Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
A.
Pengertian
1. Pengertian Nefrolitotomi
Nefrolitotomi yaitu salah satu teknik bedah urologi dengan melakukan insisi pada ginjal
untuk mengangkat batu. (Smeltzer, S.C.,dan Bare, B.G., alih bahasa : Kuncara H.Y., dkk,
2001:1466)
Nefrolitotomi adalah pembedahan terbuka untuk mengambil batu pada saluran ginjal.
(Purnomo, Basuki.B., 2003 : 65)
Dua pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Nefrolitotomi adalah tindakan
bedah urologi dengan melakukan insisi pada ginjal untuk mengeluarkan batu pada saluran
ginjal.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas bahwa gagal ginjal kronik ec nefrolithiasis
bilateral dan post nefrolitotomi kiri adalah suatu kondisi dimana terjadi penurunan fungsi
ginjal diakibatkan oleh batu yang terbentuk pada tubuli ginjal atau berada di kaliks,
infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi seluruh pelvis serta kaliks ginjal yang
menyebabkan obstruksi pada saluran kemih. Tindakan untuk mengatasi hal tersebut
dilakukan nefrolitotomi yaitu mengangkat batu yang berada pada saluran ginjal.
Etiologi
1. Etiologi Nefrolithiasis
Menurut Purnomo, Basuki.B., 2003 : 57, terbentuknya batu ginjal diduga ada
hubungannya dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih,
dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap. Secara epidemiologis
terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu ginjal (nefrolithiasis) pada
seseorang, yaitu :
1)
Faktor Intrinsik :
a) Herediter
Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya
b) Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
c) Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan
2)
Faktor Ekstrinsik :
a) Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu ginjal lebih tinggi daripada
daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah
Bantu di Afrika selatan hampir tidak dijumpai.
b) Iklim dan temperatur
c) Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi,
dapat meningkatkan insiden batu ginjal.
d) Diet
Diet banyak purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu ginjal
e) Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang
aktifitas atausedentary life.
2. Etiologi Gagal Ginjal Kronik
Penyebab dari gagal ginjal kronis menurut Price, S.A., dkk, alih bahasa Peter, A., (1995 :
817), Ignatavicius, D., et all,(1995 : 2113) adalah :
1)
usia, terutama wanita. Infeksi saluran kemih umumnya dibagi dalam dua kategori besar :
Infeksi saluran kemih bagian bawah (uretritis, sistitis, prostatis) dan infeksi saluran kencing
bagian atas (pielonepritis akut). Sistitis kronik dan pielonepritis kronik adalah penyebab
utama gagal ginjal tahap akhir pada anak-anak.
2)
Penyakit peradangan
Kematian
yang
diakibatkan
oleh
gagal
ginjal
umumnya
disebabkan
oleh
merupakan penyakit primer dan menyebabkan kerusakan pada ginjal, sebaliknya penyakit
gagal ginjal kronik dapat menyebabkan hipertensi atau ikut berperan pada hipertensi melalui
mekanisme retensi natrium dan air, serta pengaruh vasopresor dari sistem renin-angiotensin.
4)
manifestasinya terutama mengenai jaringan lunak tubuh, dan yang sering terserang adalah
ginjal. Penyakit jaringan penyambung yang dapat menyebabkan gagal ginjal diantaranya
adalah lupus eritematosus sistemik (SLE) dan sklerosis sistemik progresif (skleroderma).
5)
Asidosis tubulus ginjal dan penyakit polikistik ginjal merupakan penyakit herediter yang
terutama mengenai tubulus ginjal. Keduanya dapat berakhir dengan gagal ginjal meskipun
lebih sering dijumpai pada penyakit polikistik.
6)
Penyakit metabolik
Penyakit metabolik yang dapat mengakibatkan gagal ginjal kronik antara lain diabetes
Nefropati toksik
Ginjal khususnya rentan terhadap efek toksik, obat-obatan dan bahan-bahan kimia karena
alasan-alasan berikut :
a) Ginjal menerima 25 % dari curah jantung,
Nefropati obstruktif
Obstruksi pada saluran kemih dapat menimbulkan gejala yang membawa kerusakan dan
pielum ataupun kaliks mayor dapat menyebabkan kaliektasis pada kaliks yang bersangkutan
ataupun dapat menjadi hidronefrosis. Jika disertai dengan infeksi sekunder dapat
menimbulkan pionefrosis, urosepsis, abses ginjal, abses perinefrik, abses paranefrik ataupun
pielonefritis. Bila salah satu bagian saluran kemih tersumbat, yang dalam kasus ini adalah
obstruksi pada renal maka batu akan menyebabkan peningkatan tekanan pada struktur ginjal
termasuk arteri renalis yang berada diantara korteks renalis dan medula sehingga aliran darah
yang membawa nutrisi dan oksigen ke ginjal menurun. Jika hal ini berlangsung lama akan
berakibat iskemik pada sebagian jaringan ginjal / nefron. Sisa nefron yang masih utuh tetap
bekerja normal karena harus mempertahankan homeostatis. Dua adaptasi penting dilakukan
oleh
ginjal
sebagai
respon
terhadap
ancaman
ketidakseimbangan
cairan
dan
elektrolit.Pertama sisa nefron yang utuh mengalami hipertrofi dalam usahanya melaksanakan
seluruh beban kerja ginjal. Kedua terjadi peningkatan kecepatan filtrasi, beban solut,
reabsorpsi tubulus dalam setiap nefron meskipun GFR untuk seluruh massa nefron yang
terdapat dalam ginjal turun dibawah nilai normal. Namun bila hal ini berlangsung lama, akan
terjadi penambahan kerusakan nefron dan jika 75 % massa nefron sudah hancur, kecepatan
filtrasi dan beban solut bagi setiap nefron menjadi demikian tinggi, sehingga keseimbangan
glomerulus-tubulus tidak dapat dipertahankan lagi. Akhirnya terjadi kegagalan fungsi
ginjal /nefron secara keseluruhan. Kegagalan fungsi ginjal akan mengakibatkan penurunan
GFR (Glomerulus Filtration Rate), selanjutnya kemampuan tubulus untuk pengaturan
ekskresi dan reabsorpsi menurun yang pada gilirannya asam dan sisa metabolisme akan
meningkat, sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit akan terganggu.
Penatalaksanaan
Pada klien dengan gagal ginjal kronik yang disebabkan oleh adanya obstruksi pada ginjal
akibat nefrolithiasis dan post nefrolitotomi, penatalaksanaanya meliputi penatalaksanaan
nefrolithiasis, penatalaksanaan nefrolitotomi serta penatalaksanaan untuk gagal ginjal
kronisnya itu sendiri.
1. Penatalaksanaan Nefrolithiasis
Menurut Purnomo, Basuki.B., (2003 : 57) dan Smeltzer, S.C.,dan Bare, B.G., alih
bahasa : Kuncara H.Y., dkk, (2001:1464) nefrolithiasis harus dikeluarkan segera mungkin
agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Batu dapat dikeluarkan dengan cara
medikamentosa, dipecahkan dengan ESWL, melalui tindakan endourologi, pelarutan batu,
atau pengangkatan bedah.
1) ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
urin. Bila batu terletak dalam ginjal, pembedahan dilakukan dengan nefrolitotomi
yaitu insisi pada ginjal untuk mengangkat batu atau nefrektomi jika ginjal tidak
berfungsi akibat infeksi atau hidronefrosis. Batu dalam piala ginjal diangkat dengan
pielolitotomi.
2. Penatalaksanaan Nefrolitotomi
Pada klien dengan gagal ginjal kronik yang disebabkan oleh adanya obstruksi renal
akibat
Nefrolithiasis
dapat
dilakukan
tindakan
Nefrolitotomi.
Pembedahan
ginjal
Penatalaksanaan Konservatif
a).
sekali pada pengobatan gagal ginjal kronik. Tujuan dari penatalaksanaan diet adalah untuk
menurunkan produksi sampah yang harus dieksresikan oleh ginjal dan menghindari
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Pemasukan cairan pada klien dengan gagal ginjal terbatas jumlahnya sehingga kenaikan
berat badan tidak lebih dari 0,45 kg/hari. Bila ada oliguria, cairan yang diperbolehkan
biasanya 400-500 ml (untuk menghitung kehilangan rutin) ditambah volume yang hilang
lainnya seperti urine, diare, dan muntah selama 24 jam terakhir.
Klien dengan gagal ginjal harus membatasi pemasukan protein menjadi 0,6 gr/kg BB dari
berat yang diinginkan setiap harinya. Protein sedikitnya harus mengandung 75 % nilai biologi
tinggi, karena protein nilai biologi tinggi mengandung lebih banyk asam amino essensial
daripada non essensial. Protein nilai biologi tinggi terutama dijumpai pada telur, daging,
ayam dan ikan. Dengan membatasi jumlah protein total dan asam amino non essensial dapat
menurunkan jumlah nitrogen yang harus diekskresikan sebagai urea. Tambahan karbohidrat
dapat diberikan juga untuk mencegah pemecahan protein tubuh. Diet seperti ini harus diberi
tambahan vitamin B kompleks, piridoksin dan asam askorbat.
komplikasi potensial gagal ginjal kronis yang memerlukan pendekatan kolaboratif dalam
perawatan mencakup :
(1). Hiperkalemia
Biasanya dicegah dengan penanganan dialisis yang adekuat disertai pengambilan kalium
dan pemantauan yang cermat terhadap kandungan kalium pada seluruh medikasi oral maupun
intravena. Pasien diharuskan diet rendah kalium.
(2). Hipertensi
Biasanya hipertensi dapat dikontrol secara efektif dengan pembatasan natrium dan
cairan, serta melalui ultrafiltrasi bila penderita menjalani hemodialisis.
Hipertensi dapat ditangani juga dengan berbagai medikasi antihipertensi kontrol volume
intravaskuler. Gagal jantung kongestif dan edema pulmoner juga memerlukan penanganan
pembatasan cairan, diet rendah natrium, diuretik, agen inotropik, seperti digitalis atau
dobutamine, dan dialisis.
(3). Asidosis Metabolik
Asidosis metabolik pada gagal ginjal kronik biasanya tanpa gejala dan tidak memerlukan
penanganan; namun demikian, suplemen natrium karbonat atau dialisis mungkin diperlukan
untuk mengoreksi asidosis jika kondisi ini menimbulkan gejala. Bentuk pengobatan yang
paling logis adalah dialisis.
(4). Anemia
Oleh karena penyebab utama pada gagal ginjal
kronik (GGK) tampaknya berupa penurunan sekresi eritropoetin oleh ginjal yang sakit, maka
pengobatan yang ideal adalah penggantian hormon ini. Selain ini juga dilakukan pengobatan
untuk anemia uremik adalah dengan memperkecil kehilangan darah, pemberian vitamin,
androgen, dan transfusi darah.
Biasanya multivitamin dan asam folat diberikan setiap hari oleh karena vitamin yang
larut dalam air habis selama proses dialisis. Besi peroral atau komplek besi dapat diberikan
parenteral, oleh karena dapat terjadi kekurangan besi akibat kehilangan darah dan besi yang
berikatan dengan antasid. Transfusi darah dapat diberikan pada pasien dialisis baik untuk
alasan pengobatan maupun persiapan sebelum transplantasi.
Anemia pada GGK dapat ditangani dengan epogen (eritropoetin manusia rekombinan).
Terapi epogen diberikan untuk memperoleh nilai hematokrit sebesar 33 % sampai 38 % yang
biasanya memulihkan gejala anemia. Dialisis biasanya dimulai ketika pasien tidak mampu
mempertahankan gaya hidup normal dengan penanganan konservatif.
(5). Abnormalitas neurologi
Pasien dilindungi dari cedera dengan menempatkan pembatas tempat tidur. Awitan
kejang dicatat dalam hal tipe, durasi dan efek umum terhadap pasien. Diazepam intravena
atau penitoin diberikan untuk mengendalikan kejang.
(6). Osteodistrofi ginjal
Salah satu tindakan terpenting untuk mencegah timbulnya hiperparatiroidisme sekunder
dan segala akibatnya adalah diet rendah posfat dengan pemberian gel yang dapat mengikat
posfat dalam usus. Diet rendah protein biasanya mengandung rendah posfat. Obat yang sering
digunakan sebagai pengikat posfat adalah gel antasida alumunium (amphojel dan basojel).
Diberikan dalam bentuk tablet atau cairan. Antasid yang mengandung magnesium jangan
diberikan.
Demineralisasi tulang yang berat, hiperkalsemia atau pruritus yang sulit diatasi
merupakan indikasi paratiroidektomi. Bila lesi yang menyolok adalah osteomalasia, maka
ahli nefrologi akan mulai menjalankan terapi vitamin D dengan hati-hati. Pengobatan ini
dapat membahayakan, bukan saja absorpsi kalsium akan semakin meningkat, tetapi juga
dapat mengakibatkan kalsifikasi progresif jaringan lunak apabila resorpsi tulang dan
hiperposfatemia terus berlangsung tanpa ditanggulangi.
Metode lain yang digunakan untuk mencegah osteodistrofi ginjal antara lain
meningkatkan asupan kalsium 1,2 1,5 gram per hari dalam diet atau dengan kalsium
tambahan (hanya setelah kadar posfat serum diturunkan sampai keadaan normal), dan
mempertahankan konsentrasi kalsium dalam dialisat antara 6,5-7,0 mEq/L.
Pemeriksaan Penunjang
Menurut Suyono, S., dkk, (2001:430) untuk memperkuat diagnosis diperlukan
pemeriksaan penunjang, diantaranya :
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemerikasaan laboratorium dilakukan untuk menetapkan adanya gagal ginjal kronik,
menetapkan ada tidaknya kegawatan, menetukan derajat gagal ginjal kronik,
menetapkan gangguan sistem, dan membantu menetapkan etiologi. Dalam
menetapkan ada atau tidaknya gagal ginjal, tidak semua faal ginjal perlu diuji. Untuk
keperluan praktis yang paling lazim diuji adalah laju filtrasi glomerulus (LFG)
atau Glomerulo Filtration Rate (GFR).
2. Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG)
Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis
(misalnya voltase rendah), aritmia, dan gangguan elektrolit
(hiperkalemia,
hipokalsemia).
3. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal,
anatomi sistempelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostat.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya faktor yang reversible seperti
obstruksi oleh karena batu atau massa tumor, juga untuk menilai apakah proses sudah
lanjut (ginjal yang lisut). USG ini sering dipakai karena merupakan tindakan yang
non-invasif dan tidak memerlukan persiapan khusus.
4. Foto Polos Abdomen
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi dapat memperburuk fungsi ginjal. Menilai
bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.
5. Pemeriksaan Pielografi Retrogad
Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible.
Pengkajian dapat memudahkan untuk menentukan perencanaan perawatan pada klien dengan
tepat, cepat, dan akurat. Adapun langkah-langkah pengkajian adalah sebagai berikut :
Pengumpulan Data
1)
Data Biografi
Gagal ginjal kronik e.c Neprolithiasis merupakan penyakit saluran perkemihan yang
umumnya terjadi pada laki-laki walaupun tidak menutup kemungkinan wanita dapat
mengalaminya karena kecenderungan diet ketat untuk menjaga berat badan ditunjang dengan
asupan air yang kurang. Usia 30-50 tahun menjadi faktor yang meningkatkan terjadinya
neprolithiasis. Penyakit ini ditemukan juga pada pekerja-pekerja yang mempunyai
pekerjaannya banyak duduk dan kurang aktifitas. (Purnomo, Basuki.B., 2003 : 57)
2)
Riwayat Kesehatan
a)
(1).
Meliputi riwayat perjalanan penyakit sekarang dari mulai timbul gejala yang mengakibatkan
klien masuk rumah sakit, tindakan yang dilakukan pada keluhan tersebut sampai klien datang
ke rumah sakit serta pengobatan yang telah dilakukan.
Pada klien dengan gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal kronik e.c neprolithiasis pada
awalnya mengeluh adanya perubahan pada pola berkemih seperti kelemahan atau
penghentian urine, kesulitan untuk memulai dan mengakhiri proses berkemih, sering
berkemih terutama malam hari, nyeri terbakar saat berkemih, darah dalam urine, tidak
mampu berkemih, dan disertai dengan keluhan bengkak-bengkak/edema pada ekstremitas,
dan perut kembung. (Gale, Danielle, 1999:153)
(2).
dengan metode PQRST. Pada klien dengan gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal kronik
e.c neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri pada umumnya mengeluh nyeri pada
daerah yang diinsisi jika dilakukan nefrostomi, neprolitotomi atau nefrectomi, nyeri tersebut
dirasakan bertambah apabila drain atau luka tertekan. Terdapat pula keluhan merasa mual
akibat dari peningkatan status uremi klien, mual dirasakan klien secara terus menerus,
bertambah jika klien makan ataupun minum, dan berkurang jika klien dalam keadaan
istirahat.
b)
kebiasaan-kebiasaan klien. Pada klien dengan gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal
kronis e.c neprolithiasis perlu ditanyakan riwayat penyakit ginjal sebelumnya seperti infeksi
dan obstruksi saluran kemih, BAK keluar batu, riwayat penggunaan obat-obatan nefrotoksik,
dan riwayat diet pada klien. Menurut Purnomo, Basuki.B., (2003 : 57), bahwa angka kejadian
neprolithiasis dipengaruhi oleh faktor diet banyak purin, oksalat dan kalsium serta asupan air
yang kurang dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi.
c)
Perlu dikaji riwayat kesehatan keluarga yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit gagal
ginjal kronik dan neprolithiasis seperti hipertensi, adanya riwayat neprolithiasis, dan diabetes
mellitus.
3)
Kemungkinan klien akan mengalami gangguan dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari secara
mandiri, seperti :
a)
Nutrisi
Ditemukan penurunan nafsu makan berhubungan dengan perasaan mual dan stomatitis,
asupan nutrisi yang kurang, ketidaksesuaian dengan diet yang dibutuhkan oleh klien
tergantung dari pengetahuan dan kedisiplinan klien.
b)
Eliminasi
Pada klien dengan gangguan sistem perkemihan e.c neprolithiasis bilateral dan post
nefrolitotomi kiri memiliki keterbatasan aktivitas dimana menyebabkan menurunnya
peristaltik usus sehingga timbul konstipasi, disertai dengan adanya perubahan pola berkemih
bila terpasang drainase nefrostomi.
c)
Istirahat Tidur
Klien dengan gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal kronik e.c neprolithiasis bilateral
dan post nefrolitotomi kiri cenderung mengalami ganguan istirahat tidur sehubungan dengan
adanya kecemasan terhadap penyakitnya, peningkatan status uremik yang menyebabkan
pruritus, ataupun karena adanya rasa nyeri yang berhubungan dengan terputusnya kontinuitas
jaringan akibat nefrolitotomi, nefrostomi atau tindakan bedah lainnya.
d)
Personal Hygiene
Klien dengan gagal ginjal kronik e.c neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri
cenderung pemenuhan kebutuhan personal hygiene seperti kebersihan kulit, gigi, rambut dan
kuku terganggu karena adanya keterbatasan gerak, kelelahan atau karena rasa nyeri yang
dirasakan oleh klien.
e)
Aktifitas Sehari-hari
Pemeriksaan Fisik
Menurut Denison, R.D., (1996:480) dan Doengoes, M., alih bahasa : Karyasa, L.M.,
(1999:626) bahwa pada pemeriksaan fisik klien dengan gagal ginjal kronik ec neprolithiasis
bilateral dan post nefrolitotomi kiri akan ditemukan hal-hal sebagai
a).
berikut :
Sistem Perkemihan
Klien dengan gagal ginjal kronis akibat neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri
cenderung akan ditemukan adanya edema anasarka dan keseimbangan cairan (balance)
positif, nyeri tekan dan teraba pembesaran pada saat palpasi ginjal, nyeri ketuk saat perkusi
ginjal, perubahan pola BAK, oliguri atau poliuri, dan pada tahap lanjut dapat ditemukan
adanya bunyi bruits sign pada percabangan arteri renalis bila terjadi gangguan vaskularisasi.
b).
Sistem Pernafasan
Pada sistem pernafasan cenderung ditemukan adanya pernafasan yang cepat dan
dangkal(kussmaul), irama nafas yang tidak teratur, frekuensi nafas yang meningkat diatas
normal, adanya retraksi interkostalis, dan epigastrium, sebagai upaya untuk mengeluarkan ion
H+ akibat dari asidosis metabolik, pergerakan dada yang tidak simetris, vokal fremitus
cenderung tidak sama getarannya antar lobus paru, terdengar suara dullness saat perkusi paru
sebagai akibat dari adanya edema paru, dan pada auskultasi paru cenderung terdengar adanya
bunyi rales. Pada tahap lanjut akan ditemukan adanya sianosis perifer ataupun sentral sebagai
akibat dari ketidakadekuatan difusi oksigen di membran alveolar karena adanya edema paru.
c).
Sistem Kardiovaskuler
Pada sistem kardiovaskuler cenderung ditemukan adanya anemis pada konjungtiva palpebra,
denyut nadi yang menurun sebagai akibat dari adanya edema anasarka, tekanan darah
meningkat, CRT (Cafilari Refilling Time) menurun, terdapat pelebaran pulsasi jantung, dan
irama jantung cenderung terdengar irregular yang dapat diketahui dari gambaran
EKG (Elektro Kardiografi).
d).
Sistem Persyarafan
Pada sistem persyarafan cenderung ditemukan adanya penurunan tingkat kesadaran akibat
dari peningkatan kadar ureum dan kreatinin dalam plasma darah, dan pada tahap lanjut
cenderung terjadi koma uremia. Selain itu juga dapat ditemukan adanya penyakit hipertensi
yang beresiko terjadinya penyakit serebrovaskuler berupa stroke TIA (Transient Ischemic
Attack).
e).
Sistem Pencernaan
Pada sistem pencernaan cenderung ditemukan adanya mual, muntah, kembung dan diare serta
perubahan mukosa mulut sebagai akibat dari tingginya kadar ureum dan kreatinin dalam
darah atau karena tidak adekuatnya oksigen yang masuk ke saluran cerna yang akan
merangsang refleks vasovagal berupa peningkatan asam lambung (HCL), atau bahkan
konstipasi sebagai akibat hal tersebut diatas, motilitas usus akan menurun. Penurunan berat
badan (malnutrisi) atau peningkatan berat badan dengan cepat (edema)
f).
Sistem Integumen
Pada sistem integumen cenderung ditemukan adanya rasa gatal sebagai akibat dari uremi
fross, kulit tampak bersisik, kelembaban kulit menurun, turgor kulit cenderung menurun
(kembali > 3 detik). Pada tahap lanjut cenderung akan terjadi ketidakseimbangan
termoregulasi tubuh dan akral teraba dingin.
g).
Sistem Reproduksi
Pada sistem reproduksi cenderung ditemukan adanya disfungsi seksual berupa penurunan
libido dan impotensi.
5)
Data Psikologis
Klien dengan gagal ginjal kronik akibat neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri
cenderung ditemukan kecemasan yang meningkat hal ini diakibatkan karena proses penyakit
yang lama, kurangnya pengetahuan tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan.
6)
Data Sosial
Klien dengan gagal ginjal kronis akibat neprolithiasis cenderung menarik diri dari interaksi
sosial dalam hubungan dengan keluarga, perawat, dokter serta tim kesehatan lain sehubungan
dengan adanya penurunan fungsi seksual, proses penyakit yang lama, perasaan negatif
tentang tubuh dan jika sudah terjadi komplikasi pada tahap lanjut.
7)
Data Spiritual
Data Seksual
Klien dengan gagal ginjal kronik akibat neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri
cenderung mengalami penurunan fungsi seksual seperti penurunan libido.
9)
Pemeriksaan Diagnostik
a)
Pemeriksaan Laboratorium
(1)
Urine
ginjal berat.
Osmolalitas menurun kurang dari 350 mOsm/kg, menunjukkan kerusakan tubular.
Klirens kreatinin menurun
Natrium meningkat karena ginjal tidak mampu mereabsorpsi natrium.
Protein meningkat
(2)
Darah
perpindahan selular (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah).
Hematokrit dan Hemoglobin menurun
Natrium, kalsium menurun
Magnesium / posfat meningkat
Protein (khususnya albumin menurun)
pH menurun pada keadaan asidosis metabolik (kurang dari 7,2).
Asam posfatase akan meningkat.
b)
c)
d)
e)
Ultrasonogarafi ginjal dan vesika urinaria menentukan ukuran ginjal, adanya massa,
obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
f)
Yaitu :
Analisa Data
Menurut Hidayat, A. Azis., (2001:8) analisa data merupakan suatu proses dalam pengkajian
dimana data yang menyimpang dikelompokkan kemudian dianalisa dan diinterpretasikan
sehingga diperoleh masalah-masalah keperawatan yang klien perlukan.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga, atau
masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau
potensial (NANDA,1990).
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan gangguan sistem
perkemihan : gagal ginjal kronik ec neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri
menurut Carpenito, L. J., alih bahasa : Ester, M., (1995:216), Gale,Danielle, (1999:154) serta
Smeltzer, S. C., dan Bare, B.G., alih bahasa : Kuncara H.Y., dkk, (2001:1451), meliputi :
1) Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
akibat pasca operasi (nefrolitotomi, nefrostomi), dan adanya obstruksi.
2) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia,
mual, muntah, stomatitis, Perubahan sensasi rasa, dan pembatasan diet.
3) Penurunan kardiak output berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit (kalium,
kalsium), efek uremik pada otot jantung, kelebihan cairan.
4) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan
haluaran urine, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium.
5) Resiko infeksi yang berhubungan dengan prosedur invasif , invasi mikroorganisme
pada daerah luka, adanya obstruksi dan statis urine.
6) Resiko gangguan integritas kulit : pruritus yang berhubungan dengan fosfat kalsium
atau penumpukan ureum pada kulit.
7) Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan, hubungan sosial, fungsi
peran, support sistem dan konsep diri.
8) Perubahan pola eliminasi BAK berhubungan dengan pemasangan kateter / nefrostomi.
Perencanaan
Perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian dan proses keperawatan yang
meliputi tujuan perawatan, penetapan pemecahan masalah dan menentukan tujuan
perencanaan untuk mengatasi masalah pasien . (Hidayat, A. Azis., 2001:12)
Menurut Carpenito, L.J., alih bahasa : Ester, M., (1995:216), Gale, Danielle, (1999:154), serta
Smeltzer, S,C.,dan Bare, B.G., alih bahasa : Kuncara, H.Y., dkk, (2001:1451), perencanaan
pada klien dengan gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal kronik ec neprolithiasis
bilateral dan post nefrolitotomi kiri adalah sebagai berikut :
2)
3)
4)
1)
Intervensi
Observasi tanda-tanda vital dan
1)
Rasional
Untuk mengontrol kemajuan atau
2)
2)
nyeri
3)
penyebab nyeri
Bantu klien untuk mendapatkan
3)
perasaan relaks.
4)
4)
reseptor nyeri
5)
dalam.
6)
nyeri berkurang.
dirasakan klien.
7)
8)
7)
untuk berinteraksi.
9)
8)
analgetik.
nyeri
9) Analgetik dapat mengurangi rasa nyeri
yang dirasakan klien (memblokade reseptor
saraf nyeri)
2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berubungan dengan anoreksia,
mual, muntah, stomatitis, perubahan sensasi rasa, dan pembatasan diet.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria Hasil :
1)
2)
3)
4)
Intervensi
1) Kaji dan catat pemasukan diet
2) Kaji adanya masukan protein yang tidak
adekuat
3) Menyediakan makanan kesukaan pasien
Rasional
1) Membantu mengidentifikasi defisiensi
dan kebutuhan diet
2) Masukan protein yang tidak adekuat
dapat menyebabkan penurunan
albumin dan protein lain, pembentukan
Intervensi
Rasional
memperbaiki energi dan mengurangi
katabolisme protein yang memperberat
kerja ginjal
10) 10) Mengggantikan kehilangan
vitamin karena malnutrisi/anemia dan
mengurangi rasa mual.
2)
3)
1)
Intervensi
Monitor tanda-tanda vital.
1)
Rasional
Tacikardi dan hipertensi terjadi karena
irama.
kemerahan, mual, muntah, dan penurunan neuromuskular dan resiko henti nafas/jantung.
tingkat kesadaran.
4)
5)
6)
Intervensi
5)
Rasional
terjadi tetapi menjadi hipokalemia selama fase
Pertahankan tirah baring atau dorong diuretik, defisit kalium dapat berefek pada
istirahat adekuat.
jantung.
6)
7)
7)
indikasi.
8)
sesuai keperluan.
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan haluaran
urine, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium.
Tujuan: Mempertahankan keseimbangan cairan
Kriteria Hasil :
1)
Haluaran urine tepat dengan berat jenis dan laboratorium mendekati normal
2)
3)
4)
Intervensi
1) Kaji tanda-tanda vital
Rasional
1) Tachikardi dan hipertensi terjadi karena
kegagalan ginjal untuk mengeluarkan urine
2) Untuk menentukan fungsi ginjal dan
Intervensi
6) Berikan dan batasi cairan sesuai
indikasi
Rasional
tampak
7) Distensi abdomen / konstipasi dapat mempengaruhi kelancaran aliran
8) Pemeriksaan laboratorium kimia darah dapat
konsistensi faeces
8) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
dalam pemeriksaan kimia darah
(ureum, kreatinin, kalium dan natrium)
5. Resiko infeksi yang berhubungan dengan prosedur invasif , invasi mikroorganisme pada
daerah luka, adanya obstruksi dan statis urine.
Tujuan : infeksi tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
1)
2)
3)
4)
1)
Intervensi
Lakukan perawatan luka dengan
1)
Rasional
Untuk meminimalkan invasi dari
mikroorganisme.
2)
4)
4)
terutama leukosit.
6)
6)
Intervensi
7)
Rasional
7)
(urine kultur).
yang terinfeksi.
6. Resiko terjadinya gangguan integritas kulit : pruritus berhubungan dengan fosfat kalsium
atau penumpukan ureum pada kulit
Tujuan : Gangguan integritas kulit tidak terjadi.
Kriteria Hasil:
1)
2)
3)
1)
Intervensi
Pantau masukan cairan dan hidrasi
1)
Rasional
Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi
perubahan warna, turgor, vaskular, perhatikan integritas jaringan pada tingkat seluler.
kemerahan, ekskoriasi, ekimosis, purpura.
2)
2)
tonjolan tulang .
3)
penggunaan sabun.
3)
4)
4)
5)
keriput.
kerusakan kulit.
6)
6)
7)
Intervensi
8)
Rasional
dapat menyebabkan kerusakan kulit.
longgar.
1)
Intervensi
Dorong klien untuk tidak menahan
1)
Rasional
Bila BAB ditahan sfingter ani eksterna
2)
2)
3)
3)
4)
4)
otot tersebut.
6)
6)
1)
Klien menyatakan perasaan waspada dan penurunan ansietas/takut sampai pada tingkat
dapat diatasi.
2)
efektif.
3)
Intervensi
Rasional
1. Berikan klien/orang terdekat salinan hakhak klien dan tinjau bersama mereka.
jadwal kunjungan
yang optimal
3. Pengenalan adalah bagian penting dari
Intervensi
dorongan dalam penempatan benda-
Rasional
2)
3)
1)
Intervensi
Informasikan pada klien dan keluarga
1)
Rasional
Agar klien dan keluarga dapat memahami
tentang perubahan pola berkemih klien yang kenapa klien harus dipasang nefrostomi.
dipasang nefrostomi.
2)
2)
oleh lipatan.
Intervensi
tidak tertekuk atau terlipat.
3)
Rasional
nefrostomi.
3)
4)
bag.
4)
Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik (Iyer
et al, 1996 dalam Nursalam, 2000 : 51). Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan
disusun dan ditujukan pada nursing order untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan. (Nursalam, 2001 : 51)
Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapai proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya
sudah berhasil dicapai, melelui evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor
kealpaan yang terjadi secara tahap pengkajian, analisa, perencanaan dan pelaksanaan
tindakan (Ignatavicius & Bayne, 1994 dalam Nursalam, 2001: 71)
DAFTAR PUSTAKA
De Jong, W., dan Sjamsuhidajat, R., 1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Jakarta ,
EGC.
Departemen Kesehatan RI, 1994, Pedoman Penerapan Proses Keperawatan Di Rumah
Sakit,Jakarta , Direktorat rumah Sakit Umum Dan Pendidikan Depatemen KesehatanRI.
Doengoes M.E., et all, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Alih bahasa Kurniasa, I.M., dan Sumarwati,
N.M., Jakarta , EGC.
Denison, R.D., 1996, PASS CCRN, Missouri , Mosby-Year Book.
Engram, B., 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa Samba, S.,
Jakarta , EGC.
Guyton & Hall, 1997, Fisiologi Kedokteran, Jakarta, EGC
Hidayat, A. Azis., 2001, Pengantar Dokumentasi Proses Keperawatan,Jakarta , EGC.
Ignatavicius, D., et all, 1995, Medical Surgical Nursing A Nursing Proces Approach
2nd Edition, Philadelpia , W.B Saunders Company.
Long, B.C., 1996, Perawatan Medikal Bedah Suatu Pendekatan Proses Keperawatan Jilid 3,
Alih bahasa Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung, Bandung.
Moore, C.M., 1997, Buku Pedoman Terapi Diet Dan Nutrisi Edisi II, Alih bahasa Oswari,
L.D., Jakarta , Hipokrates.
Moore, K.L, Anne, M, R. Agur, 2002, Anatomi Klinis Dasar, Alih bahasa Hendra Laksman.,
Jakarta , Hipokrates.
Nursalam., 2001, Proses dan Dokumentasi Keperawatan, Jakarta, Salemba Medika
Price, S.A., dkk, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 4 Buku 2,
Alih bahasa Peter A., Jakarta , EGC.
Purnomo, B.B., 2003, Dasar-dasar Urologi, Edisi 2, Malang, CV. Infomedika.
Ramali, A., dan Pamoentjak., 1994, Kamus Kedokteran , Arti dan Keterangan Istilah Edisi
Revisi, Jakarta , Djambatan.
Smeltzer, S.C., dan Bare, B.G., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
Volume 2, Ahli bahasa Kuncara, H.Y., dkk, Jakarta , EGC.
Syaifuddin, 1997, Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat, Edisi 2, Jakarta , EGC.
Suyono, S., 2001, dkk, Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Jakarta , Balai Penerbit FKUI.