Вы находитесь на странице: 1из 15

Artikel tentang kebidanan

PENYAKIT ASMA PADA KEHAMILAN


Penyakit Asma
Penyakit Asma dapat mengenai hingga 10 % dari populasi penduduk di negara
industri, yang meliputi 5 % ibu hamil. Asma merupakan penyakit Inflamasi yang
menyerang jalan napas yang kecil. Keadaan ini tidak selalu revesibel dan dapat
berakibat fatal. Bronberkokonstriksi menimbulkan dispanea ( sesak napas ) pada saaat
eksperasi dan kadang kadang mengi serta batuk. Penyakit asma di tandai oleh
inflamasi, edema, infiltrasi eosinofil dan remodeling bronkiolus. Mukus di hasilkan
dengan jumlah yang berlebihan dan dapat membentuk sumbatan yang akan
menimbulkan obstruksi jalan napas. Dinding bronkiulus akan terlepas sehinnga turut
menyumbat jalan napas. Semua perubahan ini akan permanen pada penyakit asma
yang sudah berjalan lama. Penyempitan jalan napas akan bertambah parah pada
malam harinya dan keadaan ini mengikuti irama srikadian hormon.
Jenis jenis alergen yang sudah didefenisikan ( seperti tungau debu rumah )
berkaitan dengan bertambah parahnya gejala. Starategi untuk pencegahan asma
meliputi tindakan untuk menghindari alergen Termasuk asap rokok pada kehamilan
serta usia awal, penanganan dini dengan preparat anti inlflamasi
Komplikasi penyakit Asma
Penyakit asama yang semakin parah kerapkali berhubungan dengan
ketidakpatuhan pasien yang mungkin memiliki ke khawatiran yang tidak pada
tempatnya bahwa obat obatan asma bersifat teratogenik. Bagi ibu hamil yang
menderita penyakit asma yang berat terdapat beresiko bahwa gejala asmanya akan
bertambah parah pada kehamilan usia lanjut atau pospartum. Penyakit asma yang
ringan atau sedang membaik pada kehamiln tetapi menjadi parah pada sudah
melahirkan.

Hipoksia
Penyakit asma yang berat dan tidak terkendali akan menyebabkna hipoksia kronis
atau intermiten yang menimbulkan pengaruh yang merugikan pada ibu maupun
bayinya. Saturasi oksigen dalam tubuh ibu tidak boleh turun hingga di bawah 95
%, bahkan pada serangan asma yang akut sekalipun . Hipoksia akan menggangu
perkembangan janin yang menyebabkan retardasi pertumbuhan intrauteri, gawat
janin dan kadang kadang kematian janin. Penting untuk diingat bahwa seorang
ibu yang mengalami hipoksia dapat terlihat agtitatif dan kebingungan.
Retensi Karbon dioksida
Pada serangan asma yang berat akan terjadi restensi karbon dioksida dan kerja
pernapasan menjadi begitu meningkat sehingga timbul penumpukan asam laktat.
Serangan Asma yang akut
Kejadian ini dapat menimbulakan kematian pada ibu dan janinnya. Preparat
nebulizer bronkodilator, oksigen, suntikan kortikosteroid intravena dan jika perlu,
aminofilin, dapat diberikan sama seperti pemberian pada wanita yang tidak hamil.
Serangan asma yang akut jarang terjadi pada persalinan, akan tetapi, jika serangan
tersebut benar benar terjadi, pemberian preparat opiod dan ergometrin harus di
hentikan karena keduanya akan memperberat brokokonstriksi. Pada kasus yang
langka, pemberian anestesi lokal dapat menimbulkan masalah.
Penyakit asma pada ibu hamil dapat meningkatkan kecenderungan terjadinya
pneumonia, hipertensi, partus prematur, perwatan dalam ruangan instensif
neonatus, malformasi kongenital dan berat badan lahir rendah, kendati resiko
tersebut cukup rendah serta berkaitan dengan kontrol penyakitnya.
Inhalasi Aerosol
Pengobatan asma sebaiknya dilakukan lewat inhalasi aerosol, dan lebih dari 90 %
penderita yang mendapatkan pengobatan asma tidak memerlukan bentuk bentuk
pemberian obat yang yang lain. Preparat aerosol akan menurunkan jumlah obat
yang ada dalam sirkulasi sistematik, dan dengan demikian efek samping pada ibu
maupun kontak obat dengan janin serta bayi yang di susuinya dapat di kurangi.

Bahkan pemberian tehnik aerosol yang optimal, hanya ada 2 10 persen dalam
obat dalam bentuk aerosol yang mencapai paru paru sementara sisanya akan
tertelan. Keadaan ini di perbaiki dengan penggunaan alat Spacer yang mengurangi
perlunya koordinasi. Tipe alat inhaler tersebut dapat mempengaruhi absorpsi obat
sampai 100 % karena itu pemantuan yang seksama diperlukan jika tipe inheler
akan di ganti. Teknik pemakaian inhaeler harus di periksa dan di bicarakan.
Obat yang di gunakan pada asma
Obat obatan yang akan diresepkan bergantung pada intensitas penyakitnya
golongan obat yang penting dalam pengobatan asma adalah
Bronkodilator

Agonosis adrenoreseptor beta, misalnya salbutamol, terbutalin


Preparat antimuskarinik, misalnya ipratropium ( jarang di gunakan pada

dewasa muda ?
Metilsantin, misalnya teofilin

Anti inflamasi

Kromon misalnya kromoglikat, nedokromil


Kortikosteroid, glukokortikoid, misalnya beklometason, prednisolon
Antagonis reseptor leukotrien ( tidak di anjurkan pada kehamilan

PEDOMAN ASUHAN PERSALINAN NORMAL

Tingginya kasus kesakitan dan kematian ibu di banyak negara berkembang,


terutama disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan, eklampsia, sepsis dan
komplikasi keguguran. Sebagian besar penyebab utama kesakitan dan kematian ibu
tersebut sebenarnya dapat dicegah. Melalui upaya pencegahan yang efektif, beberapa
negara berkembang dan hampir semua negara maju, berhasil menurunkan angka
kesakitan dan kematian ibu ke tingkat yang sangat rendah.
Asuhan Kesehatan Ibu selama dua dasawarsa terakhir terfokus pada:
a) Keluarga Berencana untuk membantu para ibu dan suaminya merencanakan
kehamilan yang diinginkan
b) Asuhan Antenatal Terfokus untuk memantau perkembangan kehamilan,
mengenali gejala dan tanda bahaya, menyiapkan persalinan dan kesediaan
menghadapi komplikasi
c) Asuhan Pascakeguguran untuk menatalaksana gawat-darurat keguguran dan
komplikasinya serta tanggap terhadap kebutuhan pelayanan kesehatan
reproduksi lainnya.
d) Persalinan yang Bersih dan Aman serta Pencegahan Komplikasi
Kajian dan bukti ilmiah menunjukkan bahwa asuhan persalinan bersih, aman
dan tepat waktu merupakan salah satu upaya efektif untuk mencegah
terjadinya kesakitan dan kematian
e) Penatalaksanaan Komplikasi yang terjadi sebelum, selama dan setelah
persalinan.
Dalam upaya menurunkan kesakitan dan kematian ibu, perlu diantisipasi
adanya keterbatasan kemampuan untuk menatalaksana komplikasi pada jenjang
pelayanan tertentu. Kompetensi petugas, pengenalan jenis komplikasi, dan
ketersediaan sarana pertolongan menjadi penentu bagi keberhasilan penatalaksanaan
komplikasi yang umumnya akan selalu berbeda menurut derajat, keadaan dan tempat
terjadinya
PERGESERAN PARADIGMA
Fokus asuhan persalinan normal adalah persalinan bersih dan aman serta
mencegah terjadinya komplikasi. Hal ini merupakan pergeseran paradigma dari

menunggu terjadinya dan kemudian menangani komplikasi, menjadi pencegahan


komplikasi. Persalinan bersih dan aman serta pencegahan komplikasi selama dan
pascapersalinan terbukti mampu mengurangi kesakitan atau kematian ibu dan bayi
baru lahir.
Beberapa contoh dibawah ini, menunjukkan adanya pergeseran paradigma
tersebut diatas:
Mencegah Perdarahan Pascapersalinan yang disebabkan oleh Atonia Uteri
Upaya pencegahan perdarahan pascapersalinan dimulai pada tahap yang paling
dini. Setiap pertolongan persalinan harus menerapkan upaya pencegahan
perdarahan pascapersalinan, diantaranya manipulasi minimal proses persalinan,
penatalaksanaan

aktif

kala

III,

pengamatan

melekat

kontraksi

uterus

pascapersalinan. Upaya rujukan obstetrik dimulai dari pengenalan dini terhadap


persalinan patologis dan dilakukan saat ibu masih dalam kondisi yang optimal.
Laserasi/episiotomi
Dengan paradigma pencegahan, episiotomi tidak lagi dilakukan secara rutin
karena dengan perasat khusus, penolong persalinan akan mengatur ekspulsi
kepala, bahu, dan seluruh tubuh bayi untuk mencegah laserasi atau hanya terjadi
robekan minimal pada perineum.
Retensio plasenta
Penatalaksanaan aktif kala tiga dilakukan untuk mencegah perdarahan,
mempercepat proses separasi dan melahirkan plasenta dengan pemberian
uterotonika segera setelah bayi lahir dan melakukan penegangan tali pusat
terkendali.
Partus Lama
Untuk mencegah partus lama, asuhan persalinan normal mengandalkan
penggunaan partograf untuk memantau kondisi ibu dan janin serta kemajuan
proses persalinan. Dukungan suami atau kerabat, diharapkan dapat memberikan
rasa tenang dan aman selama proses persalinan berlangsung. Pendampingan ini
diharapkan

dapat

mendukung

kelancaran

proses

persalinan,

menjalin

kebersamaan, berbagi tanggung jawab diantara penolong dan keluarga klien.

Asfiksia Bayi Baru Lahir


Pencegahan

asfiksia

pada

bayi

baru

lahir

dilakukan

melalui

upaya

pengenalan/penanganan sedini mungkin, misalnya dengan memantau secara baik


dan teratur denyut jantung bayi selama proses persalinan, mengatur posisi tubuh
untuk memberi rasa nyaman bagi ibu dan mencegah gangguan sirkulasi uteroplasenter terhadap bayi, teknik meneran dan bernapas yang menguntungkan bagi
ibu dan bayi. Bila terjadi asfiksia, dilakukan upaya untuk menjaga agar tubuh bayi
tetap hangat, menempatkan bayi dalam posisi yang tepat, penghisapan lendir
secara benar, memberikan rangsangan taktil dan melakukan pernapasan buatan
(bila perlu). Berbagai upaya tersebut dilakukan untuk mencegah asfiksia,
memberikan pertolongan secara tepat dan adekuat bila terjadi asfiksia dan
mencegah hipotermia.
Paradigma baru (aktif) yang disebutkan sebelumnya, terbukti dapat mencegah
atau mengurangi komplikasi yang sering terjadi. Hal ini memberi manfaat yang
nyata dan mampu membantu upaya penurunan angka kematian ibu dan bayi baru
lahir. Karena sebagian besar persalinan di Indonesia terjadi di desa atau di fasilitas
pelayanan kesehatan dasar dimana tingkat keterampilan petugas dan sarana kesehatan
sangat terbatas maka paradigma aktif menjadi sangat strategis bila dapat diterapkan
pada tingkat tersebut. Jika semua penolong persalinan dilatih agar kompeten untuk
melakukan upaya pencegahan atau deteksi dini secara aktif terhadap berbagai
komplikasi yang mungkin terjadi, memberikan pertolongan secara adekuat dan tepat
waktu, dan melakukan upaya rujukan segera dimana ibu masih dalam kondisi yang
optimal maka semua upaya tersebut dapat secara bermakna menurunkan jumlah
kesakitan atau kematian ibu dan bayi baru lahir.

PELATIHAN ASUHAN PERSALINAN NORMAL

Kajian kinerja petugas pelaksana pertolongan persalinan di jenjang pelayanan


dasar yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia, bekerjasama
dengan Perkumpulan Obstetri Ginekologi Indonesia (POGI), Ikatan Bidan Indonesia
(IBI), Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR) dengan
bantuan teknis dari JHPIEGO dan PRIME menunjukkan adanya kesenjangan kinerja
yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan bagi ibu hamil dan bersalin. Temuan ini
berlanjut menjadi kerjasama untuk merancang pelatihan klinik yang diharapkan
mampu untuk memperbaiki kinerja penolong persalinan. Dasar pelatihan klinik
asuhan persalinan normal ini adalah asuhan yang bersih dan aman dari setiap tahapan
persalinan dan upaya pencegahan komplikasi terutama perdarahan pascapersalinan
dan hipotermia serta asfiksia bayi baru lahir.
ASUHAN PERSALINAN NORMAL
Tujuan asuhan persalinan normal adalah menjaga kelangsungan hidup dan
memberikan derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui upaya yang
terintegrasi dan lengkap tetapi dengan intervensi yang seminimal mungkin agar
prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang diinginkan
(optimal). Dengan pendekatan seperti ini, berarti bahwa:
Setiap intervensi yang akan diaplikasikan dalam asuhan persalinan normal
harus mempunyai alasan dan bukti ilmiah yang kuat tentang manfaat
intervensi tersebut bagi kemajuan dan keberhasilan proses persalinan
Keterampilan yang diajarkan dalam pelatihan asuhan persalinan normal harus
diterapkan sesuai dengan standar asuhan bagi semua ibu bersalin di setiap
tahapan persalinan oleh setiap penolong persalinan dimanapun hal tersebut
terjadi. Persalinan dan kelahiran bayi dapat terjadi di rumah, puskesmas atau rumah
sakit. Penolong persalinan mungkin saja seorang bidan, perawat, dokter umum atau
spesialis obstetri. Jenis asuhan yang akan diberikan, dapat disesuaikan dengan kondisi
dan tempat persalinan sepanjang dapat memenuhi kebutuhan spesifik ibu dan bayi
baru lahir.

Praktik-praktik pencegahan yang akan dijelaskan dalam buku acuan ini


adalah:
a. Secara konsisten dan sistematis menggunakan praktik pencegahan infeksi
seperti cuci tangan, penggunaan sarung tangan, menjaga sanitasi lingkungan
yang sesuai bagi proses persalinan, kebutuhan bayi dan proses ulang peralatan
bekas pakai.
b. Memberikan asuhan yang diperlukan, memantau kemajuan dan menolong
proses persalinan serta kelahiran bayi. Menggunakan partograf untuk
membuat keputusan klinik, sebagai upaya pengenalan adanya gangguan
proses persalinan atau komplikasi dini agar dapat memberikan tindakan yang
paling tepat dan memadai.
c. Memberikan asuhan sayang ibu di setiap tahapan persalinan, kelahiran bayi
dan masa nifas, termasuk memberikan penjelasan bagi ibu dan keluarganya
tentang proses persalinan dan kelahiran bayi serta menganjurkan suami atau
anggota keluarga untuk berpartisipasi dalam proses persalinan dan kelahiran
bayi.
d. Merencanakan persiapan dan melakukan rujukan tepat waktu dan optimal bagi
ibu di setiap tahapan persalinan dan tahapan waktu bayi baru lahir.
e. Menghindarkan berbagai tindakan yang tidak perlu dan/atau berbahaya seperti
misalnya kateterisasi urin atau episiotomi secara rutin, amniotomi sebelum
terjadi pembukaan lengkap, meminta ibu meneran secara terus-menerus,
penghisapan lendir secara rutin pada bayi baru lahir.
f. Melaksanakan penatalaksanaan aktif kala tiga untuk mencegah perdarahan
pascapersalinan.
g. Memberikan asuhan segera pada bayi baru lahir termasuk mengeringkan dan
menghangatkan bayi, pemberian ASI sedini mungkin dan eksklusif,
mengenali tanda-tanda komplikasi dan mengambil tindakan-tindakan yang
sesuai untuk menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir.
h. Memberikan asuhan dan pemantauan pada masa awal nifas untuk memastikan
kesehatan, keamanan dan kenyamana ibu dan bayi baru lahir, mengenali
secara dini gejala dan tanda bahaya atau komplikasi pascapersalinan/bayi baru
lahir dan mengambil tindakan yang sesuai.

i. Mengajarkan pada ibu dan keluarganya untuk mengenali gejala dan tanda
bahaya pada masa nifas pada ibu dan bayi baru lahir
j. Mendokumentasikan semua asuhan yang telah diberikan.
Pada akhir pelatihan, peserta latih harus menguasai pengetahuan dan
keterampilan yang telah ditetapkan sehingga mampu untuk memberikan
asuhan persalinan yang aman dan bersih serta mencegah terjadinya
komplikasi pada ibu dan bayi baru lahir, baik di setiap tahapan persalinan,
kelahiran bayi maupun pada awal masa nifas. Peserta latih adalah petugas
kesehatan yang akan menjadi pelaksana pertolongan persalinan, juga harus
mampu untuk mengenali (sejak dini) setiap komplikasi yang mungkin terjadi
dan mengambil tindakan yang diperlukan dan sesuai dengan standar yang
diinginkan. Praktik terbaik asuhan persalinan normal terbukti mampu
mencegah terjadinya berbagai penyulit atau komplikasi yang dapat
mengancam keselamatan jiwa ibu dan bayi baru lahir sehingga upaya
perbaikan status kesehatan dan kualitas hidup kelompok rentan risiko ini
dapat diwujudkan.

ASI EKSKLUSIF 6 BULAN

WHO, Uniceff dan juga Department Kesehatan RI melalui SK Menkes tahun


2004. Telah menetapkan rekomendasi pemberian ASI Ekslusif selama 6 bulan. Mari
dukung dan publikasikan program ASI Ekslusif 6 bulan.
Mengapa ASI Ekslusif Harus 6 Bulan? Penundaan pemberian makanan padat
sampai bayi berusia 6 bulan berlaku bagi bagi yang mendapatkan ASI, ASI eksklusif
dan juga susu formula.
1. ASI adalah satu-satunya makanan dan minuman yang dibutuhkan oleh bayi hingga
ia berusia enam bulan
ASI adalah makan bernutrisi dan berenergi tinggi, yang mudah untuk dicerna.
ASI memiliki kandungan yang dapat membantu menyerapan nutrisi. Pada bulanbulan awal, saat bayi dalam kondisi yang paling rentan, ASI eksklusif membantu
melindunginya bayi dari diare, sudden infant death syndrome/SIDS sindrom
kematian tiba-tiba pada bayi, infeksi telinga dan penyakit infeksi lain yang biasa
terjadi. Riset medis mengatakan bahwa ASI eksklusif membuat bayi berkembang
dengan baik pada 6 bulan pertama bahkan pada usia lebih dari 6 bulan. Organisasi
Kesehatan Dunia WHO mengatakan: ASI adalah suatu cara yang tidak tertandingi
oleh apapun dalam menyediakan makanan ideal untuk pertumbuhan dan
perkembangan seorang bayi Evaluasi pada bukti-bukti yang telah ada menunjukkan
bahwa pada tingkat populasi dasar, pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan adalah
cara yang paling optimal dalam pemberian makan kepada bayi. Setelah 6 bulan,
biasanya bayi membutuhkan lebih banyak zat besi dan seng daripada yang tersedia
didalam ASI pada titik inilah, nutrisi tambahan bisa diperoleh dari sedikit porsi
makanan padat. Bayi-bayi tertentu bisa minum ASI hingga usia 12 bulan atau lebih
selama bayi anda terus menambah berat dan tumbuh sebagaimana mestinya, berarti
ASI anda bisa memenuhi kebutuhannya dengan baik.

2. Menunda pemberian makanan padat memberikan perlindungan yang lebih baik


pada bayi terhadap berbagai penyakit
Meskipun bayi terus menerima imunitas melalui ASI selama mereka terus
disusui, kekebalan paling besar diterima bayi saat dia diberikan ASI eksklusif. ASI
memiliki kandungan 50+ faktor imunitas yang sudah dikenal, dan mungkin lebih
banyak lagi yang masih tidak diketahui. Satu studi memperlihatkan bayi yang
diberikan ASI eksklusif selama 4 bulan+ mengalami infeksi telinga 40% lebih sedikit
daripada bayi yang diberi ASI ditambah makanan tambahan lain. Probabilitas
terjadinya penyakit pernapasan selama masa kanak-kanak secara signifikan berkurang
bila bayi diberikan ASI eksklusif setidaknya selama 15 minggu dan makanan pada
tidak diberikan selama periode ini. (Wilson, 1998). Lebih banyak lagi studi yang juga
mengaitkan tingkat eksklusivitas ASI dengan meningkatnya kesehatan (lihat faktor
imunitas pada susu manusia dan Resiko pemberian makanan instan).
3. Menunda pemberian makanan padat memberikan kesempatan pada sistem
penernaan bayi untuk berkembang menjadi lebih matang
Biasanya bayi siap untuk makan makanan padat, baik secara pertumbuhan
maupun secara psikologis, pada usia 6 9 bulan. Bila makanan padat sudah mulai
diberikan sebelum sistem pencernaan bayi siap untuk menerimanya, maka makanan
tersebut tidak dapat dicerna dengan baik dan dapat menyebabkan reaksi yang tidak
menyenangkan (gangguan pencernaan, timbulnya gas, konstipasi dll). Tubuh bayi
belum memiliki protein pencernaan yang lengkap. Asam lambung dan pepsin dibuang
pada saat kelahiran dan baru dalam 3 sampai 4 bulan terakhir jumlahnya meningkat
mendekati jumlah untuk orang dewasa. Amilase, enzim yang diproduksi oleh
pankreas belum mencapai jumlah yang cukup untuk mencernakan makanan kasar
sampai usia sekitar 6 bulan. Dan enzim pencerna karbohidrat seperti maltase,
isomaltase dan sukrase belum mencapai level oranga dewasa sebelum 7 bulan. Bayi
juga memiliki jumlah lipase dan bile salts dalam jumlah yang sedikit, sehingga
pencernaan lemak belum mencapai level orang dewasa sebelum usia 6-9 bulan.

4. Menunda pemberian makanan padat memberikan kesempatan pada bayi agar


sistem yang dibutuhkan untuk mencerna makanan padat dapat berkembang dengan
baik
Tanda-tanda yang menunjukkan bahwa bayi sudah siap untuk menerima makanan
padat termasuk ::
1. Bayi dapat duduk dengan baik tanpa dibantu.
2. Reflek lidah bayi sudah hilang dan tidak secara otomatis mendorong makanan
padat keluar dari mulutnya dengan lidah.
3. Bayi sudah siap dan mau mengunyah.
4. Bayi sudah bisa menjumput, dimana dia bisa memegang makanan atau
benda lainnya dengan jempol dan telunjuknya. Menggunakan jari dan
menggosokkan makanan ke telapak tangan tidak bisa menggantikan gerakan
menjumput.
5. Bayi kelihatan bersemangat untuk ikut serta pada saat makan dan mungkin
akan mencoba untuk meraih makanan dan memasukkannya ke dalam mulut.
Sering kali kita mengatakan bahwa salah satu tanda bahwa bayi sudah siap
untuk menerima makanan padat adalah bila bayi terus menerus ingin menyusu
(kelihatan tidak puas setelah diberikan ASI/susu)-walaupun dia tidak sedang dalam
keadaan sakit, akan tumbuh gigi , mengalami perubahan rutinitas atau mengalami
pertumbuhan yang tiba-tiba. Meskipun demikian, sulit untuk menentukan apakah
peningkatan kebutuhan untuk menyusui itu berhubungan dengan kesiapan bayi untuk
menerima makanan padat. Banyak (bahkan sebagian besar) bayi usia 6 bulan yang
mengalami pertumbuhan yang tiba-tiba, tumbuh gigi dan mengalami berbagai
perkembangan dalam satu waktu, yang pada akhirnya bisa menyebabkan
meningkatnya kebutuhan untuk menyusui. Yakinkan bahwa anda melihat semua
tanda-tanda kesiapan untuk menerima makanan padat sebagai suatu kesatuan, karena
bila bayi hanya menunjukkan meningkatnya kebutuhan untuk menyusui, itu bukanlah
tanda kesiapannya untuk menerima makanan padat.

5. Menunda pemberian makanan padat mengurangi resiko alergi makanan


Berbagai catatan menunjukkan bahwa memperpanjang pemberian ASI
eksklusif mengakibatkan rendahnya angka insiden terjadinya alergi makanan (lihat
Referensi alergi dan Resiko Pemberian Makanan Instan). Sejak lahir sampai usia
antara empat sampai enam bulan, bayi memiliki apa yang biasa disebut sebagai usus
yang terbuka. Ini berarti bahwa jarak yang ada di antara sel-sel pada usus kecil akan
membuat makromolekul yang utuh, termasuk protein dan bakteri patogen, dapat
masuk ke dalam aliran darah. Hal ini menguntungkan bagi bayi yang mendapatkan
ASI karena zat antibodi yang terdapat di dalam ASI dapat masuk langsung melalui
aliran darah bayi, tetapi hal ini juga berarti bahwa protein-protein lain dari makanan
selain ASI (yang mungkin dapat menyebabkan bayi menderita alergi) dan bakteri
patogen yang bisa menyebabkan berbagai penyakit bisa masuk juga. Dalam 4-6 bulan
pertama usia bayi, saat usus masih terbuka, antibodi (slgA) dari ASI melapisi organ
pencernaan bayi dan menyediakan kekebalan pasif, mengurangi terjadinya penyakit
dan reaksi alergi sebelum penutupan usus terjadi. Bayi mulai memproduksi antibodi
sendiri pada usia sekitar 6 bulan, dan penutupan usus biasanya terjadi pada saat yang
sama.
6. Menunda pemberian makanan padat membantu melindungi bayi dari anemia
karena kekurangan zat besi
Pengenalan suplemen zat besi dan makanan yang mengandung zat besi,
terutama pada usia enam bulan pertama, mengurangi efisiensi penyerapan zat besi
pada bayi. Bayi yang sehat dan lahir cukup bulan yang diberi ASI eksklusif selama 69 bulan menunjukkan kecukupan kandungan hemoglobin dan zat besi yang normal.
Dalam suatu studi (Pisacane, 1995), para peneliti menyimpulkan bahwa bayi yang
diberikan ASI eksklusif selama 7 bulan (dan tidak diberikan suplemen zat besi atau
sereal yang mengandung zat besi) menunjukkan level hemoglobin yang secara
signifikan lebih tinggi dalam waktu satu tahun dibandingkan bayi yang mendapat ASI
tapi menerima makanan padat pada usia kurang dari tujuh bulan. Para peneliti tidak

berhasil menemukan adanya kasus anemia di tahun pertama pada bayi yang diberikan
ASI eksklusif selama tujuh bulan dan akhirnya menyimpulkan bahwa memberikan
ASI eksklusif selama tujuh bulan mengurangi resiko terjadinya anemia.
7. Menunda pemberian makanan padat membantu melindungi bayi dari resiko
terjadinya obesitas di masa datang
Pemberian makanan padat terlalu dini sering dihubungkan dengan
meningkatnya kandungan lemak dan berat badan pada anak-anak. (Untuk contoh,
lihat Wilson 1998, von Kries 1999, Kalies 2005)
8. Menunda pemberian makanan padat membantu para ibu untuk mejaga kesediaan
ASI mereka
Berbagai studi menunjukkan bahwa pada bayi makanan padat akan
menggantikan prosi susu dalam menunya makanan tersebut tidak menambah total
asupan pada bayi. Makin banyak makanan padat yang dimakan oleh bayi, maka
makin sedikit susu yang dia serap dari ibunya, dan makin sedikit susu yang diserap
dari ibu berarti produksi ASI juga makin sedikit. Bayi yang makan banyak makanan
padat atau makan makanan padat pada umur yang lebih muda cenderung lebih cepat
disapih.
9. Menunda makanan padat membantu memberi jarak pada kelahirn bayi
Pemberian ASI biasanya sangat efektif dalam mencegah kehamilan terutama
bila bayi anda mendapatkan ASI eksklusif dan semua kebutuhan nutrisinya dapat
dipenuhi melalui ASI..

10. Menunda pemberian makanan padat membuat pemberiannya menjadi lebih


mudah
Bayi yang mulai makan makanan padat pada usia yang lebih besar dapat
makan sendiri dan lebih kecil kecendurangan untuk mengalami alergi terhadap
makanan.

Вам также может понравиться