Вы находитесь на странице: 1из 9

GAMBARAN PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN

PERNIKAHAN PEREMPUAN ACEH

Oleh:
RAHMAD HASTIONO
Email: rahmadhastiono@mhs.unesa.ac.id

A. Pendahuluan
Upacara terutama pada upacara adat tradisional atau upacara keagamaan
merupakan suatu upacara yang harus dilakukan oleh masyarakat pendukungnya
sesuai dengan aturan-aturan adat yang ada dalam masyarakat pendukung adat
tersebut. Mengenai fungsi upacara, Merton (dalam Kaplan dan Albert A. Manners
1999:80) 1.Secara umum upacara merupakan salah satu unsur dari sistem religi.
Unsur dan sistem religi adalah (1) sistem keyakinan, (2) sistem upacara, (3)
kelompok pendukung upacara (umat). Sistem keyakinan merupakan substansi
jiwa dari suatu upacara, yang merupakan s alah satu perwujudan dari gagasan
upacara. Sistem upacara menyangkut tempat, cara, alat upacara, waktu upacara
dan perilaku berdasarkan peran dalam upacara.Sedangkan kelompok upacara
adalah para pelaku upacara yang bisa terdiri dari satu orang saja, beberapa orang,

1 Upacara mungkin memenuhi fungsi laten itu, yakni memperkokoh identitas kelompok
melalui suatu peristiwa periodik, ketika para warga yang terpencar berhimpun guna
melakukan kegiatan kelompok secara bersama ... oleh sebab itu, dengan menerapkan
konsep fungsi laten secara sistematis tampaknya perilaku irrasional adakalanya ternyata
menyandang fungsi positif bagi kelompok. Dengan konsep fungsi laten ini kita tidak akan
terburu-buru menyimpulkan bahwa jika suatu kegiatan dalam sebuah kelompok tidak
berhasil melaksanakan maksud nominalnya, maka kelestarian kegiatan itu hanya dapat
dikomentari sebagai inertia survival atau manipulasi oleh subgrup yang kuat dalam
masyarakat.

keseluruhan warga dusun atau desa, para anggota dari satu atau beberapa klen
pendukung upacara dan seterusnya.
Pada waktu individu beralih dari satu tingkat kepada yang lain, biasanya di
waktu mengadakan pesta atau upacara yang merayakan waktu transisi. saat yang
paling penting transisi di siklus hidup dari semua makhluk manusia di dunia
adalah saat peralihan dari remaja ke dalam keluarga, adalah perkahwinan. Oleh
karena itu, banyak orang di dunia untuk membuat aturan yang mengatur
perkahwinan ini. Tidak banyak berbeda dari masyarakat lain, kelompok-kelompok
etnis juga memiliki Aduh khusus yang mengatur perkahwinan yang berlaku di
masyarakat-Nya
Menikah merupakan salah satu kunci kebahagian kehidupan manusia di
dunia. Menikah merupakan sebuah konsekuensi logis bahwa Tuhan menciptakan
banyak hal secara berpasang-pasangan. Ada laki-laki, ada perempuan, ada siang,
ada malam, ada kanan, ada kiri, ada hidup, ada mati, ada terang, ada gelap, dan
segala hal sejenisnya, itu mempunya pasangannya masing-masing. Sebelum
membahas perihal nikah, alangkah baiknya kita mengetahui terlebih dahulu
pengertian menikah itu sendiri.
Menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974, pernikahan adalah ikatan
lahir dan batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami istri
dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Yang perlu digarisbawahi dalam
pengertian tersebut adalah bahwa menikah itu adalah sebuah ikatan lahir dan
batin.

Memang tidak ada laki laki yang tidak ingin menikah. Bagi mereka yang
normal memiliki pasangan yang sah adalah kebutuhan. Perempuan membutuhkan
perlindungan dari laki laki. Sebaliknya laki laki membutuhkan sisi lembut dari
seorang perempuan. Namun dalam sudut pandang laki laki, setidaknya ada dua
alasan yang menjadi pertimbangan ketika hendak menikah. Yakni masalah
kesiapan mental dan materi.Tentang alasan kedua yaitu tentang persoalan materi.
Jujur soalan ini kerap mengganggu pikiran kaum laki laki. Menikah tentu bukan
hanya soal cinta dan sayang. Pada kenyataannya menikah membutuhkan dana.
Jumlahnya pun tidak sedikit. Mulai dari biaya untuk acara tunangan, mahar,
pernikahan, resepsi belum lagi biaya untuk memenuhi kehidupan setelah menikah.
Biasanya penentuan mahar sangat tergantung dari asal gadis tersebut. Beda
daerah beda pula adat dan budaya nya. Adat di Aceh Besar tentu berbeda dengan
di Aceh Utara. Aceh Barat juga punya budaya yang berbeda dengan Aceh Tengah.
Di Aceh ada 23 Kabupaten kota yang masing masing memiliki adat yang masih di
junjung tinggi. Selain itu terkadang tingkat pendidikan, pekerjaan si gadis serta
tingkat ekonomi keluarga kerap menjadi indikator dalam penentuan besaran
mahar
Sebelum menikah, sebagian keluarga ada yang menggelar acara tunangan.
Jika melaksanakan prosesi ini, maka calon mempelai laki laki juga turut
menyerahkan sebuah cincin emas. Selain cincin juga turut dibawa seserahan
seperti bahan pakaian dan makanan. Namun jumlah seserahan ini biasanya hanya
simbolis dengan jumlah yang terbatas.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka masalah yang akan diteliti dalam
penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut adalah Bagaimana
gambaran proses pengambilan keputusan menikah bagi perempuan aceh
C. Pembahasan
Komunikasi yang dilakukan antara pasangan suami-istri Aceh diawali dengan
perkenalan. Pada masa-masa penjajakan, kedua pasangan Aceh

dan pemuka

adat. Pada pembicaraan ini seperti maharan lain disebut Mappasiarekeng


sedangkan di dalam bahasa Aceh disebut Peukong Haba. Dalam hal ini perlu
adanya kesadaran akan perbedaan budaya yang dimiliki pasangan sehingga
negoisasi yang dilakukan dapat diterima oleh kedua belah pihak. Upacara adat
perkawinan yang dilakukan oleh pasangan suami-istri Aceh Peran adat dalam
rumah tangga dan keluarga sangatlah besar. Adat- istiadat
tata cara permufakatan

yang

mengatur

keluarga sebelurn melamar, tata cara melakukan

pelamaran

dan tata cara melangsungkan perkawinan. Setelah pekawinan

berlangung,

adat-istiadat pula yang mengatur hak dan kewaban masmg-

masmg orang dan masmg-masing pihak yang tersangkut dengan perkawinan


tersebut. Adat menetapkan tempat menetap pengantin baru
Masyarakat Aceh mengenal dua norma sebagai pengatur tingkah
laku, yaitu yang bersumber pada agama (Tuhan), dan yang berasal dari adat
Yang pertama

dianut berdasarkan kepercayaan dan yang kedua dianut

berdasarkan kekuasaan manusia. Dengan demikian, sebenarnya sudah jelas


perbedaan di antara

keduanya, tetapi

masyarakat menganggapnya sebagai

kesatuan yang tak dapat dipisahkan, oleh karenanya di kalangan masyaraka:


sudah menjadi hal yang tak asing lagi kalau keduanya sudah menjadi pegangan
dalam setiap mengambil keputusan. Ungkapan hukum antara hukum
adat seperti

zat dengan

dengan

sifatnya. Ungkapan ini dalam masyarakat Aceh

timbul karena eratnya hubungan antara Sultan dalam arti kata pemerintah
dengan

pemegang peranan

hukum

dalam

hal ini hukum

adat (Hasan,

1977:118). Kehidupan masyarakat adat Aceh dari dulu hingga sekarang selalu
berpegang teguh pada adat, hukum,

kanun dan reusam.

Masyarakat adat

Aceh tunduk kepada adat dan hukum disamping kepatuhannya terhadap


kanun dan reusam, yang semuanya terus-menerus berkembang secara turunternurun

(Talsya, 1973:4). Simbol_simbol yang ada dalam upacara adat

perkawinan masyarakat Aceh memiliki makna tersendm, yang merupakan


implimentasi bagi (Syarifaddin, 2001 ),
Nilai-Nilai Etis Adat Perkawinan Masyarakat Aceh dalam
adat. Simbol-simbol tersebut
bagi kedua mempelai

perkawinan

tidak hanya aJtedar merupakan ajaran moral

agar kelak dapat seenjalankan

kehidupan rumah

tangga yang benar-benar baik, sesuai Tengan apa yang dicita-citakan hingga
keselamatan, kesejahteraan dan kebahagiaan dapat menjadi satu kenyataan,
tetapi lebih jauh dari itu, simbol-simbol yang ada dalam upacara
perkawinan tersebut

juga menggambarkan pandangan

terhadap hubungan manusia

dengan

Tuhan

hidup

ataupun

adat

masyarakat

antara

sesama

manusia. Apalagi. pelaksanaan upacara a~at perkawinan dalam masyarakat


Aceh tidak saja menjadi tanggung jawab kedua keluarga yang melaksanakannya,
tetapi

juga

merupakan

kewajiban

keluarga

kedua

mempelai

dan

masyarakat di mana mereka tinggal.


Lebih lanjut, makna etis yang ada dalam upacara

adat perkawinan

masyarakat Aceh, khusus

kepada

yang bersifat

pesan

moral

kedua

mempelai secara keseluruhan tercantum dalam adat seumapa atau sapa atau
sering

juga

disebut

cakra-cakri yang

ada

dalam

upacara

adat

perkawinan. Seumapa (tegur sapa) merupakan kesenian yang dilaksa- nakan


dalam upacara perkawinan tatkala rombongan lint6 baro menjelang masuk
pekarangan rumah atau menjelang masuk halaman depan rumah dara baro.
Setelah melakukan serah terima linto baro dari pihak keluarganya
kepada

pihak keluarga

dara baro secara adat yang berlaku, biasanya

dilakukan setelah pihak lint6 bar6 menyerahkan ranub lam puan (sirih dalam
cerana) sebagai lambang perkenalan, persaudaraan dan persahabatan antara
kedua

keluarga

dan

kedua

masyarakat

yang berjauhan

(Syamsuddin

dkk., 1979:119), maka kesenian seumapa dilaksanakan. Kesenian seumapa


pelaksanaannya sama dengan berbalas pantun, yang jumlah pelakunya tidak
ditentukan, biasanya dua dari pihak mempelai

pria dan dua dari pihak

mempelai wanita dan bahkan bisa lebih. Isi syair atau sajak dalam seumapa
adalah berupa petuah atau nasehat atau dalam masyarakat Aceh disebut
wasiet (nasehat) yang disampaikan kepada
pelaksanaannya hanya
pemimpin

dihadapan

atau kepala rumah

kedua

mempelai, tetapi

dalam

linto baro , yang disimbolkan sebagai

tangga

sebagai

penerima amanat,

kemudian sebagai bekal dan pedoman dalam menjalankan

yang

roda rumah

tangga.
1. Taaruf
Secara bahasa ta'aruf bisa bermakna berkenalan atau saling mengenal.
Asalnya berasal dari akar kata taaarafa. Jadi, kata taaruf itu mirip dengan makna
berkenalan dalam bahasa kita. Setiap kali kita berkenalan dengan seseorang,
entah itu tetangga kita, orang baru atau sesama penumpang dalam sebuah
kendaraan umum misalnya, dapat disebut sebagai taaruf. Taaruf jenis ini
dianjurkan dengan siapa saja, terutama sekali dengan sesama muslim untuk
mengikat hubungan persaudaraan.
Tentu saja ada batasan yang harus diperhatikan kalau perkenalan itu terjadi
antara dua orang berlawanan jenis, yaitu pria dengan wanita. Untuk itu umat islam
sudah menganjurkan memberlakukan hijab bagi wanita muslimah, yang bukan
hanya berarti selembar jilbab dan baju kurung yang menutupi tubuhnya dari
pandangan pria yang bukan mahram, tapi juga melindungi pergaulannya dengan
lawan jenis yang tidak diizinkan syariat. Contoh dari pergaulan yang tidak
diizinkan syariat ini ialah berduaan atau bercampur-baur antara beberapa orang
yang berlainan jenis dalam satu tempat secara berbauran, pergi bersama pria yang
bukan mahram, dan berbagai hal lain yang dilarang syariat. Semua itu tidak
otomatis menjadi halal bila diatasnamakan taaruf.
Taaruf atau perkenalan yang dianjurkan dalam islam adalah dalam batas-batas
yang tidak melanggar aturan islam itu sendiri. Kalau dalam soalan makan, minum

dan berpakaian saja islam memiliki aturan yang harus dijaga, misalnya tidak
sembarang makan dan minum itu halal, dan tidak sembarang pakaian boleh
dipakai, maka untuk hal-hal lain yang lebih kompleks islam tentu juga memiliki
aturannya.
Adab pergaulan, adab berkenalan, adab mengenal sesama muslim, juga
memiliki

aturan

yang

harus

diperhatikan.

Jadi

jangan

sekali-kali

mencampuradukkan antara anjuran berkenalan atau mengenal sesama muslim


dengan larangan-larangan agama seputar proses berkenalan tersebut. Bila
dilakukan, maka hal itu sama saja dengan mencampuradukkan antara makanan
halal dengan haram, dengan dalil karena manusia hidup harus makan, dan bahwa
makan minum itu boleh dilakukan diluar puasa.
Kemudian dalam makna khusus proses pengenalan seseorang terhadap pria
atau wanita yang akan dipilih sebagai pasangan hidup sering juga disebut sebagai
taaruf. Sebagai istilah taaruf tentu saja bebas nilai, sampai ada hal-hal yang
memuat aplikasi dari hal-hal yang dianjurkan atau diwajibkan, atau sebaliknya,
justru hal-hal yang tidak baik atau dilarang. yang dilarang dan diharamkan.
Peraturan atau Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat itu
ditetapkan hanya untuk Ikhtilath (Bermesraan dan Berciuman), .yang ini nya di
larangan untuk berpacaran

sehingga untuk seseorang pemuda di aceh untuk

mengenal lebih dekat dengan calon istrinya harus melalui Taaruf

dengan

perentara orang tua atau orang lain sehingga pihak perempuan tidak bertemu
secara langsung tapi di damping oleh pihak ke tiga

Ada pun kerangka pembahasan penelitian yang berjudul Gambaran Proses


Pengambilan Keputusan Pernikahan Perempuan Aceh
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Taaruf
Cah rot (pembuka jalan)
Pergeseran budaya taaruf dalam budaya aceh
Penghargaan
Perjanjian pranikah
Adat dan Upacara

D. Daftar Pustaka
Syamsuddin,T.dkk., Perkawinan Daerah Istimewa Aceh,

Pusat Penelitian

Sejarah dan Budaya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,


Banda Aceh 1979
Selian Rida Safuan, Upacara Perkawinan Ngerje:Kajian Estetika Tradisional
Suku Gayo Di Kabupaten Aceh Tengah ,Banda Aceh 2012

Qanun Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat pemerintah Aceh

Вам также может понравиться