam adalah kejang demam sederhana, dan sisanya 20 % nya kejang
demam kompleks. Sekitar 8% berlangsung lama (> 15 menit), 16 % berulang
dalam waktu 24 jam.5

3.4.

Patofisiologi
14

Sel saraf, seperti sel hidup umumnya mempunyai potensial membran.


Potensial membran yaitu selisih potensial antara intrasel dan ekstrasel. Potensial
intrasel lebih negatif dari ekstrasel. Dalam keadaan istirahat, potensial membran
berkisar antara 30-100 mV. Selisih potensial ini akan tetap sama selama sel tidak
mendapatkan rangsangan. Perbedaan potensial ini terjadi akibat perbedaan letak
dan jumlah ion-ion terutama ion Na+, K+, dan Ca++. Dalam keadaan normal,
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion K+ dan sangat sulit
oleh ion Na+ dan elektrolit lainnya kecuali ion Cl- sehingga berakibat konsentrasi
ion K+ dalam sel syaraf tinggi dan Na + rendah, sedangkan di luar sel syaraf
sebaliknya. Bila sel saraf mengalami stimulasi misalnya suhu tubuh yang tinggi,
stimulasi listrik akan berubah sehingga mengakibatkan menurunnya potensial
membran. Penurunan potensial membran akan menyebabkan permeabilitas
membran terhadap ion Na+ meningkat, sehingga ion Na+ akan lebih banyak
masuk ke dalam sel. Selama serangan ini, perubahan potensial membran masih
dapat dikompensasi oleh transport aktif ion Na+ dan K+. Sehingga selisih
potensial kembali ke keadaan istirahat.7 Pada seorang anak berumur 3 tahun
sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang
dewasa yang hanya 15%. Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan
mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen
akan meningkat 20%. Bila terjadi kenaikan suhu akan terjadi perubahan
keseimbangan membran sel, akan terjadi difusi dari ion Kalium dan Natrium
sehingga terjadi lepas muatan listrik. Lepas muatan sedemikian besarnya
sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan
bantuan neurotransmiter dan terjadilah kejang. Selain itu pada anak dibawah usia
5 tahun proses mielinisasi dari serabut sel syaraf masih belum sempurna,
plastisitas otak juga masih berlangsung, sehingga saat terjadi demam bisa
mengganggu aliran listrik pada sel syaraf hal tersebut dapat pula mencetuskan
kejang, sehingga dapat menurunkan ambang batas kejang pada anak. Tiap anak

15

mempunyai ambang kejang yang berbeda dan kejang terjadi tergantung dari
derajat ambang tinggi rendahnya kejang tersebut. Pada anak dengan ambang
kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 oC sedangkan pada anak
yang memiliki ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 Oc
atau lebih.8

Demam
(kenaikan
Demamsuhu tubuh 11 C)
Metabolisme basal
meningkat
meningkat
(10-15%)
(20%)

Kebutuhan O2

Perubahan keseimbangan
(membrane sel neuron)
Difusi melalui membrane (ion K+ ---- ion Na+)
Lepas muatan listrik berlebihan
neurotransmitter
Kejang

Jadi dapat disimpulkan demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme


sebagai berikut. 8
1. Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang belum
matang/imatur.
2. Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang menyebabkan
gangguan permeabilitas membrane sel.
3. Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat dan CO 2
yang akan merusak neuron

16

4. Demam meningkatkan Cerebral Blood Flow (CBF) serta meningkatkan


kebutuhan oksigen dan glukosa, sehingga menyebabkan gangguan pengaliran
ion-ion keluar masuk sel.

3.5.

Manifestasi Klinis
Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik
atau tonik klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang
berhenti anak langsung sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang demam
diikuti hemiparesis sementara (Hemiparesis Tood) yang berlangsung beberapa
jam sampai hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang
menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi pada
kejang demam yang pertama.7
Kejang yang terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya
berkembang bila suhu tubuh mencapai 38C atau lebih. Sebagian kejang
berlangsung kurang dari 6 menit dan hanya 8 persen yang berlangsung lebih dari
15 menit. Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15 menit menunjukkan
penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik yang memerlukan
pengamatan menyeluruh.4

3.6.

Klasifikasi Kejang Demam


Menurut Unit Kerja Koordinasi Neurologi IDAI 2006, klasifikasi kejang
demam pada anak dibedakan menjadi dua, yaitu4

1. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure )


Kejang demam sederhana akan berlangsung singkat, dimana berdurasi kurang
dari 15 menit, tidak disertai dengan gerakan fokal dan umumnya akan

17

berhenti dengan sendirinya. Kejang demam sederhana tidak berulang dalam


24 jam dan kejang yang terjadi bersifat umum, tonik dan atau klonik.4
2. Kejang Demam Kompleks ( Complex Febrile Seizure )
Kejang demam kompleks akan berlangsung lebih dari 15 menit dengan
gerakan fokal di satu sisi, atau kejang umum yang didahului oleh kejang
parsial. Dapat terjadi lebih dari satu kali dalam 24 jam ( berulang ).4
3.7.

Diagnosis
Diagnosis untuk kejang demam, ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan
pemeriksaan penunjang. 4
3.7.1

Gejala Klinis

1.

Anamnesis6
a) Identifikasi/pastikan adanya kejang, jenis kejang, lama kejang,
suhu sebelum/pada saat kejang, frekuensi, penyebab demam di luar
SSP.
b) Tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.
c) Riwayat kelahiran, tumbuh kembang, kejang demam, atau epilepsy
dalam keluarga.
d) Singkirkan penyebab kejang yang lain.

2.

Pemeriksaan Fisik4
a) Penyebab dasar dari demam harus dilihat.(Pemeriksaan fisik yang
teliti untuk menyingkirkan otitis media, faringitis atau virus
sebagai penyebab demam).
b) Evaluasi serial dari status neurologis pasien (umunya tidak
ditemukan adanya kelainan).
c) Pemeriksaan

tanda

meningeal,

tanda

intracranial, dan tanda infeksi di luar SSP.


3.7.2

Pemeriksaan Penunjang

18

peningkatan

tekanan

1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah tepi
lengkap, elektrolit dan glukosa darah dapat dilakukan, walaupun
kadang tidak menunjukkan kelainan yang berarti. Hitung leukosit
diatas 20.000 L atau pergeseran ke kiri yang ekstrim mungkin
berhubungan dengan bakteremia. Hitung sel darah lengkap dan kultur
darah mungkin merupakan pemeriksaan yang cocok. Meningitis harus
disingkirkan. Pasien dengan bakterial meningitis bisa menampakkan
demam dan kejang. Tanda dari meningitis (seperti fontanella yang
menonjol, kaku kuduk, stupor) mungkin tidak ada terutama pada anak
dibawah 18 bulan.1 Pemeriksaan lab rutin biasanya tidak diindikasikan
kecuali diperlukan untuk mencari penyebab demam. Penilaian
elektrolit jarang membantu dalam evaluasi kejang demam.4
2.

Pencitraan
Pemeriksaan foto kepala, CT Scan dan / MRI tidak dianjurkan
pada anak tanpa kelainan neurologis karena hampir semuanya
menunjukkan gambaran normal. CT Scan atau MRI boleh dilakukan
pada kasus dengan kelainan neurologis atau kasus dengan kejang fokal
untuk mencari lesi organik di otak. CT scan biasanya tidak perlu
dalam evaluasi pada anak dengan kejang demam sederhana yang
pertama kali. CT scan dilakukan pada pasien dengan kejang demam
kompleks.8
3. Pemeriksaan Cairan Serebro Spinal (CSS)
Setelah mengontrol demam dan menghentikan kejang, seorang
dokter harus memutuskan apakah akan melakukan pungsi lumbal.
Indikasi pungsi lumbal pada kejang demam adalah untuk menegakkan
atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Fakta bahwa seseorang
mempunyai riwayat kejang demam sebelumnya tidak menyingkirkan

19

meningitis sebagai penyebab kejang yang terjadi. Semakin muda usia


anak semakin penting dilakukan, karena pemeriksaan fisik kurang
reliabel dalam mendiagnosis meningitis. Pungsi lumbal seharusnya
dilakukan jika usia anak dibawah 2 tahun, penyembuhan lambat, atau
jika hal lain sebagai penyebab demam tidak ditemukan. 3 Pelaksanaan
pungsi lumbal masih kontroversi pada pasien dengan kejang demam
sederhana. Dan perlu dilakukan jika dicurigai terjadi meningitis
walaupun kejang bukan satu-satunya tanda meningitis. Beberapa
literatur melaporkan kurang dari 5% insiden meningitis pada anakanak menimbulkan kejang dan demam.

Bila pasti bahwa kejang

tersebut bukan disebabkan meningitis, pungsi lumbal tidak perlu


dilakukan. Kemampuan menegakkan atau menyingkirkan diagnosis
meningitis bervariasi tergantung pengalaman dokter.3
Rekomendasi yang dapat digunakan yakni4 :
a) Bayi kurang dari 12 bulan harus dilakukan pungsi lumbal karena
gejala meningitis sering tidak jelas.4
b) Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan untuk melakukan pungsi lumbal
kecuali pasti bukan meningitis.4
c) Bayi lebih dari 18 bulan selektif atau tidak rutin karena umumnya
gejala meningitis sudah terlihat dengan jelas. Bila pasti bukan
meningitis pungsi lumbal tidak dianjurkan.4
4. Pemeriksaan Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG tidak dapat memprediksi berulangnya
kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada
pasien kejang demam, oleh sebab itu tidak direkomendasikan, kecuali
pada kejang demam yang tidak khas (misalnya pada kejang demam
kompleks pada anak usia > 6 tahun atau kejang demam plus (FS+).4

20

3.8.

Diagnosis Banding
1. Meningitis bakterialis
Peradangan selaput otak pada anak yang disebabkan oleh bakteri
pathogen. Penyakit ini seringkali didahului infeksi pada saluran napas atas
atau pencernaan seperti demam, batuk, pilek, diare dan muntah. Demam,
nyeri kepala, kaku kuduk dengan atau tanpa penurunan kesadaran
merupakan hal yang sangat sugestif meningitis. Banyak gejala meningitis
berkaitan dengan usia. Anak berusia kurang dari tiga tahun jarang
mengeluh nyeri kepala.10
2. Ensefalitis
Infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme, misalnya
bakteri, ptozoa, cacing, spirochaeta, atau virus. Penyebab yang tersering
dan terpenting adalah virus. Pada banyak pasien sering terjadi keterlibatan
leptomeningeal

(meningoensefalitis),

sedangkan

ensefalomielitis

menunjukkan keterlibatan medulla spinalis. Manifestasi klinis bervariasi


mulai dari demam tidak tinggi disertai sakit kepala, sampai keadaan berat,
koma, kejang dan kematian.10
3. Epilepsi
Epilepsi adalah terjadinya bangkitan kejang dua kali atau lebih tanpa
provokasi, yang dipisahkan oleh interval > 24 jam. Hal hal yang menjadi
pedoman diagnostik epilepsi yang diprovokasi demam adalah kejang lama
dan bersifat fokal, umur lebih dari 6 tahun, frekuensi serangan lebih dari 4
kali per tahun, EEG setelah tidak demam abnormal.10
3.9.

Komplikasi

1 Kejang demam berulang


Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang demam berkisar
antara 25%-50%. Faktor terpenting untuk memperkirakan berulangnya kejang
demam adalah umur anak pada saat kejang terjadi pertama kali. Anak yang
21

mendapatkan kejang pertama kali pada umur 1 tahun atau kurang mempunyai
kemungkinan sebesar 65% mendapatkan kejang demam kembali. Hal ini
berbeda dengan apabila onset kejang antara umur 1 sampai 2 tahun
kemungkinan berulangnya kejang sebesar 35% dan menjadi 20% apabila onset
kejangnya setelah 2 tahun. Angka berulangnya kejang demam juga
meningkat pada anak yang memiliki perkembangan yang abnormal sebelum
kejang pertama dan pada anak yang memiliki riwayat keluarga yang pernah
mengalami kejang tanpa demam. 9
Faktor risiko terjadinya kejang demam berulang9
a

Riwayat kejang demam dalam keluarga.

Usia kurang dari 18 bulan.


c

Tingginya suhu badan sebelum kejang. Makin tinggi suhu sebelum kejang
demam makin besar resiko berulangnya kejang demam.

Lamanya demam sebelum kejang. Makin pendek jarak antara mulainya


demam dengan terjadinya bangkitan kejang demam, makin besar risiko
berulangnya kejang demam.9
Bila ada 3 faktor, kemungkinan kejang demam berulang kembali adalah

80%. Bila sama sekali tidak terdapat faktor tersebut, risiko kejang demam
kembali adalah 10-15%. Kemungkinan kejang demam kembali paling besar
pada tahun pertama.10
2

Epilepsi
Anak yang mendapatkan kejang demam risikonya meningkat untuk
menjadi epilepsi dibandingkan dengan anak tanpa riwayat kejang demam. Anak
yang mendapatkan kejang fokal, kejang lama dan episode berulang dari kejang
demam memiliki kemungkinan sebesar 25% menjadi epilepsi sampai umur 25
tahun. 10
Faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari adalah :
a

Kelainan saraf

22

Kejang demam kompleks

Riwayat epilepsi dalam keluarga


Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian
epilepsi sampai 4-6%. Adanya ketiga faktor-faktor risiko tersebut meningkatkan
kemungkinan epilepsi menjadi 10-15%.10
3. Todd paresis11
Merupakan kelemahan yang terjadi setelah kejang dan timbul setelah
kejang demam 1 kali atau 2 kali. Kelemahan ini biasanya sembuh setelah 24 48 jam atau setelah 1 minggu.11
4.Gangguan intelegensia
Yang mengalami kelainan ini adalah anak-anak yang sebelumnya sudah
menderita gangguan neurologis dan gangguan perkembangan. Gangguan
belajar dan kebiasaan, retardasi mental, dan defisit motorik serta koordinasi
dilaporkan pada anak dengan skuele kejang demam. Angka insiden dari
komplikasi ini sangat rendah pada anak normal yang mendapatkan kejang
demam sederhana. Tidak ada peningkatan insiden dari retardasi mental pada
anak yang hanya mendapatkan kejang demam dan pada anak yang normal
sebelum timbul kejang pertama.11
3.10. Penatalaksanaan
1. Pengobatan fase demam dan kejang akut4
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien
dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan nafas harus
bebas agar oksigen terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran,
tekanan darah, suhu, pernafasan dan fungsi jantung. Pemberian diazepam
rektal pada saat kejang sangat efektif dalam menghentikan kejang. Diazepam
rektal dapat diberikan di rumah. Dosis diazepam rektal adalah :

23

Dosis 5 mg untuk berat badan kurang dari 10 kg

Dosis 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg, atau 0,5 - 0,75 mg/kg
BB/kali.
Di rumah, maksimum diberikan 2 kali berturutan dengan jarak 5 menit.

Hati-hati dengan depresi pernafasan. Bila 2 kali dengan diazepam rektal masih
kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Dan disini dapat diberikan diazepam
intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2
mg/menit atau dalam waktu lebih dari 2 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.
Bila kejang berhenti sebelum dosis habis, hentikan penyuntikan. Diazepam
dapat diberikan 2 kali dengan jarak 5 menit bila anak masih kejang. 4
Bila kejang tidak berhenti, dapat diberikan phenobarbital intravena 20
mg/kgBB dengan kecepatan >5-10 menit dengan dosis maksimal 1 mg. Bila
kejang tidak berhenti juga, berikan Fenitoin dengan dosis awal 10-20
mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari
50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari,
dimulai 12 jam setelah dosis awal. Setelah pemberian Fenitoin, harus
dilakukan pembilasan dengan NaCl fisiologis karena Fenitoin bersifat basa
dan menyebabkan iritasi vena, selain itu efek samping fenitoin dapat
menyebabkan pasien aritmia dan hipotensi. Bila dengan Fenitoin kejang
belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif.4
Setelah kejang berhenti pemberian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap
8 jam pada saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30%60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam
pada suhu > 38,5oC Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia,
iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus.4

24

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko


terjadinya kejang demam (level I, rekomendasi D), namun para ahli di
Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan (level III,
rekomendasi B). Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 15 mg/kg/kali
diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10
mg/kg/kali ,3-4 kali sehari
2. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan Meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama.
Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada
kasus yang dicurigai Meningitis atau apabila kejang demam berlangsung
lama. Pada bayi kecil sering mengalami meningitis tidak jelas, sehingga
pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan, dan
dianjurkan pada pasien berumur kurang dari 18 bulan. Pemeriksaan
laboratorium lain perlu dilakukan utuk mencari penyebab. Jika anak
mengalami

demam

tinggi,

kompres

dengan

air

hangat

dan

perikan Parasetamol secara rektal (10-15 mg/kgBB).4


3. Pengobatan profilaksis4
Pengobatan profilaksis ada 2 , yaitu profilaksis intermittent (saat demam) dan
profilaksis terus menerus (continuous) .
a. Profilaksis Intermitten pada waktu kejang demam
Antipiretik
-Parasetamol 10-15 mg/kgbb/kali, diberikan 4-5 kali/hari
-Ibuprofen 5-10 mg/kgbb/kali, diberikan 3-4 kali/hari
Obat antikonvulsan
-Diazepam oral : 0,5 mg/kg BB setiap hari

25

-Diazepam rektal : 0,5 mg/kg BB atau 5 mg untuk BB<10 kg; 10 mg


untuk BB>10 kg diberikan setiap hari
Profilaksis intermittent diberikan apabila tidak terdapat faktor-faktor resiko
dari kejang demam.
b. Pemberian profilaksis terus-menerus (continuous) hanya diberikan bila
terdapat faktor resiko sebagai berikut : berikut (salah satu):4
1. Kejang lama > 15 menit
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental,
hidrosefalus.
3. Kejang fokal
4. Pengobatan profilaksis dipertimbangkan bila:

Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.

Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12

kejang demam > 4 kali per tahun

Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit


merupakan indikasi pengobatan rumat

Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak


mempunyai fokus organik.

Pengobatan Profilaksis dapat berupa :


Asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis
Fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis
Catatan :
-Asam valproat dan fenobarbital dapat mencegah rekurensi sampai 90%
kasus. 6

26

-Pemakaian fenobarbital sering menyebabkan gangguan perilaku ,


gangguan belajar, dan penurunan IQ pada 40-50% kasus.6
-Obat pilihan saat ini yakni asam valproat. Pada sebagian kecil kasus,
terutama yang berumur kurang dari 2 tahun, asam valproate dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati.4
- Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan
penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan
profilaksis hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka
pendek.4
- Pemberian obat profilaksis ini dapat diberikan selama satu tahun bebas
kejang dan berhenti bertahap selama 1 sampai 2 bulan.4

3.11. Prognosis
Prognosis anak dengan kejang demam adalah bagus, dimana pencapaian
intelektual pasien dapat kembali normal. Kebanyakan anak akan mengalami kejang
demam di kemudian hari, tetapi perkembangan ke epilepsi dan kejang tanpa demam
adalah jarang. Kejang demam akan kambuh pada 50% anak yang mengalami kejang
demam kurang dari 1 tahun dan 27% pada onset setelah umur satu tahun.13,14
Jika tidak ditangani, 33% pasien mengalami setidaknya satu kali kekambuhan.
Menurut United States National Collaborative Perinatal Project yang meneliti 1.706
anak dari baru lahir sampai umur 7 tahun yang mengalami satu atau lebih kejang
demam, faktor risiko untuk berkembang menjadi epilepsi adalah
1

riwayat kejang tanpa demam

adanya abnormalitas neurologis

kejang demam kompleks.


Dari pasien yang mempunyai satu faktor risiko, 2 % berkembang menjadi

epilepsi dan pada pasien yang memiliki 2 atau lebih faktor risiko, 10% berkembang
menjadi epilepsi.12,13

27

BAB IV
ANALISIS KASUS
Diagnosis kejang demam kompleks pada kasus ini berdasarkan :
a. Anamnesis
-

kejang (1 kali, tidak berulang kurang dari 24 jam, lama kejang 5 menit,
setelah kejang pasien menangis)

panas yang mendadak tinggi

b. Pemeriksaan fisik
Kami dapatkan suhu 38,2oC per axiler, faring hiperemis. Tidak
didapatkan reflek patologis maupun meningeal sign.
c. Pemeriksaan Penunjang
Penyebab dari kejang demam pada pasien kemungkinan berasal dari
infeksi faringitis akut.
Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu diberikan parasetamol 3x1 cth untuk
mengatasi demam, kemudian diberikan juga injeksi diazepam 2 mg secara
intravena jika terjadi kejang. Pemberian diazepam ini digunakan sebagai obat
potong kejang.

28

Edukasi yang diberikan kepada keluarga mengenai penyakit ini adalah bahwa
kejang dapat timbul kembali jika pasien panas. Oleh karena itu, keluarga pasien
harus sedia obat penurun panas, termometer, dan kompres hangat jika pasien
panas. Dan perlu dijelaskan alasan pemberian obat rumatan adalah untuk
menurunkan resiko berulangnya kejang. Lama pengobatan rumatan adalah 1
tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1 sampai 2
bulan.

29

Вам также может понравиться