Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Disusun oleh :
Febrianto A
012106159
Eko Deskurniawan
012116376
Elfin Naimathul H
012116377
Elia Purnamasari
012116378
012116397
012116479
Pembimbing :
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM
SULTAN AGUNG SEMARANG
1
HALAMAN PENGESAHAN
Diajukan guna memenuhi tugas dan melengkapi syarat dalam menempuh program
pendidikan profesi dokter
Disusun oleh :
Febrianto A
012106159
Eko Deskurniawan
012116376
Elfin Naimathul H
012116377
Elia Purnamasari
012116378
012116397
012116479
Pembimbing
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.i
HALAMAN PENGESAHAN..ii
DAFTAR ISI...iii
KATA PENGANTAR.iv
BAB
I PENDAHULUAN1
BAB IV PEMBAHASAN26
DAFTAR PUSTAKA.30
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
izin-Nya, maka tugas pembuatan laporan kasus dengan judul KEKERASAN DALAM
RUMAH TANGGA dapat selesai pada waktunya. Pembuatan laporan kasus ini merupakan
salah satu tugas wajib yang harus dikerjakan dalam rangka kepaniteraan klinik di bagian Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal di Rumah Bhayangkara Semarang, periode 21
November 24 Desember 2016.
Pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada :
1. Dr. Sofwan Dahlan, Sp. F (K)
2. Dokter-dokter Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal di Rumah
Sakit Bhayangkara Semarang.
BAB I
PENDAHULUAN
Kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia, semakin lama semakin
meningkat jumlahnya. Kekerasan terhadap perempuan dan anak seolah-olah menjadi sebuah
budaya yang memang berlangsung dengan sendirinya. Berbagai upaya penghapusan
kekerasan terhadap perempuan memang
telah
dilakukan.
Namun
demikian upaya-
upaya tersebut terus menghadapi kendala karena kultur budaya patriakhi yang masih
mengedepankan laki-laki dibandingkan perempuan. Kultur budaya tersebut tidak hanya
terjadi dalam rumah tangga, namun juga terjadi di ruang publik termasuk berkaitan dengan
kebijakan-kebijakan publik. Kendala kedua adalah penegakan hukum yang masih belum
sepenuhnya berjalan dan belum mencerminkan keadilan bagi perlindungan dan
penghormatan terhadap hak-hak perempuan dan perlindungan anak.
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada
tahun 2001 tercatat sebanyak 258 kasus KDRT, kemudian 226 kasus pada tahun 2002, 272
kasus pada tahun 2003, 328 kasus pada tahun 2004, 455 kasus pada tahun 2005, dan terus
meningkat hingga sekarang (budiyanto dkk, 1997).
Data tersebut di atas adalah pelaporan korban yang memiliki akses dengan jaringan
relawan dan memiliki pengetahuan yang cukup memadai mengenai KDRT hingga dapat
melaporkannya ke instalasi hokum (budiyanto dkk, 1997). Perlu diketahui bahwa kasus
kejadian KDRT yang sebenarnya dapat lebih tinggi daripada data yang dicatat karena
kurangnya pengetahuan mengenai KDRT di lingkungan penduduk dengan edukasi rendah
hingga hanya sedikit kasus KDRT yang dilaporkan.
Oleh karena itu, saat ini KDRT merupakan salah satu jenis kekerasan yang menjadi
masalah kesehatan global, karena kejadian KDRT dapat menyebabkan peningkatan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.
anak, atau martabat anak, yang dilakukan dalam konteks hubungan tanggung
jawab, kepercayaan atau kekuasaan (Deklarasi PP).
Macam kekerasan bisa berupa tindakan kekerasan fisik atau kekerasan
psikologi.
Definisi kekerasan Fisik (WHO): tindakan fisik yang dilakukan terhadap orang
lain atau kelompok yang mengakibatkan luka fisik, seksual dan psikogi.
Tindakan itu antara lain berupa memukul, menendang, menampar, menikam,
kekerasan
ini
antara
lain
berupa
kekerasan
verbal,
Epidemiologi
Kekerasan dalam rumah tangga memiliki tren yang terus meningkat dari tahun
ke tahun. Data yang dipeoleh dari Jurnal Perempuan edisi ke 45, menunjukkan bahwa
dari tahun 2001 terjadi 258 kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Tahun 2002 terjadi
sebanyak 226 kasus, pada tahun 2003 sebanyak 272 kasus, tahun 2004 terjadi 328 kasus
dan pada tahun 2005 terjadi 455 kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Jurnal
Perempuan edisi 45).
Kekerasan Dalam Rumah Tangga menjadi kasus yang tak pernah habis dibahas
karena meskipun berbagai instrumen hukum, mulai dari Internasional sampai pada
tingkat nasional belum mampu menekan angka kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga
yang terjadi.
Dari data di atas dapat kita ketahui bahwa dari tahun ke tahun Kekerasan Dalam
Rumah Tangga cenderung meningkat karena kekerasan yang dihadapai perempuan juga
meningkat. Sedangkan dari sumber yang sama didapati bahwa jenis kekerasan yang
paling sering dihadapi oleh perempuan adalah kekerasan psikis (45,83 %).
Data Komnas Perempuan menunjukkan bahwa pada awal tahun 2004
menunjukkan peningkatan serius dalam jumlah kasus kekerasan berbasis gender yang
menimpa perempuan.
Pada tahun 2001 terdapat 3.169 kasus yang dilaporkan ke lembaga pengada
layanan tersebut.Pada tahun 2002 angka itu meningkat menjadi 5.163 kasus dan tahun
2003 terdapat 5.934 kasus. Sedangkan tahun 2006, catatan dari Ketua Komnas
Anti
Kekerasan
kekerasan terhadap perempuan (KTP) sepanjang tahun 2006, mencapai 22.512 kasus,
dan kasus terbanyak adalah Kekerasan dalam Rumah Tangga sebanyak 16.709 kasus
atau 76%.
III.
Kekerasan Fisik
Kekerasan Psikis
Kekerasan Seksual
Penelantaran rumah tangga
rambut, menyundut dengan rokok atau dengan kayu yang bara apinya masih ada,
menendang, mencekik leher.
Kekerasan psikis menurut UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 7
Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya
rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau
penderitaan psikis berat pada seseorang. Kekerasan psikis berupa makian, ancaman
cerai, tidak memberi nafkah, hinaan, menakut-nakuti, melarang melakukan aktivitas di
luar rumah.
Kekerasan seksual menurut UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 8
Kekerasan seksual meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan
terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut, maupun
pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya
dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Kekerasan seksual
seperti memaksa isteri melakukan hubungan seksual walaupun isteri dalam kondisi
lelah dan tidak siap termasuk saat haid, memaksa isteri melakukan hubungan seks
dengan laki-laki lain.
Penelantaran rumah tangga menurut UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 9
Penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang menelantarkan orang dalam
lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena
persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau
pemeliharaan kepada orang tersebut. Selain itu, penelantaran juga berlaku bagi
setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi
dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di
dalam
atau
di
luar
rumah
Etiologi
Adapun faktor-faktor terjadinya kekerasan terhadap perempuan dalam
rumahtangga khususnya yang dilakukan oleh suami terhadap istri, yaitu (Ribka, 1998) :
1. Adanya hubungan kekuasaan yang tidak seimbang antara suami dan istri.
Anggapan bahwa suami lebih berkuasa dari pada istri telah terkonstruk sedemikian
rupa dalam keluarga dan kultur serta struktur masyarakat. Bahwa istri adalah milik
suami oleh karena harus melaksanakan segala yang diinginkan oleh yang memiliki.
Hal
ini
menyebabkan
suami
menjadi
merasa
berkuasa
dan
akhirnya
Biasanya
kekerasan
ini
dilakukan
sebagai
pelampiasan
dari
keinginannya dan tidak melakukan perlawanan. Hal ini didasari oleh anggapan
bahwa jika perempuan rewel maka harus diperlakukan secara keras agar ia menjadi
penurut. Anggapan di atas membuktikan bahwa suami sering menggunakan
kelebihan fisiknya dalam menyelesaikan problem rumah tangganya.
4. Persaingan
Jika di muka telah diterangkan mengenai faktor pertama kekerasan dalam rumah
tangga adalah ketimpangan hubungan kekuasaan antara suami dan istri. Maka di
sisi lain, perimbangan antara suami dan istri, baik dalam hal pendidikan, pergaulan,
pen-guasaan ekonomi baik yang mereka alami sejak masih kuliah, di lingkungan
kerja, dan lingkungan masyarakat di mana mereka tinggal, dapat menimbulkan
persaingan dan selanjutnya dapat menimbulkan terjadinya kekerasan dalam rumah
tangga. Bahwa di satu sisi suami tidak mau kalah, sementara di sisi lain istri juga
tidak mau terbe-lakang dan dikekang.
5. Frustasi
Terkadang pula suami melakukan kekerasan terhadap istrinya karena merasa
frustasi tidak bisa melakukan sesuatu yang semestinya menjadi tanggung
jawabnya. Hal ini biasa terjadi pada pasangan yang :
a. Belum siap kawin
seperti
gugup,
gampang
cemas
ketika
menghadapi
masalah, seringngompol, gelisah dan tidak tenang, jelek prestasinya di sekolah, mudah
terserang penyakitseperti sakit kepala, perut, dan asma, kejam kepada binatang, Ketika
bermain sering meniru bahasa yang kasar, berperilaku agresif dan kejam, suka minggat,
dan suka melakukan pemukulan terhadap orang lain yang tidak ia sukai. Kekerasan
dalam rumah tangga yang ia lihat adalah sebagai pelajaran dan proses sosialisasi bagi
dia sehingga tumbuh pemahaman dalam dirinya bahwa kekerasan dan penganiayaan
adalah hal yang wajar dalam sebuah kehidupan berkeluarga. Pemahaman seperti ini
mengakibatkan anak berpendirian bahwa (Kalyanamitra, 1999) :
1. Satu-satunya jalan menghadapi stres dari berbagai masalah adalah dengan
melakukan kekerasan
2. Tidak perlu menghormati perempuan
3. Menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan berbagai persoalan adalah baik dan
wajar
4. Menggunakan paksaan fisik untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan adalah
wajar dan baik-baik saja.
Di samping dampak secara langsung terhadap fisik dan psikologis sebagaimana
disebutkan di atas, masih ada lagi akibat lain berupa hubungan negatif dengan
lingkungan yang harus ditanggung anak seperti (Ciciek, 1999) :
1. Harus pindah rumah dan sekolah jika ibunya harus pindah rumah karena
menghindari kekerasan.
2. Tidak bisa berteman atau mempertahankan teman karena sikap ayah yang
membuat anak terkucil.
3. Merasa disia-siakan oleh orang tua
Kebanyakan anak yang tumbuh dalam rumah tangga yang penuh kekerasan
akan tumbuh menjadi anak yang kejam. Penelitian membuktikan bahwa 50% - 80%
laki-laki yang memukuli istrinya atau anak-anaknya, dulunya dibesarkan dalam rumah
tangga yang bapaknya sering melakukan kekerasan terhadap istri dan anaknya.Mereka
tumbuh dewasa dengan mental yang rusak dan hilangnya rasa iba serta anggapan
bahwa melakukan kekerasan terhadap istri adalah bisa diterima (Ciciek, 1999).
VI.
Saksi
dan
memberikan
tugas
dan
memberikan
perlindungan
Korban,
fungsi
No.
dan
kepada
hukum
13
Tahun
2006
tentang
terhadap
kasus
yang
KDRT
terkoordinasi
dan
termasuk
satu
Ketentuan Pidana
Ketentuan pidana terhadap pelanggaran KDRT diatur oleh Undang-undang
Republik Indonesia No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT sebagai berikut :
UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 44
1. Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah
tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (Lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,(Lima belas juta rupiah).
2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
korban jatuh sakit atau luka berat, dipidanakan penjara paling lama 10 tahun
atau denda paling banyak Rp30.000.000,- (Tiga puluh juta rupiah).
3. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan
matinya korban, dipadana penjara paling lama 15 (Lima belas) tahun atau denda
paling banyak Rp45.000.000,-(Empat puluh lima juta rupiah).
4. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami
ter-hadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan
untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan
sehari-harian, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau
denda paling ban-yak Rp 5.000.000,-(Lima juta rupiah).
UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 45
1. Setiap orang yang melakukan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 9.000.000,- (Sembilanjuta
rupiah).
2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami
ter-hadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan
untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian atau kegiatan sehari-hari,
dipidana-kan penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak
Rp3.000.000,- (Tiga juta rupiah).
UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 46
Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas)
tahun atau denda paling banyak Rp36.000.000,- (Tiga puluh enam juta rupiah).
UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 47
Setiap orang yang
memaksa
janin
dalam
kandungan,
tahun
tidak
berturut-turut,
gugur
atau
reproduksi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan pidana
penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp 25.000.000,00(dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00-(lima ratus juta
rupiah).
UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 49
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak
Rp
15.000.000,00-(lima belas juta rupiah), setiap orang yang:
ketentuan
pidana.
UU
cara
PSK
pemberian
perlindungan
dan
bantuan,
manusia, rasa
aman, keadilan,
tidak
diskriminatif,
dan
peradilan pidana dalam lingkungan peradilan yang bertujuan untuk memberikan rasa
aman pada saksi dan/atau korban dalam memberikan keterangan pada setiap proses
peradilan pidana.
Perlindungan saksi dan korban juga dilakukan karena adanya hak-hak seorang
saksi dan korban yang harus dilindungi seperti:
a. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan hartabendanya,
serta bebas dari Ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yangakan, sedang,
atau telah diberikannya
b. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan
a.
b.
c.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
dukungan keamanan
Memberikan keterangan tanpa tekanan
Mendapat penerjemah
Bebas dari pertanyaan yang menjerat
Mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus
Mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan
Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan
Mendapat identitas baru
Mendapatkan tempat kediaman baru
Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan
Mendapat nasihat hokum
Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan
berakhir, dan/atau
k. Bantuan medis dan rehabilitasi psikososial dalam hal saksi dan korban mengalami
pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
X.
Delik
Perbuatan pidana atau delik ialah perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum
dan barangsiapa yang melanggar larangan tersebut dikenakan sanksi pidana.Selain itu
perbuatan pidana dapat dikatakan sebagai perbuatan yang oleh suatu aturan hukum
dilarang dan diancam pidana, perlu diingat bahwa larangan ditujukan pada perbuatan,
sedangkan ancaman pidananya ditujukan pada orang yang menimbulkan perbuatan
pidana itu.
Menurut Van Hamel, delik adalah suatu serangan atau suatu ancaman terhadap
hak-hak orang lain.
Sedangkan menurut Prof. Simons, delik adalah suatu tindakan melanggar
hukum yang telah dilakukan
seseorang
yang
dengan
sengaja
ataupun
tidak
sengaja
oleh
undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan atau perbuatan yang dapat dihukum
(UU RI, 2006).
Delik biasa yaitu delik yang mempunyai bentuk pokok yang disertai
unsur memberatkan atau juga mempunyai bentuk pokok yang disertai unsur yang
meringankan.
Delik aduan adalah delik yang proses penuntutannya berdasarkan pengaduan
korban. Delik aduan terjadi apabila ada pengaduan atau laporan dari orang yang
menjadi korban tindak pidana.Misalnya pemerkosaan, pencurian dalam keluarga dan
pencurian dalam waktu pisah meja-ranjang (schidding van tavel en bed).Delik aduan
bisa ditarik kembali apabila si pelapor menarik laporannya misalnya karena ada
perdamaian atau perjanjian damai yang diketahui oleh penyidik bila telah masuk tingkat
penyidikan, oleh jaksa bila telah masuk tingkat penuntutan atau oleh hakim bila masuk
persidangan tetapi belum divonis.Penarikan aduan atau laporan biasanya terjadi dalam
kasus perkosaan di mana si korban merasa malu atau si pelaku mau menikahi
korban.Dalam kasus pencurian dalam keluarga atau pisah meja-ranjang, biasanya
alasan keluarga.
KEKERASAN DAN LUKA
I.
Definisi
Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kekerasan sebagai perbuatan
seseorang atau kelompok orang yang menyababkan cidera atau matinya orang lain,
menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain.
Kekerasan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sejumlah
orang yang berposisi kuat (atau yang tengah merasa kuat) terhadap seseorang atau
sejumlah orang yang berposisi lebih lemah (atau dipandang berada di dalam keadaan
lebih lemah), bersaranakan kekuatannya entah fisik maupun non fisik yang superior
dengan kesengajaannya untuk menimbulkan rasa derita di pihak yang tengah menjadi
obyek kekerasan. Sedangkan yang dimaksud dengan luka adalah seatu keadaan
ketidaksinambungan jaringan tubuh akibat kekerasan.
PBB juga telah memberikan batasan yang lebih realistik tentangkekerasan yaitu
sebagai any act by which severe pain or steering, whetherphysical or mental, is
intentionally inflicted on a person.7(setiap tindakandengan maksud menyakiti atau
pengendalian termasuk fisik atau mental,dengan sengaja ditimpakan pada seseorang).
Sedangkan seorang antikekerasan yang bernama Joan Bondurant mendefinisikan
Penyebab
Kekerasan yang mengenai tubuh seseorang dapat menimbulkan efek pada fisik
maupun psikiknya. Efek fisik berupa luka-luka, apabila diperiksa akan diketahui jenis
penyebabnya, yaitu:
a) Benda-benda mekanik
Benda tajam
Ciri-ciri umum luka akibat benda tajam adalah:
-
runcing.
Bila ditautkanakan menjadi rapat (karena benda tersebut
hanya memisahkan, tidak menghancurkan jaringan) dan
Memar
Memar merupakan salah satu bentuk luka yang ditandai
oleh
kerusakan
permukaan
jaringan
kulit.Kerusakan
tanpa
disertai
tersebut
diskontinuitas
disebabkan
oleh
Luka lecet
merobek
seluruh
lapisan
kulit
dan jaringan
tidak rata
Bila ditautkan tidak rapat
Tebing luka tidak rata serta terdapat jembatan
jaringan
Di sekitar garis batas luka ditemukan memar
Lokasi luka lebih mudah terjadi pada daerah yang
Kekerasan oleh benda bersuhu dingin biasanya dialami oleh bagian tubuh
yang terbuka, seperti misalnya tangan, kaki, telinga atau hidung.
Sengatan listrik
Petir
Petir terjadi karena adanya loncatan arus listrik di awan yang tegangannya
dapat mencapai 10 mega Volt dengan kuat arus sekitar 100.000 A ke
tanah.
Tekanan
Trauma akibat perubahan tekanan pada medium yang ada di sekitar tubuh
manusia dapat menimbulkan kelainan atau gangguan yang disebut
disbarisme.
c) Kombinasi benda mekanik dan fisik
Luka akibat tembakan senjata api pada hakekatnya merupakan luka yang
dihasilkan oleh trauma benda mekanik ( benda tumpul ) dan benda fisik
( panas), yaitu anak peluru yang jalannya giroskopik ( berputar ).
d) Zat-zat kimia korosif
Zat kimia korosif dapat menimbulkan luka-luka apabila mengenai tubuh
manusia.Ciri-ciri lukanya tergantung dari golongan zat kimia itu sendiri.
Luka akibat suhu/temperature (sofwan dahlan, 1994)
Suhu
tinggi
dapat
mengakibatkan
terjadinya
heat
exhaustion
mencapai suhu 47 derajat celcius. Luka bakar sudah dapat terjadi pada suhu 43-44
derajat celcius bila kontak cukup lama.
Pelebaran kapiler bawah kulit mulai terjadi pada saat suhu mencapai 35
derajat celcius selama 120 detik, vesikel terjadi pada suhu 53-57 derajat celcius selama
kontak 30-120 detik.
Luka bakar yang terjadi dapat dikategorikan ke dalam 4 derajat luka bakar :
I.
II.
III.
IV.
III.
Eritema
Vesikel dan bullae
Nekrosis koagulatif
Karbonisasi
Akibat Trauma
Kelainan yang terjadi akibat trauma dapat dilihat dari 2 aspek, yaitu:
A. Aspek medis
Konsekuensi dari luka yang ditimbulkan oleh trauma dapat berupa:
1. Kelainan fisik/organic
- Hilangnya jaringan atau bagian dari tubuh
- Hilangnya sebagian atau seluruh organ tertentu
2. Gangguan fungsi dari organ tubuh tertentu
Contoh: lumpuh, buta, tuli, atau terganggunya fungsi organ dalam.
3. Infeksi
4. Penyakit
5. Kelainan psikik
Trauma, meskipun tidak menimbulkan kerusakan otak, kemungkinan dapat
menjadi precipitating factor bagi terjadinya kelainan mental yang spektrumnya
amat luas, yaitu dapat berupa compensational neurosis, anxiety neurosis,
dementia praecox primer, manic depressive, atau psikosis.
B. Aspek yuridis
Kebijakan hukum pidana di dalam penentuan berat ringannya luka didasarkan atas
pengaruhnya terhadap:
-
Kesehatan jasmani
Kesehatan rohani
Kelangsungan hidup janin di dalam kandungan
Estetika jasmani
Pekerjaan jabatan atau pekerjaan mata pencaharian
Fungsi alat indera
Jenis luka
1. Luka ringan
Atas permintaan tertulis dari Kepolisian Sektor Polsek Gayamsari melalui suratnya
tanggal 29 November 2016 jam 07.00 WIB, No.Pol : B / Res.1.8/5853/VII/2014/Ditreskrimum
yang ditandatangani oleh Budi Haryanto, Sik, AKBP NRP 73030671, maka dengan ini saya, dr.
Fitri sebagai dokter yang bekerja pada Rumah Sakit Bhayangkara Semarang menerangkan
bahwa pada tanggal 29 November 2016, Jam 07.30. WIB, di Rumah Sakit Bhayangkara
Semarang telah melakukan pemeriksaan terhadap korban, yang berdasarkan surat permintaan
tersebut di atas bernama SR, Umur 36 tahun, jenis kelamin perempuan, alamat Jalan Seruni IX
No. 16 Tlogosari.
Berdasarkan surat permintaan itu, orang tersebut diduga telah mengalami peristiwa
Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
HASIL PEMERIKSAAN :
Dari pemeriksaan yang telah saya lakukan, ditemukan fakta-fakta sebagai berikut:
A. FAKTA DARI PEMERIKSAAN PERTAMA KALI
Tanggal dua Juli dua ribu empat belas
1. KEADAAN UMUM:
a. Tingkat kesadaran : composmentis------------------------------------------------------------b. Denyut nadi : delapan puluh dua kali per menit---------------------------------------------c. Pernapasan : dua puluh kali per menit -------------------------------------------------------d. Tekanan darah : seratus sepuluh per tujuh puluh milimeter air raksa------------------e. Suhu badan : tiga puluh tujuh derajat celcius -----------------------------------------------2. KELAINAN-KELAINAN FISIK:
a. Bagian luar tubuh :
1. Kepala : ditemukan nyeri kepala, nyeri yang paling hebat pada kepala bagian kiri
belakang --------------------------------------------------------------------------------------a. Mata : tidak ada kelainan----------------------------------------------------------------b. Hidung : tidak ada kelainan ------------------------------------------------------------c. Pipi : Terdapat sebuah luka memar pada pipi kanan berbentuk oval ujung luka
pertama dua sentimeter dari lubang telinga kanan batas ujung kedua tiga
sentimeter dari ujung bibir sebelah kanan diameter luka terpanjang enam
sentimeter , luka berwarna merah kebiruan berbatas tegas tepi tidak teratur.
d. Bibir : tidak ada kelainan ---------------------------------------------------------------e. Telinga : tidak ada kelainan ------------------------------------------------------------2. Leher : tidak ada kelainan ------------------------------------------------------------------3. Dada
:
tidak
ada
kelainan
-------------------------------------------------------------------4. Perut : : tidak ada kelainan -----------------------------------------------------------------5. Punggung : tidak ada kelainan -------------------------------------------------------------6. Ekstremitas atas : Terdapat sebuah luka terbuka pada lengan kanan bawah sisi luar
berbentuk memanjang ujung pertama empat sentimeter dari pergelangan tangan
ujung kedua lima sentimeter dari lipat siku berukuran sepuluh sentimeter lebar
satu sentimeter dalamnya nol koma lima sentimeter garis batas luka tidak teratur,
tebing luka tidak rata, dasar luka jaringan ikat terlihat basah dan berwarna hitam,
sekitar luka kemerahan ---------------------------------------------------------------------7. Ekstremitas bawah : tidak ada kelainan --------------------------------------------------b. Bagian dalam tubuh : tidak dilakukan pemeriksaan ---------------------------------------B. FAKTA YANG DIALAMI SELAMA PERAWATAN
1. Fakta berupa akibat :-----------------------------------------------------------------------------2. Fakta berupa tindakan medik :------------------------------------------------------------------C. FAKTA DARI PEMERIKSAAN TERAKHIR
1. Fakta yang berkaitan dengan kondisi jasmaniahnya : belum sembuh sempurna
2. Fakta yang berkaitan dengan pekerjaannya : menimbulkan halangan menjalankan
aktivitas sehari hari sebagai ibu rumah tangga ----------------------------------------------Selain fakta-fakta diatas, guna lebih memperjelas perkara maka saya telah
mengambil sampel berupa ----- sebanyak ----- dan telah saya serahkan kepada pihak
penyidik yang diwakili oleh ----- Nrp.----- untuk dimintakan pemeriksaan kepada
laboratorium lain -------------------------------------------------------------------------------------KESIMPULAN
Dari fakta-fakta yang saya temukan sendiri dari pemeriksaan orang tersebut maka
saya simpulkan bahwa telah diperiksa seorang perempuan berusia tiga puluh enam tahun,
ditemukan luka akibat suhu panas berupa luka terbuka derajat tiga pada daerah lengan
bawah kanan dan nyeri kepala. Akibatnya korban mengalami gangguan psikis, kualifikasi
luka derajat sedang menimbulkan halangan dalam menjalankan pekerjaan sehari-hari
sebagai
ibu
rumah
tangga
selama
delapan
hari
-------------------------------------------------------PENUTUP
Demikianlah keterangan tertulis ini saya buat dengan sesungguhnya, dengan
mengingat sumpah sewaktu menerima jabatan sebagai dokter----------------------------------
dr. Fitri
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. ANAMNESIS
Seorang wanita 36 tahun (korban) datang ke RS Bhayangkara pada hari Selasa,
tanggal 29 November 2016 pukul 08.30 WIB. Mengaku telah mengalami tindakan
kekerasan fisik (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) pada dirinya berupa pemukulan pada
kepala dan tanggannya digores dengan rokok yang menyala oleh suaminya pada tanggal
28 November 2016 pukul 22.00 WIB. Kejadian bermula saat korban bertengkar dengan
suaminya, korban sempat diancam akan diseret sambil ditarik rambutnya dari ujung jalan
hingga ke ujung jalan dan dibunuh, anak menangis keras, suami tidak terima, akhirnya
korban dipukuli wajah serta kepalanya hingga terjatuh. Saat terjatuh di lantai suaminya
menahan kaki dan tangannya, karena suaminya sedang merokok , tangan korban digores
gores dengan rokok yang masih menyala. Kejadian tersebut disaksikan oleh anaknya yang
berusia 6 tahun. Karena menunggu suaminya pergi dari rumah dan anaknya pergi ke
tubuh yang terkena benturan. Pembengkakan ini ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan
sel-sel sirkulasi darah ke jaringan intertitial (Stark, 2000). Mula-mula pembengkakan
timbul berwarna merah kebiruan sesudah 4 sampai 5 hari berubah menjadi kuning
kehijauan dan sesudah lebih dari seminggu menjadi kekuningan (Dahlan, 2007). Menurut
uraian tersebut dapat diberikan kesimpulan bahwa kekerasan mekanik yang didapat akibat
benda tumpul mengakibatkan luka memar yang terjadi kurang dari satu hari karena warna
dari luka memar masih merah kebiruan.
Berdasarkan hal- hal diatas kejadian ini dapat dikategorikan sebagai Kekerasan Dalam
Rumah Tangga disebabkan karena ditemukannya kekerasan fisik dan kekerasan psikis.
Kekerasan fisik yakni pemukulan menggunakan tangan di kepala serta terdapat luka
bakar akibat rokok yang masih menyala yang di gores pada lengan kanan bawah,
sedangkan kekerasan psikis berupa ancaman akan membunuh dan menyeret sambil
ditarik rambutnya dari ujung jalan hingga ke ujung jalan. Menurut UU Pasal 1 angka 1,
Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam
lingkup rumah tangga. Sedangkan bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga
mengacu kepada UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 5 tentang Penghapusan Kekerasan dalam
Rumah tangga bahwa kekerasan dalam rumah tangga dapat berwujud : kekerasan fisik,
kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan penelantaran rumah tangga.
4.2.2. Jenis Luka
Pada kasus ini ditemukan adanya kekerasan fisik dan mekanik. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik yakni terdapat luka bakar derajat 3 akibat rokok yang masih menyala
yang di gores pada lengan kanan bawah. Sedangkan kekerasan mekanik berupa
pemukulan menggunakan tangan di kepala yang mengakibatkan luka memar.
4.2.3. Kualifikasi Luka
Pada kasus ini ditemukan luka etsa (luka bakar) akibat persentuhan dengan benda
bersuhu tinggi. Akibatnya korban tidak dapat menjalankan perkerjaan jabatannya sebagai
ibu rumah tangga selama 8 hari.
BAB V
KESIMPULAN
5.1. KESIMPULAN
Dalam KUHP pasal 351 penganiayaan merupakan kejahatan terhadap tubuh orang
lain. Akibatnya dapat berupa abrasi atau memar, memar baik superficial maupun organ
dalam, lecet, robek, dan fraktur. Derajat luka tergantung dari benda yang digunakan,
organ yang terkena, kekuatan trauma, dan kecepatan penanganan. Pasal 353
penganiayaan yang diawali perencanaan terlebih dahulu, ayat (1) mengakibatkan luka,
ayat (2) mengakibatkan luka berat dan ayat (3) mengakibatkan mati.
5.2. SARAN
Belum diketahui bagaimana proses terjadinya trauma tumpul dilihat dari segi
jaringan. Secara hukum belum diketahui perbedaan hukuman yang diberikan kepada
pelaku trauma tumpul dengan derajat luka minimal hingga sedang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Winardi T, Abdul M, Sidhi, et al. Ilmu kedokteran
forensik.Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
1997.
2. Deklarasi PP tentang Penghapusan Kekerasan terhadap perempuan
3. Ilmu Kedokteran Forensik, Pedoman Bagi Dokter dan Penegak Hukum, Sofwan Dahlan, 2005
4. Istiadah, Pembagian Kerja Rumah Tangga Dalam Islam, Jakarta: Lembaga Kajian Agama Dan
Jender dengan PSP
5. Komisi Nasional Perempuan. Teror dan kekerasan terhadap perempuan: hilangnya kendali
negara, catatan ktp tahun 2010. Jakarta: Komnas Perempuan; 2011.
6. Konsiderans Perpres No. 65 Tahun 2005 tentang Komnas Perempuan
7. Pangemaran Diana Ribka, Tindakan Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Kelu-arga, Hasil
Penelitian di Jakarta, Jakarta: Program Studi Kajian Wanita Program Pasca SarjanaUniversitas
Indonesia, 1998
8. Pangemaran DR. Tindakan kekerasan terhadap perempuan dalam keluarga di Jakarta. Jakarta:
Program Studi Kajian Wanita Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia; 2005.
9.
10.
11.
12.
13. Stark, Margaret M. 2000. A Physician Guide to clinical Forensic Medicine.chm.. Humana Press
Inc: New Jersey-USA.
14. Tim
Kalyanamitra,
Menghadapi
Kekerasan
Dalam
Rumah
Tangga,
Jakarta:
Penghapusan Kekerasan