Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Penguji:
Dr. Wahyu, R, Sp.OT
Disusun oleh:
030.10.228
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Osteomyelitis
ini.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada
pembimbing dr. Wahyu, R. Sp.OT yang telah membantu dalam menyusun referat
ini.
Referat ini disusun sebagai salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Ilmu Bedah RSUD Dr. Soeselo Slawi. Penulis sangat menyadari bahwa referat ini
masih banyak kekurangan baik mengenai isi, tata bahasa, maupun informasi
ilmiah yang terdapat di dalam tulisan ini. Oleh karena itu kritik dan saran
senantiasa diharapkan. Semoga referat ini bermanfaat bagi pembacanya.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .
Daftar Isi .
Lembar Pengesahan
Bab I : Pendahuluan
28
Daftar Pustaka
LEMBAR PENGESAHAN
I Gede Ariguna W
030.10.127
Fadhila Eka N.
030.10.098
030.10.228
Yosephine Wiranata
030.10.282
Pembimbing,
Dr.Wahyu. R. Sp.OT
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi pada sistem musculoskeletal merupakan penyakit yang umum
terjadi, yang dapat melibatkan seluruh struktur dari sistem musculoskeletal dan
dapat berkembang menjadi penyakit yang dapat membahayakan jiwa. Salah satu
infeksi pada sistem musculoskeletal yang sering terjadi adalah osteomielitis.
Osteomielitis merupakan suatu proses inflamasi dapat berupa inflamasi akut
maupun kronis pada tulang dan struktur disekitarnya akibat infeksi dari kumankuman piogenik maupun non-piogenik. Penyebab tersering dari osteomielitis
adalah Staphylococcus aureus (89-90%), Escherichia coli, Pseudomonas dan
Klebsiella. Pada periode neonatal, Haemophilus influenza dan kelompok
streptococcus seringkali bersifat patogen.1
Osteomielitis sering ditemukan pada pasien berumur 10-20 tahun, namun
dapat pula ditemukan pada bayi dan infant. Laki-laki lebih sering terkena
dibandingkan perempuan dengan perbandingan 4:1. Lokasi yang paling sering
terkena adalah terutama tulang-tulang panjang, yaitu femur, tibia, radius, humerus,
ulna, dan fibula.
Prevalensi keseluruhan adalah 1 kasus per 5000 anak. Prevalensi neonatal
adalah sekitar 1 kasus per 1000. Kejadian tertinggi pada negara berkembang.
Tingkat mortalitas osteomielitis masih rendah namun apabila sudah terdapat
sepsis atau kondisi medis berat yang mendasari maka angka mortalitas
meningkat.2
Dalam dua puluh tahun terakhir ini telah banyak dikembangkan tentang
bagaimana penatalaksanaan yang tepat untuk penyakit ini. Diagnosis dini pada
penyakit ini sangatlah penting terutama pada anak-anak, sehingga pengobatan
dengan atibiotika dapat dimulai, dan perawatan pembedahan yang sesuai dapat
dilakukan dengan pencegahan penyebaran infeksi yang masih terlokalisasi dan
mencegah agar tidak menyebar ke seluruh tulang yang akan menimbulkan
kelumpuhan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI
Tulang mempunyai 5 fungsi utama yaitu :
1. Membentuk rangka badan
2. Sebagai tempat melekatnya otot
3. Sebagai bagian dari tubuh yang melindungi dan mempertahankan alat-alat
dalam, yaitu otak, sumsum tulang belakang, jantung dan paru-paru
4. Sebagai tempat penyimpanan kalsium,fosfor, magnesium dan garam
5. Sebagai jaringan hematopoetik untuk memproduksi eritrosit, leukosit, dan
trombosit.3
Secara garis besar, tulang dibagi menjadi :4
a. Tulang panjang
Yang termasuk dalam tulang panjang yaitu humerus, ulna, femur, tibia
dan fibula. Tulang panjang (os longum) mempunyai fungsi untuk menyangga
berat tubuh serta gerakan. Tulang panjang terdiri atas 3 bagian, yaitu epifisis,
diafisis, dan metafisis. Plat epifisis memisahkan epifisis dari metafisis dan
merupakan pusat pertumbuhan longitudinal pada anak-anak, sedangkan pada
orang dewasa akan mengalami kalsifikasi. Epifisis ditutupi oleh kartilago
artikular pada sendi-sendinya. Daerah ini merupakan daerah yang sering
ditemukan adanya kelainan ataupun penyakit, oleh karena daerah ini
merupakan daerah metabolik yang aktif dan banyak mengandung pembuluh
darah. Kerusakan atau kelainan perkembangan pada daerah lempeng epifisis
akan menyebabkan kelainan pertumbuhan tulang. Diafisis merupakan bagian
tengah tulang yang tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang
besar. Seluruh tulang dilapisi oleh suatu lapisan pembungkus yaitu periosteum.
haversian (yang berisi pembuluh darah, saraf dan sistem limfatik), lacuna (berisi
osteosit), lamella, canaliculi (saluran kecil yang menghubungkan lacuna dan
saluran haversian).
Bagian luar tulang diselimuti oleh membran fibrosa padat yaitu periosteum
yang berfungsi memberi nutrisi pada tulang dan memungkinkannya tumbuh selain
sebagai tempat perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum mengandung saraf,
pembuluh darah, dan limfatik. Lapisan yang paling dekat dengan tulang
mengandung osteoblas yang merupakan sel pembentuk tulang.
Endosteum adalah membrane vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum
tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus. Osteoklas melarutkan
tulang untuk memelihara rongga sumsum yang terletak dekat endosteum dan
dalam lacuna Howship.
Sumsum tulang merupakan jaringan vaskuler dalam rongga sumsum tulang
panjang dan dalam tulang pipih. Sumsum tulang merah terutama terletak di dalam
sternum, vertebra, dan tulang rusuk pada orang dewasa, yang bertanggungjawab
pada produksi sel darah merah dan sel darah putih. Pada orang dewasa, tulang
panjang terisi oleh sumsum lemak kuning.
FISIOLOGI
Proses Pertumbuhan Tulang
Perkembangan tulang pada embrio terjadi melalui 2 cara, yaitu osteogenesis
desmalis dan osteogenesis enkondralis.
tulang rawan. Dengan adanya osteoblas akan disusul oleh kondroblas yang
meresorpsi tulang rawan yang akan dirombak. Kondrosit menyusun diri
menjadi jajaran lurus, disusul dengan masuknya bahan kapur dan mineral lain
ke dalam matriks. Tulang akan terdiri dari lapisan-lapisan (lamela) yang
sebagian besar tersusun menurut lingkaran membentuk sistem Havers.
menyebabkan
jaringan
pendukung
kolagen
primitif
digantikan oleh tulang, atau jaringan kartilago yang selanjutnya akan diganti
menjadi jaringan tulang. Hasil dari kedua proses osteogenesis tersebut adalah
anyaman tulang yang selanjutnya akan mengalami remodeling oleh proses
resorpsi dan aposisi untuk membentuk tulang dewasa yang tersusun dari
lamela tulang. Kemudian, resorpsi dan deposisi tulang terjadi pada rasio yang
jauh lebih kecil untuk megakomodasi perubahan yang terjadi karena fungsi
dan untuk mempengaruhi homeostasis kalsium.
Pertumbuhan Memanjang Tulang Pipa
Setelah berlangsung osifikasi pada pusat osifikasi sekunder di daerah
epifisis, maka terdapat sisa-sisa sel kondrosit diantara epifisis dan diafisis. Sel-sel
tersebut tersusun berderet-deret memanjang sejajar sumbu panjang tulang. Karena
perubahan sel-sel dalam setiap deret seirama, maka diskus tersebut akan
10
besar
3) Zona hipertrofi : sel-sel membesar dan bervakuola
4) Zona kalsifikasi : matriks kartilago mengalami kalsifikasi
5) Zona degenerasi : sel-sel kartilago berdegenerasi diikuti oleh terbukanya
lakuna sehingga terbentuk trabekula.
Karena masuknya pembuluh darah, maka pada permukaan trabekula di
daerah menuju diafisis diletakkan sel-sel yang akan berubah menjadi osteoblas
yang selanjutnya akan melanjutkan proses osifikasi. Dalam proses pertumbuhan,
diskus epifisealis akan semakin menipis, sehingga akhirnya pada orang yang telah
berhenti pertumbuhan memanjangnya sudah tidak ditemukan lagi.
Pembesaran Diameter Tulang Pipa
Pertumbuhan tulang pipa selain memanjang melalui diskus epifisialis juga
mengalami pertambahan diameter dengan cara pertambahan jaringan tulang
melalui penulangan oleh periosteum lapisan dalam yang bersamaan dengan
pengikisan jaringan tulang dari permukaan dalamnya. Dengan adanya proses
pengikisan jaringan tulang ini, walaupun diameter tulang bertambah namun
ketebalannya tetap dipertahankan. Hal ini penting, sebab tanpa adanya penipisan,
maka berat tulang akan terus bertambah sehingga akan mengganggu fungsinya.
Perbaikan Fraktur
Jika terjadi fraktur, maka kerusakan akan menyebabkan perdarahan yang
biasanya diikuti oleh pembekuan darah. Kerusakan juga menyebabkan kerusakan
matriks dan sel-sel tulang di dekat garis fraktur. Awal dari proses perbaikan tulang
dimulai dengan pembersihan dari bekuan darah, sisa-sisa sel, dan matriks yang
rusak. Periosteum dan endosteum disekitar tulang yang mengalami fraktur akan
meningkatkan proliferasi fibroblast sehingga akan terbentuk jaringan seluler
11
BAB III
PEMBAHASAN
DEFINISI
Osteomielitis adalah infeksi pada tulang dan medula tulang, baik karena
infeksi piogenik atau non piogenik misalnya pada infeksi Mycobacterium
12
tuberculosis. Infeksi oleh kuman ini dapat terlokalisasi atau dapat menyebar
melalui tulang, yang melibatkan sumsum, korteks, jaringan kanselosa dan
periosteum. Hal ini dapat bersifat akut maupun kronik.1
ETIOLOGI
Penyebab osteomielitis pada anak-anak adalah kuman Staphylococcus
aureus (89-90%), Streptococcus (4-7%), Haemophilus influenza (2-4%),
Salmonella typhii dan Eschericia coli (1-2%). Pada anak di bawah yang berumur
dibawah 4 tahun, sebanyak 50% disebabkan oleh Haemophilus influenza. Adapun
organisme
lain
seperti
B.colli.,
B.Aerogenus
capsulata,
pneumococcus,
Streptococcus dan .
Anak-anak (usia 4 bulan 4 tahun) : Streptococcus dan , Haemophilus
Lalu yang menyebabkan terjadinya infeksi oleh bakteri diatas dapat disebabkan
oleh beberapa faktor yaitu :
1. Post trauma , hal ini menyebabkan 47% dari kasus osteomyelitis
2. Insufisiensi pembuluh darah ( biasanya pada penderita diabetes mellitus,
sebanyak 34%)
3. Cedera olahraga
13
keseluruhan
insiden
terbanyak
pada
negara
berkembang.
14
apabila terdapat underlying disease seperti diabetes mellitus, keganasan atau gagal
ginjal.
KLASIFIKASI
Osteomielitis dapat diklasifikasikan berdasarkan waktunya (durasi), yaitu
akut atau kronik, patogenesis (trauma, hematogenous, contiguous spread,dan
surgical), letaknya, tingkatnya atau tipe pasien. Klasifikasi yang digunakan dalam
literatur medis dan praktek klinis adalah sistem klasifikasi dari Waldgovel, et al
dan Cierny-Mader. Pada klasifikasi Waldgovel, osteomielitis dideskripsikan
berdasarkan durasi (akut atau kronik), sumber infeksi (hematogen; berasal dari
bakteriemia atau kontagius; berasal dari infeksi pada jaringan terdekat). Kategori
terakhir dari klasifikasi ini adalah insufisiensi vaskuler. Salah satu keterbatasan
dari sistem klasifikasi Waldgovel adalah tidak mempertimbangkan asal infeksi
dari masuknya mikroorganisme secara langsung ke dalam tulang, yang terjadi
setelah trauma atau tindakan bedah.6
Sistem klasifikasi dari Cierny-Mader adalah klasifikasi secara klinis
berdasarkan anatomi, klinis, dan gambaran radiologik. Berdasarkan sistem
klasifikasi ini, osteomielitis dibagi menjadi 4 tahap anatomik. Pada tahap 1
(medullary), osteomielitis terbatas pada kavitas meduler tulang. Tahap 2
(superficial), osteomielitis hanya meliputi tulang kortikal dan kebanyakan sering
berasal dari inokulasi langsung atau focus penyebaran infeksi. Tahap 3 (localized),
osteomielitis biasanya meliputi keduanya; tulang kortikal dan meduler. Pada tahap
ini, tulang tetap stabil dan proses infeksi tidak meliputi diameter dari seluruh
tulang. Tahap 4 (diffuse), osteomielitis meliputi seluruh ketebalan tulang,
kehilangan kestabilan, seperti pada nonunion terinfeksi. Sistem klasifikasi CiernyMader menambahkan karakteristik dari host (klasifikasi fisiologis) yaitu A, B, dan
C. Host A adalah pasien sehat. Host B adalah pasien yang dipengaruhi oleh satu
atau lebih faktor gangguan (lokal, sistemik atau keduanya). Faktor-faktor yang
mempengaruhi sistem imun, metabolisme dan vaskularitas lokal yaitu faktor
sistemik (malnutrisi, gagal ginjal atau hati, DM, hipoksia kronis, penyakit imun,
usia yang terlalu tua, imunosupresi, atau defisiensi imun) dan faktor lokal
(limfedema kronik, stasis vena, gangguan pembuluh darah besar, arteritis, bekas
15
luka yang banyak, fibrosis radiasi, penyakit pembuluh darah kecil, neuropati,
merokok). Host C adalah pasien dengan pengobatan yang buruk dari penyakit. 6
16
metafisis
merupakan
daerah
pembentukan
sistem
retikuloendotelial. Bila terjadi infeksi, bakteri akan difagosit oleh selsel fagosit matur di tempat ini. Meskipun demikian, di daerah ini juga
terdapat sel-sel fagosit imatur yang tidak dapat memfagosit bakteri
sehingga beberapa bakteri tidak difagosit dan berkembang biak di
daerah ini.
Teori trauma
Bila trauma artifisial dilakukan pada binatang percobaan, maka akan
terjadi hematoma pada daerah lempeng epifisis. Dengan penyuntikan
bakteri secara intravena, akan terjadi infeksi pada daerah hematoma
tersebut.
17
faktor meliputi umur penderita, daya tahan penderita, virulensi kuman, serta
lokasi. Perfusi lokal jaringan mempengaruhi kemampuan sel imun dan oksigen
mencapai area infeksi, sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan penyebaran
bakteri patogen terutama yang bersifat anaerob. Apabila terjadi ketidak
seimbangan dari beberapa faktor tersebut, maka akan terjadi suatu proses infeksi.
Pada awalnya terjadi fokus inflamasi kecil di daerah metafisis tulang
panjang. Jaringan tulang tidak dapat meregang, maka proses inflamasi akan
menyebabkan peningkatan tekanan intraosesus yang menghalangi aliran darah
lebih lanjut. Akibatnya jaringan tulang tersebut mengalami iskemia dan kemudian
menjadi nekrosis. Tanpa pengobatan yang adekuat, osteolisis akan terus
berlangsung sehingga kuman dapat menyebar keluar ke sendi dan sirkulasi
sistemik dan menyebabkan sepsis.
Penyebaran ke arah dalam akan menyebabkan infeksi medula dan dapat
terjadi abses yang akan mencari jalan keluar sehingga membentuk fistel. Bagian
tulang yang mati akan terlepas dari tulang yang hidup dan disebut sebagai
sekuester. Sekuester meninggalkan rongga yang secara perlahan membentuk
dinding tulang baru yang terus menguat untuk mempertahankan biomekanika
tulang. Rongga ditengah tulang ini disebut involukrum. Apabila pus menembus
tulang, maka terjadi pengaliran pus atau (discharge) dari involukrum keluar
melalui lubang yang disebut kloaka atau melalui sinus pada jaringan lunak dan
kulit.
2. Penyebaran Lokal
-
18
adekuat dapat berlangsung progresif menjadi suatu proses kronis. Organisme yang
biasa berperan adalah Staphylococcus aureus (75%), Escherichia coli,
Streptococcus pyogenes, Proteus, dan Pseudomonas. Destruksi tulang tidak hanya
pada fokus infeksi tetapi meluas. Kavitas berisi potongan tulang mati (sekuester)
yang dikelilingi jaringan vaskular, dan di luar jaringan vaskular tersebut ada
daerah sklerosis, hasil dari reaksi kronis pembentukan tulang baru. Sekuester
berperan sebagai substrat bagi adesi bakteri, lama-kelamaan terbentuk sinus.
Destruksi tulang dan dengan meningkatnya sklerosis berakibat terjadinya fraktur
patologis. Gambaran histologis berupa sebukan sel radang kronis di sekitar daerah
aselular tulang atau sekuestra.
19
MANIFESTASI KLINIS
-
gerak (pseudoparalisis).
Pada pemeriksaan laboratorium darah terjadi leukositosis dengan
20
malaise, fatigue, dan adanya cairan yang keluar dari suatu luka
pascaoperasi atau bekas patah tulang. Pada pemeriksaan dapat ditemukan
fistel kronik yang mengeluarkan nanah dan kadang sekuester kecil.
Demam jarang terjadi kecuali bila obstruksi dari saluran sinus
menyebabkan infeksi jaringan lunak. Komplikasi akhir yang jarang ialah
fraktur patologis, karsinoma sel skuamosa pada saluran sinus, dan
amiloidosis.
Peningkatan produksi material yang purulent, nyeri, atau bengkak sebagai
tanda suatu eksaserbasi, disertai dengan peningkatan kadar C reactive
protein (CRP) dan ESR. Pada pemeriksaan rontgen terlihat gambaran
sekuester dan penulangan baru.
DIAGNOSIS
Dalam mendiagnosis osteomielitis dilakukan anamnesis yang cermat dan
lengkap, pemeriksaan fisik secara generalis maupun lokalis, dan dilakukan
pemeriksaan-pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis secara pasti. Sebagai
berikut:
-
Anamnesis
Perlu ditanya mulai dari identitas, keluhan utama yang membawa pasien
datang berobat ke dokter, onset terjadinya keluhan, nyeri (onset, sifat,
progresivitas,
lokasi,
hilang
timbul/menetap,
faktor
yang
21
penurunan kemampuan gerak, kekakuan tulang, dan rasa sakit pada lokasi
tertentu.
-
Pemeriksaan Fisik
Secara umum dapat terjadi peningkatan suhu tubuh akibat adanya suatu
proses infeksi, dan dapat terjadi penurunan berat badan pada pasien. Dari
hasil pemeriksaan status lokalis :
Look
Melalui inspeksi lokasi yang terinfeksi dapat terlihat bengkak,
timbul kemerahan lokal. Sedangkan pada proses kronis dapat
ditemukan adanya ulkus yang tidak kunjung sembuh disertai
drainase pus dan dapat ditemukan adanya fistula.
Feel
Dari perabaan dapat terjadi peningkatan suhu lokal pada lokasi
yang mengalami infeksi dengan membandingkan dengan lokasi
yang sehat. Dapat ditemukan nyeri tekan lokal (+) dan adanya
edema.
Move
Dapat ditemukan penurunan range of motion (ROM) dari sendi
secara aktif maupun pasif akibat adanya rasa nyeri pada penderita
osteomielitis.
Penderita
osteomielitis
dapat
mengalami
neonatus.
Pemeriksaan Penunjang
Perlu dilakukan pemeriksaan penunjang pada penderita osteomielitis yang
bertujuan sebagai penunjang dalam diagnosis, maupun dalam menentukan
terapi. Berikut beberapa pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan antara
lain:
Kultur
22
dari
berkorelasi
luka
superficial atau
saluran
sinus sering
tidak
Ultrasound
USG dapat menunjukkan perubahan sedini mungkin 1-2 hari setelah
timbulnya gejala. USG dapat menunjukkan ketidakabnormalan
termasuk abses jaringan lunak atau penumpukan cairan (seperti
abses) dan elevasi periosteal.
USG juga dapat digunakan untuk menuntun dalam melakukan
aspirasi. Tapi, USG tidak digunakan untuk mengevaluasi cortex
tulang.
Berguna
untuk
mengidentifikasi
efusi
sendi
dan
cairan
memungkinkan
dan
untuk
elevasi
petunjuk
periosteal.
ultrasound
Ultrasonografi
aspirasi.
Tidak
23
DIAGNOSIS BANDING
Osteomielitis mudah didiagnosis secara klinis, pemeriksaan radiologis dan
tambahan seperti CT dan MRI jarang diperlukan. Namum demikian, seringkali
osteomielitis memiliki gejala klinis yang hampir sama dengan yang lain.
Khususnya dalam keadaan akut, gejala klinis yang muncul sama seperti pada
24
histiocytosis sel Langerhans atau sarkoma Ewing. Perbedaan pada setiap masingmasing kondisi dari jaringan lunak. Pada osteomielitis, jaringan lunak terjadi
pembengkakan yang difus. Sedangkan pada sel langerhan histiocytosis tidak
terlihat secara signifikan pembengkakan jaringan lunak atau massa. Sedangkan
pada ewing sarkoma pada jaringan lunaknya terlihat sebuah massa. Durasi gejala
pada pasien juga memainkan peranan penting untuk diagnostik. Untuk sarkoma
ewing dibutuhkan 4-6 bulan untuk menghancurkan tulang sedangkan osteomielitis
4-6 minggu dan histiocytosis sel langerhans hanya 7-10 hari.9
Gambaran radiologik osteomielitis dapat menyerupai gambaran tumor ganas
primer tulang. Destruksi tulang, reaksi periosteal, pembentukan tulang baru dan
pembengkakan jaringan lunak, dijumpai juga pada osteosarcoma dan Ewing
sarcoma.
Osteosarcoma, seperti halnya osteomielitis, biasanya mengenai metafisis
tulang panjang sehingga pada stadium dini sangat sukar dibedakan dengan
osteomielitis. Pada stadium yang lebih lanjut, kemungkinan untuk membedakan
lebih besar karena pada osteosarcoma biasanya ditemukan pembentukan tulang
yang lebih banyak serta adanya infiltrasi tumor yang disertai penulangan
patologik ke dalam jaringan lunak. Juga pada osteosarcoma ditemukan adanya
segitiga Codman.
Pada tulang panjang, Ewing sarcoma biasanya mengenai diafisis, tampak
destruksi tulang yang bersifat infiltrative, reaksi periosteal yang kadang-kadang
menyerupai kulit bawang yang berlapis-lapis dan massa jaringan lunak yang
besar.
PENATALAKSANAAN
Osteomielitis akut harus diterapi secara agresif agar tidak osteomielitis
kronik. Pada dasarnya penanganan osteomielitis ialah :
1.
2.
25
4.
Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik ditujukan untuk mencegah terjadinya penyebaran
infeksi pada tulang sehat lainnya dan mengontrol eksaserbasi akut. Selama
menunggu hasil biakan darah, pasien diberi antibiotika parenteral
berspektrum luas dosis tinggi.10 Selanjutnya, antibiotik yang lebih spesifik
diberikan sesuai hasil biakan. Jika biakan darah negatif, maka diperlukan
aspirasi subperiosteum atau aspirasi intramedula pada tulang yang terlibat.
5.
Tindakan pembedahan
Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotika,
tulang yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan
nekrotik diangkat dan irigasi daerah tersebut secara langsung dengan larutan
salin fisiologis steril.11 Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan
adjuvan terhadap debridemen bedah.
Tindakan operatif dilakukan bila fase eksaserbasi akut telah reda setelah
pemberian antibiotik yang adekuat. Tindakan ini terdiri dari drainase adekuat,
debridement jaringan nekrotik, manajemen dead space dan pemulihan suplai
darah. Operasi dilakukan dengan tujuan :
Mengeluarkan seluruh jaringan nekrotik, baik jaringan lunak maupun
jaringan tulang (sequestrum) sampai ke jaringan sehat sekitarnya.
Selanjutnya dilakukan drainase dan dilanjutkan irigasi secara kontinyu
selama beberapa hari.
26
27
1.
2.
Arthritis septik
Dalam beberapa kasus, infeksi dalam tulang bisa menyebar ke dalam sendi di
dekatnya.
3. Gangguan pertumbuhan
Pada anak-anak lokasi paling sering terjadi osteomielitis adalah pada lempeng
epifisis, di kedua ujung tulang panjang pada lengan dan kaki. Pertumbuhan
normal dapat terganggu pada tulang yang terinfeksi
4. Kanker kulit
Jika osteomielitis menyebabkan timbulnya luka terbuka yang menyebabkan
keluarnya nanah, maka kulit di sekitarnya berisiko tinggi terkena karsinoma sel
skuamosa.
PROGNOSIS
Prognosis bevariasi, tergantung pada kecepatan dalam mendiagnosis dan
melakukan penanganan. Penyembuhan kemungkinan besar dapat tercapai dengan
debridement luas, obliterasi dead space, dan terapi antibiotik yang tepat.
28
BAB III
KESIMPULAN
Osteomielitis adalah infeksi pada tulang dan medula tulang, baik karena infeksi
piogenik atau non piogenik. Infeksi oleh kuman ini dapat terlokalisasi atau dapat
menyebar melalui tulang, yang melibatkan sumsum, korteks, jaringan kanselosa
dan periosteum. Hal ini dapat bersifat akut maupun kronik. Proses patologi yang
terjadi pada osteomielitis tergantung pada beberapa faktor meliputi umur
penderita, daya tahan penderita, virulensi kuman, serta lokasi.
Osteomyelitis di Negara berkembang khususnya Indonesia, masih banyak terjadi
karena kurangnya pelayanan kesehatan primer dan tingginya infeksi tuberculosis
yang menyerang sendi dan tulang. Sehingga dengan diagnosis yang cepat dan
tepat Osteomyelitis dapat dideteksi,dan mendapatkan penanganan dan respon
kesembuhan yang lebih baik pula. Sehingga dapat mencegah komplikasi yang
lebih lanjut.
29
Daftar Pustaka
1. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi: Infeksi dan Inflamasi. Ed 3. 2008.
Hal 132-41. Jakarta : PT Yarsif Watampone.
2. King RW, Kulkarni R. Osteomyelitis in Emergency Medicine. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/785020-overview#showall.
[updated
July 25,2013]
3. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi: Infeksi dan Inflamasi. Ed 3. 2008.
Hal 6-11. Jakarta : PT Yarsif Watampone.
4. Price, Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis proses-proses penyakit. Ed 6. 2006.
Jakarta : EGC.
5. Carlos Junqueira, Jose Carniero, Robert Kelley. Histologi Dasar. 1998.
Jakarta:EGC.
6. Calhoun JH, Manring MM, Shirtliff M. Osteomyelitis of the long bones.
Semin Plast Surg. May 2009;23(2):59-72. doi: 10.1055/s-0029-1214158.
7. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2004.
8. Siregar P. Osteomielitis. Dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah
Staff Pengajar FK UI. Binarupa Aksara. Jakarta. 2007. Hal 472 74.
9. Adam, Greenspan. Orthopedic Imaging: A Practical Approach, 4th Edition.
Lippincott Williams & Wilkins. USA. 2004.
10. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2004. p. 989
11. Law DP, Waldvegel FA. Osteomielitis. Lancet. 2004 Jul 24-30;364(9431):369-79.
Available from: www.thelancet.com. Accessed on 2014 August 10.
30