Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Oleh:
AAN FARDANI UBAIDILLAH
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Prof. Dr. H. Abudin Nata, MA pernah mengatakan bahwa diantara
persoalan penting yang dihadapi pendidikan islam saat ini adalah
kenyataan bahwa adanya fakta akan krisis kiblat, dimana pendidikan islam
masih belum menemukan format da bentuknya yang khas sesuai ajaran
islam. Hal ini terjadi karena banyaknya konsep pendidikan yang
ditawarkan para ahli yang belum jelas keislamannya, juga karena belum
banyak pakar yang merancang masalah pendidikan islam secara seksama.
Hal tersebut dapat terjadi sebagai akibat belum banyaknya diperkenalkan
khazanah pemikiran pendidikan yang dikemukakan oleh para filosof
muslim, seperti al-Ghazali, Ibnu Khaldun, Ikhwanussofa, Muhammad
Abduh, Fazlur Rahman, dan lain sebagainya1.
Ungkapan Nata tersebut cukup beralasan mengngat bahwa
gagasan, pemikiran, bahkan ingga tataran praktik pendidikan islam oleh
lembaga-lembaga pendidikan islam itu sendiri masih banyak yang berakar
dari para filosof barat, tokoh-tokoh di luar pemikir islam. Namun demikian,
kejayaan islam dan para ilmuwan yang dihasilkan serta menjadi rujukan
pada masanya namun saat ini seakan terlupa dan hanya sekedar menjadi
hiasan akademis dan jauh dari kata membumi memang bagian dari
dinamika pasang surut praktik pendidikan islam. Teori perkembangan
sejarah menyatakan bahwa hubungan antara masa lalu, sekarang dan
akan datang memiliki siklus yang saling bertautan. Julian Marias
mengatakan bahwa masa sekarang mengandung unsur-unsur masa
lampau, termasuk di dalamnya adalah masa depan. Ibnu Khaldun
menyatakan teori perkembangan sejarah berdasarkan pengamatannya
pada kekuasaan raja-aja Arab sejalan dengan pertumbuhan manusia yang
mengalami masa: kelahiran, pertumbuhan dan kematian. Hal ini sejalan
dengan gagasan Arnold Toynbee yang menyebut bahwa tiap peradaban
senantiasa mengalami tiga fase masa: pertumbuhan (rise), puncak
kejayaan (peak), dan kemunduran (decline)2.
Siklus perkembangan sejarah tersebut, khususnya tatkala mencapai
kematian menurut Ibnu Kaldun atau kemunduran kata Arnold Toynbee,
sejatinya dapat disikapi dengan upaya pembaharuan dan kebangkitan
kembali sebagaimana Renaissance yang terjadi di dunia barat. Berbagai
upaya memajukan umat islam dari masa ke masa yang telah dilakukan
oleh para ilmuwan muslim pendahulu dengan berbagai karya
monumentalnya, baik itu sampai atau tidka pada generasi terkini haruslah
1 Disampaikan dalam pengantar buku Pemikiran Pendidikan Islam; GagasanGagasan Besar Para Ilmuwan Muslim karya Abu Muhammad Iqbal. 2015.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. V.
2 Prof. Dr. Abd. Rachman Assegaf. 2013. Aliran Pemikiran Pendidikan Islam
Hadrah Keilmuan Tokoh Klasik sampai Modern.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Hal. X.
Makalah Filsafat Pendidikan Islam/Aan F/2016 |
terus dilakukan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
menggali khazanah itelektual tokoh muslim yang berkenaan dengan
pendidikan sebagai diskursus, teladan, atau inspirasi untuk membangun
kembali kemajuan pendidikan islam di masa yang akan datang.
Dalam pada itu, sesunggunya teramat banyak sekali ilmuwanilmuwan muslim yang dapat menjadi rujukan, mulai dari masa islam klasik
seperti Al-Qabisi, masa pertengahan yang melahirkan Ibnu Sina, alGhazali, Ibnu Khaldun, hingga modern dengan tokoh-tokohnya seperti
Muhammad Abduh, Muhammad Athiyah al-Abrasyi, dan Fazlur Rahman 3.
Tentu dibutuhkan pengkajian yang mendalam serta komprehensif untuk
mengulasnya. Berkenaan dengan keluasan kajian vis a vis dengan
keterbatasan ulasan yang dapat disajikan melalui tulisan ini, maka pada
kesempatan ini Penulis bermaksud hanya mengangkat tiga tokoh untuk
mewakili dua periode saja, yakni Ibnu Khaldun dari masa pertengahan
serta Muhammad Abduh dan Fazlur Rahman dari periode Modern.
Tujuan Penulisan
Bertolak dari latar belakang yang telah dikemukakan, tulisan ini
bermaksud mengulas pemikiran pendidikan tiga tokoh islam yakni Ibnu
Khaldun, Muhammad Abduh dan Fazlur Rahman.
PEMBAHASAN
Ibnu Khaldun (733H/1332M808 H/1404M) :
Biografi, Karya dan Pemikirannya
A. Biografi Singkat Ibnu Khaldun
Nama lengkap Ibnu Khaldun adalah Abdurrahman Zaid Waliuddin
bin Khaldun, lahir di Tunisia pada tanggal 1 Ramadhan 732 H,
bertepatan dengan tanggal 27 Mei 1332 M dan meninggal dunia pada
tahun 808 H, bertepatan dengan 1404 M di usia 74 tahun. Ibnu
Khaldun dikenal sebagai sosok yang tegas dalam menjalankan tugas,
ahli dalam bidang sosiologi serta bijak dalam menyelesaikan masalah.
Ketokohannya lebih populer sebagai ahli sejarah, sosiologi
(kemasyarakatan), ahli filsafat dan politik. Ibnu Khaldun lahir dengan
nama kecil Abdurrahman, sedangkan Abu Zaid adalah nama panggilan
keluarga, karena dihubungkan Dengan anaknya yang sulung.Waliuddin
adalah kehormatan Dan kebesaran yang dianugerahkan oleh Raja
Mesir sewaktu Ia diangkat menjadi Ketua Pengadilan di Mesir 4. Ia
merupakan putra seorang ahli dalam masyarakat Yaman, yakni alAlamah Abdul Rahman Ibn Khaldun al-Hadrami al-Tunisi. Keluarga
Khaldun hijrah ke Spanyol pada abad ke-8 bersamaan dengan
gelombang penaklukkan islam di semenanjung Andalusia.
3 Ibid. Hal. XI.
4 Nashruddin Thoha.1979. Tokoh-tokoh Pendidikan Islam di Jaman jaya. Jakarta:
Mutiara. Hal.72.
Makalah Filsafat Pendidikan Islam/Aan F/2016 |
dapat
dicapai
setelah
sifat
kebinatangannya
mencapai
kesempurnaan. Dia mencapai kesempurnaan bentuknya melalui
ilmu pengetahuan yang dicari melalui organ tubuhnya sendiri
(pendengaran. Penglihatan, dan akal). Akhirnya menjadi berilmu
(alim) melalui pencarian ilmu pengetahuan13.
Dari segi tujuan pendidikan, Al-Syaibani menganalisis bahwa
setidaknya ada enam tujuan pendidikan menurut Ibnu Khaldun,
yakni: (1) menyiapkan seseorang dari segi keagamaan dengan
memperkuat potensi iman, sebagaimana dengan potensi-potensi
lain, (2) menyiapkan seseorang dari segi akhlak, (3) menyiapkan
seseorang dari segi kemasyarakatan atau sosial, (4) menyiapkan
seseorang dari segi vokasional atau pekerjaan, (5) menyiapkan
seseorang dari segi pemikiran, sebab dengan pemikirannya
seseorang
dapat
mengemban
berbagai
pekerjaan
atau
keterampilan tertentu, dan (6) menyiapkan seseorang dari segi
kesenian14.
Sementara itu, dalam iktisar yang berbeda, Abdul Khalik, dkk
menyebutkan bahwa pandangan Ibnu Khaldun tentang pendidikan
islam berpijak pada konsep dan pendekatan filosofis-empiris guna
mencapai tiga tujuan utama: (1) pengembangan kemahiran (almalakah), (2) penguasaan keterampilan sesuai tuntutan zaman
(link and match), dan (3) pembinaan pemikiran yang baik15.
2. Kurikulum dan Materi Pendidikan Menurut Ibnu Khaldun
Pengertian kurikulum pada masa Ibnu Khaldun sebagaimana
dijelaskan oleh Al-Syaibani masih terbatas pada maklumat dan
pengetahuan yang dikemukakan oleh guru atau sekolah dalam
bentuk mata pelajaran yang terbatas atau dalam bentuk kitab-kitab
tradisional yang dikaji oleh murid dalam tiap tahap pendidikan.
Sedangkan pengertian kurikulum modern, telah mencakup konsep
yang lebih luas yang di dalamnya mencakup empat unsur pokok
yaitu: tujuan pendidikan yang ingin dicapai, pengetahuanpengetahuan,
maklumat-maklumat,
data
kegiatan-kegiatan,
pengalaman-pengalaman dari mana terbentuknya kurikulum itu,
metode pengajaran serta bimbingan kepada murid, ditambah
metode penilaian yang dipergunakan untuk mengukur kurikulum
dan
hasil
proses
pendidikan.
Ibnu
Khaldun
mencoba
membandingkan kurikulum pada pendidikan tingkat rendah yang
terjadi di negara-negara Islam bagian Barat dan Timur. Ia
mengatakan bahwa sistem pendidikan dan pengajaran yang
berlaku di Maghrib sebatas mempelajari al-Quran dari berbagai
segi kandungannya. Lain halnya di Andalusia, tidak membatasi
13 Ibnu Khaldun. Op. Cit. Hal. 533.
14 Omar Muhammad al-Toumy Al-Syaibani. Filsafat Pendidikan Islam, Terjemah
Oleh Hasan Langulung. 1979. Jakarta: Bulan Bintang. Hal. 66.
15Abdul Khalik, dkk. 1999. Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Tokoh Klasik dan
Kontemporer. Yogyakarta:Pustaka Pelajar. Hal. 22.
Makalah Filsafat Pendidikan Islam/Aan F/2016 |
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
b. Memperbaiki bahasa Arab yang dipakai, baik oleh instans pemerintahan maupun
surat-surat kabar dan masyarakat pada umumnya, dalam surat menyurat
mereka39.
Pendidikan akal ditujukan sebagai alat untuk menanamkan kebiasaan berfikir
dan dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk. Dengan menanamkan
kebiasaan berfikir, Muhammad Abduh berharap kebekuan intelektual yang melanda
kaum muslimin saat itu dapat dicairkan dan dengan pendidikan spiritual diharapkan
dapat melahirkan generasi yang tidak hanya mampu berfikir kritis, juga memiliki
akhalk mulia dan jiwa yang bersih. Dengan demikian kedua aspek, akal spiritual,
menjadi sasaran utama pendidikan Muhammad abduh. Ia berkeyakinan bila kedua
aspek tersebut dididik dan dikembangkan, dalam arti akal dicerdaskan dan jiwa
dididik dengan akhlak agama, maka umat Islam akan dapat berpacu dengan barat
dalam menemukan ilmu pengetahuan baru dan dapat mengibangi mereka dalam
kebudayaan40.
Penyelarasan antara satu dengan laiinya adalah salah satu
ciri lain pemikiran Abduh, sebagaimana ia sandingkan antara
tujuan akhir pendidikan bersama dengan tujuan institusional 41.
Pokok pikirannya tentang tujuan institusional pendidikan
didasarkannya pada tujuan pendirian sekolah. Oleh Abduh, jenjang
pendidikan ia bagi kepada tiga tingkatan yakni: Tingkat Dasar
(Mubtadiin), Tingkat Menengah (Taqabat al-Wusta), dan Tingkat
Tinggi (Taqabat al-Ulya). Pembagian ini disesuaikan dengan tiga
klasifikasi kelompok pekerjaan yang nantinya akan digeluti, yakni;
(1) kelompok para tukang, pedagang, petani dan serupa dengan
mereka, (2) para pejabat yang mengatur urusan negara, mengelola
kemaslahatan masyarakat serta memeliharanya, seperti panglima
angkatan bersenjata, pengadilan beserta pegawainya dari berbagai
golongan, dan (3) golongan para ulama, pemimpin masyarakat,
dan ahli pendidikan seperti guru dan lainnya42.
2. Kurikulum Pendidikan
Sejalan
dengan
tujuan
pendidikan,
kurikulum
oleh
Muhammad Abduh disusun berdasarkan tigkatan dan relevansi
dengan pekerjaan yang akan digeluti. Tujuan tersebut adalah titik
sentral dalam pengembangan materi ajar untuk mencapai tujuan
39 Harun Nasution. 1987. Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mutazilah. Jakarta:UIPress. Hal. 24.
40 Lihat Arbiyah Lubis, Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh: Suatu Studi
Perbandingan, h.420
41 Tujuan institusional adalah tujuan yang ingin dicapai suatu sekolah atau
madrasah secara keseluruh, artinya apabila seseorang telah menamatkan mata
pelajarannya atau telah lulus dari ujian akhir sekolah tersebut, ia dapat dianggap
telah mencapai tujuan-tujuan yang dibebankan kepadanya. Lihat, Depratemen
Agama Republik Indonesia. 1984. Pengembangan Kurikulum untuk Siswa
Pendidikan Guru Agama Negeri. Hal. 11.
42 Abu Muhammad Iqbal. Op. Cit. Hal 148.
Makalah Filsafat Pendidikan Islam/Aan F/2016 |
20
21
1)
2)
3)
4)
Tafsir
Hadits
Bahasa Arab dengan segala cabangnya
Akhlak dengan pembahasan yang terinci sebagai yang diuraikan oleh alGhazali dalam kitab Ihya Ulum al-Din.
5) Ushul fikih
6) Sejarah yang termasuk di dalamnya sejarah Nabi dan sahabat yang diuraikan
secara terinci. Sejarah peralihan penguasa-penguasa islam, sejarah kerajaan
Usmaniah dan sejarah jatuhnya kerajaan-kerajaan islam ke tangan penguasa
lain dengan menerangkan sebab-sebabnya.
7) Retorika dan dasar-dasar berdiskusi
8) Ilmu kalam. Pada tingkat ini ilmu kalam diberikan dengan menerangkan
aliran-aliran yang terdapat dalam ilmu kalam dengan menjelaskan dalil-dalil
yang menopang pendapat setiap aliran. Pada tingkat ini pelajaran ilmu kalam
tidak ditujukan untuk memperteguh akidah, tetapi untuk memperluas
cakrawala pemikiran.
Ketiga paket kurikulum di atas merupakan gambaran umum dari kurikulum pelajaran
agama yang diberikan dalam setiap tingkat. Dalam hal ini Muhammad Abduh tidak
memasukkan ilmu-ilmu Barat ke dalam kurikulum yang direncanakannya.
Menurutnya ilmu-ilmu tersebut, seperti ilmu pasti, ilmu bahasa, ilmu sosial dan
sebagainya dipelajari bersama-sama dengan ilmu-ilmu dalam kurikulum yang
dikemukakan di atas. Ia tidak merincinya, karena masing-masing sekolah ataupun
jurusan mempunyai pandangan yang sendiri tentang ilmu apa yang lebih
ditekankannya untuk dipelajari pada jurusan atau sekolah tertentu. Dengan demikian
dalam bidang pendidikan formal Muhammad Abduh menekankan pemberian
pengetahuan yang pokok, yaitu, akidah, fikih, sejarah islam, akhlak, dan bahasa.
3. Metode Pengajaran
Dalam bidang metode pengajaran ia pun membawa cara baru dalam dunia
pendidikan saat itu. Ia mengeritik degan tajam penerapan metode hafalan tanpa
pengertian yang umumnya dipraktekkan di sekolah-sekolah saat itu. Terutama
sekolah-sekolah agama. Ia tidak menjelaskan dalam tulisan-tulisannya metode apa
yang sebaiknya diterapkan, tetapi apa yang dipraktekkannya ketika ia mengajar di alAzhar tampaklah bahwa ia menerapkan metode diskusi untuk memberikan
pengertian yang mendalam kepada murid.
Muhammad Abduh mengubah cara memperoleh ilmu dari metode hafalan
dengan metode rational dan pemahaman. Siswa disamping menghafal sesuatu juga
harus memahami tentang materi yang dihafalnya. Ia juga mnghidupkan kembali
metode munazharah dalam memahami pengetahuan dan menjauhkan metode taklid
buta teahadap para ulama. Ia juga mengembangkan kebebasan ilmiah dikalangan
mahasiswa al-Azhar. Ia juga menjadikan bahasa Arab yang selama ini hanya
merupakan ilmu yang tidak berkembang menjadi ilmu yang berkembang yang dapat
diperg unakan untuk menterjemahkan teks-teks pengetahuan modern kedalam bahasa
Arab.44
Said Ismail Ali dalam bukunya Pelopor Pendidikan Islam Paling
Berpengaruh, menambahkan : Bagaimana metode pengajaran yag dominan
digunakan di al-Azhar saat itu tidak menjelaskan dan membentangkan persoalan
sebagaimana mestinya. Kerancuan dan keambiguan selalu menyertai materi pelajaran
44 Ramayulis & Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam Mengenal Tokoh
Pendidikan Islam di Dunia Islam dan Indonesia, (Jakarta:Quantum teaching, 2005), h. 48
Makalah Filsafat Pendidikan Islam/Aan F/2016 |
22
23
48 Lihat Arbiyah Lubis, Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh : Suatu Studi
Perbandingan, h.156-159
24
25
51 Lihat Ahmad Syafii Marif, dalam Kata Pengantar untuk buku Fazlur Rahman, Islam.
1987. terj. Senoaji Saleh. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. viii.
52 Namanya adalah Shadr al-Din as-Syirazi, lebih dikenal dengan Mulla Shadra. Mengenai
pemikirannya lihat Fazlur Rahman, The Philosophy of Mulla Shadra. 1976. Albany, New
York: State University of New York Press. Hal. 67.
53 Abd. Ala. 2003. Dari Neomodernisme ke Islam Liberal: jejak Fazlur Rahman dalam
Wacana Islam Indonesia Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina. Hal. 33.
Makalah Filsafat Pendidikan Islam/Aan F/2016 |
26
27
28
56 Uraian secara kritis yang menggambarkan keadaan demikian ini, secara jelas dapat
ditemukan dalam uraian panjangnya dalam Fazlur Rahman.1995. Islam and Modernity,
Transformation of an Intellectual Traditions Cet II. Terj. Ahsin Muhammad. Bandung:
Pustaka. Hal. 84.
29
61 Ibid.
62 Prof. Dr. Abd. Rahman Assegaf. Op.Cit. Hal. 132.
Makalah Filsafat Pendidikan Islam/Aan F/2016 |
30
31
32
33
70 Fazlur Rahman. Islam. Dalam Abu Muhammad Iqbal. Op. Cit. Hal. 624.
71 Fazlur Rahman. Islam. Op. Cit. Hal. 267.. Uraian cukup luas terhadap sejarah
berdirinya madrasah dan perpustakaan ini dapat disimak pula dalam Ziauddin
Sardar (ed). Ilm and the Revival Knowledge Cet I. 2000. Terjemah Agung
Prihartono. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 160-178.
Makalah Filsafat Pendidikan Islam/Aan F/2016 |
34
PENUTUP
Simpulan
Ibnu Khaldun (733H/1332M-808H-1404M) yang bernama lengkap
Abdurrahman Zaid Waliuddin ibnu Muhammad ibnu al-Husain ibnu
Muhammad ibnu Ibrahim ibnu Abdirrahman ibnu Khaldun al-Khadlrami alTunisi kemudian termashur dengan nama Ibnu Khaldun (733-808 M/
1332-1406), yang selanjutnya dikenal sebagai salah satu sejarawan dan
filosof paling berpengaruh dalam islam, telah membawa pemikiran horizon
baru dalam pemikiran pendidikan Islam. Menurut beberapa ahli, proses
pemikirannya mengalami percampuran yang unik, yaitu dipengaruhi oleh
dua tokoh yang saling bertolak belakang, Al-Ghozali (penentang
Aristoteles) dan Ibnu Rusyd (pengikut Aristoteles). Ibnu Khaldun adalah
pengikut Al-Ghozali dalam permusuhannya melawan logika Aristoteles,
dan pengikut Ibnu Rusyd dalam usahanya mempengaruhi massa. Hal
itulah yang membawa Ibnu Khaldun membangun suatu bentuk logika baru
yang realistik, guna menggantikan logika idealistik Aristoteles yang
berpola
paternalistik-absolutistik-spiritualistik
menjadi
relatifistiktemporalistik-materialistik. Ia terkenal sebagai ilmuwan besar karena
karyanya Muqaddimah. Dalam karyanya itu, Ibnu Khaldun menyatakan
bahwa ilmu pendidikan bukanlah suatu aktivitas yang semata-mata
bersifat pemikiran dan perenungan, akan tetapi merupakan gejala
konklusif yang lahir dari terbentuknya masyarakat dan perkembangannya
dalam tahapan kebudayaan. Pendidikan menurutnya mempunyai
pengertian yang cukup luas, bukan hanya merupakan proses belajar
mengajar yang dibatasi oleh empat dinding, melainkan suatu proses di
mana manusia secara sadar menangkap, menyerap, dan menghayati
peristiwa-peristiwa alam sepanjang zaman.
Muhammad Abduh (1266H/1849M-1323H/1905M) adalah seorang
pembaharu, yang terlahir dari sejarah panjang perjalanan pendidikan yang
ia peroleh dan membentuk kepribadian tersendiri, sehingga ia bukan
hanya mampu merasakan kekurangan pendidikan, akan tetapi melakukan
usaha penuh untuk melakukan pembaharuan. Muhammad Abduh berguru
kepada Jamaluddin al- Afghani, seorang yang dikenal dalam dunia Islam
sebagai mujahid dan mujaddid, ia juga ulama yang alim. Muhammad
Abduh mengagumi ilmu dan cara berfikir Jamaluddin yang modern,
sehingga ia belajar padanya, bahkan saat pengasingannya di Beirut,
Jamaluddin mengundang Muhammad Abduh untuk bersamanya berjuang
di Perancis, menyebarkan semangat perjuangan dan pembaharuan
melalui penerbitan majalah. Walaupun pada akhirnya penerbitan itu
ditutup oleh Pemerintah Perancis karena dianggap berbahaya. Dan sikap
berani Muhammad Abduh untuk lebih konsentrasi pada pembaharuan
pendidikan, membuatnya namanya dikenal sampai saat ini. Pembaharuan
pendidikan yang dilakukannya meliputi tujuan pendidikan yang
berorientasi pada pembentukan kepribadian, moral agama, yang
72 Fazlur Rahman. Recommendation og the Improvement of IAIN Curriculum and
Isntruction Submitted to the Minister of Religious Affair, His Excellence, Munawir
Sjadzali, MA, dalam Muhammad Wahyu Nafis (Ed.). 1995. Kontekstualisasi
Ajaran Islam 70 Tahun Prof. Dr. Munzwir Sjadzali, MA. Jakarta: Paramadina. Cet. I.
Hal. 522.
DAFTAR RUJUKAN
Al-Muhtasib, Abdul
Majid
Abdussalam . 1997. Tafsir
al-Quran
Kontemporer: Visi dan Paradigma, terj. Moh. Magfur Wachid.
Bangil: Al-Izzah.
Assegaf, Abd. Rachman., Prof. Dr. 2013. Aliran Pemikiran Pendidikan
Islam Hadrah Keilmuan Tokoh Klasik sampai Modern. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
Al-Syaibani, Omar Muhammad al-Toumy. 1979. Filsafat Pendidikan Islam,
Terjemah Oleh Hasan Langulung. Jakarta: Bulan Bintang.
Ala, Abd.. 2003. Dari Neomodernisme ke Islam Liberal: jejak Fazlur
Rahman dalam Wacana Islam Indonesia. Jakarta: Yayasan Wakaf
Paramadina.
Baali, Fuad., dan Wardi, Ali. 2003. Ibn Khaldun dan Pola Pemikiran Islam.
Jakarta: Pustaka Firdaus.
Donald L. Denry. Fazlur Rahman (1919-1988): A Live and Riview, dalam
Earle H. Waugh & Fedrick M. Denry (ed). 1998. The Shaping of an
Amarican Islamic Discourse: Memorial to Fazlur Rahman. Georgia:
Scholars Press.
Erikson Damanik. Pemikiran Pendidikan Islam Fazur Rahman. Dalam
http://soddis.blogspot.co.id/2015/12/pemikiran-pendidikan-islamfazlur-Rahman.html. tanpa halaman.
Iqbal, Abu Muhammad. 2015. Pemikiran Pendidikan Islam; GagasanGagasan Besar Para Ilmuwan Muslim . Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ismail, Said. 2010. Pelopor Pendidikan Islam Paling Berpengaruh. Jakarta,
Pustka Al-Kautsar.
Khaldun, Ibnu. 1986. Muqaddimah. Terjemah oleh Ahmadie Thoha.
Jakarta:Pustaka Firdaus.
Khaldun, Ibnu. 2011. Mukaddimah, Terjemah Mastur Irham dkk. Jakarta:
Pustaka al-Kautsar.
Khalik, Abdul., dkk. 1999. Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Tokoh Klasik
dan Kontemporer. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Khotimah. 2014. Pemikiran Fazlur Rahman tentang Pendidikan Islam.
Jurnal Ushuluddin Vol. XXII No. 2, Juli 2014. Hal. 239-253.
Lubis, Arbiyah. 1993. Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh:
Suatu Studi Perbandingan. Jakarta, PT.Bulan Bintang.
Machali, Imam., dan Setiawan, Adhi. (Ed). 2010. Antologi Kependidikan
Islam. Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Madjid, Nurcholish. 2000. Islam Doktrin dan Peradaban, cet. 4. Jakarta:
Yayasan Wakaf Paramadina.
Madjid, Nurcholish. 1997b. Kaki Langit dan Peradaban. Jakarta: Yayasan
Wakaf Paramadina.
Madjid, Nurcholish. 1997a. Bilik-Bilik Pesantren. Jakarta: Yayasan Wakaf
Paramadina.
Muhajir, Noeng. 1984. Pemahaman Tasonomi. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Muin, Thaib Tahir Abd.. 1966. Ilmu Manthiq. Bandung:Pinda Grafika.
Abduh
dan
Teologi
Rasional
Sejarah
Kritis
Ibnu
Khaldun.