Вы находитесь на странице: 1из 14

1

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN


DENGAN MALUNION SUPRA CONDILER HUMERUS
DI RUANG SERUNI RSD dr. SOEBANDI JEMBER

disusun guna memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Ners (P3N)


Stase Keperawatan Bedah

oleh
Putri Mareta Hertika, S.Kep
NIM 122311101014

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016

LEMBAR PENGESAHAN
Laporan pendahuluan asuhan keperawatan pada pasien dengan Malunion Supra
Condiler Humerus di ruang Seruni RSD dr. Soebandi Jember telah disetujui
dan disahkan pada:
Hari, tanggal :

Desember 2016

Tempat: Ruang Seruni RSD dr. Soebandi

Jember,

Desember 2016

Mahasiswa

Putri Mareta Hertika, S.Kep.


NIM 122311101014

Pembimbing Klinik
Ruang Seruni
RSD dr. Soebandi Jember

Penanggung Jawab Mata Kuliah


Stase Keperawatan Bedah
PSIK Universitas Jember

NIP

Ns. Mulia Hakam, M.Kep.,Sp.Kep.MB


NIP 19810319 201404 1 001

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN MALUNION SUPRA


CONDILER HUMERUS
Oleh : Putri Mareta Hertika, S.Kep
1. Kasus (masalah utama)
Malunion Supra Condiler Humerus
2. Anatomi dan Fisiologis

Tulang humerus terbagi menjadi tiga bagian yaitu kaput (ujung atas),
korpus, dan ujung bawah.
1) Kaput
Sepertiga dari ujung atas humerus terdiri atas sebuah kepala, yang membuat
sendi dengan rongga glenoid dari skapla dan merupakan bagian dari banguan
sendi bahu. Dibawahnya terdapat bagian yang lebih ramping disebut leher
anatomik. Disebelah luar ujung atas dibawah leher anatomik terdapat sebuah
benjolan, yaitu Tuberositas Mayor dan disebelah depan terdapat sebuah benjolan

lebih kecil yaitu Tuberositas Minor. Diantara tuberositas terdapat celah bisipital
(sulkus intertuberkularis) yang membuat tendon dari otot bisep. Dibawah
tuberositas terdapat leher chirurgis yang mudah terjadi fraktur.
2) Korpus
Sebelah atas berbentuk silinder tapi semakin kebawah semakin pipih.
Disebelah lateral batang, tepat diatas pertengahan disebut tuberositas deltoideus
(karena menerima insersi otot deltoid). Sebuah celah benjolan oblik melintasi
sebelah belakang, batang, dari sebelah medial ke sebelah lateral dan memberi
jalan kepada saraf radialis atau saraf muskulo-spiralis sehingga disebut celah
spiralis atau radialis.
3) Ujung Bawah
Berbentuk lebar dan agak pipih dimana permukaan bawah sendi dibentuk
bersama tulang lengan bawah. Trokhlea yang terlatidak di sisi sebelah dalam
berbentuk gelendong-benang tempat persendian dengan ulna dan disebelah luar
etrdapat kapitulum yang bersendi dengan radius. Pada kedua sisi persendian ujung
bawah humerus terdapat epikondil yaitu epikondil lateral dan medial.
Ujung distal humerus berbentuk pipih antero posterio, bersama sama
dengan ujung proksimal radius dan ulna membentuk persendian jenisginglimus di
arthroradialis atau hinge joint. Ujung distal humerus terdiri dari dua kondilus
tebal (lateralis dan medialis) yang tersusun oleh tulangkonselous. Pada anak,
ujung distal humerus terdiri dari kartilago. Batasmassa kartilago dengan batas
tulang merupakan tempat yang lemah, dimanasering terjadi pemisahan epifise.
Karena itu penting untuk mengetahui kapantimbulnya penulangan, konfigurasi
dan penyatuan dengan batang humerus. Kondilus lateralis ditumpangi oleh
kapitulum yang merupakan tonjolanyang berbentuk kubah yang nantinya akan
bersendi dengan cekungan kaputradii. Di kranial kapitulum pada pada permukaan
anterior humerus, terdapat cekungan (fossa) yang akan menampung ujung kaput
radii, pada keadaanflexi penuh sendi siku.
Seluruh

permukaan

troklea

dilapisi

kartilago

sampai

fossa

olekranon.Sedikit di kranial troklea humerus menipis untuk membentuk


fossakoronoidea, di anterior dan fossa olekranon di posterior. Fossa tersebut

akanmenampung

prosessus

koronoideus

ulna

pada

gerakan

fleksi

dan

ujungprossesus olekranon pada gerakan ekstensi. Hiperostosis pada fossatersebut


atau disekitar tonjolan/prominensia ulna akan membatasi geraksendi siku di
kranial kedua kondilus yaitu di bagian lateral dan medialhumerus terdapat
epikondilus tempat melekatnya tendon tendon otot. Satu satunya tendon yang
merupakan tempat asal kelompok fleksor pronator berasalterutama dari
epikondilus medialis dan dari medial suprakondiler ridge yang terdapat sedikit
di kranial epikondilus. Demikian juga kelompok otot ekstensor supinator berasal
dari epikondilus lateralis dan lateral suprakondiler ridge.

3. Pengertian
Fraktur suprakondiler humerus merupakan fraktur 1/3 distal humerus tepat
proksimal troklea dan capitulum humeri. Garis fraktur berjalan melalui apeks

koronoid dan fossa olekranon, biasanya fraktur transversal. Merupakan fraktur


yang sering terjadi pada anak-anak. Pada orang dewasa, garis fraktur terletak
sedikit lebih proksimal daripada fraktur suprakondiler pada anak dengan garis
fraktur kominutif, spiral disertai angulasi.

Fraktur suprakondilerdapat didefinisikan sebagai fraktur pada bagian distal


dari humerus yang terjadi dalam bagian metafisis. Fraktur ini merupakan 3% dari
seluruh fraktur pada anak, serta termasuk dalam 10 besar fraktur pada anak.
Insiden tertinggi terjadi pada usia 5 hingga 8 tahun, menjadi sangat jarang setelah
usia 15 tahun, dan terjadi 2 kali lebih sering pada laki-laki dibandingkan
perempuan. Daerah suprakondiler humerus merupakan daerah yang relatif lemah
pada extremitas atas. Di daerah ini terdapat titik lemah, dimana tulang humerus
menjadi pipih disebabkan adanya fossa olekrani di bagian posterior dan fossa
koronoid di bagian anterior. Akibatnya baik pada cedera hiperekstensi maupun
fleksi lengan bawah, tenaga trauma ini akan diteruskan lewat elbow joint.
Sebagian besar garis fraktur berbentuk oblik dari anterior ke kranial dan ke
posterior dengan pergeseran fragmen distal ke arah posterior kranial.
Malunion digunakan untuk kondisi fraktur dengan penyembuhan yang
disertai pemendekan, malrotasi, atau angulasi, yang menyebabkan sejumlah
deformitas kosmetik, atau penurunan fungsional secara signifikan, atau adanya

stress kontak dengan sendi yang berdekatan sehingga menimbulkan arthritis


degeneratif.
Dapat disimpulkan bahwa malunion suprakondiler humerus merupakan
kondisi fraktur dengan penyembuhan yang disertai deformitas pada fraktur 1/3
distal humerus tepat proksimal troklea dan capitulum humeri.
4. Penyebab
Penyebabnya Malunion bisa karena terlalu banyak bergerak, pernah
terpeleset sehingga fragmen tulangnya bergeser, sering duduk atau tidur dengan
posisi yang tidak tepat, pengobatan dengan dipijit.
5. Patofisiologi
Daerah suprakondiler humeri merupakan daerah yang relatif lemah pada
ekstremitas atas. Di daerah ini terdapat titik lemah, dimana tulang humerus
menjadi pipih disebabkan adanya fossa olekranon di bagian posterior dan fossa
koronoid di bagian anterior. Akibatnya baik pada cedera hiperekstensi maupun
fleksi lengan bawah, tenaga trauma ini akan diteruskan lewat sendi siku. Fraktur
terjadi akibat bertumbu pada tangan terbuka dengan siku agak fleksi dan lengan
bawah dalam keadaan pronasi. Sebagian besar garis fraktur berbentuk oblik dari
anterior ke kranial dan ke posterior dgn pergeseran fragmen distal ke arah
posterior kranial.
Fraktur suprakondiler humeri jenis ekstensi slalu disertai dengan rotasi
fragmen distal ke medial dan hinging kortek lateral. Pergeseran sendi terdiri
dari:
1) angulasi ke anterior dan medial dengan pemisahan fragmen fraktur
2) tidak adanya kontak antara fragmen, kadang-kadang pergeserannya cukup
besar ujung fragmen distal yang tajam dapat menusukmerusak
m.brachialis, n.radialis, n. medianus.
Fraktur suprakondiler humeri tipe fleksibiasanya terjadi akibat jatuh yang
mengenai elbow joint dalam keadaan fleksi. Garis fraktur mulai kranial mengarah
ke postero kaudal danfragmen distal mengalami pergeseran ke arah anterior.
6. Tanda dan Gejala
1) Angulasi atau membentuk sudut.
2) Memutar atau terjadi rotasi pada sambungan tulang.

3) Pemendekan tulang atau pincang.


4) Nyeri pada tulang.
5) Keterbatasan gerak sendi
7. Komplikasi
a. Pembentukan lepuh kulit
Pembengkakan sendi siku terjadi karena gangguan drainase atau mungkin
b.

juga karena verban yang terlalu kuat.


Maserasi kulit pada daerah antekubiti
Komplikasi ini terjadi karena setelah reposisi, dilakukan fleksi akut pada

c.

sendi siku yang menyebabkan tekanan pada kulit.


Iskemik Volkmann
Iskemik Volkmann terutama terjadi pada fraktur suprakondiler humeri tipe
ekstensi, fraktur antebraki (fraktur ulna dan radius) dan dislokasi sendi
siku. Iskemik terjadi karena adanya obstruksi sirkulasi vena karena verban
yang terlalu ketat, penekanan gips atau fleksi akut sendi siku. Disamping
itu terjadi pula obstruksi pembuluh darah arteri yang menyebabkan
iskemik otot dan saraf lengan bawah. Arteri brakialis terjepit pada daerah
fraktur dan penjepitan hanya dapat dihilangkan dengan reduksi fraktur
baik secara tertutup maupun terbuka.

d. Gunstock deformity
Bentuk varus cubitus akibat patah tulang pada siku kondiler dimanasumbu
lengan diperpanjang tidak kontinyu dengan lengan tetapidipindahkan ke
garis tengah.

8. Terapi Fraktur Suprakondiler


a. Tipe Ekstensi
Fraktur suprakondiler humerus tipe exksensi terjadi akibat jatuh pada lengan
pada posisi ekstensi dengan atau tanpa tekanan abduksi atau adduksi. Terapi
yang dapat dilakukan dapat berupa terapi non operatif atau terapi operatif.
1) Terapi non operatif
a) Indikasinya adalah untuk fraktur non-displaced atau displace minimal.
b) Splint posterior long arm dipasang pada flexi siku minimal 90 jika
edema, dan jika status neurovaskular memungkinkan, dengan posisi
lengan bawah netral.
c) Imobilisasi dengan splint posterior dilanjutkan 1 2 minggu, kemudian
latihan ROM mulai dilakukan. Splint dapat dilepaskan setelah 6 minggu,
saat gambaran radiologi menunjukkan tanda penyembuhan.
d) Evaluasi radiologis diperlukan untuk mendeteksi kegagalan reduksi
fraktur.
2) Terapi operatif
a) Indikasi dari terapi operatif adalah fracture displace, fraktur yang disertai
trauma vaskular, fraktur intra-artikular, dan fraktur terbuka.
b) Open reduction and internal fixation (ORIF). Fiksasi plate digunakan
pada masing-masing collumn, dapat paralel atau pada sudut 90. Fiksasi
plate merupakan pilihan terapi, karena metode ini memungkinkan latihan
ROM sejak awal pemasangan.
c) Latihan ROM harus dimulai segera setelah pasien mampu mentoleransi
terapi.
Tipe I : Imobilisasi dengan cast atau splint pada posisi flexi 60 - 90 yang
diindikasikan untuk rentang waktu 3 3 minggu.

10

Tipe II : Umumnya dapat direduksi dengan metode tertutup yang diikuti


pemasangancast. Fraktur tipe II mungkin membutuhkan pemasangan pin jika
tidak stabil, atau jika reduksi tidak dapat ditahan tanpa flexi berlebihan yang
berisiko menimbulkan cedera saraf.
Tipe III : Dilakukan reduksti tertutup dan pemasangan pin. Traksi (traksi skeletal
olecranon) mungkin dibutuhkan untuk fraktur kominutif dengan pembengkakan
atau kerusakan jaringan lunak. ORIF dibutuhkan untuk fraktur rotasi tidak stabil,
fraktur terbuka, dan fraktur dengan gangguan neurovaskular.

Prinsip Reduksi:
a. Pergeseran dikoreksi pada plane koronal dan horisontal sebelum plane
sagittal.
b. Hiperekstensi

siku

dengan

traksi

longitudinal

digunakan

untuk

memperoleh aposisi.
c. Fleksi siku dilakukan saat tekanan posterior diberikan pada fragmen distal.
d. Stabilisasi dengan kontrol pergeseran pada plane koronal, sagital, dan
horisontal.
e. Pin lateral diletakkan pertama kali untuk mendapatkan stabilisasi
provisional. Jika pin medial dibutuhkan, siku diekstenskan sebelum
pemasangan pin untuk melindungi n.ulnaris.
b. Tipe Fleksi
Fraktur suprakondiler humerus tipe fleksi biasanya berkaitan dengan lesi
terbuka, dimana fragmen proksimal yang tajam menancap tendon m.triceps
brachii dan menembus kulit yang menutupi. Fraktur ini terjadi karena tekanan
terhadap aspek posterior dari siku saat posisi fleksi.
1) Terapi operatif :
a) ORIF.
Fiksasi plate digunakan pada tiap collumn, baik paralel maupun membentuk
sudut 90.

11

b) Latihan ROM harus dimulai segera setelah pasien mampu mentoleransi


terapi.
Tipe I: Imobilisasi dengan cast pada posisi hampir ekstensi diindikasikan untuk 23 minggu.
Tipe II: Reduksi tertutup diikuti percutaneous pin dengan 2 pin lateral atau
crossed pin.
Tipe III: Reduksi umumnya sulit dilakukan. Sebagian besar membutuhkan
tindakan ORIF dengan crossed pin.
Imobilisasi dengan cast (atau splint posterior jika terdapat edema) dengan
siku fleksi hingga 90 derajat dan lengan bawah pada posisi netral, harus dilakukan
2-3 minggu post operasi, yaitu hingga cast dan pin dapat dilepaskan. Pasien harus
memakai sling dengan latihan ROM dan pembatasan aktivitasi selama 4-6 minggu
berikutnya.
Indikasi Operasi :
1)
2)
3)
4)

Displaced fracture
Fraktur disertai cedera vaskular
Fraktur terbuka
Pada penderita dewasa kebanyakan patah di daerah suprakondiler sering
kali menghasilkan fragmen distal yang komunitif dengan garispatahnya
berbentuk T atau Y. Untuk menanggulangi hal ini lebih baikdilakukan
tindakan operasi yaitu reposisi terbuka dan fiksasi fragmenfraktur dengan
fiksasi yang rigid.

12

13
Resiko syok
hipovolemik

resiko infeksi

Perubahan status
kesehatan

perdarahan

Luka pembedahan
(insisi)

Pre op

Intra op

Post op

Ansietas

B. Clinical
Pathway
K

Nyeri akut
Spasme otot

pembedahan
Rangsang diteruskan ke
korteks serebri
Nociceptor menerima
rangsang
Kurang
pengetahuan

Pelepasan mediator
kimia

Kurang paparan
informasi

Degranulasi sel mast

Perubahan status
kesehatan

Cedera sel

Rentan fraktur

kerusakan
integritas kulit

Resiko
infeksi
gips

Trauma
jaringan

Port dentry
Resiko syok

traksi

Luka terbuka
perdarahan

Fraktur
Suprakondiler
Humerus

Absorbs kalsium menurun


Kondisi patologis: osteoporosis

Hambatan
Mobilitas Fisik

penatalaksanaan
konservatif

Trauma langsung/tidak langsung

Deficit perawatan diri


Keterbatasan
pergerakan fisik

Hambatan
mobilitas fisik

14

DAFTAR PUSTAKA
Apley, A. Graham. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Jakarta:
Widya Medika.
Bernard Bloch. 1996. Fraktur dan Dislokasi. Yogyakarta: Yayasan essentica.
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Jakarta: Medika
Aesculapius FKUI.
Rasjad, C.2007. Pengantar Bedah Ortopedi. PT. Jakarta: Yarsef Watampone.
Wim, de Jong & Sjamsuhidajat. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi ke 2 . Jakarta:
EGC.

Вам также может понравиться