Вы находитесь на странице: 1из 12

X MIA 4

Homsya Al Madina
S.

KERAJAAN GOWATALLO
Kerajaan Islam Indonesia| Tugas Sejarah Indonesia

Kerajaan Gowa Tallo

A. Kesultanan Gowa
Kesultanan Gowa atau kadang ditulis Goa,
adalah salah satu kerajaan besar dan paling
sukses yang terdapat di daerah Sulawesi
Selatan. Rakyat dari kerajaan ini berasal dari
Suku Makassar yang berdiam di ujung selatan
dan pesisir barat Sulawesi bagian selatan.
Wilayah kerajaan ini sekarang berada di bawah
Kabupaten Gowa dan beberapa bagian daerah
sekitarnya. Kerajaan ini memiliki raja yang
paling terkenal bergelar Sultan Hasanuddin,
yang saat itu melakukan peperangan yang
dikenal dengan Perang Makassar (1666-1669)
terhadap VOC yang dibantu oleh Kesultanan
Bone yang dikuasai oleh satu wangsa (dinasti)
Suku Bugis dengan rajanya, Arung Palakka.
Perang Makassar bukanlah perang antarsuku
karena pihak Gowa memiliki sekutu dari
kalangan Bugis; demikian pula pihak BelandaBone memiliki sekutu orang Makassar. Perang
Makassar adalah perang terbesar VOC yang
pernah dilakukannya pada abad ke-17.
Wilayah kekuasaan Federasi Kesultanan
Gowa-Tallo pada abad ke-16

Sejarah
Pada awalnya di daerah Gowa terdapat sembilan komunitas, yang dikenal dengan nama Bate
Salapang (Sembilan Bendera), yang kemudian menjadi pusat Kerajaan Gowa: Tombolo, Lakiung, ParangParang, Data, Agangjene, Saumata, Bissei, Sero dan Kalili. Melalui berbagai cara, baik damai maupun

11.

paksaan, komunitas lainnya bergabung untuk membentuk Kerajaan Gowa. Cerita dari para pendahulu di
Gowa mengatakan bahwa Tumanurung merupakan pendiri Kerajaan Gowa pada awal abad ke-14.
Tumapa'risi' Kallonna memerintah pada awal abad ke-16, di Kerajaan Gowa bertahta Karaeng
(Penguasa) Gowa ke-9, bernama Tumapa'risi' Kallonna. Pada masa itu salah seorang penjelajah Portugis
berkomentar bahwa "daerah yang disebut Makassar sangatlah kecil". Dengan melakukan perombakan
besar-besaran di kerajaan, Tumapa'risi' Kallonna mengubah daerah Makassar dari sebuah konfederasi
antar-komunitas yang longgar menjadi sebuah negara kesatuan Gowa. Dia juga mengatur penyatuan
Gowa dan Tallo kemudian merekatkannya dengan sebuah sumpah yang menyatakan bahwa apa saja yang
mencoba membuat mereka saling melawan (ampasiewai) akan mendapat hukuman Dewata. Sebuah
perundang-undangan dan aturan-aturan peperangan dibuat, dan sebuah sistem pengumpulan pajak dan
bea dilembagakan di bawah seorang syahbandar untuk mendanai kerajaan. Begitu dikenangnya raja ini
sehingga dalam cerita pendahulu Gowa, masa pemerintahannya dipuji sebagai sebuah masa ketika panen
bagus dan penangkapan ikan banyak.
Dalam sejumlah penyerangan militer yang sukses penguasa Gowa ini mengalahkan negara
tetangganya, termasuk Siang dan menciptakan sebuah pola ambisi imperial yang kemudian berusaha
ditandingi oleh penguasa-penguasa setelahnya pada abad ke-16 dan ke-17. Kerajaan-kerajaan yang
ditaklukkan oleh Tumapa'risi' Kallonna diantaranya adalah Kerajaan Siang, serta Kesultanan Bone,
walaupun ada yang menyebutkan bahwa Bone ditaklukkan oleh Tunipalangga.
Tunipalangga dikenang karena sejumlah pencapaiannya, seperti yang disebutkan dalam Kronik
(Cerita para pendahulu) Gowa, diantaranya adalah:
1. Menaklukkan dan menjadikan bawahan Bajeng, Lengkese, Polombangkeng, Lamuru, Soppeng,
berbagai negara kecil di belakang Maros, Wajo, Suppa, Sawitto, Alitta, Duri, Panaikang, Bulukumba
dan negara-negara lain di selatan, dan wilayah pegunungan di selatan.
2. Orang pertama kali yang membawa orang-orang Sawitto, Suppa dan Bacukiki ke Gowa.
3. Menciptakan jabatan Tumakkajananngang.
4. Menciptakan jabatan Tumailalang untuk menangani administrasi internal kerajaan, sehingga
Syahbandar leluasa mengurus perdagangan dengan pihak luar.
5. Menetapkan sistem resmi ukuran berat dan pengukuran
6. Pertama kali memasang meriam yang diletakkan di benteng-benteng besar.
7. Pemerintah pertama ketika orang Makassar mulai membuat peluru, mencampur emas dengan logam
lain, dan membuat batu bata.
8. Pertama kali membuat dinding batu bata mengelilingi pemukiman Gowa dan Sombaopu.
9. Penguasa pertama yang didatangi oleh orang asing (Melayu) di bawah Anakhoda Bonang untuk
meminta tempat tinggal di Makassar.
10. Yang pertama membuat perisai besar menjadi kecil, memendekkan gagang tombak (batakang), dan
membuat peluru Palembang.
Penguasa pertama yang meminta tenaga lebih banyak dari rakyatnya.
12. Penyusun siasat perang yang cerdas, seorang pekerja keras, seorang narasumber, kaya dan sangat
berani.

Gambar Sultan Hasanuddin dalam perangko yang diterbitkan tahun 2006.

Pada tahun 1666, di bawah pimpinan Laksamana Cornelis Speelman, VOC berusaha
menundukkan kerajaan-kerajaan kecil di Sulawesi, tetapi belum berhasil menundukkan Kesultanan
Gowa. Di lain pihak, setelah Sultan Hasanuddin naik tahta, ia berusaha menggabungkan kekuatan
kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia bagian timur untuk melawan VOC (Kompeni).
Pertempuran terus berlangsung, Kompeni menambah kekuatan pasukannya hingga pada akhirnya
Gowa terdesak dan semakin lemah sehingga pada tanggal 18 November 1667 bersedia mengadakan
Perjanjian Bungaya di Bungaya. Gowa merasa dirugikan, karena itu Sultan Hasanuddin mengadakan
perlawanan lagi. Akhirnya pihak Kompeni minta bantuan tentara ke Batavia. Pertempuran kembali pecah
di berbagai tempat. Sultan Hasanuddin memberikan perlawanan sengit. Bantuan tentara dari luar
menambah kekuatan pasukan VOC, hingga akhirnya Kompeni berhasil menerobos benteng terkuat milik
Kesultanan Gowa yaitu Benteng Somba Opu pada tanggal 12 Juni 1669. Sultan Hasanuddin kemudian
mengundurkan diri dari tahta kerajaan dan wafat pada tanggal 12 Juni 1670.
Kesultanan Gowa telah mengalami pasang surut dalam perkembangan sejak Raja Gowa ke-1,
Tumanurung, hingga mencapai puncak keemasannya pada abad ke-17, hingga kemudian mengalami masa
penjajahan dibawah kekuasaan Belanda. Dalam pada itu, sistem pemerintahan mengalami transisi pada
masa Raja Gowa ke-36, Andi Idjo Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin,
menyatakan Kesultanan Gowa bergabung menjadi bagian Republik Indonesia yang merdeka dan bersatu,
dan berubah bentuk dari kerajaan menjadi Daerah Tingkat II Kabupaten Gowa. Sehingga dengan
perubahan tersebut, Andi Idjo pun tercatat dalam sejarah sebagai Raja Gowa terakhir dan sekaligus Bupati
Kabupaten Gowa pertama.
Keadaan Sosial-Budaya

Deretan kapal Pinisi di Pelabuhan Paotere.


Sebagai negara maritim, maka sebagian besar masyarakat Gowa adalah nelayan dan pedagang.
Mereka giat berusaha untuk meningkatkan taraf kehidupannya, bahkan tidak jarang dari mereka yang
merantau untuk menambah kemakmuran hidupnya. Walaupun masyarakat Gowa memiliki kebebasan
untuk berusaha dalam mencapai kesejahteraan hidupnya, tetapi dalam kehidupannya mereka sangat
terikat dengan norma adat yang mereka anggap sakral. Norma kehidupan masyarakat diatur berdasarkan
adat dan agama Islam yang disebut Pangadakkang. Dan masyarakat Gowa sangat percaya dan taat
terhadap norma-norma tersebut.
Di samping norma tersebut, masyarakat Gowa juga mengenal pelapisan sosial yang terdiri dari
lapisan atas yang merupakan golongan bangsawan dan keluarganya disebut dengan Anakarung atau
Karaeng, sedangkan rakyat kebanyakan disebut to Maradeka dan masyarakat lapisan bawah disebut
dengan golongan Ata.
Dari segi kebudayaan, maka masyarakat Gowa banyak menghasilkan benda-benda budaya yang
berkaitan dengan dunia pelayaran. Mereka terkenal sebagai pembuat kapal. Jenis kapal yang dibuat oleh
orang Gowa dikenal dengan nama Pinisi dan Lombo. Kapal Pinisi dan Lombo merupakan kebanggaan
rakyat Sulawesi Selatan dan terkenal hingga mancanegara.
Para Raja dan Sultan Gowa
I Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bonto Nompo Sultan Muhammad Tahur Muhibuddin
Tuminanga ri Sungguminasa (bertahta 1936-1946) mendengarkan pidato pengangkatan pejabat gubernur
Celebes, Tn. Bosselaar (awal tahun 1930-an).

Istana Balla Lompoa di Sungguminasa, Kabupaten Gowa pada tahun 2013.

1. Tumanurung (1300)

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

15.
16.

17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.

Tumassalangga Baraya
Puang Loe Lembang
I Tuniatabanri
Karampang ri Gowa
Tunatangka Lopi (1400)
Batara Gowa Tuminanga ri Paralakkenna
Pakere Tau Tunijallo ri Passukki
Daeng Matanre Karaeng Tumapa'risi' Kallonna (awal abad ke-16)
I Manriwagau Daeng Bonto Karaeng Lakiyung Tunipallangga Ulaweng (1546-1565)
I Tajibarani Daeng Marompa Karaeng Data Tunibatte
I Manggorai Daeng Mameta Karaeng Bontolangkasa Tunijallo (1565-1590)
I Tepukaraeng Daeng Parabbung Tuni Pasulu (1593)
I Mangari Daeng Manrabbia Sultan Alauddin I Tuminanga ri Gaukanna; Berkuasa mulai tahun
1593 - wafat tanggal 15 Juni 1639, merupakan penguasa Gowa pertama yang memeluk agama
Islam
I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiyung Sultan Malikussaid Tuminanga ri Papang
Batuna; Lahir 11 Desember 1605, berkuasa mulai tahun 1639 hingga wafatnya 6 November 1653
I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape Sultan Hasanuddin Tuminanga ri
Balla'pangkana; Lahir tanggal 12 Juni 1631, berkuasa mulai tahun 1653 sampai 1669, dan wafat
pada 12 Juni 1670
I Mappasomba Daeng Nguraga Sultan Amir Hamzah Tuminanga ri Allu'; Lahir 31 Maret 1656,
berkuasa mulai tahun 1669 hingga 1674, dan wafat 7 Mei 1681
Sultan Mohammad Ali (Karaeng Bisei) Tumenanga ri Jakattara; Lahir 29 November 1654,
berkuasa mulai 1674 sampai 1677, dan wafat 15 Agustus 1681
I Mappadulu Daeng Mattimung Karaeng Sanrobone Sultan Abdul Jalil Tuminanga ri Lakiyung.
(1677-1709)
La Pareppa Tosappe Wali Sultan Ismail Tuminanga ri Somba Opu (1709-1711)
I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi
I Manrabbia Sultan Najamuddin
I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi; Menjabat untuk kedua kalinya pada tahun
1735
I Mallawagau Sultan Abdul Chair (1735-1742)
I Mappibabasa Sultan Abdul Kudus (1742-1753)
Amas Madina Batara Gowa (diasingkan oleh Belanda ke Sri Lanka) (1747-1795)
I Mallisujawa Daeng Riboko Arungmampu Tuminanga ri Tompobalang (1767-1769)
I Temmassongeng Karaeng Katanka Sultan Zainuddin Tuminanga ri Mattanging (1770-1778)
I Manawari Karaeng Bontolangkasa (1778-1810)
I Mappatunru / I Mangijarang Karaeng Lembang Parang Tuminang ri Katangka (1816-1825)
La Oddanriu Karaeng Katangka Tuminanga ri Suangga (1825-1826)
I Kumala Karaeng Lembang Parang Sultan Abdul Kadir Moh Aidid Tuminanga ri Kakuasanna
(1826 - wafat 30 Januari 1893)
I Malingkaan Daeng Nyonri Karaeng Katangka Sultan Idris Tuminanga ri Kalabbiranna (1893 wafat 18 Mei 1895)

34. I Makkulau Daeng Serang Karaeng Lembangparang Sultan Husain Tuminang ri Bundu'na;
Memerintah sejak tanggal 18 Mei 1895, dimahkotai di Makassar pada tanggal 5 Desember 1895,
ia melakukan perlawanan terhadap Hindia Belanda pada tanggal 19 Oktober 1905 dan
diberhentikan dengan paksa oleh Hindia Belanda pada 13 April 1906, kemudian meninggal akibat
jatuh di Bundukma, dekat Enrekang pada tanggal 25 Desember 1906
35. I Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bonto Nompo Sultan Muhammad Tahur Muhibuddin
Tuminanga ri Sungguminasa (1936-1946)
36. Andi Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin (19461978)[3]
37. Andi Maddusila Patta Nyonri Karaeng Katangka Sultan Alauddin II (2011-2014)
38. I Kumala Andi Idjo Sultan Kumala Idjo Batara Gowa III Daeng Sila Karaeng Lembang Parang
(2014-Sekarang)

Kerajaan Tallo

Sebuah nisan di Situs Pemakaman Raja-raja Tallo diukir dalam huruf Arab.

Kerajaan Tallo adalah salah satu kerajaan suku Makassar yang terdapat di Sulawesi Selatan.
Kerajaan ini berhubungan erat dengan Kerajaan Gowa, yang secara bersama-sama setelah
Islamisasi persekutuan kerajaan Gowa-Tallo oleh para sejarawan disebut dengan nama
Kesultanan Makassar.
Sejarah
Kerajaan Tallo berawal dari pertengahan abad ke-15, yaitu setelah wafatnya Raja Gowa ke-6
Tonatangkalopi. Penerusnya sebagai Raja Gowa ke-7 adalah anak tertuanya Batara Gowa Tuminanga ri
Paralakkenna, sementara adiknya Karaeng Loe ri Sero memerintah sebagian wilayah sebagai Raja Tallo
pertama.[1] Wilayah Kerajaan Tallo meliputi Saumata, Pannampu, Moncong Loe, dan Parang Loe.[1]
Kedua kerajaan Tallo dan Gowa kemudian terlibat pertempuran dan persaingan, hingga Tallo
terkalahkan. Pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-10 Tonipalangga Ulaweng dan Raja Tallo ke-4
Daeng Padulu' dicapailah kesepakatan Rua karaeng se're ata (dua raja tapi satu rakyat), yang mana
dengan persetujuan tersebut, maka dalam persekutuan itu Raja Gowa menjadi Sombaya (raja tertinggi)
sedangkan Raja Tallo menjadi Tumabicara buta (perdana menterinya) dari persekutuan kedua kerajaan
tersebut. Sejak saat itu Kerajaan Tallo selalu terlibat dan mendukung ekspansi Kerajaan Goa di Sulawesi
Selatan dan sekitarnya.

Di antara raja-raja Tallo yang menonjol adalah Karaeng Matoaya (1593-1623) dan
anaknya Karaeng Pattingalloang (1641-1654), yang adalah para perdana menteri yang terpelajar
dan handal, yang membawa Kesultanan Makassar pada masa keemasannya.
Daftar Raja Tallo
Berikut ini adalah daftar Karaeng (raja) Kerajaan Tallo:[3]
No

Nama

Pemerintahan

Keterangan

Karaeng Loe ri Sero, Tuniawanga ri Sero

Pertengahan s.d.
akhir abad ke-15

Same' ri Liukang Daeng Marewa, Karaeng ri


Pasi', "Tunilabu ri Suriwa"

Akhir abad ke-15 Anak raja belumnya


1500-an

I Mangayaoang Berang Daeng Parani, Karaeng


Pasi', "Tunipasuru ri Lello"

1500-an - 1540/43 Anak raja sebelumnya

I Mappatakangkangtana Daeng Padulu', Karaeng


Pattingalloang, gelar anumerta "Tumenanga ri
1540/43 - 1576
Makkoayang"

Anak raja sebelumnya, perdana


menteri pertama Kerajaan
Gowa-Tallo

Karaeng Bainea I Sambo Daeng Niasseng


Karaeng Pattingalloang

1576-1590

Anak raja sebelumnya,


memerintah Tallo bersama
suaminya Tunijallo, Raja Gowa
ke-12

I Tepukaraeng Daeng Parabbung, Karaeng


Bontolangkasa, "Tunipasulu'", gelar anumerta
"Tumenanga ri Butung"

1590-1593

Anak raja sebelumnya, Raja


Tallo ke-6 sekaligus Raja
Gowa ke-13

I Malingkaang Daeng Mannyonri, Karaeng


Matoayya, "Sultan Abdullah Awalul Islam", gelar 15931623
anumerta "Tumenanga ri Agamana"

Anak raja ke-4, raja muslim


pertama Kesultanan Makassar

I Manginyarrang Daeng Makkio, Karaeng


Kanjilo, "Sultan Abdul Jafar Muzaffar",
Tumammalinga ri Timoro, gelar anumerta
"Tumenanga ri Tallo"

16231641

Anak raja sebelumnya, pernah


menyerang Timor

I Mangadacinna Daeng Sitaba, Karaeng


Pattingalloang, "Sultan Mahmud", gelar
anumerta "Tumenanga ri Bontobiraeng"

1641-1654

Saudara raja sebelumnya

1654-1673

Anak raja ke-8

10 I Mappaiyo Daeng Mannyauru', "Sultan Harun


Al Rasyid", gelar anumerta "Tumenanga ri

Anak Tunatangkalopi Raja


Gowa ke-6

Lampana"
I Mappincara Daeng Mattinri, Karaeng Kanjilo,
11 "Sultan Abdul Qadir", gelar anumerta
16731709
"Tumenanga ri Pasi'"

Anak raja sebelumnya

I Mappau'rangi Daeng Mannuntungi, Karaeng


12 Boddia, "Sultan Sirajuddin", gelar anumerta
"Tumenanga ri Tallo"

17091714

Anak raja sebelumnya

I Manrabbia Daeng Ma'nassa, Karaeng Kanjilo,


13 "Sultan Najamuddin", gelar anumerta
17141729
"Tumenanga ri Jawayya"

Anak raja sebelumnya,


meninggal di Jawa

I Makkasumang Daeng Mattalik, Karaeng


14 Lempangang, "Sultan Syafiuddin", gelar
anumerta "Tumenanga ri Butta Labbiri'na"

Saudara raja sebelumnya

17391760

Kompleks makam
Kompleks makam raja-raja Tallo dari abad ke-17 hingga ke-19 terletak di Kelurahan Tallo,
Kecamatan Tallo, Kota Makassar.

Tokoh-tokoh Kerajaan Gowa Tallo


1. Sultan Alauddin
Sultan Alauddin dengan nama asli Karaeng Matowaja Tumamenanga ri Agamanna. Ia
merupakan raja Gowa Tallo yang pertama kali memeluk Islam yang memerintah dari
tahun 1591-1638, dibantu oleh Daeng Manrabia (Raja Tallo) bergelar Sultan Abdullah.

2. Sultan Hasanuddin
Sultan Hasanuddin lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Januari 1631. Ia meninggal di
Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Juni 1670 pada umur 39 tahun. Ia adalah Raja Gowa ke
-16 dan pahlawan nasional Indonesia yan terlahir dengan nama I Mallombasi Muhammad
Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe. Setelah memeluk agama Islam, ia
mendapat tambahan gelar Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana, hanya saja
lebih dikenal dengan Sultan Hasanuddin saja. Karena keberaniannya, ia dijuluki De
Haantjes van Het Oosten oleh Belanda yang artinya Ayam Jantan/ Jago dari Benua
Timur. Ia dimakamkan di Katangka, Makassar.
FORT ROTTERDAM
Fort Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang (Jum Pandang) adalah sebuah benteng
peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo. Letak benteng ini berada di pinggir pantai sebelah barat Kota
Makassar, Sulawesi Selatan. Benteng ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-9 yang
bernama I manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumaparisi kallonna.

Referensi
1.

^ a b c d Ahmad M. Sewang (2005). Islamisasi Kerajaan Gowa: abad XVI sampai abad
XVII. Yayasan Obor Indonesia. p. 22. ISBN 9794615307, 9789794615300.

2.

^ William Cummings (2002). Making Blood White: Historical Transformations in Early


Modern Makassar (berilustrasi ed.). University of Hawaii Press. p. 30-32. ISBN 0824825136,
9780824825133.

3.

^ William Cummings (2011). The Makassar Annals. 35 dari Biblioteca Indonesica.


BRILL. p. 352-353. ISBN 9004253629, 9789004253629.

4.

^ Kantor Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Sulawesi Selatan (1985). Laporan
Pengumpulan Data Peninggalan Sejarah dan Purbakala di Kotamadia Ujung Pandang, Provensi
Sulawesi Selatan, Indonesia. Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Sulawesi Selatan. p. 5658.

5.

id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Gowa

6.

https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Tallo

7. https://prezi.com/ca_vooxwxw1h/kerajaan-gowa-tallo/

Вам также может понравиться