Вы находитесь на странице: 1из 34

LAPORAN KASUS ILMU KEDOKTERAN

FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Disusun oleh :

Febrianto A

012106159

Eko Deskurniawan

012116376

Elfin Naimathul H

012116377

Elia Purnamasari

012116378

Fitri Aulia Ananda

012116397

Nurul Putri Fitriani

012116479

Pembimbing :

Dr. Sofwan Dahlan, Sp. F (K)

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM
SULTAN AGUNG SEMARANG
1

HALAMAN PENGESAHAN

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Diajukan guna memenuhi tugas dan melengkapi syarat dalam menempuh program
pendidikan profesi dokter

Disusun oleh :
Febrianto A

012106159

Eko Deskurniawan

012116376

Elfin Naimathul H

012116377

Elia Purnamasari

012116378

Fitri Aulia Ananda

012116397

Nurul Putri Fitriani

012116479

Pembimbing

Dr. Sofwan Dahlan, Sp. F (K)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.i

HALAMAN PENGESAHAN..ii

DAFTAR ISI...iii

KATA PENGANTAR.iv

BAB

I PENDAHULUAN1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...3

BAB III LAPORAN KASUS..23

BAB IV PEMBAHASAN26

BAB III KESIMPULAN..29

DAFTAR PUSTAKA.30

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
izin-Nya, maka tugas pembuatan laporan kasus dengan judul KEKERASAN DALAM
RUMAH TANGGA dapat selesai pada waktunya. Pembuatan laporan kasus ini merupakan
salah satu tugas wajib yang harus dikerjakan dalam rangka kepaniteraan klinik di bagian Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal di Rumah Bhayangkara Semarang, periode 21
November 24 Desember 2016.
Pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada :
1. Dr. Sofwan Dahlan, Sp. F (K)
2. Dokter-dokter Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal di Rumah
Sakit Bhayangkara Semarang.

3. Serta teman-teman dan pihak-pihak yang telah membantu baik secara


langsung maupun tidak langsung
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun sangat diharapkan. Penulis berharap agar apa yang disajikan
dalam referat ini bermanfaat bagi kita semua.

Semarang, 14 Desember 2016


Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
Kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia, semakin lama semakin
meningkat jumlahnya. Kekerasan terhadap perempuan dan anak seolah-olah menjadi sebuah
budaya yang memang berlangsung dengan sendirinya. Berbagai upaya penghapusan
kekerasan terhadap perempuan memang

telah

dilakukan.

Namun

demikian upaya-

upaya tersebut terus menghadapi kendala karena kultur budaya patriakhi yang masih
mengedepankan laki-laki dibandingkan perempuan. Kultur budaya tersebut tidak hanya
terjadi dalam rumah tangga, namun juga terjadi di ruang publik termasuk berkaitan dengan
kebijakan-kebijakan publik. Kendala kedua adalah penegakan hukum yang masih belum
sepenuhnya berjalan dan belum mencerminkan keadilan bagi perlindungan dan
penghormatan terhadap hak-hak perempuan dan perlindungan anak.
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada
tahun 2001 tercatat sebanyak 258 kasus KDRT, kemudian 226 kasus pada tahun 2002, 272
kasus pada tahun 2003, 328 kasus pada tahun 2004, 455 kasus pada tahun 2005, dan terus
meningkat hingga sekarang (budiyanto dkk, 1997).
Data tersebut di atas adalah pelaporan korban yang memiliki akses dengan jaringan
relawan dan memiliki pengetahuan yang cukup memadai mengenai KDRT hingga dapat
melaporkannya ke instalasi hokum (budiyanto dkk, 1997). Perlu diketahui bahwa kasus
kejadian KDRT yang sebenarnya dapat lebih tinggi daripada data yang dicatat karena
kurangnya pengetahuan mengenai KDRT di lingkungan penduduk dengan edukasi rendah
hingga hanya sedikit kasus KDRT yang dilaporkan.
Oleh karena itu, saat ini KDRT merupakan salah satu jenis kekerasan yang menjadi
masalah kesehatan global, karena kejadian KDRT dapat menyebabkan peningkatan

morbiditas, mortalitas, dan tidak menutup kemungkinan akan mempengaruhi kesehatan


mental pada korban (Dahlan, 1997). Kasus KDRT yang tidak ditangani secara tuntas akan
menimbulkan lingkaran kekerasan. Pola kekerasan ini akan terus berulang, bahkan korban
kekerasan suatu saat dapat menjadi pelaku kekerasan.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan KDRT, yang dimaksud dengan KDRT adalah Setiap perbuatan terhadap
seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan
secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman
untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan
hukum dalam lingkup rumah tangga. Lingkup rumah tangga meliputi suami, istri, dan anak
(Istiadah, 2011).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.

Definisi Kekerasan Dalam Rumah Tangga


1. Definisi Keluarga
Keluarga berasal dari bahasa Sansekerta: kula dan warga "kulawarga" yang
berarti "anggota" "kelompok kerabat". Keluarga adalah lingkungan di mana
beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah, bersatu.Keluarga inti
(nuclear family) terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak mereka.
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri,
atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau
keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat
ketiga (UURI No.23 Tahun 2004).
Menurut Friedman dalam Suprajitno (2004), mendefinisikan bahwa
keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan
keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran maing-masing
yang merupakan bagian dari keluarga.
I.2 Definisi Kekerasan
Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik,
dilakukan secara aktif maupun dengan cara pasif (tidak berbuat), dikehendaki oleh
pelaku, dan ada akibat yang merugikan pada korban (fisik atau psikis) yang tidak
dikendaki oleh korban.
Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap perbuatan berdasarkan
pembedan jenis kelamin yang berakibat kesengsaraan dan penderitaan perempuan
secara fisik, seksual, psikologis termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan
atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di
depan umum atau dalam kehidupan pribadi (POLRI, 2005).
Kekerasan terhadap anak adalah semua bentuk perlakuan menyakitkan
secara fisik ataupun emosional, peyalahgunaan seksual, pelalaian, ekploitasi
komersial ataupun lainnya, yang mengakibatkan cedera kerugian nyata ataupun
potensial terhadap kesehatan anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang

anak, atau martabat anak, yang dilakukan dalam konteks hubungan tanggung
jawab, kepercayaan atau kekuasaan (Deklarasi PP).
Macam kekerasan bisa berupa tindakan kekerasan fisik atau kekerasan
psikologi.

Definisi kekerasan Fisik (WHO): tindakan fisik yang dilakukan terhadap orang
lain atau kelompok yang mengakibatkan luka fisik, seksual dan psikogi.
Tindakan itu antara lain berupa memukul, menendang, menampar, menikam,

menembak, mendorong (paksa), menjepit.


Definisi kekerasan psikologi (WHO): penggunaan kekuasaan secara sengaja
termasuk memaksa secara fisik terhadap orang lain atau kelompok yang
mengakibatkan luka fisik, mental, spiritual, moral dan pertumbuhan sosial.
Tindakan

kekerasan

ini

antara

lain

berupa

kekerasan

verbal,

memarahi/penghinaan, pelecehan dan ancaman


I.3 Definisi Kekerasan Dalam Rumah Tangga
UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga No. 23 Tahun 2004
Pasal 1 angka 1 (UU PKDRT) memberikan pengertian bahwa:
Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang
terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan
secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk
ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan
secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Menurut UU PKDRT No. 23 Tahun 2004 Pasal 2 lingkup rumah tangga
meliputi :
a. Suami, isteri, dan anak
b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang suami, istri,
dan anak karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan
perwalian, yang me-netap dalam rumah tangga; dan/atau
c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah
tangga tersebut(UU RI no.23 Tahun 2004).
II.

Epidemiologi
Kekerasan dalam rumah tangga memiliki tren yang terus meningkat dari tahun
ke tahun. Data yang dipeoleh dari Jurnal Perempuan edisi ke 45, menunjukkan bahwa

dari tahun 2001 terjadi 258 kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Tahun 2002 terjadi
sebanyak 226 kasus, pada tahun 2003 sebanyak 272 kasus, tahun 2004 terjadi 328 kasus
dan pada tahun 2005 terjadi 455 kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Jurnal
Perempuan edisi 45).
Kekerasan Dalam Rumah Tangga menjadi kasus yang tak pernah habis dibahas
karena meskipun berbagai instrumen hukum, mulai dari Internasional sampai pada
tingkat nasional belum mampu menekan angka kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga
yang terjadi.
Dari data di atas dapat kita ketahui bahwa dari tahun ke tahun Kekerasan Dalam
Rumah Tangga cenderung meningkat karena kekerasan yang dihadapai perempuan juga
meningkat. Sedangkan dari sumber yang sama didapati bahwa jenis kekerasan yang
paling sering dihadapi oleh perempuan adalah kekerasan psikis (45,83 %).
Data Komnas Perempuan menunjukkan bahwa pada awal tahun 2004
menunjukkan peningkatan serius dalam jumlah kasus kekerasan berbasis gender yang
menimpa perempuan.
Pada tahun 2001 terdapat 3.169 kasus yang dilaporkan ke lembaga pengada
layanan tersebut.Pada tahun 2002 angka itu meningkat menjadi 5.163 kasus dan tahun
2003 terdapat 5.934 kasus. Sedangkan tahun 2006, catatan dari Ketua Komnas
Anti

Kekerasan

Terhadap Perempuan, Kamala Chandrakirana, menunjukkan

kekerasan terhadap perempuan (KTP) sepanjang tahun 2006, mencapai 22.512 kasus,
dan kasus terbanyak adalah Kekerasan dalam Rumah Tangga sebanyak 16.709 kasus
atau 76%.
III.

Bentuk bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga


Mengacu kepada UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 5 tentang Penghapusan Kekerasan
dalam Rumah tangga, kekerasan dalam rumah tangga dapat berwujud :
1.
2.
3.
4.

Kekerasan Fisik
Kekerasan Psikis
Kekerasan Seksual
Penelantaran rumah tangga

Kekerasan fisik menurut UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 6


Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit,
atau luka berat.
Kekerasan fisik yang dialami korban seperti: pemukulan menggunakan tangan
maupun alat seperti (kayu, parang), membenturkan kepala ke tembok, menjambak

rambut, menyundut dengan rokok atau dengan kayu yang bara apinya masih ada,
menendang, mencekik leher.
Kekerasan psikis menurut UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 7
Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya
rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau
penderitaan psikis berat pada seseorang. Kekerasan psikis berupa makian, ancaman
cerai, tidak memberi nafkah, hinaan, menakut-nakuti, melarang melakukan aktivitas di
luar rumah.
Kekerasan seksual menurut UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 8
Kekerasan seksual meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan
terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut, maupun
pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya
dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Kekerasan seksual
seperti memaksa isteri melakukan hubungan seksual walaupun isteri dalam kondisi
lelah dan tidak siap termasuk saat haid, memaksa isteri melakukan hubungan seks
dengan laki-laki lain.
Penelantaran rumah tangga menurut UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 9
Penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang menelantarkan orang dalam
lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena
persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau
pemeliharaan kepada orang tersebut. Selain itu, penelantaran juga berlaku bagi
setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi
dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di

dalam

atau

di

luar

rumah

sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut. Penelantaran seperti


meninggalkan isteri dan anak tanpa memberikan nafkah, tidak memberikan isteri uang
dalam jangka waktu yang lama bahkan bertahun-tahun.
IV.

Etiologi
Adapun faktor-faktor terjadinya kekerasan terhadap perempuan dalam
rumahtangga khususnya yang dilakukan oleh suami terhadap istri, yaitu (Ribka, 1998) :
1. Adanya hubungan kekuasaan yang tidak seimbang antara suami dan istri.
Anggapan bahwa suami lebih berkuasa dari pada istri telah terkonstruk sedemikian
rupa dalam keluarga dan kultur serta struktur masyarakat. Bahwa istri adalah milik
suami oleh karena harus melaksanakan segala yang diinginkan oleh yang memiliki.

Hal

ini

menyebabkan

suami

menjadi

merasa

berkuasa

dan

akhirnya

bersikap sewenang-wenang terhadap istrinya.


2. Ketergantungan ekonomi.
Faktor ketergantungan istri dalam hal ekonomi kepada suami memaksa istri untuk
menuruti semua keinginan suami meskipun ia merasa menderita. Bahkan,
sekalipun
tindakan keras dilakukan kepadnya ia tetap enggan untuk melaporkan
penderitaannya dengan pertimbangan demi kelangsungan hidup dirinya dan
pendidikan

anak-anaknya. Hal ini dimanfaatkan oleh suami untuk bertindak

sewenang-wenang kepada istrinya.


3. Kekerasan sebagai alat untuk menyelesaikan konflik.
Faktor ini merupakan faktor dominan ketiga dari kasus kekerasan dalam rumah
tangga.

Biasanya

kekerasan

ini

dilakukan

sebagai

pelampiasan

dari

ketersinggungan, ataupun kekecewaan karena tidak dipenuhinya keinginan,


kemudian

dilakukan tindakan kekerasan dengan tujuan istri dapat memenuhi

keinginannya dan tidak melakukan perlawanan. Hal ini didasari oleh anggapan
bahwa jika perempuan rewel maka harus diperlakukan secara keras agar ia menjadi
penurut. Anggapan di atas membuktikan bahwa suami sering menggunakan
kelebihan fisiknya dalam menyelesaikan problem rumah tangganya.
4. Persaingan
Jika di muka telah diterangkan mengenai faktor pertama kekerasan dalam rumah
tangga adalah ketimpangan hubungan kekuasaan antara suami dan istri. Maka di
sisi lain, perimbangan antara suami dan istri, baik dalam hal pendidikan, pergaulan,
pen-guasaan ekonomi baik yang mereka alami sejak masih kuliah, di lingkungan
kerja, dan lingkungan masyarakat di mana mereka tinggal, dapat menimbulkan
persaingan dan selanjutnya dapat menimbulkan terjadinya kekerasan dalam rumah
tangga. Bahwa di satu sisi suami tidak mau kalah, sementara di sisi lain istri juga
tidak mau terbe-lakang dan dikekang.
5. Frustasi
Terkadang pula suami melakukan kekerasan terhadap istrinya karena merasa
frustasi tidak bisa melakukan sesuatu yang semestinya menjadi tanggung
jawabnya. Hal ini biasa terjadi pada pasangan yang :
a. Belum siap kawin

b. Suami belum memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap yang mencukupi


kebutuhan rumah tangga.
c. Masih serba terbatas dalam kebebasan karena masih menumpang pada orang
tua atau mertua.
Dalam kasus ini biasanya suami mencari pelarian kepada mabuk-mabukan dan
perbuatan negatif lain yang berujung pada pelampiasan terhadap istrinya dengan
memarahinya, memukulnya, membentaknya dan tindakan lain yang semacamnya.
6. Kesempatan yang kurang bagi perempuan dalam proses hukum
Pembicaraan tentang proses hukum dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga
tidak terlepas dari pembicaraan hak dan kewajiban suami istri. Hal ini penting
karena bisa jadi laporan korban kepada aparat hukum dianggap bukan sebagai
tindakan kriminal tapi hanya kesalahpahaman dalam keluarga.Hal ini juga terlihat
dari minimnya KUHAP membicarakan mengenai hak dan kewajiban istri sebagai
korban, karena posisi dia hanya sebagai saksi pelapor atau saksi korban. Dalam
proses sidang pengadilan, sangat minim kesempatan istri untuk mengungkapkan
kekerasan yang iaalami.
Sedangkan Strauss A. Murray mengidentifikasi hal dominasi pria dalam konteks
struktur masyarakat dan keluarga, yang memungkinkan terjadinya kekerasan dalam
rumah tangga (marital violence) sebagai berikut:
a. Pembelaan atas kekuasaan laki-laki
Laki-laki dianggap sebagai superioritas sumber daya dibandingkan dengan wanita,
sehingga mampu mengatur dan mengendalikan wanita.
b. Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi
Diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi wanita untuk bekerja mengakibatkan
wanita (istri) ketergantungan terhadap suami, dan ketika suami kehilangan
pekerjaan maka istri mengalami tindakan kekerasan.
c. Beban pengasuhan anak
Istri yang tidak bekerja, menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh anak.
Ketika terjadi hal yang tidak diharapkan terhadap anak, maka suami akan
menyalah-kan istri sehingga tejadi kekerasan dalam rumah tangga.
d. Wanita sebagai anak-anak
Konsep wanita sebagai hak milik bagi laki-laki menurut hukum, mengakibatkan
keleluasaan laki-laki untuk mengatur dan mengendalikan segala hak dan
kewajiban wanita. Laki-laki merasa punya hak untuk melakukan kekerasan

sebagai seorang bapak melakukan kekerasan terhadap anaknya agar menjadi


tertib.
e. Orientasi peradilan pidana pada laki-laki
Posisi wanita sebagai istri di dalam rumah tangga yang mengalami kekerasan oleh
suaminya, diterima sebagai pelanggaran hukum, sehingga penyelesaian kasusnya
sering ditunda atau ditutup. Alasan yang lazim dikemukakan oleh penegak
hukum yaitu adanya legitimasi hukum bagi suami melakukan kekerasan
sepanjang bertindak dalam konteks harmoni keluarga.
V.

Dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga


Karena kekerasan sebagaimana tersebut di atas terjadi dalam rumah tangga,
maka penderitaan akibat kekerasan ini tidak hanya dialami oleh istri saja tetapi juga
anak-anaknya.
Adapun dampak kekerasan dalam rumah tangga yang menimpa istri adalah
(Munti, 2000) :
1. Kekerasan fisik langsung atau tidak langsung dapat mengakibatkan istri menderita
rasa sakit fisik dikarenakan luka sebagai akibat tindakan kekerasan tersebut.
2. Kekerasan seksual dapat mengakibatkan turun atau bahkan hilangnya gairah seks,
karena istri menjadi ketakutan dan tidak bisa merespon secara normal ajakan berhubungan seks.
3. Kekerasan psikologis dapat berdampak istri merasa tertekan, shock, trauma, rasa
takut, marah, emosi tinggi dan meledak-ledak, kuper, serta depresi yang mendalam.
4. Kekerasan ekonomi mengakibatkan terbatasinya pemenuhan kebutuhan sehari-hari
yang diperlukan istri dan anak-anaknya.
Menyaksikan kekerasan adalah pengalaman yang amat traumatis bagi anakanak.Kekerasan dalam rumah tangga yang dialami anak-anak membuat anak tersebut
memiliki kecenderungan

seperti

gugup,

gampang

cemas

ketika

menghadapi

masalah, seringngompol, gelisah dan tidak tenang, jelek prestasinya di sekolah, mudah
terserang penyakitseperti sakit kepala, perut, dan asma, kejam kepada binatang, Ketika
bermain sering meniru bahasa yang kasar, berperilaku agresif dan kejam, suka minggat,
dan suka melakukan pemukulan terhadap orang lain yang tidak ia sukai. Kekerasan
dalam rumah tangga yang ia lihat adalah sebagai pelajaran dan proses sosialisasi bagi
dia sehingga tumbuh pemahaman dalam dirinya bahwa kekerasan dan penganiayaan

adalah hal yang wajar dalam sebuah kehidupan berkeluarga. Pemahaman seperti ini
mengakibatkan anak berpendirian bahwa (Kalyanamitra, 1999) :
1. Satu-satunya jalan menghadapi stres dari berbagai masalah adalah dengan
melakukan kekerasan
2. Tidak perlu menghormati perempuan
3. Menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan berbagai persoalan adalah baik dan
wajar
4. Menggunakan paksaan fisik untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan adalah
wajar dan baik-baik saja.
Di samping dampak secara langsung terhadap fisik dan psikologis sebagaimana
disebutkan di atas, masih ada lagi akibat lain berupa hubungan negatif dengan
lingkungan yang harus ditanggung anak seperti (Ciciek, 1999) :
1. Harus pindah rumah dan sekolah jika ibunya harus pindah rumah karena
menghindari kekerasan.
2. Tidak bisa berteman atau mempertahankan teman karena sikap ayah yang
membuat anak terkucil.
3. Merasa disia-siakan oleh orang tua
Kebanyakan anak yang tumbuh dalam rumah tangga yang penuh kekerasan
akan tumbuh menjadi anak yang kejam. Penelitian membuktikan bahwa 50% - 80%
laki-laki yang memukuli istrinya atau anak-anaknya, dulunya dibesarkan dalam rumah
tangga yang bapaknya sering melakukan kekerasan terhadap istri dan anaknya.Mereka
tumbuh dewasa dengan mental yang rusak dan hilangnya rasa iba serta anggapan
bahwa melakukan kekerasan terhadap istri adalah bisa diterima (Ciciek, 1999).
VI.

Aspek Hukum Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga


Semakin besarnya peranan lembaga-lembaga sosial atau WCC dalam
menanamkan kesadaran akan hak dan memberikan pendampingan serta perlindungan
kepada korban kasus KDRT dipengaruhi oleh lahirnya peraturan perundang-undangan
di Indonesia.
Lahirnya UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, Peraturan
Pemerintah No. 4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan
Korban KDRT, Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2005 tentang Komisi Nasional
Terhadap Perempuan, Undang-Undang
Perlindungan

Saksi

dan

memberikan

tugas

dan

memberikan

perlindungan

Korban,
fungsi

No.
dan

kepada

hukum

13

Tahun

2006

tentang

peraturan perundangan lainnya yang


lembaga-lembaga

terhadap

kasus

yang

KDRT

terkoordinasi

dan

termasuk

lembaga-lembaga sosial yang bergerak dalam perlindungan terhadap perempuan.


Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2005 tentang Komisi Nasional Anti
Kekerasan terhadap Perempuan yang selanjutnya disebut sebagai Perpres Komnas
Perempuan ialah merupakan penyempurnaan

Keputusan Presiden No. 181

Tahun 1998 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan.


Perpres Komnas Perempuan Pasal 24 telah mencabut dan menyatakan tidak
berlaku Keppres No. 181 Tahun 1998 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan
terhadap Perempuan.
Komnas Perempuan ini dibentuk berdasarkan prinsip negara hukum yang
menyadari bahwa setiap bentuk kekerasan terhadap perempuan merupakan
salah

satu

bentuk pelanggaran atas hak-hak asasi manusia sehingga dibutuhkan

satu usaha untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya kekerasan terhadap


perempuan (Perpres, 2005).
VII.

Ketentuan Pidana
Ketentuan pidana terhadap pelanggaran KDRT diatur oleh Undang-undang
Republik Indonesia No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT sebagai berikut :
UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 44
1. Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah
tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (Lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,(Lima belas juta rupiah).
2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
korban jatuh sakit atau luka berat, dipidanakan penjara paling lama 10 tahun
atau denda paling banyak Rp30.000.000,- (Tiga puluh juta rupiah).
3. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan
matinya korban, dipadana penjara paling lama 15 (Lima belas) tahun atau denda
paling banyak Rp45.000.000,-(Empat puluh lima juta rupiah).
4. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami
ter-hadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan
untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan
sehari-harian, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau
denda paling ban-yak Rp 5.000.000,-(Lima juta rupiah).
UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 45

1. Setiap orang yang melakukan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 9.000.000,- (Sembilanjuta
rupiah).
2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami
ter-hadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan
untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian atau kegiatan sehari-hari,
dipidana-kan penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak
Rp3.000.000,- (Tiga juta rupiah).
UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 46
Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas)
tahun atau denda paling banyak Rp36.000.000,- (Tiga puluh enam juta rupiah).
UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 47
Setiap orang yang

memaksa

orang yang menetap

dalam rumah tangganya

melakukan hubungan seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf b dipidana


dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan pidana penjara paling
lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling sedikit Rp 12.000.000,00-(dua belas
juta rupiah) atau paling banyak Rp 300.000.000,00-(tiga ratus juta rupiah).
UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 48
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan 47 mengakibatkan
korban mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali,
mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurang-kurangnya selama 4 (empat)
minggu terus menerus atau 1 (satu)
matinya

janin

dalam

kandungan,

tahun

tidak

berturut-turut,

gugur

atau

atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat

reproduksi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan pidana
penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp 25.000.000,00(dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00-(lima ratus juta
rupiah).
UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 49
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak
Rp
15.000.000,00-(lima belas juta rupiah), setiap orang yang:

a. Menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana


dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1);
b. Menelantarkan orang lain sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (2).
UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 50
Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam bab ini hakim dapat menjatuhkan pidana
tambahan berupa :
a. pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari
korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu dari
pelaku;
b. penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan lembaga
tertentu.
VIII. Pemulihan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga
Pemulihan korban berdasarkan kepada Undang-undang No. 23 tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga :
UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 39
Untuk kepentingan pemulihan, korban dapat memperoleh pelayanan dari:
a. Tenaga kesehatan;
b. Pekerja sosial;
c. Relawan pendamping; dan/atau
d. Pembimbing rohani.
UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 40
1. Tenaga kesehatan wajib memeriksa korban sesuai dengan standar profesinya
2. Dalam hal korban memerlukan perawatan, tenaga kesehatan wajib memulihkan
dan merehabilitasi kesehatan korban.
UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 42
Dalam rangka pemulihan terhadap korban, tenaga kesehatan, pekerja sosial,
relawan pendamping dan/atau pembimbing rohani dapat melakukan kerja sama.
Yang dimaksud dengan upaya pemulihan korban Peraturan Pemerintah RI No. 4
Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan
dalam Rumah Tangga pada Pasal 1 ayat 1 ialah :Segala upaya untuk penguatan korban
kekerasan dalam rumah tangga agar lebih berdaya baik secara fisik maupun psikis.14
PP PKPKKDRT Pasal 2 ayat 1 menyebutkan bahwa Penyelenggaraan pemulihan
ialah: Segala tindakan yang meliputi pelayanan dan pendampingan korban KDRT.

PP PKPKKDRT Pasal 2 ayat 1 menyebutkan : Bahwa penyelenggaraan


pemulihan terhadap korban dilaksanakan oleh instansi pemerintah dan pemerintah
daerah serta lembaga sosial sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing, termasuk
menyediakan fasilitas yang diperlukan untuk pemulihan korban.
Hal yang sama disebutkan dalam PP RI Pasal 19 yang menyebutkan : Untuk
penyelenggaraan pemulihan, pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan tugas
dan fungsi masing-masing dapat melakukan kerjasama dengan masyarakat atau
lembaga sosial, baik nasional maupun internasional yang pelaksanaannya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dari ketentuan ini, lembaga sosial mendapat kesempatan untuk berperan dalam
melakukan upaya pemulihan korban KDRT.PP PKPKDRT Pasal 4 menyebutkan
Penyelenggaraan kegiatan pemulihan korban meliputi (PP RI, 2004) :
a) Pelayanan kesehatan
b) Pendampingan korban
c) Konseling
d) Bimbingan rohani
e) Resosialisasi
IX.

Perlindungan Saksi dan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga


Menurut Undang-Undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
dalam Rumah Tangga Pasal 10, korban berhak mendapatkan :
a. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat,
b. lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan pen-etapan
perintah perlindungan dari pengadilan
c. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis
d. Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban
e. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat
proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
f. Pelayanan bimbingan rohani
Menurut Undang-Undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
dalam Rumah Tangga Pasal 15, setiap orang yang mendengar, melihat, atau
mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upayaupaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk :
a. Mencegah berlangsungnya tindak pidana;
b. Memberikan perlindungan kepada korban;
c. Memberikan pertolongan darurat; dan

d. Membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.


Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
yang selanjutnya disebut dengan UU PSK berlaku sejak tanggal 11 Agustus
2006 setelah diundangkan di Lembaran Negara RI No. 64 Tahun 2006. Pokok materi
UU PSK ini meliputi perlindungan dan hak saksi dan korban, lembaga perlindungan
saksi dan korban, syarat dan tata
serta

ketentuan

pidana.

UU

cara
PSK

pemberian

perlindungan

dan

bantuan,

ini dikeluarkan karena pentingnya saksi dan

korban dalam proses pemeriksaan di pengadilan sehingga membutuhkan perlindungan


yang efektif, profesional, dan proporsional terhadap saksi dan korban.
Perlindungan saksi dan korban dilakukan berdasarkan asas penghargaan atas
harkat dan martabat
kepastian

manusia, rasa

aman, keadilan,

tidak

diskriminatif,

dan

hukum.Perlindungan saksi dan korban berlaku pada semua tahap proses

peradilan pidana dalam lingkungan peradilan yang bertujuan untuk memberikan rasa
aman pada saksi dan/atau korban dalam memberikan keterangan pada setiap proses
peradilan pidana.
Perlindungan saksi dan korban juga dilakukan karena adanya hak-hak seorang
saksi dan korban yang harus dilindungi seperti:
a. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan hartabendanya,
serta bebas dari Ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yangakan, sedang,
atau telah diberikannya
b. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan
a.
b.
c.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.

dukungan keamanan
Memberikan keterangan tanpa tekanan
Mendapat penerjemah
Bebas dari pertanyaan yang menjerat
Mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus
Mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan
Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan
Mendapat identitas baru
Mendapatkan tempat kediaman baru
Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan
Mendapat nasihat hokum
Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan

berakhir, dan/atau
k. Bantuan medis dan rehabilitasi psikososial dalam hal saksi dan korban mengalami
pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
X.

Cara Penanggulangan Kekerasan Dalam Rumah Tangga


Untuk menghindari terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga, diperlukan cara-

cara penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga, antara lain:


a. Perlunya keimanan yang kuat dan akhlaq yang baik dan berpegang teguh pada
agamanya sehingga Kekerasan dalam rumah tangga tidak terjadi dan dapat diatasi
dengan baik dan penuh kesabaran.
b. Harus tercipta kerukunan dan kedamaian di dalam sebuah keluarga, karena
didalam agama itu mengajarkan tentang kasih sayang terhadap ibu, bapak,
saudara, dan orang lain. Sehingga antara anggota keluarga dapat saling
mengahargai setiap pendapat yang ada.
c. Harus adanya komunikasi yang baik antara suami dan istri, agar tercipta sebuah
rumah tangga yang rukun dan harmonis. Jika di dalam sebuah rumah tangga tidak
ada keharmonisan dan kerukunan diantara kedua belah pihak, itu juga bisa
menjadi pemicu timbulnya kekerasan dalam rumah tangga.
d. Butuh rasa saling percaya, pengertian, saling menghargai dan sebagainya antar
anggota keluarga. Sehingga rumah tangga dilandasi dengan rasa saling percaya.
Jika sudah ada rasa saling percaya, maka mudah bagi kita untuk melakukan
aktivitas. Jika tidak ada rasa kepercayaan maka yang timbul adalah sifat cemburu
yang kadang berlebih dan rasa curiga yang kadang juga berlebih-lebihan.
e. Seorang istri harus mampu mengkoordinir berapapun keuangan yang ada dalam
keluarga, sehingga seorang istri dapat mengatasi apabila terjadi pendapatan yang
minim, sehingga kekurangan ekonomi dalam keluarga dapat diatasi dengan baik.
XI.

Delik
Perbuatan pidana atau delik ialah perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum
dan barangsiapa yang melanggar larangan tersebut dikenakan sanksi pidana.Selain itu
perbuatan pidana dapat dikatakan sebagai perbuatan yang oleh suatu aturan hukum
dilarang dan diancam pidana, perlu diingat bahwa larangan ditujukan pada perbuatan,
sedangkan ancaman pidananya ditujukan pada orang yang menimbulkan perbuatan
pidana itu.
Menurut Van Hamel, delik adalah suatu serangan atau suatu ancaman terhadap
hak-hak orang lain.
Sedangkan menurut Prof. Simons, delik adalah suatu tindakan melanggar
hukum yang telah dilakukan
seseorang

yang

dengan

sengaja

ataupun

tidak

sengaja

oleh

dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan oleh undang-

undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan atau perbuatan yang dapat dihukum
(UU RI, 2006).

Delik biasa yaitu delik yang mempunyai bentuk pokok yang disertai
unsur memberatkan atau juga mempunyai bentuk pokok yang disertai unsur yang
meringankan.
Delik aduan adalah delik yang proses penuntutannya berdasarkan pengaduan
korban. Delik aduan terjadi apabila ada pengaduan atau laporan dari orang yang
menjadi korban tindak pidana.Misalnya pemerkosaan, pencurian dalam keluarga dan
pencurian dalam waktu pisah meja-ranjang (schidding van tavel en bed).Delik aduan
bisa ditarik kembali apabila si pelapor menarik laporannya misalnya karena ada
perdamaian atau perjanjian damai yang diketahui oleh penyidik bila telah masuk tingkat
penyidikan, oleh jaksa bila telah masuk tingkat penuntutan atau oleh hakim bila masuk
persidangan tetapi belum divonis.Penarikan aduan atau laporan biasanya terjadi dalam
kasus perkosaan di mana si korban merasa malu atau si pelaku mau menikahi
korban.Dalam kasus pencurian dalam keluarga atau pisah meja-ranjang, biasanya
alasan keluarga.
KEKERASAN DAN LUKA
I.

Definisi
Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kekerasan sebagai perbuatan
seseorang atau kelompok orang yang menyababkan cidera atau matinya orang lain,
menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain.
Kekerasan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sejumlah
orang yang berposisi kuat (atau yang tengah merasa kuat) terhadap seseorang atau
sejumlah orang yang berposisi lebih lemah (atau dipandang berada di dalam keadaan
lebih lemah), bersaranakan kekuatannya entah fisik maupun non fisik yang superior
dengan kesengajaannya untuk menimbulkan rasa derita di pihak yang tengah menjadi
obyek kekerasan. Sedangkan yang dimaksud dengan luka adalah seatu keadaan
ketidaksinambungan jaringan tubuh akibat kekerasan.
PBB juga telah memberikan batasan yang lebih realistik tentangkekerasan yaitu
sebagai any act by which severe pain or steering, whetherphysical or mental, is
intentionally inflicted on a person.7(setiap tindakandengan maksud menyakiti atau
pengendalian termasuk fisik atau mental,dengan sengaja ditimpakan pada seseorang).
Sedangkan seorang antikekerasan yang bernama Joan Bondurant mendefinisikan

violence sebagaithe willful application of force in such a way that is intentionally


injuriesto the person or group against whom it applied. (Here) injury is understoodto
include psychological as well physical harm (Ribka, 1998).
II.

Penyebab
Kekerasan yang mengenai tubuh seseorang dapat menimbulkan efek pada fisik
maupun psikiknya. Efek fisik berupa luka-luka, apabila diperiksa akan diketahui jenis
penyebabnya, yaitu:
a) Benda-benda mekanik
Benda tajam
Ciri-ciri umum luka akibat benda tajam adalah:
-

Garis batas luka biasanya teratur, tepinya rata, dan sudutnya

runcing.
Bila ditautkanakan menjadi rapat (karena benda tersebut
hanya memisahkan, tidak menghancurkan jaringan) dan

membentuk garis lurus atau sedikit lengkung.


- Tebing luka rata dan tidak ada jembatan jaringan
- Daerah di sekitar garis batas luka tidak ada memar
Benda tumpul

Kekerasan akibat benda keras dan tumpul dapat mengakibatkan berbagai


macam jenis luka antara lain:
-

Memar
Memar merupakan salah satu bentuk luka yang ditandai
oleh

kerusakan

permukaan

jaringan

kulit.Kerusakan

tanpa

disertai

tersebut

diskontinuitas

disebabkan

oleh

pecahnya kapiler sehingga darah keluar dan meresap ke


jaringan sekitarnya.
Mula-mula terlihat pembengkakan, berwarna merah
kebiruan.Setelah 4-5 hari berubah menjadi kuning kehijauan
dan sesudah lebih dari seminggu menjadi kekuningan.
Pada orang yang menderita penyakit defisiensi atau menderita
kelainan darah, kerusakan yang terjadi akibat trauma tumpul
tersebut akan lebih besar dibandingkan pada orang normal.
Oleh sebab itu, besar kecilnya memar tidak bisa dijadikan
ukuran untuk menentukan besar kecilnya benda penybabnya
atau keras tidaknya pukulan. Pada wanita atau orang-orang

gemuk juga akan mudah terjadi memar.


-

Luka lecet

Luka lecet adalah luka yang disebabkan oleh rusaknya atau


lepasnya lapisan luar kulit, yang cirri-cirinya adalah:
-

Bentuk luka tidak teratur


Batas luka tidak teratur
Tepi luka tidak rata
Kadang-kadang ditemukan sedikit perdarahan
Permukaan tertutup oleh krusta
Warna coklat kemerahan
Pada pemeriksaan makroskopik terlihat adanya
beberapa bagian yang masih ditutupi epitel dan

reaksi jaringan ( inflamasi).


Luka robek/terbuka

Luka robek/terbuka adalah luka yang disebabkan karena


persentuhan dengan benda tumpul dengan kekuatan yang
mampu

merobek

seluruh

lapisan

kulit

dan jaringan

dibawahnya. Cirri-ciri luka robek yaitu:


-

Bentuk garis batas luka tidak teratur dan tepi luka

tidak rata
Bila ditautkan tidak rapat
Tebing luka tidak rata serta terdapat jembatan

jaringan
Di sekitar garis batas luka ditemukan memar
Lokasi luka lebih mudah terjadi pada daerah yang

dekat dengan tulang


b) Benda-benda fisik
Benda bersuhu tinggi
Kekerasan oleh benda bersuhu tinggi akan dapat menimbulkan luka bakar
yang cirinya sangat tergantung dari jenis bendanya, ketinggian
suhunya serta lamanya kontak dengan kulit.

Benda bersuhu rendah

Kekerasan oleh benda bersuhu dingin biasanya dialami oleh bagian tubuh
yang terbuka, seperti misalnya tangan, kaki, telinga atau hidung.

Sengatan listrik

Sengatan oleh benda bermuatan listrik dapat menimbulkan luka bakar


sebagai akibat berubahnya energy listrik menjadi panas.

Petir

Petir terjadi karena adanya loncatan arus listrik di awan yang tegangannya
dapat mencapai 10 mega Volt dengan kuat arus sekitar 100.000 A ke
tanah.

Tekanan

Trauma akibat perubahan tekanan pada medium yang ada di sekitar tubuh
manusia dapat menimbulkan kelainan atau gangguan yang disebut
disbarisme.
c) Kombinasi benda mekanik dan fisik
Luka akibat tembakan senjata api pada hakekatnya merupakan luka yang
dihasilkan oleh trauma benda mekanik ( benda tumpul ) dan benda fisik
( panas), yaitu anak peluru yang jalannya giroskopik ( berputar ).
d) Zat-zat kimia korosif
Zat kimia korosif dapat menimbulkan luka-luka apabila mengenai tubuh
manusia.Ciri-ciri lukanya tergantung dari golongan zat kimia itu sendiri.
Luka akibat suhu/temperature (sofwan dahlan, 1994)
Suhu

tinggi

dapat

mengakibatkan

terjadinya

heat

exhaustion

primer.Temperature kulit yang tinggi dan rendahnya penglepasan panas dapat


menimbulkan kolaps pada seseorang karena ketidakseimbangan antara darah sirkulasi
dengan lumen pembuluh darah.Hal ini sering terjadi pada pemaparan terhadap panas,
kerja jasmani berlebihan dan pakaian terlalu tebal.Dapat pula terjadi heat exhaustion
sekunder akibat kehilangan cairan tubuh yang berlebihan (dehidrasi).Heat stroke adalah
kegagalan kerja pusat pengaturan suhu akibat terlalu tingginya temperature pusat suhu
tubuh.Suhu lethal eksogen adalah 43 derajat Celcius. Penglepasan panas tubuh secara
konduksi dan radiasi sudah mulai berlangsung saat suhu eksogen mencapai 30 derajat
celcius, sedangkan di atas 35 derajat celcius panas tubuh harus dilepas melalui
penguapan keringat. Sun stroke

dapat terjadi akibat panas sinar matahari yang

menyebabkan hipertermia sedangkan Heat cramps terjadi akibat menghilangnya NaCl


darah dengan cepat akibat suhu tinggi.
Luka bakar terjadi akibat kontak kulit dengan benda bersuhu tinggi.Kerusakan
kulit yang terjadi bergantung pada tinggi suhu dan lama kontak. Kontak kulit yang
terjadi bergantung pada tinggi suhu dan akibatkan suhu kulit pada kedalaman 1 mm
dapat mencapai 66 derajat celcius, sedangkan pada ledakan bensin dalam waktu singkat

mencapai suhu 47 derajat celcius. Luka bakar sudah dapat terjadi pada suhu 43-44
derajat celcius bila kontak cukup lama.
Pelebaran kapiler bawah kulit mulai terjadi pada saat suhu mencapai 35
derajat celcius selama 120 detik, vesikel terjadi pada suhu 53-57 derajat celcius selama
kontak 30-120 detik.
Luka bakar yang terjadi dapat dikategorikan ke dalam 4 derajat luka bakar :
I.
II.
III.
IV.
III.

Eritema
Vesikel dan bullae
Nekrosis koagulatif
Karbonisasi

Akibat Trauma
Kelainan yang terjadi akibat trauma dapat dilihat dari 2 aspek, yaitu:
A. Aspek medis
Konsekuensi dari luka yang ditimbulkan oleh trauma dapat berupa:
1. Kelainan fisik/organic
- Hilangnya jaringan atau bagian dari tubuh
- Hilangnya sebagian atau seluruh organ tertentu
2. Gangguan fungsi dari organ tubuh tertentu
Contoh: lumpuh, buta, tuli, atau terganggunya fungsi organ dalam.
3. Infeksi
4. Penyakit
5. Kelainan psikik
Trauma, meskipun tidak menimbulkan kerusakan otak, kemungkinan dapat
menjadi precipitating factor bagi terjadinya kelainan mental yang spektrumnya
amat luas, yaitu dapat berupa compensational neurosis, anxiety neurosis,
dementia praecox primer, manic depressive, atau psikosis.
B. Aspek yuridis
Kebijakan hukum pidana di dalam penentuan berat ringannya luka didasarkan atas
pengaruhnya terhadap:
-

Kesehatan jasmani
Kesehatan rohani
Kelangsungan hidup janin di dalam kandungan
Estetika jasmani
Pekerjaan jabatan atau pekerjaan mata pencaharian
Fungsi alat indera
Jenis luka
1. Luka ringan

Adalah luka yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan dalam


menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencahariannya.
2. Luka sedang
Adalah luka yang mengakibatkan penyakit atau halangan dalam
menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencahariannya untuk
sementara waktu.
3. Luka berat
Adalah luka yang sebagaimana diuraikan di dalam pasal 90 KUHP,
yang terdiri atas:
a. Luka atau penyakit yang tidak dapat diharapkan akan sembuh
dengan sempurna
b. Luka yang dapat mendatangkan bahaya maut
c. Luka yang dapat menimbulkan rintangan tetap dalam
d.
e.
f.
g.
h.

menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencahariannya


Kehilangan salah satu panca indera
Cacat besar atau kudung
Lumpuh
Gangguan daya pikir lebih dari 4 minggu
Keguguran atau kematian janin seorang perempuan
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. KRONOLOGI KEJADIAN


Seorang wanita 36 tahun (korban) datang ke RS Bhayangkara pada hari Selasa, tanggal
29 November 2016 pukul 08.30 WIB. Mengaku telah mengalami tindakan kekerasan fisik
(Kekerasan Dalam Rumah Tangga) pada dirinya berupa pemukulan pada kepala dan
tanggannya digores dengan rokok yang menyala oleh suaminya pada tanggal 28 November
2016 pukul 22.00 WIB. Kejadian bermula saat korban bertengkar dengan suaminya, korban
sempat diancam akan diseret sambil ditarik rambutnya dari ujung jalan hingga ke ujung
jalan dan dibunuh, anak menangis keras, suami tidak terima, akhirnya korban dipukuli
wajah serta kepalanya hingga terjatuh. Saat terjatuh di lantai suaminya menahan kaki dan
tangannya, karena suaminya sedang merokok , tangan korban digores gores dengan rokok
yang masih menyala. Kejadian tersebut disaksikan oleh anaknya yang berusia 6 tahun.
Karena menunggu suaminya pergi dari rumah dan anaknya pergi ke sekolah, korban periksa
ke RS Bhayangkara tanggal 29 November pukul 08.30. Kejadian tersebut terjadi, diduga
karena pelaku marah karena korban meminta uang belanja kebutuhan rumah tangga.

3.2. VISUM et REPERTUM


KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH JAWA TENGAH
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA SEMARANG
PRO JUSTITIA
VISUM ET REPERTUM
Nomor : 1/VRH/XI/2016

Atas permintaan tertulis dari Kepolisian Sektor Polsek Gayamsari melalui suratnya
tanggal 29 November 2016 jam 07.00 WIB, No.Pol : B / Res.1.8/5853/VII/2014/Ditreskrimum
yang ditandatangani oleh Budi Haryanto, Sik, AKBP NRP 73030671, maka dengan ini saya, dr.
Fitri sebagai dokter yang bekerja pada Rumah Sakit Bhayangkara Semarang menerangkan
bahwa pada tanggal 29 November 2016, Jam 07.30. WIB, di Rumah Sakit Bhayangkara
Semarang telah melakukan pemeriksaan terhadap korban, yang berdasarkan surat permintaan
tersebut di atas bernama SR, Umur 36 tahun, jenis kelamin perempuan, alamat Jalan Seruni IX
No. 16 Tlogosari.
Berdasarkan surat permintaan itu, orang tersebut diduga telah mengalami peristiwa
Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

HASIL PEMERIKSAAN :
Dari pemeriksaan yang telah saya lakukan, ditemukan fakta-fakta sebagai berikut:
A. FAKTA DARI PEMERIKSAAN PERTAMA KALI
Tanggal dua Juli dua ribu empat belas
1. KEADAAN UMUM:
a. Tingkat kesadaran : composmentis------------------------------------------------------------b. Denyut nadi : delapan puluh dua kali per menit---------------------------------------------c. Pernapasan : dua puluh kali per menit -------------------------------------------------------d. Tekanan darah : seratus sepuluh per tujuh puluh milimeter air raksa------------------e. Suhu badan : tiga puluh tujuh derajat celcius -----------------------------------------------2. KELAINAN-KELAINAN FISIK:
a. Bagian luar tubuh :
1. Kepala : ditemukan nyeri kepala, nyeri yang paling hebat pada kepala bagian kiri
belakang --------------------------------------------------------------------------------------a. Mata : tidak ada kelainan----------------------------------------------------------------b. Hidung : tidak ada kelainan ------------------------------------------------------------c. Pipi : Terdapat sebuah luka memar pada pipi kanan berbentuk oval ujung luka
pertama dua sentimeter dari lubang telinga kanan batas ujung kedua tiga
sentimeter dari ujung bibir sebelah kanan diameter luka terpanjang enam
sentimeter , luka berwarna merah kebiruan berbatas tegas tepi tidak teratur.
d. Bibir : tidak ada kelainan ---------------------------------------------------------------e. Telinga : tidak ada kelainan ------------------------------------------------------------2. Leher : tidak ada kelainan ------------------------------------------------------------------3. Dada
:
tidak
ada
kelainan
-------------------------------------------------------------------4. Perut : : tidak ada kelainan -----------------------------------------------------------------5. Punggung : tidak ada kelainan -------------------------------------------------------------6. Ekstremitas atas : Terdapat sebuah luka terbuka pada lengan kanan bawah sisi luar
berbentuk memanjang ujung pertama empat sentimeter dari pergelangan tangan
ujung kedua lima sentimeter dari lipat siku berukuran sepuluh sentimeter lebar
satu sentimeter dalamnya nol koma lima sentimeter garis batas luka tidak teratur,
tebing luka tidak rata, dasar luka jaringan ikat terlihat basah dan berwarna hitam,
sekitar luka kemerahan ---------------------------------------------------------------------7. Ekstremitas bawah : tidak ada kelainan --------------------------------------------------b. Bagian dalam tubuh : tidak dilakukan pemeriksaan ---------------------------------------B. FAKTA YANG DIALAMI SELAMA PERAWATAN
1. Fakta berupa akibat :-----------------------------------------------------------------------------2. Fakta berupa tindakan medik :------------------------------------------------------------------C. FAKTA DARI PEMERIKSAAN TERAKHIR
1. Fakta yang berkaitan dengan kondisi jasmaniahnya : belum sembuh sempurna
2. Fakta yang berkaitan dengan pekerjaannya : menimbulkan halangan menjalankan
aktivitas sehari hari sebagai ibu rumah tangga ----------------------------------------------Selain fakta-fakta diatas, guna lebih memperjelas perkara maka saya telah
mengambil sampel berupa ----- sebanyak ----- dan telah saya serahkan kepada pihak

penyidik yang diwakili oleh ----- Nrp.----- untuk dimintakan pemeriksaan kepada
laboratorium lain -------------------------------------------------------------------------------------KESIMPULAN
Dari fakta-fakta yang saya temukan sendiri dari pemeriksaan orang tersebut maka
saya simpulkan bahwa telah diperiksa seorang perempuan berusia tiga puluh enam tahun,
ditemukan luka akibat suhu panas berupa luka terbuka derajat tiga pada daerah lengan
bawah kanan dan nyeri kepala. Akibatnya korban mengalami gangguan psikis, kualifikasi
luka derajat sedang menimbulkan halangan dalam menjalankan pekerjaan sehari-hari
sebagai
ibu
rumah
tangga
selama
delapan
hari
-------------------------------------------------------PENUTUP
Demikianlah keterangan tertulis ini saya buat dengan sesungguhnya, dengan
mengingat sumpah sewaktu menerima jabatan sebagai dokter----------------------------------

Semarang, 29 November 2016


Dokter yang memeriksa

dr. Fitri
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. ANAMNESIS
Seorang wanita 36 tahun (korban) datang ke RS Bhayangkara pada hari Selasa,
tanggal 29 November 2016 pukul 08.30 WIB. Mengaku telah mengalami tindakan
kekerasan fisik (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) pada dirinya berupa pemukulan pada
kepala dan tanggannya digores dengan rokok yang menyala oleh suaminya pada tanggal
28 November 2016 pukul 22.00 WIB. Kejadian bermula saat korban bertengkar dengan
suaminya, korban sempat diancam akan diseret sambil ditarik rambutnya dari ujung jalan
hingga ke ujung jalan dan dibunuh, anak menangis keras, suami tidak terima, akhirnya
korban dipukuli wajah serta kepalanya hingga terjatuh. Saat terjatuh di lantai suaminya
menahan kaki dan tangannya, karena suaminya sedang merokok , tangan korban digores
gores dengan rokok yang masih menyala. Kejadian tersebut disaksikan oleh anaknya yang
berusia 6 tahun. Karena menunggu suaminya pergi dari rumah dan anaknya pergi ke

sekolah, korban periksa ke RS Bhayangkara tanggal 29 November pukul 08.30. Kejadian


tersebut terjadi, diduga karena pelaku marah karena korban meminta uang belanja
kebutuhan rumah tangga.
4.2. JENIS KEKERASAN, JENIS LUKA DAN KUALIFIKASI LUKA
4.2.1. Jenis Kekerasan
Kekerasan yang mengenai tubuh seseorang dapat menimbulkan efek pada fisik
maupun psikiknya. Efek fisik berupa luka-luka, yang jika diperiksa dengan teliti akan
dapat diketahui jenis penyebabnya. Jenis penyebab trauma yakni : benda-benda mekanik,
benda-benda fisik, kombinasi benda mekanik dan fisik, dan zat-zat kimia korosif (Dahlan,
2007). Pada kasus ini ditemukan 2 jenis kekerasan yaitu kekerasaan fisik dan kekerasan
mekanik.
Kekerasan fisik merupakan kekerasan yang disebabkan oleh benda-benda fisik, antara
lain : benda bersuhu tinggi, benda bersuhu rendah, sengatan listrik, peitr dan tekanan
(barotrauma). Sedangkan kekerasan mekanik merupakan kekerasan yang disebabkan oleh
bedan tajam, benda tumpul, dan benda yang mudah pecah (kaca) (Dahlan, 2007).
Kekerasan pertama yaitu kekerasan fisik, ditemukan sebuah luka terbuka pada lengan
kanan bawah sisi luar berbentuk memanjang, ujung pertama 4 cm dari pergelangan,
tangan ujung kedua 5 cm dari lipat siku, berukuran 10 cm, lebar 1 cm dan dalamnya 0,5
cm. Garis batas luka tidak teratur, tebing luka tidak rata, dasar luka jaringan ikat terlihat
basah dan berwarna hitam, sekitar luka kemerahan. Luka tersebut termasuk luka bakar
derajat 3 dikarenakan terdapat kerusakan yang meliputi seluruh dermis dan lapisan lebih
dalam, tidak dijumpai bula, Terjadi koagulasi protein pada epidermis. yang dikenal
sebagai scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung ujung
syaraf sensorik mengalami kerusakan atau kematian. Penyembuhanterjadi lama karena
tidak ada proses epitelisasi spontan dari dasar luka (Moenadjat, 2001).
Kekerasan kedua yaitu kekerasan mekanik, ditemukan sebuah luka memar pada pipi
kanan berbentuk oval ujung luka pertama 2 cm dari lubang telinga kanan batas ujung
kedua 3 cm dari ujung bibir sebelah kanan diameter luka terpanjang 6 cm , luka berwarna
merah kebiruan berbatas tegas, dan tepi tidak teratur. Memar merupakan suatu perdarahan
dalam jaringan bawah kulit/kutis akibat pecahnya kapiler dan vena, yang disebabkan oleh
karena kekerasan benda tumpul (Dahlan, 2007). Terjadinya luka memar biasanya diawali
oleh adanya suatu benturan atau kekerasan dengan energi yang cukup untuk mengganggu
permeabilitas sel-sel pembuluh darah sehingga terjadi pembengkakan disekitar daerah

tubuh yang terkena benturan. Pembengkakan ini ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan
sel-sel sirkulasi darah ke jaringan intertitial (Stark, 2000). Mula-mula pembengkakan
timbul berwarna merah kebiruan sesudah 4 sampai 5 hari berubah menjadi kuning
kehijauan dan sesudah lebih dari seminggu menjadi kekuningan (Dahlan, 2007). Menurut
uraian tersebut dapat diberikan kesimpulan bahwa kekerasan mekanik yang didapat akibat
benda tumpul mengakibatkan luka memar yang terjadi kurang dari satu hari karena warna
dari luka memar masih merah kebiruan.
Berdasarkan hal- hal diatas kejadian ini dapat dikategorikan sebagai Kekerasan Dalam
Rumah Tangga disebabkan karena ditemukannya kekerasan fisik dan kekerasan psikis.
Kekerasan fisik yakni pemukulan menggunakan tangan di kepala serta terdapat luka
bakar akibat rokok yang masih menyala yang di gores pada lengan kanan bawah,
sedangkan kekerasan psikis berupa ancaman akan membunuh dan menyeret sambil
ditarik rambutnya dari ujung jalan hingga ke ujung jalan. Menurut UU Pasal 1 angka 1,
Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam
lingkup rumah tangga. Sedangkan bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga
mengacu kepada UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 5 tentang Penghapusan Kekerasan dalam
Rumah tangga bahwa kekerasan dalam rumah tangga dapat berwujud : kekerasan fisik,
kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan penelantaran rumah tangga.
4.2.2. Jenis Luka
Pada kasus ini ditemukan adanya kekerasan fisik dan mekanik. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik yakni terdapat luka bakar derajat 3 akibat rokok yang masih menyala
yang di gores pada lengan kanan bawah. Sedangkan kekerasan mekanik berupa
pemukulan menggunakan tangan di kepala yang mengakibatkan luka memar.
4.2.3. Kualifikasi Luka
Pada kasus ini ditemukan luka etsa (luka bakar) akibat persentuhan dengan benda
bersuhu tinggi. Akibatnya korban tidak dapat menjalankan perkerjaan jabatannya sebagai
ibu rumah tangga selama 8 hari.

BAB V
KESIMPULAN

5.1. KESIMPULAN
Dalam KUHP pasal 351 penganiayaan merupakan kejahatan terhadap tubuh orang
lain. Akibatnya dapat berupa abrasi atau memar, memar baik superficial maupun organ
dalam, lecet, robek, dan fraktur. Derajat luka tergantung dari benda yang digunakan,
organ yang terkena, kekuatan trauma, dan kecepatan penanganan. Pasal 353
penganiayaan yang diawali perencanaan terlebih dahulu, ayat (1) mengakibatkan luka,
ayat (2) mengakibatkan luka berat dan ayat (3) mengakibatkan mati.
5.2. SARAN
Belum diketahui bagaimana proses terjadinya trauma tumpul dilihat dari segi
jaringan. Secara hukum belum diketahui perbedaan hukuman yang diberikan kepada
pelaku trauma tumpul dengan derajat luka minimal hingga sedang.

DAFTAR PUSTAKA
1. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Winardi T, Abdul M, Sidhi, et al. Ilmu kedokteran
forensik.Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
1997.
2. Deklarasi PP tentang Penghapusan Kekerasan terhadap perempuan
3. Ilmu Kedokteran Forensik, Pedoman Bagi Dokter dan Penegak Hukum, Sofwan Dahlan, 2005
4. Istiadah, Pembagian Kerja Rumah Tangga Dalam Islam, Jakarta: Lembaga Kajian Agama Dan
Jender dengan PSP
5. Komisi Nasional Perempuan. Teror dan kekerasan terhadap perempuan: hilangnya kendali
negara, catatan ktp tahun 2010. Jakarta: Komnas Perempuan; 2011.
6. Konsiderans Perpres No. 65 Tahun 2005 tentang Komnas Perempuan
7. Pangemaran Diana Ribka, Tindakan Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Kelu-arga, Hasil
Penelitian di Jakarta, Jakarta: Program Studi Kajian Wanita Program Pasca SarjanaUniversitas
Indonesia, 1998
8. Pangemaran DR. Tindakan kekerasan terhadap perempuan dalam keluarga di Jakarta. Jakarta:
Program Studi Kajian Wanita Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia; 2005.
9.
10.
11.
12.

Pemulihan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga


Peraturan Pemerintah RI No. 4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama
POLRI, Buku Pegangan Pusat Pelayanan Terpadu POLRI, Jakarta, 2005
Ratna Batara Munti (ed.), Advokasi Legislatif Untuk Perempuan: Sosialisasi Masalah dan Draft
Rancangan Undang-Undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Jakarta: LBH APIK, 2000

13. Stark, Margaret M. 2000. A Physician Guide to clinical Forensic Medicine.chm.. Humana Press
Inc: New Jersey-USA.
14. Tim

Kalyanamitra,

Menghadapi

Kekerasan

Dalam

Rumah

Kalyanamitra, Pusat Komunikasi dan Informasi Perempuan, 1999


15. Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2004, tentang

Tangga,

Jakarta:

Penghapusan Kekerasan

Dalam Rumah Tangga


16. Undang-Undang republik Indonesia No. 23 Tahun 2004, tentang Perlindungan Anak
17. UU Perlindungan Saksi dan Korban No. 13 Tahun 2006
18. World Health Organization. WHO multi- country study on womens health and domestic
violence against women: summary report ofinitial results on prevalence, health outcomes, and
womens responses. Geneva: WHO; 2005.
19. www.hukumonline.com/berita/R_U_U_Perlindungan_saksi_dan_korban

Вам также может понравиться

  • Kuesioner
    Kuesioner
    Документ1 страница
    Kuesioner
    Nurul Putri
    Оценок пока нет
  • Cover
    Cover
    Документ1 страница
    Cover
    Nurul Putri
    Оценок пока нет
  • Visum Bunuh Diri
    Visum Bunuh Diri
    Документ15 страниц
    Visum Bunuh Diri
    Fitri Aulia Ananda
    Оценок пока нет
  • Jadwal Jaga 2
    Jadwal Jaga 2
    Документ1 страница
    Jadwal Jaga 2
    Nurul Putri
    Оценок пока нет
  • Hernia
    Hernia
    Документ14 страниц
    Hernia
    Nurul Putri
    Оценок пока нет
  • KASUS SARAF Vertigo
    KASUS SARAF Vertigo
    Документ9 страниц
    KASUS SARAF Vertigo
    Nurul Putri
    Оценок пока нет
  • Laporan Kasus Hernia
    Laporan Kasus Hernia
    Документ19 страниц
    Laporan Kasus Hernia
    Nurul Putri
    0% (1)
  • Herpes Zoster Sebagai Suatu Faktor Resiko Untuk Terjadinya Stroke Dan TIA
    Herpes Zoster Sebagai Suatu Faktor Resiko Untuk Terjadinya Stroke Dan TIA
    Документ10 страниц
    Herpes Zoster Sebagai Suatu Faktor Resiko Untuk Terjadinya Stroke Dan TIA
    Amanda Abdat
    Оценок пока нет
  • Jadwal Jaga
    Jadwal Jaga
    Документ1 страница
    Jadwal Jaga
    Nurul Putri
    Оценок пока нет
  • Nurul Jurnal
    Nurul Jurnal
    Документ19 страниц
    Nurul Jurnal
    Nurul Putri
    Оценок пока нет
  • Nurul Jurnal
    Nurul Jurnal
    Документ19 страниц
    Nurul Jurnal
    Nurul Putri
    Оценок пока нет
  • VERTIGO-REFLEKSI
    VERTIGO-REFLEKSI
    Документ20 страниц
    VERTIGO-REFLEKSI
    Nurul Putri
    Оценок пока нет
  • Jurnal Reading NURUL
    Jurnal Reading NURUL
    Документ12 страниц
    Jurnal Reading NURUL
    Nurul Putri
    Оценок пока нет
  • CBD Vertigo Kiki Fix
    CBD Vertigo Kiki Fix
    Документ34 страницы
    CBD Vertigo Kiki Fix
    Nurul Putri
    Оценок пока нет
  • VERTIGO-REFLEKSI
    VERTIGO-REFLEKSI
    Документ20 страниц
    VERTIGO-REFLEKSI
    Nurul Putri
    Оценок пока нет
  • KASUS SARAF Vertigo
    KASUS SARAF Vertigo
    Документ9 страниц
    KASUS SARAF Vertigo
    Nurul Putri
    Оценок пока нет
  • Leaflet Neuropati Diabetik
    Leaflet Neuropati Diabetik
    Документ3 страницы
    Leaflet Neuropati Diabetik
    Nurul Putri
    Оценок пока нет
  • Leaflet Neuropati Diabetik
    Leaflet Neuropati Diabetik
    Документ3 страницы
    Leaflet Neuropati Diabetik
    Nurul Putri
    Оценок пока нет
  • KASUS SARAF Vertigo
    KASUS SARAF Vertigo
    Документ9 страниц
    KASUS SARAF Vertigo
    Nurul Putri
    Оценок пока нет
  • Refleksi Kasus Morbus Hansen
    Refleksi Kasus Morbus Hansen
    Документ31 страница
    Refleksi Kasus Morbus Hansen
    Nurul Putri
    Оценок пока нет
  • Jurnal Reading NURUL
    Jurnal Reading NURUL
    Документ12 страниц
    Jurnal Reading NURUL
    Nurul Putri
    Оценок пока нет
  • Laporan Kasus Kejang Demam
    Laporan Kasus Kejang Demam
    Документ13 страниц
    Laporan Kasus Kejang Demam
    Nurul Putri
    Оценок пока нет
  • KDRT Forensik
    KDRT Forensik
    Документ34 страницы
    KDRT Forensik
    Nurul Putri
    Оценок пока нет
  • KDRT Forensik
    KDRT Forensik
    Документ40 страниц
    KDRT Forensik
    Nurul Putri
    Оценок пока нет
  • Laporan Kasus Kejang Demam
    Laporan Kasus Kejang Demam
    Документ13 страниц
    Laporan Kasus Kejang Demam
    Nurul Putri
    Оценок пока нет