Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
SRI WINDARWATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Sri Windarwati
NRP : F351074011
ABSTRACT
SRI WINDARWATI. F351074011. Utilization of Active Fraction of Jatropha
curcas Herb Extracts as Antimicrobial and Antioxidant Agents in Cosmetic.
Supervised by DWI SETYANINGSIH and FRANSISKA R. ZAKARIA.
RINGKASAN
SRI WINDARWATI. F351074011. Pemanfaatan Fraksi Aktif Ekstrak Tanaman
Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) sebagai Zat Antimikroba dan Antioksidan
dalam Sediaan Kosmetik. Dibimbing oleh DWI SETYANINGSIH dan
FRANSISKA R. ZAKARIA.
Kajian mengenai aktivitas biokimia yaitu sifat antimikroba dan
antioksidan ekstrak kasar tanaman jarak pagar telah dilakukan oleh beberapa
peneliti. Untuk mendapatkan ekstrak murni dengan aktivitas biokimia yang lebih
tinggi serta untuk mendukung pemanfaatannya dalam produk turunan, maka fraksi
aktif dari ekstrak tanaman jarak pagar yang potensial sebagai agen antimikroba
dan antioksidan perlu dievaluasi. Uji coba pemanfaatan fraksi aktif ekstrak jarak
pagar dalam formula produk akhir perlu dilakukan untuk mengetahui
efektivitasnya dalam bentuk sediaan kosmetik/produk akhir sekaligus uji
toksisitas dan alergenitas untuk mengetahui tingkat keamanan penggunaan
produk.
Tujuan penelitian adalah untuk mengembangkan produk berbasis senyawa
aktif ekstrak tanaman jarak pagar, lebih khusus adalah produk zat antimikroba dan
zat antioksidan dalam sediaan kosmetik. Tujuan khusus penelitian adalah
mendapatkan fraksi aktif ekstrak tanaman jarak pagar yang potensial sebagai zat
antimikroba dan antioksidan, mengidentifikasi senyawa kimia yang terdapat pada
fraksi aktif ekstrak tanaman jarak pagar yang diperoleh, mendapatkan produk
sediaan kosmetik yang memanfaatkan fraksi aktif ekstrak tanaman jarak pagar,
mendapatkan informasi toksisitas kulit dari fraksi aktif ekstrak jarak pagar dan
produk sediaan kosmetik yang dihasilkan dan mendapatkan informasi sifat
alergenitas dari ekstrak jarak pagar.
Penelitian diawali dengan persiapan dan karakterisasi bahan baku (daun,
bungkil, kulit batang), dilanjutkan dengan proses ekstraksi dan fraksinasi untuk
menentukan fraksi terpilih sebagai zat antimikroba dan zat antioksidan. Ekstrak
kasar dan fraksi-fraksi ekstrak dianalisa aktivitas antioksidan (peredaman DPPH),
aktivitas antimikroba (difusi sumur), kandungan total fenol (Folin Ciocalteu) dan
kandungan senyawa toksik ester forbol. Fraksi terpilih diidentifikasi komposisi
kimianya dengan Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS) dan
digunakan dalam uji coba formulasi fraksi ekstrak jarak pagar dalam produk krim.
Pengaruh penambahan ekstrak jarak pagar terpilih dievaluasi berdasarkan analisa
pH, stabilitas emulsi, aktivitas antioksidan dan cemaran mikroba. Sebagai uji
tingkat keamanan penggunaan ekstrak, dilakukan uji toksisitas kulit yaitu uji
iritasi kulit primer dengan metode Draize test dan uji sifat alergenitas ekstrak
dengan metode Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA).
Fraksi polar dari ekstrak metanol daun jarak pagar berpotensi sebagai zat
antioksidan dengan aktivitas peredaman DPPH 89,42%, kandungan total fenol
32,760,58 mg asam tanat/g dan tidak teridentifikasi senyawa toksik ester forbol.
Sedangkan fraksi etil asetat dari ekstrak yang sama berpotensi sebagai zat
antimikroba dengan diameter penghambatan terhadap S.aureus 12,50 mm, dengan
kandungan total fenol 88,5310,89 mg asam tanat/g ekstrak
Senyawa kimia yang teridentifikasi dalam fraksi metanol daun yang terpilih
antara lain senyawa fural, alkaloid, piran dan nicotinamida. Dalam fraksi etil
asetat terpilih teridentifikasi senyawa terpen, senyawa fenol, asam lemak, alkaloid
dan senyawa glikosida. Senyawa-senyawa tersebut berasal dari tanaman dan
reaksi pada proses penyiapan ekstrak, dan kemungkinan bertanggung jawab
terhadap aktivitas antimikroba dan antioksidan yang dimiliki.
Formulasi produk krim dengan penambahan fraksi etil asetat 1,25% sebagai
substitusi metil paraben dan propil paraben merupakan formula terbaik yang
memiliki aktivitas antioksidan tertinggi dan nilai cemaran mikroba terendah.
Sedangkan formulasi produk krim dengan penambahan fraksi metanol daun jarak
0,064% sebagai substitusi BHT memiliki aktivitas antioksidan yang lebih rendah
dari formula komersial.
Penggunaan fraksi metanol daun jarak pagar sebagai zat antioksidan dalam
formula produk krim masih mungkin untuk ditingkatkan konsentrasinya karena
fraksi ekstrak ini dalam bentuk larutan 0,064%-1% dan pengenceran 1:1 (50%)
tidak menyebabkan reaksi iritasi kulit, dan diklasifikasikan sebagai bahan non
irritant. Larutan fraksi etil asetat daun jarak dengan konsentrasi 1,25% tidak
menyebabkan reaksi iritasi kulit (PII=0), sedangkan konsentrasi 2,5% dapat
menyebabkan iritasi lemah (PII=0,25) dan dengan pengenceran 1:1 menyebabkan
iritasi ringan (PII=2,25). Ekstrak kasar daun jarak pagar juga menyebabkan iritasi
kulit ringan (PII 1,25). Hasil uji sifat alergenitas ekstrak jarak pagar menggunakan
IgE manusia menunjukkan bahwa ketiga ekstrak kasar (daun, bungkil, kulit
batang) bereaksi positif dengan IgE serum subyek dan berpotensi menyebabkan
reaksi alergi.
SRI WINDARWATI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, MS
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Tesis
Nama
N RP
:
:
Disetujui
Komisi Pembimbing
Diketahui
Tanggal lulus :
ii
iii
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga tugas akhir penelitian yang
berjudul: Pemanfaatan Fraksi Aktif Ekstrak Tanaman Jarak Pagar
(Jatropha curcas Linn.) sebagai Zat Antimikroba dan Antioksidan dalam
Sediaan Kosmetik dapat diselesaikan.
Tidak bisa dipungkiri bahwa pelaksanaan penelitian dan penyusunan thesis
tidak mungkin selesai tanpa peran serta berbagai pihak yang telah membantu.
Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, M.Si. selaku Ketua Komisi
Pembimbing dan Prof. Dr. Fransisca R. Zakaria, M.Sc selaku Anggota Komisi
Pembimbing atas bimbingan dan arahannya; Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, MS selaku
dosen penguji atas arahan dan masukannya, teman-teman seperjuangan di SBRC
LPPM IPB atas dukungan dan bantuannya dalam menyelesaikan penelitian, staf
dan laboran di Departemen Teknologi Industri Pertanian, FATETA IPB serta
rekan-rekan di Departemen Teknologi Industri Pertanian angkatan 2007 dan 2008.
Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada Ecoscience Investments
dan SBRC LPPM IPB atas kesempatan beasiswa yang diberikan. Ucapan terima
kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Bapak, Ibu, Kakak dan AdikAdik dan seluruh keluarga atas segala dukungan dan doanya.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan agar
dapat memberikan informasi dalam pengembangan karya tulis ini lebih lanjut.
Sri Windarwati
iv
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 25 Mei 1983 di Desa Ngawen Muntilan
Magelang Jawa Tengah. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara
dari pasangan Bapak Iskahar dan Ibu Siti Murni.
Pendidikan dasar diselesaikan oleh penulis pada tahun 1995 di SD
Muhammadiyah Ngawen, Magelang dan pendidikan menengah pertama
diselesaikan pada tahun 1998 di MTs Assalaam, Sukoharjo. Setelah itu penulis
menyelesaikan pendidikan lanjutan menengah atas pada tahun 2001 di SMU
Assalaam, Sukoharjo.
Penulis melanjutkan kuliah Strata 1 tahun 2001 di Program Studi
Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB dan mendapatkan
gelar sarjana pada tahun 2006. Sejak 2006 penulis telah bekerja sebagai staf
peneliti di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (SBRC LPPM IPB) dan
mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan kuliah Strata 2 pada tahun ajaran
2007/2008 di Sekolah Pascasarjana, Teknologi Industri Pertanian IPB, melalui
program beasiswa pengembangan bioenergi dari Ecoscience Investments.
vi
vii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvi
I.
PENDAHULUAN. ............................................................................. 1
1.1 Latar belakang ................................................................................. 1
1.2 Tujuan .............................................................................................. 3
II.
III.
viii
Halaman
3.4.6 Uji alergenitas ekstrak jarak pagar ........................................ 35
3.5 Teknik Analisis Data ........................................................................ 37
3.6 Hipotesis Penelitian.......................................................................... 38
V.
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Komposisi kimia kernel dan cangkang biji jarak pagar ................................ 7
2. Kandungan phorbol ester pada beberapa bagian tanaman jarak pagar ......... 10
3. Tingkat kepolaran beberapa jenis pelarut ..................................................... 15
4. Klasifikasi potensi iritasi kulit ...................................................................... 21
5. Evaluasi reaksi kulit metode Draize .............................................................. 35
6. Hasil analisa proksimat bahan baku penelitian ............................................. 40
7. Rendemen proses ekstraksi ........................................................................... 42
8. Persentase fraksi-fraksi pelarut dari ekstrak ................................................. 43
9. Rendemen ekstrak dan fraksi ekstrak jarak pagar ......................................... 44
10. Kandungan ester forbol ekstrak dan fraksi ekstrak ....................................... 56
11. Pemilihan ekstrak sebagai zat antioksidan .................................................... 58
12. Identifikasi senyawa kimia fraksi metanol ekstrak daun jarak pagar ........... 59
13. Pemilihan ekstrak sebagai zat antimikroba ................................................... 62
14. Identifikasi senyawa kimia fraksi etil asetat ekstrak daun jarak pagar ......... 62
15. Bahan pembuatan krim beserta fungsinya .................................................... 65
16. Formula penambahan fraksi aktif terpilih dalam produk krim ..................... 66
17. Nilai cemaran mikroba pada formula produk krim ....................................... 71
18. Pengaruh suhu penambahan ekstrak terhadap karakteristik krim ................. 74
19. Formula produk krim dengan penambahan ekstrak jarak pagar ................... 75
20. Hasil Primary Skin Irritation Testing ........................................................... 79
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
xii
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Prosedur analisa bahan baku ......................................................................... 95
2. Prosedur analisa ekstrak dan fraksi ekstrak .................................................. 97
3. Prosedur analisis produk krim ....................................................................... 100
4. Data proses pemisahan partisi pelarut ........................................................... 101
5. Data hasil analisa ekstrak dan fraksi ekstrak................................................. 102
6. Kurva standar uji total fenol.......................................................................... 105
7. Analisis ragam untuk uji aktivitas antimikroba fraksi ekstrak ...................... 106
8. Analisis ragam untuk uji aktivitas antioksidan fraksi ekstrak ....................... 107
9. Analisis ragam untuk total fenol fraksi ekstrak............................................. 108
10. Kromatogram HPLC analisa ester forbol ...................................................... 109
11. Analisis ragam untuk pemilihan ekstrak sebagai zat antioksidan ................. 112
12. Analisis ragam untuk rendemen fraksi ekstrak ............................................. 113
13. Kromatogram komposisi kimia fraksi ekstrak terpilih dengan GCMS......... 114
14. Data hasil pengamatan uji tingkat iritasi kulit .............................................. 116
15. Hasil hasil pengamatan uji sifat alergi dengan ELISA ................................. 117
xiv
xv
I. PENDAHULUAN
1.3
Latar Belakang
Pengembangan jarak pagar sebagai salah satu tanaman penghasil Bahan
pengujian aktivitas antimikroba dari ekstrak etanol, metanol dan ekstrak air kulit
batang jarak pagar. Kemampuan ekstrak kasar dalam menghambat pertumbuhan
bakteri dan kapang merupakan indikasi adanya potensi yang besar sebagai produk
antimikroba. Pase (2009) melakukan pengujian aktivitas antimikroba dari sabun
transparan dan sabun opaque berbahan baku minyak jarak pagar. Adanya aktivitas
antimikroba pada sabun jarak membuka peluang untuk pengembangan sabun
kesehatan alami. Produk lain seperti antioksidan juga dapat dikembangkan dari
jarak pagar. Diwani et al. (2009) mendapatkan bahwa ekstrak metanol dari akar
tanaman jarak pagar menunjukkan aktivitas antioksidan yang tinggi yang dapat
meningkatkan stabilitas oksidasi dari minyak dan biodiesel jarak pagar, jelantah
dan minyak zaitun.
Dalam pengembangan produk-produk turunan senyawa aktif, beberapa
negara telah mengembangkan beberapa produk seperti antibiotik, biopestisida,
anti virus dan anti fungi serta isolat protein dari jarak pagar. Berkaitan dengan
pengembangan jarak pagar di Indonesia sebagai bahan baku BBN, maka potensi
senyawa aktif pada jarak pagar perlu mendapatkan perhatian karena berpotensi
untuk menghasilkan produk-produk yang bermanfaat bagi manusia.
Kajian mengenai aktivitas antimikroba dan antioksidan ekstrak kasar
tanaman jarak pagar yang meliputi bagian batang dan daun, kulit buah serta biji
jarak dengan 3 jenis pelarut yaitu metanol, heksan dan etil asetat telah dilakukan.
Hasil uji antioksidan menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan terbesar terdapat
pada sampel ekstrak metanol biji jarak. Hasil uji antimikroba dengan metode
difusi sumur terhadap bakteri uji E.coli dan S. aureus menunjukkan bahwa sampel
yang memiliki aktivitas antimikroba dengan diameter penghambatan
6 mm
antara lain ekstrak biji jarak dengan pelarut metanol dan heksan, ekstrak batang +
daun jarak dengan pelarut metanol dan heksan serta ekstrak kulit buah jarak
dengan pelarut metanol. Ekstrak biji jarak pagar dengan pelarut metanol memiliki
diameter hambat terbesar yaitu 11,9 mm terhadap bakteri E. coli dan 14,83 mm
terhadap bakteri S. aureus (Nurmillah 2009).
Ekstrak tersebut masih berupa ekstrak kasar, untuk mendapatkan aktivitas
biokimia yang lebih tinggi serta untuk mendukung pemanfaatannya dalam produk
turunan, maka perlu dilakukan proses pemurnian untuk memperoleh fraksi aktif
dari ekstrak tanaman jarak pagar, yang potensial sebagai agen antimikroba dan
antioksidan. Untuk mengetahui efektivitasnya dalam bentuk sediaan kosmetik
maka perlu dilakukan uji coba pemanfaatan fraksi aktif ekstrak jarak pagar dalam
formula hand & body cream.
1.4
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan produk bioaktif berbasis
senyawa aktif ekstrak tanaman jarak pagar. Secara khusus, tujuan penelitian
adalah:
a. Mendapatkan fraksi aktif ekstrak tanaman jarak pagar sebagai zat
antimikroba dan antioksidan.
b. Identifikasi senyawa kimia yang terdapat pada fraksi aktif ekstrak tanaman
jarak pagar yang diperoleh.
c. Mendapatkan produk sediaan kosmetik yang memanfaatkan fraksi aktif
ekstrak tanaman jarak pagar.
d. Mendapatkan informasi toksisitas kulit dari fraksi aktif ekstrak jarak pagar
dan produk sediaan kosmetik yang dihasilkan (hand& body cream).
e. Mendapatkan informasi sifat alergenitas dari ekstrak jarak pagar.
Buah masak
Bunga
Biji jarak
2.10
daging buah mengandung protein 27-32% dan minyak 58-60%. Makkar et al.
(1998) melaporkan adanya total fenol serta tannin pada kernel dan cangkang biji
beberapa varietas jarak pagar (Cape verde, Nicaragua, Ife-Nigeria). Pada bungkil
jarak pagar (meal) ditemukan adanya aktivitas tripsin inhibitor, lektin, saponin,
juga phytat, sedangkan ester forbol ditemukan pada bagian kernel jarak. Senyawa
curcin dan ester forbol yang merupakan senyawa racun dan antinutrisi paling
banyak ditemukan pada bagian biji.
Komponen toksik utama pada bungkil jarak adalah hemaglutinin bernama
curcin. Curcin menghambat sintesis protein in vitro. Senyawa toksik lain adalah
lektin (51-102 mg bungkil/ml uji produksi hemaglutinasi), fitat (8.9-10.1%),
saponin (2.0-3.4% ekuivalen diosgenin) dan inhibitor tripsin (21.1-26.5 mg tripsin
dihambat/gram bungkil kering). Penelitian terhadap berbagai varietas jarak di
Meksiko menunjukkan kandungan tripsin inhibitor 33.1-36.4 mg tripsin/gram
bungkil kering, fitat 8.5-9.3% ekuivalen asam fitat, saponin 2.1-2.9% dan lektin
0.35-1.46 mg/ml sampel dibutuhkan untuk aglutinasi (Martinez-Herrera et al.
2006).
Menurut Aregheore et al. (2003) komponen toksik dan iritan pada biji jarak
adalah -D-glycoside dari sitosterol, curcin (lektin), flavonoid vitexin, isovitexin
dan 12-deoxyl-16-hydroxyphorbol (ester forbol). Lektin dan inhibitor tripsin
dapat dikurangi dengan pemanasan 121oC, 25 menit (Aderibigbe et al. 1997), fitat
sedikit berkurang dengan iradiasi 10 kGy, sementara ester forbol bersifat stabil
dan tahan terhadap suhu penyangraian sampai 160oC, 30 menit, akan tetapi
perlakuan kimia dapat mengurangi kandungannya (Makkar dan Becker 1997).
Ester forbol merupakan ester dari tiglian diterpen. Komponen penting dari
kelompok senyawa ini adalah tiglian, suatu diterpen tetrasiklik yang memiliki
gugus alkohol. Hidroksilasi senyawa ini dengan berbagai posisi dan jenis asam
melalui ikatan ester menghasilkan sejumlah besar senyawa yang disebut ester
forbol (Goel et al. 2007) (Gambar 2). Terdapat dua kelompok forbol yaitu dan
yang dibedakan berdasarkan gugus OH pada cincin C. Yang termasuk phorbol
aktif yaitu TPA (4-12-O-tetradecanoylphorbol-13-acetate) dan PDBU (4phorbol-12,13-dibutyrate).
Tiglian
Forbol
10
Tabel 2 Kandungan ester forbol pada beberapa bagian tanaman jarak pagar
Bagian tanaman
Ester forbol (mg/g sampel kering)*
Kernel
2,00 6,00
Daun
1,83 2,75
Batang
0,78 0,99
Bunga
1,39 1,83
Bud (tunas)
1,18 2,10
Akar
0,55
Getah
tidak terdeteksi
Kulit (bagian luar, coklat)
0,39
Kulit (bagian dalam, hijau) 3,08
Kayu
0,09
* equivalent dengan phorbol 12 myristate 13 acetate
Sumber : Makkar dan Becker (2009)
11
Selain cara fisik dan kimia, penggunaan larva Hyles euphorbiae dapat
memetabolisme 70-90% ester forbol (Hundsdoerfer et al. 2005). Selain itu enzim
liver carboxylesterase dari tikus juga dapat mendetoksifikasi senyawa forbol
(Mentlein 1986).
Selain memiliki efek negatif pada manusia dan hewan, senyawa ester forbol
juga memiliki sifat-sifat yang bermanfaat. Beberapa senyawa forbol alami mampu
menghambat tumor, menghambat replikasi virus (HIV) dan memiliki aktivitas
antileukemic yang potensial sebagai obat kanker darah. Dilaporkan bahwa TPA
merupakan satu-satunya penghambat potensial HIV-1 yang diinduksi CPEs
(cytopathic effects ) dengan nilai IC100 0.48 ng/ml. TPA juga dapat menghasilkan
perubahan struktur pada parasit Leishmania amazonensis pada konsentrasi 20
ng/ml (Chan-Bacab dan Pena-Rodrguez 2001).
Senyawa ester forbol bertanggung jawab terhadap reaksi iritasi kulit,
inflamasi (peradangan) dan pembentukan tumor. Mekanisme peradangan yang
disebabkan oleh senyawa ester forbol disajikan pada Gambar 3.
Ester forbol
Pelepasan histamin
Pelepasan interleukin
(IL-2)
Kebocoran plasma
Migrasi sel
transendothelial
Ekspansi klonal
Kerusakan jaringan
Bengkak, panas,
kemerahan
Rasa sakit
12
diikuti dengan pelepasan plasma yang bisa mengakibatkan tumor, kemerahan dan
rasa panas. Aktivasi integrin pada leukosit menyebabkan migrasi sel
transendotelial, sedangkan pelepasan interleukin (IL-2) menyebabkan ekspansi
klonal. Adapun pelepasan protease, sitokin dan aktivasi NADPH oksidase
menyebabkan kerusakan jaringan yang akhirnya menyebabkan rasa sakit (Goel et
al. 2007).
Sebagai promotor tumor, senyawa ester forbol sendiri tidak menyebabkan
tumor, akan tetapi memicu pertumbuhan tumor bagi sel/jaringan yang telah
terpapar dengan senyawa karsinogen pada dosis tertentu ataupun yang telah
mengalami mutasi. Dengan kata lain senyawa ester forbol merupakan kokarsinogen. Sifat ko-karsinogen ini menjadi jelas dengan adanya penelitian
Berenblum (1941), diacu dalam Goel et al. (2007), yang mendapatkan bahwa
minyak croton (Croton tiglium) dapat meningkatkan pembentukan tumor ketika
diaplikasikan pada kulit tikus bersamaan ataupun terpisah dengan aplikasi dosis
subefektif karsinogen hydrocarbon 3,4-bezpyrene. Lebih lanjut, Berebblum and
Shubik (1947), diacu dalam Goel et al. (2007) mendapatkan bahwa peningkatan
produksi tumor hanya terlihat ketika minyak croton diaplikasikan setelah aplikasi
karsinogen, bukan sebelumnya.
2.11
tanaman yang distribusinya sangat beragam dari tanaman satu dengan yang lain.
Beberapa senyawa metabolit sekunder tersebut memiliki penting pada tanaman
antara lain sebagai zat pertumbuhan tanaman, komponen pigmen dan bau pada
bunga, zat antiherbivora, zat antifungi, serta membantu proses simbiosis dengan
tanaman tertentu (Harborne 1999).
Terdapat tiga kelas utama senyawa metabolit sekunder yaitu senyawa
terpenoid, alkaloid dan senyawa metabolit mengandung nitrogen lainnya serta
kelas senyawa fenolik. Terpenoid dicirikan oleh biosintesis awal yang berasal dari
isopentenil pirofosfat dan sifat lipofilik yang dimiliki oleh senyawa tersebut.
Senyawa terpenoid terbentuk dari satuan isoprene, dan dibedakan menjadi
beberapa golongan berdasarkan jumlah sat uan isoprenenya yaitu dari dua unit
13
(C10) hingga delapan unit (C40). Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa
mulai dari komponen minyak atsiri yaitu monoterpen dan seskuiterpen yang
mudah menguap (C10 dan C15), diterpen yang lebih sukar menguap (C20) sampai
ke senyawa yang tidak menguap yaitu triterpenoid dan sterol (C30) serta pigmen
karotenoid (C40) (Harborne 1999).
Sifat umum senyawa terpenoid adalah larut dalam lemak, dan pada
tanaman sebagian besar terdapat pada bagian sitoplasma sel, sebagian kecil
terdapat dalam sel kelenjar khusus permukaan daun, daun dan daun bunga.
Ekstraksi terpenoid dari jaringan tanaman dilakukan menggunakan eter minyak
bumi, eter atau kloroform serta dapat dipisahkan secara kromatografi
menggunakan pelarut-pelarut tersebut. Senyawa terpenoid umumnya tidak
berwarna kecuali senyawa karotenoid (Harborne 1987).
Salah satu golongan terpenoid yang berpotensi sebagai antimikroba adalah
triterpenoid. Triterpenoid termasuk senyawa yang merupakan komponen aktif
dalam tumbuhan obat yang telah digunakan untuk penyakit gangguan kulit,
berfungsi sebagai antifungi, insektisida, antibakteri atau virus (Robinson 1995).
Triterpenoid dapat dipilah menjadi sekurang-kurangnya empat golongan senyawa
yaitu triterpena sebenarnya, steroid, saponin, dan glikosida jantung (Harborne
1987).
Senyawa triterpenoid yang terdapat pada tumbuhan tingkat tinggi adalah
fitosterol yang terdiri dari sitosterol ( - sitosterol), stigmasterol, dan kampesterol.
Steroid merupakan golongan dari senyawa triterpenoid (Harborne 1987). Steroid
alami berasal dari berbagai transformasi kimia dua triterpen yaitu lanosterol dan
sikloartenol. Pada umumnya, steroid tumbuhan berasal dari sikloartenol. Senyawa
steroid dapat digunakan sebagai dasar untuk pembuatan obat.
Saponin merupakan senyawa aktif permukaan yang dihasilkan dari grup
steroid atau triterpen yang berikatan dengan gula, senyawa ini memiliki pengaruh
biologis yang menguntungkan yaitu bersifat sebagai hipokolesterolemik dan
antikarsinogen serta dapat meningkatkan sistem imun (Meskin et al. 2002).
Saponin menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroba dengan cara
berinteraksi dengan membran sterol. Efek utama saponin terhadap bakteri adalah
pelepasan protein dan enzim dari dalam sel (Zablotowicz et al. 1996).
14
2.12
dapat dilakukan dengan beberapa teknik, yang dapat dibagi menjadi 4 jenis
berdasarkan mediumnya yaitu cairan, aliran superkritis, uap dan gas. Ektraksi
pelarut merupakan cara yang paling umum dan banyak digunakan, dimana secara
teknis dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu maserasi, perkolasi dan ekstraksi
soxhlet (Van Beek, 1999). Maserasi merupakan proses perendaman sampel
dengan pelarut organik yang digunakan pada temperatur ruangan. Perkolasi
15
Indek kepolaran
0,1
2,4
2,8
3,1
4,1
4,4
4,7
5,1
5,1
10,2
16
2.13
Zat Antimikroba
Zat antimikroba adalah senyawa biologis atau kimia yang dapat
deodoran
atau
dan
kombinasi
antiperspiran
menggunakan
zirkonium-alumunium
seperti
garam-garam
Al-Zi-Tri/tetra
17
Menurut Pelczar et al. (1993), aktivitas antimikroba dimiliki senyawasenyawa kimia tertentu seperti fenol dan senyawa fenolik, alkohol, halogen,
logam berat, detergen, dan senyawa amonium kuartener. Masing-masing senyawa
memiliki mekanisme khusus dalam menghambat atau membunuh mikroba.
Senyawa fenol dan senyawa fenolik merusak sel mikroba dengan
mengubah permeabilitas membran sitoplasma, menyebabkan kebocoran bahanbahan intraseluler serta dapat mendenaturasi dan menginaktifkan protein seperti
enzim. Alkohol akan mendenaturasi protein, merusak struktur lemak dan
membran sel mikroba; halogen yang terdiri dari iodium, klor, dan bromin dapat
mengoksidasi dan merusak organel penting dari sel mikroba, sedangkan logam
akan menginaktifkan protein seluler. Deterjen akan merusak membran sitoplasma
dan menyebabkan kebocoran bahan intraseluler, sedangkan senyawa amonium
kuarterner akan mendenaturasi protein, mengganggu proses metabolisme dan
merusak membran sitoplasma.
Mekanisme senyawa fenol sebagai zat antimikroba adalah dengan cara
meracuni protoplasma, merusak dan menembus dinding sel, serta mengendapkan
protein sel mikroba. Komponen fenol juga dapat mendenaturasi enzim yang
bertanggung jawab terhadap germinasi spora atau berpengaruh terhadap asam
amino yang terlibat dalam proses germinasi. Senyawa fenolik bermolekul besar
mampu menginaktifkan enzim esensial di dalam sel mikroba meskipun pada
konsentrasi yang sangat rendah (Prindle 1983). Senyawa fenol mampu
18
2.14
Zat Antioksidan
Senyawa antioksidan merupakan senyawa yang dapat memperlambat
beberapa
mekanisme,
dimana
mekanisme
ini
dijadikan
dasar
19
20
2.15
Sifat Toksisitas
Toksisitas suatu bahan adalah kapasitas suatu bahan untuk menciderai
suatu organisme hidup. Informasi toksisitas suatu bahan dapat diperoleh dengan
mempelajari efek-efek dari pemaparan bahan kimia terhadap binatang percobaan,
pemaparan bahan kimia terhadap organisme tingkat rendah seperti bakteri dan
kultur sel dari mamalia di laboratorium, dan pemaparan bahan kimia terhadap
manusia.
Uji toksisitas suatu senyawa dibagi menjadi 2 golongan, yaitu toksisitas
umum dan toksisitas khusus. Uji toksisitas umum meliputi berbagai pengujian
yang dirancang untuk mengevaluasi keseluruhan efek umum suatu senyawa pada
hewan uji. Pengujian toksisitas umum meliputi pengujian toksisitas akut, sub akut
21
atau subkronik, dan kronik. Pengujian toksisitas khusus meliputi uji potensiasi,
karsinogenik, mutagenik, teratogenik dan reproduksi serta toksisitas kulit dan
mata serta perilaku (Loomis 1978).
Uji toksisitas akut yang berhubungan dengan kulit (acute dermal toxicity
testing) dirancang untuk menyediakan informasi mengenai efek-efek lokal,
terutama iritasi dan korosi pada kulit (Barile 2007). Metode umum yang
digunakan adalah Draize Skin Test. Draize skin test pertama kali dipublikasikan
oleh Draize et al. (1944) yang merupakan kajian kuantitatif iritasi kulit sebagai
panduan untuk keamanan produk. Draize et al. (1944) mendefinisikan iritant lokal
utama sebagai senyawa yang menghasilkan reaksi radang kulit. Proses peradangan
yang tergolong sebagai iritasi kulit dicirikan dengan adanya edema (akumulasi
cairan di bawah kulit dan ruang interstisial) dan erythema (kemerahan kulit akibat
peningkatan aliran darah lokal).
Kajian iritasi kulit dirancang untuk meniru pemaparan pada manusia dan
biasa dilakukan pada kelinci. Uji ini dilakukan untuk mendapatkan nilai indek
iritasi kulit/PDII (Primary Dermal Irritation Index) dari suatu bahan. Klasifikasi
potensi iritasi kulit disajikan pada Tabel 4 berikut.
22
2.16
Sifat Alergenitas
Secara umum alergi adalah suatu reaksi kekebalan yang menyimpang/
berubah yang dapat menimbulkan gejala yang merugikan tubuh. Alergi adalah
respon imun sekunder yang disebabkan adanya zat atau senyawa tertentu yang
dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan (Bellanti 1978). Zat atau senyawa
yang dapat menimbulkan alergi disebut dengan alergen.
23
oleh
beberapa
faktor
antara
lain
frekuensi
penggunaan,
24
25
Yang termasuk uji invitro antara lain pengukuran total IgE serum, IgE
spesifik alergen, pengukuran total eosinofil darah, level triptase sel mastosit,
pelepasan histamin dll. Pengukuran IgE spesifik umum dilakukan untuk
mengkonfirmasi status alergi dan mengidentifikasi alergen tertentu.
IgE merupakan salah satu jenis dari lima kelompok antibodi yang
diproduksi manusia (IgG, IgA, IgM, IgD dan IgE). Menurut Baratawidjaja (2006)
IgE memiliki sifat utama dalam pengerahan agen antimikroba dan berperan pada
gejala alergi atopi. IgE mudah diikat sel mastosit, basofil dan eusinofil karena
pada permukaanya memiliki reseptor untuk fraksi Fc dari IgE. Dalam keadaan
normal IgE terdapat dalam konsentrasi yang sangat rendah pada serum yaitu 17450 nm/ml dan hanya sebagian kecil dari sel plasma dalam tubuh yang
membentuknya (Roitt 1990).
IgE berperan dalam reaksi alergi. Hawrylowicz dan OGarra (2005)
menggambarkan mekanisme alergi sebagai berikut. Ketika seseorang terpapar
dengan alergen untuk pertama kalinya, maka IgE yang spesifik terhadap alergen
tersebut akan diproduksi oleh sel B dengan bantuan sel T. IgE tersebut terikat
pada sel mastosit dan basofil karena pada sel-sel tersebut terdapat reseptor untuk
fraksi Fc dari IgE. Pada pemaparan selanjutnya, alergen akan berikatan dengan
IgE yang menyebabkan cross linking dari dua molekul IgE yang berdekatan.
Adanya pengikatan dengan allergen/antigen ini menyebabkan degranulasi sel
basofil dan sel mastosit yang akan melepaskan histamin dan mediator lain seperti
leukotrien, sitokin dan faktor kemotaksis yang dapat menyebabkan perubahan
permeabilitas vaskular, kontraksi otot polos dan produksi lendir (Gambar 4).
26
2.17
mengandung satu atau lebih zat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang
sesuai. Menurut Schmitt (1996), umumnya produk krim berbentuk o/w dengan
fasa minyak dan humektan yang lebih banyak dari produk lotion. Krim terdiri dari
15-40% fasa minyak dan 5-15% fasa humektan, dengan karakteristik
penampakannya hampir sama dengan produk lotion.
Sediaan kosmetik berupa cream bervariasi. Yang umum digunakan adalah
cream malam yang digunakan pada malam hari, cream penyejuk yang digunakan
27
pada siang hari dan berfungsi untuk memberikan kelembutan dan kesan dingin di
kulit, cream dasar bedak yang dapat membantu agar bedak tidak mudah luntur,
cream tangan dan badan untuk mencegah kekeringan pada kulit serta cream
pembersih untuk membersihkan atau menghapus kotoran dari wajah yang
disebabkan oleh debu ataupun sisa tata rias. Menurut Mitsui (1997), cream
berfungsi melindungi kulit dari perubahan cuaca, radiasi ultraviolet dan membuat
kulit tampak indah dan sehat. Untuk melindungi kulit dari radiasi ultraviolet
dikenal sunscreen cream (krim tabir surya).
Sebagaimana produk lotion, produk krim juga disusun oleh komponenkomponen emulsifier (pengemulsi), humektan, emolien, bahan aktif, dan air.
Komponen bahan pengawet dan pewangi juga penting untuk ditambahkan, namun
harus stabil pada suhu, pencahayaan dan kelembaban. Penambahan bahan
pengawet pada skin lotion adalah sebesar 0.1-0.2% (Schmitt 1996). Pengawet
yang digunakan sebagai tambahan pada produk menyebabkan mikroba tidak dapat
tumbuh karena memiliki sifat antimikroba. Pengawet juga harus ditambahkan
pada suhu yang tepat pada saat pembuatan, yaitu antara 35-45oC agar tidak
merusak bahan aktif dalam pengawet tersebut. Pengawet yang baik memiliki
persyaratan yaitu efektif mencegah tumbuhnya berbagai macam mikroorganisme
yang menyebabkan penguraian bahan, dapat larut dalam berbagai konsentrasi
yang digunakan dan tidak menimbulkan bahaya (racun) secara internal dan
eksternal pada kulit.
Menurut OLenick dan Siltech (2010), pengawet pada kosmetik
ditambahkan dengan dua tujuan. Pertama untuk menghentikan mikroba yang
menyebabkan kerusakan produk, dan kedua adalah menghentikan pertumbuhan
mikroba yang dapat menyebabkan penyakit. Mikroba yang dapat menginfeksi
formula produk meliputi bakteri, jamur dan khamir. Bakteri seperti Psedomonas
dapat menyebabkan semua jenis masalah kesehatan seperti infeksi mata dan kulit.
Khamir Candida albicans dapat menyebabkan sariawan dan beberapa bakteri
menyebabkan produk menjadi berbau busuk, dan warna berubah atau dengan kata
lain terjadi kerusakan produk. Beberapa jenis pengawet yang umum digunakan
pada produk kosmetik antara lain: paraben, donor formaldehyde, turunan fenol,
quats, alkohol, isothiazolones, asam organik dan lain-lain.
28
30
Metode Penelitian
Kegiatan penelitian ini terdiri dari 6 kegiatan yaitu 1) persiapan dan
karakterisasi bahan baku, 2) proses ekstraksi dan fraksinasi, 3) analisis ekstrak dan
fraksi ekstrak, 4) uji coba formulasi fraksi ekstrak dalam produk krim, 5) uji
toksisitas kulit dan 6) uji sifat alergenitas ekstrak jarak pagar. Diagram alir
penelitian disajikan pada Gambar 5.
31
Batang
Bungkil
Perajangan
Pengeringan
Penggilingan
Metanol
Ekstrak kasar
Heksan
Etil asetat
Metanol dan air
Fraksi ekstrak
Uji aktivitas antioksidan, aktivitas
antimikroba, total fenol, phorbol ester
Fraksi ekstrak
terpilih
Uji alergenitas
Produk krim
32
pengepresan biji jarak langsung digiling karena sudah dalam keadaan kering.
Sampel serbuk kering dikemas dalam kantong plastik dan disimpan dalam
freezer sebelum proses ekstraksi. Karakterisasi yang dilakukan terhadap sampel
serbuk kering sebelum digunakan dalam penelitian meliputi analisa kadar air,
kadar abu dan kadar lemak. Prosedur analisa proksimat sampel jarak pagar
disajikan pada Lampiran 1.
33
setelah proses partisi pelarut etil asetat dipisahkan sebagai fraksi metanol air.
Masing-masing fraksi yang diperoleh dipisahkan pelarutnya menggunakan
rotary evaporator pada suhu 50oC hingga diperoleh ekstrak kental dan
dikeringkan dengan pengeringan beku selama 24 jam hingga diperoleh fraksi
ekstrak. Perhitungan rendemen proses ekstraksi dan persentase fraksi pelarut
adalah sebagai berikut:
34
Pengadukan
Propilen glikol
Adonan A
Pengadukan dan
pencampuran
Adonan B
Cetil alkohol
Pemanasan 45oC
Zat antimikroba,
zat antioksidan
Homogenisasi
Hand and body
cream
35
perban dan dilekatkan menggunakan perekat. Sekitar 24, 48 dan 72 jam setelah
aplikasi, kulit kelinci diamati tanda-tanda iritasi dan dilakukan pemberian skor
dari eritema dan edema yang terbentuk berdasarkan Metode Draize (Tabel 5)
(Draize et al. 1944). Sebagai kontrol positif digunakan surfaktan SDS (Sodium
Dodecyl Sulfate) dengan konsentrasi 20%.
Tabel 5 Evaluasi reaksi kulit Metode Draize
No
1
Reaksi Kulit
Skor
Eritema dan Pembentukan Kerak
Tanpa eritema
0
Eritema sangat sedikit (hampir tidak nampak)
1
Eritema berbatas jelas
2
Eritema moderat sampai berat
3
Eritema berat (merat bit) sampai sedikit membentuk
4
kerak (luka dalam)
Total Skor Eritema yang mungkin
4
2
Pembentuka edema
Tanpa edema
0
Edema sangat sedikit (hampir tidak nampak)
1
Edema sedikit (tepi daerah berbatas jelas)
2
Edema moderat (tepi naik kira-kira 1 mm)
3
Edema berat (naik lebih dari 1 mmdan meluas keluar
4
daerah pajanan)
Total skor edema yang mungkin
4
Respon reaksi kulit = Jumlah maksimal skor eritema dan pembentukan kerak +
jumlah maksimal skor edema/Jumlah kelinci
36
sebanyak
kali.
Kemudian
ditambahkan
substrat
DAB
3.11
37
statistik terhadap data aktivitas antimikroba, aktivitas antioksidan, total fenol serta
rendemen ekstrak. Analisis statistik menggunakan Rancangan Petak Terbagi
dengan petak utama disusun secara acak lengkap (Steel dan Torrie 1995). Faktor
utama adalah bagian tanaman yang terdiri dari 3 perlakuan (daun, bungkil, kulit
batang), sedangkan anak petak adalah jenis ekstrak (ekstrak kasar, fraksi metanol,
fraksi heksan dan fraksi etil asetat). Model rancangan yang digunakan adalah
sebagai berikut:
Yijk = + Ai + ik + Bj + ABij + ijk
Keterangan:
Yijk
: Nilai pengamatan pada faktor utama (A) taraf ke-i, faktor tambahan taraf
ke-j dan ulangan ke-k
: Rataan umum
Ai
ik
Bj
Abij
ijk
3.12
Hipotesis Penelitian
Ekstrak kasar jarak pagar mengandung beberapa senyawa yang
38
40
Satuan
Sampel
Daun
Kulit batang
9,35
Kadar air
% bb
9,58
Bungkil
9,28
Kadar abu
% bb
13,74
4,41
10,84
Kadar minyak
% bk
12,47
22,64
4,96
kandungan mineral yang cukup tinggi seperti Fe, Mg, Ca, Zn, K, Si, Al, dan lain
sebagainya, sehingga mempengaruhi kandungan mineral pada tanaman tersebut.
Nurmillah (2009) melaporkan beberapa bahan mineral yang terdapat pada sampel
41
batang dan daun jarak pagar yaitu Fe (111,26 mg/kg b.b), Zn (71,37 mg/kg b.b),
Ca (2,75%), K (2,63%) dan Mg (0,44%).
Pengukuran
kadar
lemak
dengan
cara
ekstraksi
pelarut
selain
42
tanin, glikosida, alkaloid, dan flavonoid teridentifikasi pada kulit batang (Igbinosa
et al. 2009). Daun jarak pagar teridentifikasi mengandung senyawa tanin,
alkaloid, steroid dan saponin (Akinpelu et al. 2009), sedangkan dalam bungkil biji
jarak pagar teridentifikasi senyawa fitat, saponin dan tripsin inhibitor (Makkar dan
Becker 2009). Dengan proses ekstraksi menggunakan pelarut metanol, maka
senyawa-senyawa tersebut relatif dapat terekstrak semua karena metanol
merupakan pelarut universal yang mampu melarutkan semua jenis senyawa baik
polar, semi polar maupun non polar.
43
berat senyawa metabolit sekunder sangat dipengaruhi oleh jenis tanaman dan
bagian tanaman, (buah, biji, batang, kulit batang, kayu, bunga, daun) tetapi pada
umumnya kurang dari 10%.
Ekstrak daun menghasilkan rendemen ekstraksi sebesar 5.08%, sedangkan
ekstrak bungkil menghasilkan rendemen sebesar 6,55%. Besarnya rendemen
proses juga dipengaruhi oleh teknik ekstraksi yang dilakukan. Penelitian Sriprang
et al. (2007) mendapatkan perbedaan rendemen ekstrak bungkil jarak mencapai
51.24%, yaitu 2.67% untuk Cold extraction dan 35.03% untuk Hot extraction
dengan waktu ekstraksi selama 72 jam. Penggunaan Hot extraction dapat
melarutkan lebih banyak senyawa karena adanya bantuan panas yang dapat
meningkatkan penetrasi pelarut ke dalam jaringan tanaman. Meskipun demikian
waktu proses juga berpengaruh. Nurmillah (2009) mendapatkan ekstrak kasar
ranting dan daun jarak sebesar 8.85% dengan tehnik sokletisasi selama 5-6 jam.
Ekstrak kasar yang dihasilkan selanjutnya difraksinasi menggunakan
teknik partisi pelarut yaitu pelarut heksan dan etil asetat. Tujuan dari proses ini
adalah untuk memisahkan senyawa-senyawa berdasarkan tingkat kepolarannya.
Hasil persentase proses pemisahan dengan partisi pelarut disajikan pada Tabel 8.
Heksan
14,90
40,68
5,01
Fraksi (% b/b)
Etil asetat Metanol
8,11
72,56
8,28
36,89
1,54
89,98
Dari proses partisi pelarut yang dilakukan, untuk ekstrak daun jarak,
fraksi terbanyak yang diperoleh adalah fraksi metanol diikuti oleh fraksi heksan
dan fraksi etil asetat. Begitu juga untuk ekstrak kulit batang, sedangkan untuk
ekstrak bungkil jarak, fraksi terbanyak dimiliki oleh fraksi heksan diikuti oleh
fraksi metanol dan fraksi etil asetat. Dari 100% ekstrak daun jarak kasar, 14,90%
adalah fraksi non polar (heksan), 8,11% fraksi semi polar (etil asetat), 72,56%
fraksi polar (metanol) dan 4,43% adalah loss proses dan padatan yang tersaring.
Jika persentase fraksi ini dikonversi ke dalam nilai rendemen (Tabel 9), maka
44
untuk bagian tanaman daun jarak akan mendapatkan nilai rendemen sebesar
5,08% (ekstrak kasar); 3,68% (fraksi metanol); 0,76% (fraksi heksan) dan 0,41%
(fraksi etil asetat)
45
proses penguapan sisa pelarut yang dilakukan pada suhu 50oC dan pengeringan
beku yang dilakukan selama 24 jam. Reaksi pencoklatan ini terjadi karena dalam
fraksi metanol-air tersebut terlarut senyawa-senyawa prekursor reaksi Maillard
yaitu asam amino, protein serta senyawa gula yang memang bersifat larut dalam
pelarut polar. Semakin tinggi kandungan senyawa protein dan gula dalam fraksi
metanol-air, reaksi pencoklatan yang terjadi semakin besar. Hal ini terlihat dari
lebih gelapnya warna coklat pada fraksi metanol bungkil jarak dibanding fraksi
metanol daun dan kulit batang (Gambar 8).
Gambar 8 Fraksi metanol daun (a), bungkil (b) dan kulit batang (c)
46
asetat)
berpengaruh
sangat
nyata
( =0.01)
terhadap
diameter
47
jenis bagian tanaman dan jenis ekstrak memberikan pengaruh yang sangat
nyata ( =0.01) (Lampiran 7). Fraksi etil asetat memiliki aktivitas paling tinggi
dan berbeda sangat nyata dengan jenis ekstrak lainnya.
Masing-masing fraksi dari ekstrak daun jarak memiliki aktivitas
antimikroba yang berbeda nyata ( =0.05), dengan aktivitas tertinggi dimiliki
oleh fraksi etil asetat. Untuk ekstrak bungkil jarak, aktivitas ekstrak kasar
tidak berbeda nyata dengan fraksi metanol, akan tetapi berbeda nyata dengan
fraksi etil asetat. Adapun fraksi heksan tidak menunjukkan aktivitas
penghambatan. Diantara ekstrak kasar, ekstrak daun memiliki aktivitas
penghambatan paling tinggi, berbeda nyata dengan ekstrak kulit batang tetapi
tidak berbeda dengan ekstrak bungkil jarak pagar. Untuk masing-masing
fraksi, aktivitas penghambatan dari semua jenis ekstrak bagian tanaman tidak
berbeda nyata.
Fraksi etil asetat memiliki aktivitas antibakteri yang paling tinggi
disebabkan karena pelarut semi polar ini mampu melarutkan beberapa
senyawa yang memiliki aktivitas antimikroba seperti sterol dan terpenoid,
saponin, tanin, flavanoid serta senyawa fenol (Oyi et al. 2007). Fraksi heksan
memiliki aktivitas penghambatan paling rendah dibandingkan fraksi ekstrak
lainnya yang disebabkan karena pelarut tersebut hanya melarutkan sedikit
senyawa metabolit sekunder dengan aktivitas antimikroba. Senyawa lipid dan
pigmen tanaman seperti klorofil yang relatif tidak memiliki aktivitas
antimikroba akan terlarut sempurna dalam pelarut heksan. Hal inilah yang
menyebabkan tidak adanya aktivitas penghambatan mikroba pada fraksi
heksan bungkil jarak karena fraksi ini didominasi oleh komponen lemak yaitu
trigliserida. Pada ekstrak daun dan kulit batang, senyawa dengan aktivitas
antimikroba seperti sterol, steroid, dan triterpenoid relatif bisa ditemukan
dibandingkan pada ekstrak bungkil jarak.
Hasil penapisan fitokimia ekstrak metanol daun jarak pagar oleh
Akinpelu et al. (2009) menunjukkan keberadaan senyawa tanin, alkaloid,
steroid dan saponin. Igbinosa et al. (2009) membuktikan adanya senyawa
saponin, steroid, tanin, glikosid, alkaloid dan flavanoid pada ekstrak kulit
batang dengan penapisan fitokimia. Senyawa fitokimia tersebut berkontribusi
48
49
adalah 2,5% atau 25 mg/ml. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak maka aktivitas
penghambatan mikroba yang diperlihatkan akan semakin besar.
Konsentrasi terendah senyawa yang dapat menunjukkan aktivitas
penghambatan
mikroba
dikenal
dengan
MIC
(Minimum
Inhibitory
50
senyawa yang dapat mendonorkan atom hidrogen, maka DPPH akan tereduksi
dan akan kehilangan warna ungunya. Semakin banyak senyawa antioksidan
dalam sampel, kehilangan warna unggu akan semakin besar. Aktivitas
peredaman DPPH ekstrak dan fraksi ekstrak jarak pagar disajikan pada
Gambar 10.
51
52
53
54
Hasil sidik ragam terhadap total fenol menunjukkan bahwa jenis bagian
tanaman (daun, bungkil, kulit batang) berpengaruh nyata ( =0.05), sedangkan
jenis ekstrak (ekstrak kasar, fraksi metanol, fraksi heksan, fraksi etil asetat)
berpengaruh sangat nyata ( =0.01) (Lampiran 9). Adapun interaksi antara
jenis bagian tanaman dan jenis ekstrak tidak memberikan pengaruh yang
nyata. Fraksi etil asetat memiliki total fenol paling tinggi, berbeda sangat
nyata dengan ketiga jenis ekstrak lainnya. Total fenol fraksi etil asetat daun
jarak pagar menunjukkan nilai paling tinggi yaitu sebesar 88,53 mg asam
tanat/g ekstrak, berbeda nyata dengan ketiga fraksi ekstrak lainnya. Untuk
ekstrak bungkil jarak pagar dan kulit batang, fraksi etil asetat menunjukkan
kondisi yang sama, yaitu memiliki kandungan total fenol paling tinggi
masing-masing 83,57 dan 65,34 g asam tanat/g ekstrak.
Tingginya kandungan total fenol pada fraksi etil asetat inilah merupakan
salah satu alasan mengapa fraksi etil asetat tersebut menunjukkan aktivitas
antimikroba dan antioksidan yang tinggi. Meskipun tidak semua senyawa
fenol menunjukkan aktivitas antioksidan dan antimikroba. Hal ini terlihat dari
fraksi etil asetat daun jarak pagar memiliki total fenol paling tinggi, akan
tetapi aktivitas antioksidannya masih lebih rendah dibanding fraksi etil asetat
bungkil dan kulit batang. Senyawa-senyawa fenol menunjukkan sifat
55
fisiologis yang sangat luas seperti antialergi, anti arterogenik, anti inflamasi,
antimikroba, antioksidan, antitrombotik dan juga efek cardioprotective dan
vasodilatory (Balasundram et al. 2006).
56
pada ekstrak kasar dan fraksi metanol tidak terdeteksi senyawa PE secara jelas
sedangkan pada fraksi etil asetat terdeteksi peak dengan waktu retensi 3.6 yang
diduga sebagai senyawa PE. Konsentrasi PE fraksi etil asetat daun dan kulit
batang masing-masing adalah 13,41 mg/g ekstrak dan 1,55 mg/g ekstrak (Tabel
10). Kromatogram HPLC untuk analisa ester forbol disajikan pada Lampiran
10.
Ester forbol telah diidentifikasi sebagai senyawa racun utama pada jarak
pagar. Kandungan ester forbol pada biji dan kernel jarak pagar sangat
dipengaruhi oleh varietas. Makkar et al. (1998) melaporkan kandungan ester
forbol untuk empat varietas jarak pagar yang berbeda. Varietas toksik Cape
Verde yang diperoleh dari Nicaragua mengandung ester forbol paling tinggi
yaitu 2.7 mg/g kernel, sedangkan varietas non toksik Mexico paling rendah
yaitu 0.11 mg/g kernel. Makkar et al. (1998) juga menemukan bahwa biji dari
buah muda (belum matang) mengandung senyawa ester forbol yang lebih
tinggi.
Distribusi senyawa ester forbol dalam biji jarak yang telah matang
sebagaimana dikemukakan oleh peneliti University Of York adalah sebagai
berikut: cangkang biji 0.33 0.11 g/mg, kulit ari biji 25.23 1.45 g/mg,
57
kernel / endosperma 4.71 0.71 g/mg, sedangkan embrio biji adalah 0.55
0.03 g/mg. Bungkil jarak pagar yang digunakan adalah bungkil biji utuh jarak
pagar, sehingga walaupun telah terekstraksi sebagian minyaknya, senyawa
ester forbol masih tertinggal dalam konsentrasi tinggi pada bungkil jarak.
Senyawa ester forbol terdistribusi pada tanaman jarak pagar dengan konsentrasi
yang berbeda-beda mulai dari akar hingga biji jarak (Makkar dan Becker
2009).
Biji jarak pagar mengandung ester forbol dengan konsentrasi tertinggi. Hal
ini karena kandungan minyak dalam biji dimana senyawa ester forbol bersifat
larut dalam minyak, dan sebagian besar terikut dalam minyak setelah proses
pengepresan. Sifat larut dalam lemak inilah yang menyebabkan tingginya
kandungan ester forbol dalam fraksi heksan bungkil jarak.
Setyaningsih (2010) menguji kandungan ester forbol pada bungkil jarak
pagar terdetoksifikasi. Bungkil jarak pagar yang diberi perlakuan pemanasan
basah (autoclave) mengandung ester forbol dengan konsentrasi 73,92 mg/g
bungkil, adapun perlakukan transesterifikasi yang diikuti pencucian heksan
dapat menurunkan kadar ester forbol menjadi 1,040,26 mg/g bungkil dan
tidak terdeteksi untuk pencucian dengan metanol.
4.4 Pemilihan Fraksi Ekstrak Jarak Potensial sebagai Zat Antioksidan dan
Zat Antimikroba
Pemilihan jenis ekstrak yang potensial sebagai zat antioksidan dan zat
antimikroba didasarkan pada aktivitas yang tinggi dengan memperhatikan
rendemen dan kandungan senyawa toksik ester forbol. Aktivitas antioksidan dan
aktivitas antimikroba yang dimiliki oleh ekstrak merupakan parameter
keampuhan/khasiat bahan. Rendemen berhubungan dengan pertimbangan
kelayakan proses dan kelayakan ekonomi, sedangkan kandungan ester forbol
berhubungan dengan tingkat keamanan penggunaan.
58
Daun
Ekstrak Kasar
Fr. metanol
74,536.93
tidak
terdeteksi
5,080,00
89,421,64
tidak
terdeteksi
3,680,06
Bungkil
Ekstrak Kasar
Fr. metanol
94,391,38
terdeteksi
6,550,00
84,043,55
tidak
terdeteksi
2,410,37
komposisi
kimia
dengan
GC-MS
dan
dianalisa
aktivitas
59
Tabel 12. Identifikasi senyawa kimia fraksi metanol ekstrak daun jarak pagar
No
1
2
3
4
5
6
7
Retention
Time
6.76
7.38
8.97
9.20
10.42
13.19
13.73
Keterangan
Nama Senyawa
2,3-dihydro-3,5-dihydroxy-6-methyl, 4H-pyran-4-One
5-hydroxymethyl-2-furancarboxaldehyde
3-Pyridinecarboxamide
3-dimethylamino-2-methyl-2-cyclopenten-1-one
4-methyl-2,5-dimethylbenzaldehyde
n-Hexadecanoic acid
9H-Pyrido[3,4] indole
Senyawa piran
Seyawa fural
Nicotinamide
senyawa alkaloid
5 hydroxymethyl, 2-Furancarboxaldehyde
2,3-dihydro-3,5-dihydroxy-6-methyl, 4HPyran-4-One
Pyridinecarboxamide
Gambar 12 Struktur senyawa yang teridentifikasi pada fraksi metanol daun jarak
(www. pubchem.ncbi.nlm.nih.gov)
60
61
Nilai EC50 ekstrak terpilih adalah 0.13 mg/ml yang berarti bahwa untuk
meredam DPPH sebesar 50% diperlukan konsentrasi ekstrak sebesar 0.13
mg/ml. Konsentrasi ini masih lebih tinggi dibanding BHT yang hanya
memerlukan konsentrasi 0.012 mg/ml untuk proses peredaman. Pada
konsentrasi 0.04 mg/ml BHT sudah dapat meredam DPPH sebesar 85,15%.
62
Daun
Diameter
penghambatan 12,5
terhadap S. aureus (mm)
Rendemen
0,41 0.01
0,12 0.06
tidak dianalisa
1,55
13,41
Fraksi etil asetat bungkil jarak pagar memiliki rendemen yang paling
tinggi. Meskipun demikian fraksi ini tidak dipilih sebagai zat antimikroba
karena ditakutkan adanya kandungan ester forbol yang lebih tinggi. Kandungan
ester forbol pada fraksi etil asetat bungkil jarak tidak diketahui, akan tetapi
dapat diperkirakan kandungan senyawa ini jauh lebih tinggi dibanding dua
fraksi etil asetat lainnya karena tingginya kandungan ester forbol pada ekstrak
kasar dan fraksi heksan. Senyawa ester forbol khususnya forbol 12-miristat 13
asetat dilaporkan oleh Sigma bersifat larut dalam aseton, DMSO, etil asetat,
etanol dan metilen klorida.
Tabel 14 Identifikasi senyawa kimia fraksi etil asetat ekstrak daun jarak pagar
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Retention
Time
6.46
7.24
7.41
8.14
8.26
8.51
8.92
9.15
9.25
9.36
10.04
11.50
11.62
11.97
12.18
12.23
16
17
18
19
20
21
12.36
12.42
12.54
12.95
14.22
14.37
Nama Senyawa
Keterangan
Benzeneethanol
2,3-dihydro benzofuran
3 ethyl, 4 methyl 1 H-pyrole-2,5 dione
Indole
4 vinyl 2 methoxy phenol
4 hydroxy benzaldehyde
Niacinamide
4 hydroxy benzeneethanol
1-(4-hydroxyphenyl) ethanone
4-hydroxy benzoic acid methyl ester
1-Naphthalenol
12-methyl- tridecanoic acid methyl ester
9 hydroxy-4-megastigmen-3-one
4-methoxy-3-methylbenzofuran-6-ol
(-) Loliolide
4-hydroxy-3,5,6-trimethyl-4-(3-oxo-1-butenyl)-2cyclohexen-1-one
Neophytadiene
1H-Indole-3-carboxaldehyde
(E)-6,6-dimethylcyclooct-4-en-1-one
hexadecanoic acid methyl ester
9 Octadecenoic acid (Z) methyl ester
16-methyl- heptadecanoic acid methyl ester
alkohol aromatik
fenol
alkaloid
alkaloid
fenol
fenol
Senyawa vitamin
fenol
senyawa keton, fenol
ester
fenol
ester
senyawa glikosida
Senyawa terpene
alkaloid
Metil ester
Metil ester
Metil ester
63
Hasil uji GC-MS terhadap fraksi etil asetat daun jarak pagar mendapatkan
beberapa senyawa yang dapat teridentifikasi dengan baik (Tabel 14). Senyawasenyawa yang teridentifikasi meliputi senyawa fenol, aldehid serta terpene
yang cukup mendominasi fraksi etil asetat ekstrak daun jarak. Kromatogram
GC-MS fraksi etil asetat juga disajikan pada Lampiran 13.
Senyawa terpen yang teridentifikasi adalah Loliolide yang merupakan
senyawa monoterpen. Senyawa ini juga telah diisolasi dari tanaman Euphorbia
supine oleh Tanaka dan Matsunaga (1988), daun Equisetum arvense oleh
Hiraga et al. (2010) dengan aktivitas penghambatan terhadap germinasi biji
lettuce, ekstrak kloroform daun Eucommia ulmoides (Okada et al. 2001) yang
menunjukkan aktivitas immunosuppressive dan diisolasi dari ekstrak etanol
daun M.whitei (Apocynaceae) dimana Neergaard et al. (2010) melaporkan
bahwa senyawa ini bertanggung jawab terhadap aktivitas mirip antidepressant
dan menunjukkan afinitas terhadap serotonin transporter.
Senyawa-senyawa alkaloid yang teridentifikasi adalah 3 ethyl, 4 methyl 1
H-pyrole-2,5 dione, indole dan 1H-Indole-3-carboxaldehyde. Adapun senyawa
fenol yang teridentifikasi meliputi 2,3-dihydro benzofuran, 4 vinyl 2 methoxy
phenol, 4 hydroxy benzaldehyde, 4 hydroxy benzeneethanol dan 1Naphthalenol.
Senyawa
lain
yang
ditemukan
adalah
9-hydroxy-4-
Podocarpaceae,
Rhamnaceae,
Rosaceae,
Simaroubaceae,
64
Indol
benzofuran
Niasinamid
1H-Indole-3-carboxaldehyde
Gambar 14 Struktur senyawa yang teridentifikasi pada fraksi etil asetat daun jarak
(www. pubchem.ncbi.nlm.nih.gov)
4.5 Uji Coba Formulasi Ekstrak Terpilih dalam Produk Krim
Produk kosmetik yang diformulasi adalah produk krim yang merupakan salah
satu produk kosmetik topikal untuk perawatan diri yang digunakan untuk
melindungi kulit supaya tetap halus dan lembut, mencegah kulit tidak kering,
bersisik dan mudah pecah. Secara komersial jenis krim dengan fungsi tersebut
dikenal dengan hand and body cream.
Terdapat dua jenis produk krim berdasarkan tipe emulsi yang dihasilkan,
yaitu tipe minyak dalam air (o/w) dan tipe air dalam minyak (w/o). Produk krim
tipe o/w lebih banyak digunakan karena tidak terasa lengket ketika dioleskan ke
kulit dan lebih merata. Produk krim merupakan produk emulsi tipe minyak dalam
air (o/w) dengan fase minyak dan humektan yang lebih banyak dari produk lotion.
Bahan-bahan penyusun produk krim serta fungsi yang dimiliki dalam formulasi
disajikan pada Tabel 15.
65
Propilen Glikol
Sorbitol
Pembuatan
Fungsi
produk
hand
and
body
cream
dilakukan
dengan
66
kosmetik dan produk personal care. Bahan ini merupakan ester dari asam
hidroksibenzoat.
Bahan pengawet dalam produk kosmetik harus bersifat larut dalam
konsentrasi yang digunakan. Hal ini terkait dengan fungsi pengawetan yang
diberikan dalam produk, dimana agar bisa memberikan fungsi yang maksimal,
senyawa pengawet harus bisa terlarut sempurna di dalam bahan yang akan
diawetkan. Meskipun demikian perlu dipertimbangkan beberapa persyaratan zat
pengawet dalam fungsi pengawetan produk kosmetik antara lain kesesuaian
dengan komponen lain dalam formula produk, khasiat, keamanan, kelarutan bahan
serta ketahananan terhadap lingkungan luar dan kondisi proses. Dalam hal ini
kesesuaian ekstrak jarak pagar terpilih sebagai zat antimikroba dan zat antioksidan
dievaluasi melalui uji coba formulasi dalam produk krim.
Formula (% bobot)
Kontrol (I)
II
III
IV
0,1
0,1
0,1
0,1
0,0616
0,0616
0,0616
Ekstrak antioksidan
0,0641
Ekstrak antimikroba
1,67
0,2
67
Formula I
Formula III
Formula II
Formula IV
Gambar 15 Produk krim hasil formulasi dengan fraksi ektrak jarak pagar
68
Produk hand and body cream hasil formulasi dengan fraksi ektrak jarak pagar
terpilih disajikan pada Gambar 15. Untuk mengetahui pengaruh penambahan
ekstrak terpilih dalam produk kosmetik dan untuk melihat efektivitas aktivitas
antimikroba dan antioksidan yang dimilikinya maka dilakukan analisa nilai pH,
stabilitas emulsi, aktivitas antioksidan dan cemaran mikroba terhadap produk
yang telah disimpan pada suhu 37oC selama 15 hari.
69
70
Pada uji total mikroba terhadap produk krim (Gambar 17), diperoleh
jumlah mikroorganisme yang bervariasi dari 5,0 x 102 hingga 1,3 x 104.
Formula I yang merupakan formula kontrol memiliki jumlah mikroorganisme
1,4 x 103. Setelah dilakukan penyimpanan selama 15 hari pada suhu 37oC,
untuk semua formula krim menunjukkan peningkatan total mikroba. Total
71
mikroba formula III meningkat dari 5,0 x 102 menjadi 1,0 x 104 atau sebesar
19%, sedangkan formula IV mengalami peningkatan paling kecil yaitu
sebesar 0,15% yaitu dari 1,3 x 104 menjadi 1,5 x 104. Formula kontrol
menunjukkan peningkatan total mikroba sebesar 12,57%. Total mikroba
paling kecil pada awal dan akhir penyimpanan dimiliki oleh formula krim III
(Tabel 17).
Peningkatan (%)
12.57
3.55
19.00
0.15
72
73
74
Pada formulasi krim tahap I ini juga dilakukan uji coba penambahan
ekstrak pada suhu lebih tinggi dari penambahan bahan pengawet pada
umumnya (40oC). Ekstrak antioksidan ditambahkan pada suhu 60oC yaitu
pada fase air, sedangkan ekstrak antimikroba ditambahkan pada suhu 50 oC
yaitu pada fase minyak. Hasil analisa produk krim disajikan pada Tabel 18.
Ekstrak antioksidan
60oC
40oC
(fase air)
6,48
6,61
Stabil
Stabil
tampak butiran homogen
Ekstrak antimikroba
50oC
40oC
(fase lemak)
6,81
7,25
Stabil
Stabil
tampak butiran homogen
4,4 x 103
2,0 x 104
29,54
1,3 x 104
1,5 x 104
90,13
2,9 x 103
3,0 x 103
28,95
4,0 x 103
1,6 x 104
90,73
75
Formula (% bobot)
I (kontrol)
II
III
IV
0,0
0,1
0,1
0,0
0,0
0,1
0,1
0,0
0,0
0,0616
0,0
0,0616
Ekstrak antioksidan
0,0
0,0
0,0641
0,0
76
Ekstrak antimikroba
0,0
0,0
0,0
1,25
77
antioksidan krim
Uji total mikroba menunjukkan bahwa pada awal penyimpanan diperoleh
total mikroba tertinggi dimiliki oleh formula II yaitu sebesar 1,3 x 104 (Gambar
21). Total mikroba terendah dimiliki oleh formula III yaitu sebesar 2,0 x 103.
Adapun setelah dilakukan penyimpanan selama 30 hari pada suhu 37oC, total
mikroba tertinggi dimiliki oleh krim kontrol yaitu sebesar 6,1 x 104. Produk krim
formula kontrol yang disimpan menunjukkan pertumbuhan mikroba pada hari ke12, sedangkan pada ketiga formula lainnya tidak.
78
krim
kontrol
(tanpa
penambahan
pengawet)
yang
ditumbuhi
79
Nilai PII
0
0
0
0,25
0
0
0
0
0
0
0,25
1,25
1,25
0
2,25
5,25
Keterangan: Respon reaksi kulit*: (Jumlah maksimal score eritema dan pembentukan kerak +
jumlah maksimal score edema)/Jumlah kelinci
80
hanya menyebabkan iritasi yang bisa diabaikan (PII 0,25). Hal ini menunjukkan
bahwa bentuk sediaan aplikasi mempengaruhi tingkat iritasi. Bentuk krim yang
padat dapat meningkatkan penetrasi pada kulit dibandingkan bentuk larutan
karena bahan dapat menempel lebih lama pada kulit. Selain itu adanya interaksi
senyawa dalam ekstrak dengan senyawa lain dalam formula kosmetik juga
memungkinkan untuk menimbulkan reaksi iritasi.
Fraksi etil asetat ekstrak daun jarak pagar menunjukkan tingkat iritasi yang
cukup besar. Hal ini disebabkan karena senyawa-senyawa dalam fraksi tersebut
memiliki sifat toksik/iritasi antara lain senyawa benzeneethanol, senyawa fenol
serta senyawa terpen.
Senyawa diterpen yaitu ester forbol merupakan senyawa toksik jarak pagar
yang bersifat mengiritasi kulit. LD50 pada mencit jantan adalah 27.34 mg/kg berat
badan. Adolf et al. (1984) mengkaji tingkat iritasi turunan senyawa forbol dari
empat species Jatropha dengan menggunakan prosedur distribusi kromatografi
dan countercurrent. Komponen dengan tingkat iritasi tinggi yang diisolasi dari
jarak pagar adalah senyawa ester forbol (12-deoxy-16-hydroxyphorbol). Iritasi
kulit yang teridentifikasi pada larutan fraksi etil asetat ekstrak daun jarak serta
produk krim yang mengandung ekstrak tersebut dapat disebabkan oleh kandungan
ester forbol.
Gejala
toksisitas
jarak
pagar
tergantung
pada
jenis
ekstrak,
81
Beberapa
komponen
dalam
kosmetik
memang
dapat
berpotensi
mengiritasi kulit antara lain zat pengawet (zat antimikroba), antioksidan, pewangi,
pewarna dan pelindung UV. Pada penelitian produk krim yang menggunakan
pengawet komersial tidak menghasilkan reaksi iritasi kulit, sama dengan produk
krim yang tidak menggunakan bahan pengawet. Hal ini menunjukkan bahwa
bahan pengawet komersial cukup aman. Sebagaimana dilaporkan oleh FDA, pada
tahun 1984, The Cosmetic Ingredient Review (CIR) telah mengkaji keamanan
penggunaan bahan pengawet paraben. Disimpulkan bahwa bahan tersebut aman
digunakan dalam produk kosmetik hingga level 25%. Umumnya paraben
digunakan pada rentang konsentrasi 0,01 0,3%. Hingga saat ini kajian tentang
keamanan pengawet paraben telah dilakukan beberapa kali dan hasilnya masih
belum berubah tentang keamanannya.
Mitsui (1997) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi respon
kulit dalam pengujian iritasi kulit. Pertama adalah bahan uji yang meliputi sifat
fisikokimia, kemurnian, pelarut/pengencer dan konsentrasi. Kedua adalah faktor
biologi seperti faktor genetik, jenis kelamin, umur dan kondisi kulit. Faktor ketiga
adalah kondisi lingkungan seperti cuaca, suhu dan kelembaban, dan faktor
keempat adalah aplikasi dan penggunaan seperti frekuensi, kondisi penanganan,
periode aplikasi dan penggunaan. Dalam pengujian tingkat iritasi kulit ini faktor
kedua hingga keempat diasumsikan sama, sehingga hasil hanya dipengaruhi oleh
sifat bahan.
Beberapa bahan dalam formulasi produk kosmetik seperti surfaktan
maupun pengawet memang berpotensi untuk mengiritasi kulit. Oleh karena itu
dalam beberapa formula ditambahkan zat anti iritasi yang dapat mengurangi
tingkat iritasi seperti penambahan alantoin dalam formula produk krim ini. Selain
itu dapat juga digunakan bahan-bahan alam yang dapat mengurangi tingkat iritasi
seperti jus gel lidah buaya dan sejenis lumut irish moss sebagaimana dilaporkan
dalam US Patent No. 6.485.711.
82
pengujian ELISA adalah reaksi antara antibodi dan antigen, dimana reaksi yang
terbentuk diamati berdasarkan perubahan warna yang terjadi pada substrat
pereaksi sesuai dengan konjugat enzim/label yang digunakan.
Tehnik ELISA yang digunakan adalah metode Sandwich, yaitu ekstrak
jarak pagar diikat oleh 2 molekul Ab serum subjek penderita alergi (IgE) sehingga
membentuk lapisan seperti sandwich. Banyaknya IgE yang mengikat ekstrak
dideteksi menggunakan Ab sekunder yang berkonjugasi dengan enzim HRP.
Konsentrasi ekstrak yang digunakan adalah 100 g/well (200 g/ml, 50 l/well),
sedangkan serum subjek langsung dilapiskan pada lempeng tanpa pengenceran
dengan pertimbangan konsentrasi IgE dalam serum yang cukup rendah.
Pada tahap awal pengujian dilakukan deteksi IgE dalam serum subjek.
Serum subjek dilapiskan dalam lempeng mikrotiter. Adanya IgE dalam serum
dideteksi dengan IgG kelinci anti IgE manusia, dan IgG kelinci dideteksi dengan
anti IgG kelinci yang terkonjugasi dengan HRP. Hasil deteksi IgE dalam serum
subjek disajikan pada Gambar 23.
Tiga dari enam serum terbukti positif mengandung IgE (Nilai OD lebih
besar dari blanko/kontrol negatif) dan digunakan lebih lanjut untuk pengujian
ekstrak jarak pagar. Tiga serum terpilih adalah serum A, serum W dan serum S,
83
(a)
(b)
Gambar 24 Hasil ELISA penentuan alergenitas ekstrak jarak pagar
(a) pengenceran 1:100, (b) pengenceran 1:300
84
85
alergen harus membentuk paling sedikit 2 epitop yang bisa beraksi sebagai
jembatan yang menghubungkan 2 molekul antibodi (Blumenthal dan Rosenberg
2004).
86
88
5.2 Saran
Proses fraksinasi dengan partisi pelarut telah berhasil mendapatkan fraksi
ekstrak terpilih sebagai zat antimikroba dan zat antioksidan. Meskipun demikian
fraksi etil asetat ekstrak daun masih memiliki hambatan penggunaan dalam
produk kosmetik karena pada konsentrasi 2,5% menyebabkan reaksi iritasi kulit.
Oleh karena itu diperlukan kajian lanjut teknik pemisahan fraksi aktif yang bisa
meningkatkan khasiat/aktivitas dan menghilangkan senyawa toksik.
Aspek keamanan penggunaan ekstrak/fraksi ekstrak jarak pagar sebagai
ingredient baru dalam kosmetik masih perlu dikaji lebih luas seperti kajian
toksisitas akut, iritasi kulit kumulatif, iritasi mata, dan uji mutagenik serta uji
sensitisasi. Pengujian sifat alergi fraksi ekstrak masih perlu dilanjutkan untuk
mengidentifikasi senyawa allergen pada ekstrak/fraksi ekstrak jarak pagar.
DAFTAR PUSTAKA
Aderibigbe, A.O., C.O.L.E. Johnson, H.P.S. Makkar, K. Becker, dan N. Foidl.
1997. Chemical composition and effect of heat on organic matter and
nitrogen degradability and some antinutritional components of Jatropha
meal. Animal Feed Sci Technol 67: 223-243.
Adolf, W. H. J. Opferkuch dan E. Hecker. 1984. Irritant phorbol derivatives from
four Jatropha species [Abstract]. Phytochem, 129-132.
Ahmed, W.A dan Salimon, J. 2009. Phorbol ester as a toxic constituents of
tropical Jatropha curcas Seed Oil. Eur J Sci Research 31(3): 429-436.
Aiyelaagbe, O.O., B.A. Adeniyi, O.F. Fatunsin dan B.D. Arimah. 2007. In vitro
antimicrobial activity and phytochemical analysis of Jatropha curcas roots.
Int J Pharmacol 3(1): 106-110.
Akinpelu, D., O.A. Aiyegoro dan A.I. Okoh. 2009. The bioactive potentials of
two medicinal plants commonly used as folkore remedies among some
tribes in west africa. African J Biotechnol 8(8): 1660 1664.
Aregheore, E.M., Becker, K., Makkar, H.P.S. 2003. Detoxification of a toxic
variety of Jatropha curcas using heat and chemical treatments, and
preliminary nutritional evaluation with rats. S Pac J Nat Sci 21: 50-56.
Arshad, S.H., S.T. Holgate, N.F. Adkinson dan K.S. Babu. 2005. Allergy : An
Atlas of Investigation and Management. Taylor & Francis Ltd, Boca Raton
FL, USA.
Bailey, ME dan Won Um K. 1992. Maillard reaction and lipid oxidation. Di
Dalam: Angelo AJS. Lipid Oxidationin Food. ACS Symposium series. New
York: August 25-30.
Balasundram, N., K. Sudram dan S. Samman. 2006. Phenolic compounds in
plants and agri-industrial by-products: Antioxidant activity, occurrence, and
potential uses. Food Chem 99:191-203.
Baratawidjaja, K.G. 2006. Imunologi Dasar Edisi 7. Balai Penerbit, Fakultas
Kedokteran Univ. Indonesia, Jakarta.
Barel, AO. 2001. General concepts of skin irritancy and anti-irritant products. Di
Dalam: Paye, M., A.O. Barel dan H.I. Mailbach, editor. HandBook of
Cosmetic Science and Technology. Marcel Dekker Inc, New York.
Barile, F.A. 2007. Principles of Toxicology Testing. CRC Press Taylor and
Francis Group, New York.
Basketter, D.A. 2008. Skin immunology and sensitisation. Di dalam: Chilcott, R.P
dan Price, S., editor. Principle and Practice of Skin Toxicology. John Wiley
and Sons, Ltd, England.
Bellanti, J.A. 1978. Immunology II. W.W. Saunders Comp, London.
Beutler, J.A., A.B. Ada, T.G. McCloud, dan G.M. Cragg. 1989. Distribution of
phorbol ester bioactivity in the euphorbiaceae. Phytother Res 3:188-192.
90
91
92
Houghton, P.J. dan A. Raman. 1998. Laboratory Handbook for the Fractionation
of Natural Extract. Chapman and Hall, London. .
Hundsdoerfer, A. K., J. N. Tshibangu1, B. Wetterauer, dan T. Wink. 2005.
Sequestration of phorbol esters by aposematic larvae of Hyleseuphorbiae
(Lepidoptera:Sphingidae). J Chemoecology 15:261267.
Igbinosa, O.O., E.O. Igbinosa dan O.A. Aiyegoro. 2009. Antimicrobial activity
and phytochemical screening of stem bark extracts from Jatropha curcas
(Linn). African J Pharmacy Pharmacol 3(2) : 058-062.
Jadhav, S.J., S.S. Nimbalkar, A.D. Kulkarni, D.L. Madhavi. 1996. Lipid oxidation
in biological and food systems. Di Dalam: Madhavi, D.L., S.S. Deshpande
dan D.K. Salunkhe, editor. Food Antioxidant, Technological, Toxicological,
and Health Perspectives. Marcel Dekker Inc, New York.
Javanmardi, J., C. Stushnoff, E. Locke, dan J.M. Vivanco. 2003. Antioxidant
activity and total phenolic content of Iranian Ocium Accessions. J Food
Chem 83:547-550
Jung Ok Ban, I.G. Hwang, T.M. Kim, B.Y. Hwang, U.S.Lee, H.S. Jeong, Y.W.
Yoon, D.J. Kim dan J.T. Hong. 2007. Anti-proliferate and pro-apoptotic
effects of 2,3-Dihydro-3,5-dihydroxy-6-methyl-4H-pyranone through
inactivation of NF-B in human colon cancer cells. Arch Pharm Res
30(11): 1455-1463.
Kochhar, S.P. dan Ressel, B. 1990. Detection, estimation and evaluation of
antioxidants in food system. Di Dalam: Hudson, B.J.F., editor. Food
Antioxidants. Elsevier Applied Science, London.
Kumar, P.P., S. Kumaravel dan C. Lalitha. 2010. Screening of antioxidant
activity, total phenolics and GC-MS study of Vitex negundo. African J
Biochem Res 4(7): 191-195.
Lanigan, R.S. dan Yamarik, T.A. 2002. Final report on the safety assessment of
Int J Toxicol. 21 Suppl 2:19-94.
BHT(1). [Abstrak].
www.ncbi.nlm.nih.gov /pubmed/12396675. [4 Juli 2011]
Liyana-Pathiranan, CM dan Shahidi, F. 2005. Antioxidant activity of commercial
soft and hard wheat (Triticum aestivum L) as affected by gastric pH
conditions. J Agric Food Chem 53: 2433-2440.
Loomis, TA. 1978. Essential of Toxicology, ed ke-3. Philadelpia: lea nd Febiger.
Maciel, F.M., M.A. Laberty, N.D. Oliveira, S.P. Felix, A.M.S. Soares, M.A.
Vericimo dan O.L.T. Machado. 2009. A new 2S albumin from Jatropha
curcas L. seeds and assessment of its allergenic properties. Peptides 30:
2103-2107.
Mailbach, HI dan Watkins, S.A. 2009. The hardening phenomenon in irritant
contact dermatitis: Cosmetic Implication. Cosmetic and Toiletries [Artikel].
www.cosmeticandtoiletries.com. [Desember 2010].
Makkar, H.P.S., A.O. Aderibigbe, dan K.Becker. 1998. Comparative evaluation of
non-toxic and toxic varieties of Jatropha carcas for chemical composition,
93
94
Naengchomnong, W., B. Tarnchompoo, dan Y. Thebtaranonth. 1994. (+)Jatropha, (+)-marmesin, propacin and jatrophin from the roots of Jatropha
curcas (Euphorbiaceae). J Sci Soc Thailand 20: 73-83.
Nicoli MC, Anese M, Parpinel M. 1999. Influence of processing on the
antioxidant properties of fruit and vegetables. Trends Food Sci Technol
10:94100
Nurmillah, O.Y. 2009. Kajian Aktivitas Antioksidan dan Antimikroba Ekstrak
Biji, Kulit Buah, Batang dan Daun Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas
L.). [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Bogor.
Ogueke, C.C., J.N. Ogbulie, I.C. Okoli dan B.N. Anyanwu. 2007. Antibacterial
activities and toxicological potentials of crude ethanolic extracts of
Euphorbia hirta. J American Sci 3(3)
Okada, N., K. Shirata, M. Niwano, H. Koshino dan M. Uramoto. 2001.
Immunosuppressive activity of a monoterpene from Eucommia ulmoides
[Abtract]. Phytochemistry 37:281-282
OLenick, A.J. dan Siltech. 2010. Comparatively
Cosmetics&Toiletries
preservatives.
www.cosmeticsandtoiletries.com [Desember 2010].
speaking:
cosmetic
[artikel].
Oyi, A.R., J.A. Onaolapo, A.K. Haruna dan C.O. Morah. 2007. Antimicrobial
screening and stability studies of the crude extract of Jatropha curcas Linn.
latex (Euphorbiaceae). Nig J Pharm Sci 6(2): 14-20
Pase, G.A.P. 2009. Kajian aktivitas antimikroba sabun berbahan baku minyak
jarak pagar (Jatropha curcas L.) dengan penambahan khitosan. [Skripsi].
Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.
Peinado, J., N. Lopez de Lerma dan R.A. Peinado. 2010. Synergistic antioxidant
interaction between sugars and phenolics from a sweet wine [Abstract]. Eur
Food Res Technol Jul 2010 Vol. 231 Iss. 3; pg 363.
Pelczar, M. J., Chan, E. C. S. and Krieg, N. R. 1993. Microbiology Concepts and
Application. Mc Graw-Hill, Inc. New York.
Pratt, D. E. dan B.J.F. Hudson. 1990. Natural Antioxidants Not Exploited
Commercially. Elsevier applied Science, New York.
Prindle, R. F. 1983. Phenolic Compounds. Di Dalam: Block, S.S. editor.
Disinfection, Sterilization, and Preservation. 3rd. Lea and Febiger,
Philadelphia. Hal 197-210.
Rahayu, W. P. 1999. Kajian aktivitas antimikroba ekstrak dan fraksi rimpang
lengkuas (Alpina galanga) terhadap mikroba patogen dan perusak pangan.
[Disertasi] Program Pasca Sarjana Fakultas Teknologi Pertanian. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Ring, J. 2005. Allergy in Practice. Springer-Verlag Berlin Heidelberg, Jerman.
Roitt, I.M. 1990. Pokok-Pokok Ilmu Kekebalan. Terjemahan. PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
95
96
Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Wong, D.W.S. 1989. Mechanism and Theory in Food Chemistry. Van Nostrand
Reinhold, New York.
www. id.wikipedia.org/wiki/Fenol. [4 Juli 2011]
Yoshimura, Y., Iijuma, T., Watanabe, T dan Nakazawa, H. 1997. Antioxidative
effect of Maillard reaction products using glucose-glycine model system. J
Agric Food Chem 45: 4106-4109.
Zablotowitcz, R. M., R. E. Hoagland, S. C. Wagner. 1996. Effect of Saponin on
The Growth and activity of Rizophere Bacteria. CRC Press, USA.
97
x 100%
w1
Ket : w1 : Bobot sampel awal (g)
w2 : Bobot sampel akhir setelah dikeringkan (g)
b. Kadar Abu (SNI 01-2891-1992)
Sebanyak 2-3 g contoh dimasukkan ke dalam sebuah cawan porselin
yang telah diketahui bobotnya. Untuk sampel bentuk cairan, contoh diuapkan
diatas penangas air sampai kering. Cawan yang berisi sampel selanjutnya
diarangkan diatas nyala pembakar, lalu diabukan dalam tanur listrik pada suhu
maksimum 550oC sampai pengabuan sempurna (sesekali pintu tanur dibuka
sedikit agar oksigen bisa masuk). Kemudian cawan didinginkan dalam
desikator dan ditimbang. Perhitungan :
Kadar Abu = w1 w2
x 100%
w
ket : w
w1
w2
98
w2 w1
x100 %
w
Ket : w
w1
w2
99
100
campuran disimpan diruang gelap pada suhu ruang selama 30 menit, kemudian
absorbansi diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 517 nm.
BHT dan asam askorbat digunakan sebagai pembanding. Sebagai kontrol
disiapkan tanpa penambahan ekstrak sampel dan metanol digunakan sebagai
koreksi. Kapasitas antioksidan diekspresikan sebagai % peredaman dan dihitung
dengan rumus sebagai berikut.
101
Phorbol ester
102
103
Ekstrak Daun
1
Rata-rata
Fraksi heksan
15,78
14,02
14,90
7,86
8,36
8,11
71,61
73,51
72,56
4,76
4,11
4,43
Ekstrak Bungkil
1
Rata-rata
Fraksi heksan
25,46
55,89
40,68
8,28
8,28
8,28
41,95
31,83
36,89
24,32
4,00
14,15
Rata-rata
Fraksi heksan
5,19
4,82
5,01
2,02
1,05
1,54
86,81
93,15
89,98
5,97
0,98
3,47
104
Lampiran 5. Data hasil analisis ekstrak dan fraksi ekstrak jarak pagar
a. Aktivitas Antioksidan
Jenis Bagian
Tanaman
Jenis ekstrak
Ekstrak kasar
Fraksi metanol
Daun
Fraksi heksan
Ekstrak kasar
Fraksi metanol
Bungkil
Fraksi heksan
Ekstrak kasar
Fraksi metanol
Kulit batang
Fraksi heksan
BHT
Asam askorbat
Ulangan
% Peredaman DPPH
78.98
79.43
88.16
88.26
35.32
51.70
49.72
70.64
94.60
95.36
87.97
86.55
23.11
20.74
92.23
90.44
43.75
37.25
31.63
27.75
65.44
68.37
73.77
88.16
95,36
95,36
96,60
96,60
Rata-Rata
79.20
88.21
43.51
60.18
94.98
87.26
21.92
91.34
40.50
29.69
66.90
80.97
95,36
96,60
105
b. Aktivitas Antimikroba
Sampel
Kontrol
Jenis ekstrak
Diameter Hambat
(mm)a
0,00
0,00
6,00
12,33
4,06
8,56
0,00
3,83
8,44
16,56
5,22
5,50
5,67
6,50
0,00
0,00
14,45
16,06
0,00
0,00
0,00
0,00
3,56
2,00
11,67
13,17
Ulangan
Air + DEA
Ekstrak kasar
Fraksi metanol
Daun
Fraksi heksan
Fraksi etil asetat
Ekstrak kasar
Fraksi metanol
Bungkil
Fraksi heksan
Fraksi etil asetat
Ekstrak kasar
Fraksi metanol
Kulit
batang
Fraksi heksan
Fraksi etil asetat
Keterangan: a : S.aureus
b
: E.coli
Rata
(mm)
0,00
9,17
6,31
1,92
12,50
5,22
6,08
0,00
14,45
0,00
0,00
2,78
12,42
Diameter Hambat
(mm)b
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Rata
(mm)
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
106
c. Total Fenol
Jenis Bagian
Tanaman
Jenis Ekstrak
Ekstrak kasar
Fraksi metanol
Daun
Fraksi heksan
Fraksi etil asetat
Ekstrak kasar
Fraksi metanol
Bungkil
Fraksi heksan
Fraksi etil asetat
Ekstrak kasar
Fraksi metanol
Kulit batang
Fraksi heksan
Fraksi etil asetat
Ulangan
37.78
36.09
33.17
32.35
16.54
9.08
80.83
96.23
8.28
9.93
7.85
6.86
4.91
5.26
83.57
83.57
4.14
4.83
2.78
2.66
7.50
8.55
86.19
44.49
Rata-rata
36.93
32.76
12.81
88.53
9.10
7.36
5.26
83.57
4.49
2.72
8.03
65.34
107
Absorbansi
0
0.0515
0.129
0.2205
0.308
0.3725
108
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat (J K)
Kuadrat
Tengah (KT)
59.738
29.869
Galat (a )
65.776
21.925
474.701
158.234
Galat (b)
8.656
0.962
AB
94.814
15.802
ns :
*:
** :
F hitung
F (0,05)
F(0,01)
1.362
ns
9.55
30.82
164.520
**
3.86
6.99
16.430
**
3.37
5.8
Rata-rata
4.84
4.13
1.56
13.39
Selisih
0.00
0.71
ns
3.28
**
8.55
**
0.00
2.56
9.26
Notasi
b
b
**
**
0.00
11.83
c
**
Fr. Etas
12.50 a A
15.25 a A
12.42 a A
Nilai dengan huruf yang berbeda kearah baris (huruf kecil) dan kolom (huruf
besar) menunjukkan berbeda nyata(P<0.01), sebaliknya huruf yang sama kearah
baris dan kolom menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0.01).
109
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat (J K)
Kuadrat
Tengah (KT)
1567.972
783.986
Galat (a )
188.109
62.703
3877.705
1292.568
Galat (b)
307.483
34.165
AB
9100.775
1516.796
ns :
*:
** :
F hitung
F (0,05)
F(0,01)
12.503
9.55
30.82
37.833
**
3.86
6.99
44.396
**
3.37
5.8
Rata-Rata
67.78 0.00
73.88 6.10
54.51 13.26
Selisih
ns
ns
Notasi
ab
b
ab
0.00
19.36 *
rata-rata
71.56
68.39
44.11
77.49
Selisih
0.00
3.17
27.45
5.93
ns
**
ns
0.00
24.27
9.11
Notasi
a
a
**
ns
0.00
33.38
b
**
Kasar
79.20 a A
94.98 a A
40.50 b B
Jenis ekstrak
Fr. Metanol
Fr. Heksan
88.21 a A
43.51 b B
87.26 a A
21.92 b C
29.69 b B
66.90 a A
Fr. Etas
60.18 ab B
91.34 a A
80.97 a A
Nilai dengan huruf yang berbeda kearah baris (huruf kecil) dan kolom (huruf
besar) menunjukkan berbeda sangat nyata(P<0.01), sebaliknya huruf yang sama
kearah baris dan kolom menunjukkan tidak berbeda sangat nyata (P>0.01).
110
Sumber Keragaman
Jumlah
Kuadrat (J K)
Kuadrat
Tengah (KT)
2188.335
1094.168
Galat (a )
204.724
68.241
19749.093
6583.031
Galat (b)
815.995
90.666
AB
747.428
124.571
ns :
*:
** :
F hitung
F (0,05)
F(0,01)
16.034
9.55
30.82
72.607
**
3.86
6.99
1.374
ns
3.37
5.8
Rata-Rata
42.76 0.00
26.28 16.48
20.14 22.61
Selisih
ns
*
Notasi
0.00
6.14
ns
a
ab
b
rata-rata
16.84
14.28
8.64
79.14
Selisih
0.00
2.56
8.20
62.31
ns
ns
**
0.00
5.64
64.87
ns
**
0.00
70.50
**
Notasi
b
b
b
a
112
Fraksi Heksan
Fraksi metanol
Ekstrak Kasar
113
Derajat
Bebas
3
4
7
Jumlah
kuadrat (JK)
433.53
65.22
498.74
KuadratTengah
(KT)
144.51
16.30
Fhitung
8.86
F (0,05)
F(0,01)
6.59
16.69
Rata
74.53
89.42
94.39
84.04
Selisih
0.00
14.88
19.86
9.51
ns
*
ns
0.00
4.97
5.38
ns
ns
0.00
10.35
ns
Notasi
b
ab
a
ab
115
Sumber Keragaman
Jumlah
Kuadrat (J K)
Kuadrat
Tengah (KT)
F hitung
F (0,05)
F(0,01)
**
9.55
30.82
217.218 **
3.86
6.99
3.37
5.8
7.184
3.592
Galat (a )
0.285
0.095
142.491
47.497
Galat (b)
1.968
0.219
AB
29.057
4.843
22.148
b
b
a
ns :
*:
** :
37.870
**
Rata-Rata
2.48 0.00
3.03 0.54
3.82 1.33
Selisih
ns
*
0.00
0.79
Notasi
rata-rata
6.47
4.34
1.27
0.36
Selisih
0.00
2.13 **
5.20 **
6.11 **
0.00
3.07 **
3.98 **
0.00
0.91 **
Notasi
a
b
c
d
116
118
K1
1
0
1
3
K1
1
0
1
2
K1
1
0
1
4
K2
0
0
1
2
Eritema
K3
1
0
1
2
K2
0
0
1
4
Eritema
K3
1
0
1
2
K2
1
0
3
4
Eritema
K3
0
0
1
2
K4
0
0
0
2
K4
0
0
1
2
K4
1
0
1
2
Total 24
2
0
3
9
Total 48
2
0
4
10
Total 72
3
0
6
12
K1
0
0
0
0
K1
0
0
0
0
K1
0
0
0
0
K2
0
0
0
0
Edema
K3
0
0
0
0
K4
0
0
0
0
Total 24
0
0
0
0
K2
0
0
0
0
Edema
K3
0
0
0
0
K4
0
0
0
0
Total 48
0
0
0
0
K2
0
0
0
0
Edema
K3
0
0
0
0
K4
0
0
0
0
Total 72
0
0
0
0
1
0.084
0.072
0.068
0.075
0.065
0.069
0.063
0.108
Ab sekunder 1:100
2
3
0.087 0.091
0.073 0.075
0.07 0.066
0.078 0.076
0.068 0.065
0.068
0.073
0.100
0.077
Rata
0.087
0.073
0.068
0.076
0.066
0.069
0.107
0.071
0.104
1
0.086
0.071
0.063
0.074
0.061
0.061
0.089
Ab sekunder 1:300
2
3
0.083
0.083
0.076
0.073
0.066
0.074
0.084
0.076
0.063
0.061
0.064
0.059
0.069
0.101
0.072
0.093
Rata
0.084
0.073
0.068
0.078
0.062
0.062
0.101
0.067
0.094
1
0.062
0.066
0.065
Ekstrak daun
2
3
0.072 0.076
0.078 0.081
0.072 0.074
Ekstrak daun
2
3
0.071 0.079
0.075 0.081
0.072 0.080
Rata
0.074
0.072
0.073
Rata
0.071
0.074
0.072
1
0.076
0.067
0.071
Ekstrak bungkil
2
3
0.081
0.085
0.067
0.070
0.073
0.074
1
0.072
0.065
0.069
Ekstrak bungkil
2
3
0.079
0.084
0.066
0.068
0.070
0.071
Rata
0.081
0.068
0.073
Rata
0.078
0.066
0.070
Rata
0.086
0.088
0.084
120