Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
NOSOKOMIAL
PENANGANANNYA
DAN
CARA
Menurut Setyawati (2002), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi
nosokomial antara lain :
Kuman penyakit (jumlah dan jenis kuman, lama kontak dan virulensi)
Sumber infeksi
Perantara atau pembawa kuman,
Tempat masuk kuman pada hospes baru,
Daya tahan tubuh hospes baru,
Keadaan rumah sakit meliputi;
Prosedur kerja, alat, hygene, kebersihan, jumlah pasien dan konstruksi rumah sakit,
Pemakaian antibiotik yang irasional,
Pemakaian obat seperti imunosupresi, kortikosteroid, dan sitostatika, 9) tindakan invasif dan
instrumentasi,
Berat penyakit yang diderita
Terdapat beberapa prosedur dan tindakan pencegahan infeksi nosokomial. Tindakan ini
merupakan seperangkat tindakan yang didesain untuk membantu meminimalkan resiko
terpapar material infeksius seperti darah dan cairan tubuh lain dari pasien kepada tenaga
kesehatan atau sebaliknya. Menurut Zarkasih (2003), pencegahan infeksi didasarkan pada
asumsi bahwa seluruh komponen darah dan cairan tubuh mempunyai potensi menimbulkan
infeksi baik dari pasien ke tenaga kesehatan atau sebaliknya. Kunci pencegahan infeksi pada
fasilitas pelayanan kesehatan adalah mengikuti prinsip pemeliharaan hygene yang baik,
kebersihan dan kesterilan dengan lima standar penerapan yaitu:
Mencuci tangan untuk menghindari infeksi silang. Mencuci tangan merupakan metode yang
paling efektif untuk mencegah infeksi nosokomial, efektif mengurangi perpindahan
mikroorganisme karena bersentuhan
Menggunakan alat pelindung diri untuk menghindari kontak dengan darah atau cairan tubuh
lain. Alat pelindung diri meliputi; pakaian khusus (apron), masker, sarung tangan, topi,
pelindung mata dan hidung yang digunakan di rumah sakit dan bertujuan untuk mencegah
penularan berbagai jenis mikroorganisme dari pasien ke tenaga kesehatan atau sebaliknya,
misalnya melaui sel darah, cairan tubuh, terhirup, tertelan dan lain-lain.
Manajemen alat tajam secara benar untuk menghindari resiko penularan penyakit melalui
benda-benda tajam yang tercemar oleh produk darah pasien. Terakit dengan hal ini, tempat
sampah khusus untuk alat tajam harus disediakan agar tidak menimbulkan injuri pada tenaga
kesehatan maupun pasien.
Melakukan dekontaminasi, pencucian dan sterilisasi instrumen dengan prinsip yang benar.
Tindakan ini merupakan tiga proses untuk mengurangi resiko tranmisi infeksi dari instrumen
dan alat lain pada klien dan tenaga kesehatan
peralatan dan sarana kesehatan/kedokteran yang tercemar darah atau cairan tubuh;
mengerjakan fungsi vena atau segala prosedur yang menyangkut pembuluh darah, b). Sarung
tangan harus selalu diganti setiap selesai kontak dengan pasien.c). Menggunakan masker saat
mengerjakan prosedur yang beresiko kontak darah atau cairan tubuh untuk mencegah
terpaparnya selaput lendir pada mulut, hidung dan mata, d). Memakai jubah khusus selama
melaksanakan tindakan yang mungkin akan menimbulkan cipratan darah atau cairan tubuh
lainnya.
Tangan dan bagian tubuh lainnya harus segera dicuci sebersih mungkin bila terkontaminasi
darah dan cairan tubuh lainnya. Setiap usai melepas sarung tangan harus segera mencuci
tangan.
Seluruh petuga harus selalu waspada terhadap kemungkinan tertusuk jarum, pisau dan
benda/alat tajam lainnya selama pelaksanaan tindakan, saat mencuci peralatan, membuang
sampah, atau ketika membenahi peralatan setelah berlangsungnya prosedur/tindakan.
Tindakan resusitasi dengan cara dari mulut ke mulut harus dihindari meskipun air liur belum
terbukti menularkan HIV.
Petugas yang sedang mengalami perlukaan atau ada lesi yang mengeluarkan cairan harus
menghindari tugas-tugas yang bersifat kontak langsung dengan pasien ataupun kontak
langsung dengan peralatan bekas pakai pasien.
Petugas kesehatan yang sedang hamil harus lebih memperhatikan pelaksanaan segala
prosedur yang dapat menghindari penularan HIV.
Sterilisasi dan Desinfeksi
Sterilisasi dilakukan untuk membunuh atau memisahkan semua mikroorganisme. Sedangkan
teknik sterilisasi antara lain sterilisasi dengan pemanasan, baik pemanasan basah dengan
autoclave dan pemanasan kering dengan pemijaran dan udara panas. 2). Sterilisasi dengan
penyaringan, 3). Sterilisasi dengan menggunakan zat kimia, serta 4). Sterilisasi dengan
penyinaran.Berbeda dengan sterilisasi, desinfeksi merupakan suatu proses kimiawi atau fisika
dimana bahan patogenik atau mikroba penyebab penyakit dihancurkan dengan suatu
desinfektan dan antiseptik. Sedangkan desinfektan adalah zat yang bebas dari infeksi yang
umumnya berupa zat kimia yang dapat membunuh kuman penyakit atau mikroorganisme
berbahaya, menginaktifkan virus. Sementara pengertian antiseptik merupakan zat yang dapat
membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme dalam jaringan hidup.Terkait
dengan proses diatas, menurut Pedoman Penanggulangan SARS Nasional (2003), terdapat
juga pengertian dekontaminasi, yaitu satu tahap perlakuan yang harus dilakukan sebelum
instrumen dikirim ke bagian sterilsasi. Langkah dekontaminasi berupa prosesing alat dan
sarung tangan yang kotor (telah kontak dengan darah atau cairan tubuh), untuk dilakukan
proses perendaman dalam larutan klorin 0.5 % selama 10 menit. Tindakan ini akan
mematikan berbagai virus sehingga aman untuk ditangani oleh petugas pencuci. Sterilisasi
atau desinfeksi tingkat tinggi dilakukan setelah dekontaminasi dan pencucian selesai
dilakukan.
INFEKSI NOSOKOMIAL
December 21, 2006 kedokteran
BAB I
PENDAHULUAN
Oleh: Harry wahyudhy Utama, S.ked
I.1 Definisi
Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu
gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut
dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat atau
setelah selesai dirawat disebut infeksi nosokomial. Secara umum, pasien yang masuk rumah
sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa
inkubasi penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang baru
menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien berada dirumah sakit baru disebut infeksi
nosokomial 1,2,3,4
Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun luar tubuh. Infeksi
endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula memang sudah ada didalam tubuh
dan berpindah ke tempat baru yang kita sebut dengan self infection atau auto infection,
sementara infeksi eksogen (cross infection) disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal
dari rumah sakit dan dari satu pasien ke pasien lainnya. 1,2,5
I.2 Rumah Sakit
Rumah sakit merupakan suatu tempat dimana orang yang sakit dirawat dan ditempatkan
dalam jarak yang sangat dekat. Di tempat ini pasien mendapatkan terapi dan perawatan untuk
dapat sembuh. Tetapi, rumah sakit selain untuk mencari kesembuhan, juga merupakan depot
bagi berbagai macam penyakit yang berasal dari penderita maupun dari pengunjung yang
berstatus karier. Kuman penyakit ini dapat hidup dan berkembang di lingkungan rumah sakit,
seperti; udara, air, lantai, makanan dan benda-benda medis maupun non medis. Terjadinya
infeksi nosokomial akan menimbulkan banyak kerugian, antara lain :
lama hari perawatan bertambah panjang
penderitaan bertambah
biaya meningkat
Dari hasil studi deskriptif Suwarni, A di semua rumah sakit di Yogyakarta tahun 1999
menunjukkan bahwa proporsi kejadian infeksi nosokomial berkisar antara 0,0% hingga
12,06%, dengan rata-rata keseluruhan 4,26%. Untuk rerata lama perawatan berkisar antara
4,3 11,2 hari, dengan rata-rata keseluruhan 6,7 hari. Setelah diteliti lebih lanjut maka
didapatkan bahwa angka kuman lantai ruang perawatan mempunyai hubungan bermakna
dengan infeksi nosokomial.8
Selama 10-20 tahun belakang ini telah banyak perkembangan yang telah dibuat untuk
mencari masalah utama terhadap meningkatnya angka kejadian infeksi nosokomial di banyak
negara, dan dibeberapa negara, kondisinya justru sangat memprihatinkan. Keadaan ini justru
memperlama waktu perawatan dan perubahan pengobatan dengan obat-obatan mahal, serta
penggunaan jasa di luar rumah sakit. Karena itulah, dinegara-negara miskin dan berkembang,
pencegahan infeksi nosokomial lebih diutamakan untuk dapat meningkatkan kualitas
pelayanan pasien dirumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya.7
Di beberapa bagian, terutama di bagian penyakit dalam dalam, terdapat banyak prosedur dan
tindakan yang dilakukan baik untuk membantu diagnosa maupun memonitor perjalanan
penyakit dan terapi yang dapat menyebabkan pasien cukup rentan terkena infeksi
nosokomial. Pasien dengan umur tua, berbaring lama, atau beberapa tindakan seperti
prosedur diagnostik invasif, infus yang lama dan kateter urin yang lama, atau pasien dengan
penyakit tertentu yaitu penyakit yang memerlukan kemoterapi, dengan penyakit yang sangat
parah, penyakit keganasan, diabetes, anemia, penyakit autoimun dan penggunaan imuno
supresan atau steroid didapatkan bahwa resiko terkena infeksi lebih besar.2.,3,5
Sumber penularan dan cara penularan terutama melalui tangan dan dari petugas kesehatan
maupun personil kesehatan lainnya, jarum injeksi, kateter iv, kateter urin, kasa pembalut atau
perban, dan cara yang keliru dalam menangani luka. Infeksi nosokomial ini pun tidak hanya
mengenai pasien saja, tetapi juga dapat mengenai seluruh personil rumah sakit yang
berhubungan langsung dengan pasien maupun penunggu dan para pengunjung pasien.4
I.3 Epidemiologi
Infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian terbanyak di negara
miskin dan negara yang sedang berkembang karena penyakit-penyakit infeksi masih menjadi
penyebab utama. Suatu penelitian yang yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa
sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia
Tenggara dan Pasifik tetap menunjukkan adanya infeksi nosokomial dengan Asia Tenggara
sebanyak 10,0%.3
Walaupun ilmu pengetahuan dan penelitian tentang mikrobiologi meningkat pesat pada 3
dekade terakhir dan sedikit demi sedikit resiko infeksi dapat dicegah, tetapi semakin
meningkatnya pasien-pasien dengan penyakit immunocompromised, bakteri yang resisten
antibiotik, super infeksi virus dan jamur, dan prosedur invasif, masih menyebabkan infeksi
nosokomial menimbulkan kematian sebanyak 88.000 kasus setiap tahunnya walaupun.4
Selain itu, jika kita bandingkan kuman yang ada di masyarakat, mikroorganisme yang berada
di rumah sakit lebih berbahaya dan lebih resisten terhadap obat, karena itu diperlukan
antibiotik yang lebih poten atau suatu kombinasi antibiotik. Semua kondisi ini dapat
meningkatkan resiko infeksi kepada si pasien.2,3,5
BAB II
ISI
II.1 Faktor Penyebab Perkembangan Infeksi Nosokomial
II.1.1 Agen Infeksi
Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama ia rawat di rumah sakit.
Kontak antara pasien dan berbagai macam mikroorganisme ini tidak selalu menimbulkan
gejala klinis karena banyaknya faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi
nosokomial. Kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada:3
karakteristik mikroorganisme,
resistensi terhadap zat-zat antibiotika,
tingkat virulensi,
dan banyaknya materi infeksius.
Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat menyebabkan infeksi
nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat dari orang lain
(cross infection) atau disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri (endogenous
infection). Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit ini lebih disebabkan karena faktor
eksternal, yaitu penyakit yang penyebarannya melalui makanan dan udara dan benda atau
bahan-bahan yang tidak steril. Penyakit yang didapat dari rumah sakit saat ini kebanyakan
disebabkan oleh mikroorganisme yang umumnya selalu ada pada manusia yang sebelumnya
tidak atau jarang menyebabkan penyakit pada orang normal.3
1. Bakteri
Bakteri dapat ditemukan sebagai flora normal dalam tubuh manusia yang sehat. Keberadaan
bakteri disini sangat penting dalam melindungi tubuh dari datangnya bakteri patogen. Tetapi
pada beberapa kasus dapat menyebabkan infeksi jika manusia tersebut mempunyai toleransi
yang rendah terhadap mikroorganisme. Contohnya Escherichia coli paling banyak dijumpai
sebagai penyebab infeksi saluran kemih.
Bakteri patogen lebih berbahaya dan menyebabkan infeksi baik secara sporadik maupun
endemik. Contohnya :
Usia muda dan usia tua berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh terhadap infeksi
kondisi ini lebih diperberat bila penderita menderita penyakit kronis seperti tumor, anemia,
leukemia, diabetes mellitus, gagal ginjal, SLE dan AIDS. Keadaan-keadaan ini akan
meningkatkan toleransi tubuh terhadap infeksi dari kuman yang semula bersifat
opportunistik. Obat-obatan yang bersifat immunosupresif dapat menurunkan pertahanan
tubuh terhadap infeksi. Banyaknya prosedur pemeriksaan penunjang dan terapi seperti biopsi,
endoskopi, kateterisasi, intubasi dan tindakan pembedahan juga meningkatkan resiko
infeksi.3,9
justru meningkatkan multipikasi dan penyebaran strain yang resistan. Penyebab utamanya
karena:
Penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dan tidak terkontrol
Dosis antibiotika yang tidak optimal
Terapi dan pengobatan menggunakan antibiotika yang terlalu singkat
Kesalahan diagnose
Banyaknya pasien yang mendapat obat antibiotika dan perubahan dari gen yang resisten
terhadap antibiotika, mengakibatkan timbulnya multiresistensi kuman terhadap obat-obatan
tersebut. Penggunaan antibiotika secara besar-besaran untuk terapi dan profilaksis adalah
faktor utama terjadinya resistensi. Banyak strains dari pneumococci,
staphylococci, enterococci, dan tuberculosis telah resisten terhadap banyak antibiotikaa,
begitu juga klebsiella dan pseudomonas aeruginosa juga telah bersifat multiresisten. Keadaan
ini sangat nyata terjadi terutama di negara-negara berkembang dimana antibiotika lini kedua
belum ada atau tidak tersedia.
Infeksi nosokomial sangat mempengaruhi angka morbiditas dan mortalitas di rumah sakit,
dan menjadi sangat penting karena:
Meningkatnya jumlah penderita yang dirawat
Seringnya imunitas tubuh melemah karena sakit, pengobatan atau umur
Mikororganisme yang baru (mutasi)
Meningkatnya resistensi bakteri terhadap antibiotika
Beberapa faktor dibawah ini berperan dalam meningkatkan komplikasi kanula intravena
yaitu: jenis kateter, ukuran kateter, pemasangan melalui venaseksi, kateter yang terpasang
lebih dari 72 jam, kateter yang dipasang pada tungkai bawah, tidak mengindahkan pronsip
anti sepsis, cairan infus yang hipertonik dan darah transfusi karena merupakan media
pertumbuhan mikroorganisme, peralatan tambahan pada tempat infus untuk pengaturan tetes
obat, manipulasi terlalu sering pada kanula. Kolonisasi kuman pada ujung kateter merupakan
awal infeksi tempat infus dan bakteremia.
menyebabkan infeksi karena adanya aspirasi oleh organisme ke traktus respiratorius bagian
bawah.3,9
Dari kelompok virus dapat disebabkan olehcytomegalovirus, influenza virus, adeno virus,
para influenza virus, enterovirus dan corona virus. 11
Faktor resiko terjadinya infeksi ini adalah:9
Tipe dan jenis pernapasan
Perokok berat
Tidak sterilnya alat-alat bantu
Obesitas
Kualitas perawatan
Penyakit jantung kronis
Penyakit paru kronis
Beratnya kondisi pasien dan kegagalan organ
Tingkat penggunaan antibiotika
Penggunaan ventilator dan intubasi
Penurunan kesadaran pasien
Penyakit yang biasa ditemukan antara lain: respiratory syncytial virus dan influenza. Pada
pasien dengan sistem imun yang rendah, pneumonia lebih disebabkan karena Legionella dan
Aspergillus. Sedangkan dinegara dengan prevalensi penderita tuberkulosis yang tinggi,
kebersihan udara harus sangat diperhatikan.
Infeksi kulit dan jaringan lunak. Luka terbuka seperti ulkus, bekas terbakar, dan luka bekas
operasi memperbesar kemungkinan terinfeksi bakteri dan berakibat terjadinya infeksi
sistemik. Dari golongan virus yaitu herpes simplek, varicella zooster, dan rubella. Organisme
yang menginfeksi akan berbeda pada tiap populasi karena perbedaan pelayanan kesehatan
yang diberikan, perbedaan fasilitas yang dimiliki dan perbedaan negara yang didiami.
Infeksi ini termasuk:1
Infeksi pada tulang dan sendi
Osteomielitis, infeksi tulang atau sendi dan discus vertebralis
Infeksi sistem Kardiovaskuler
Infeksi arteri atau vena, endokarditis, miokarditis, perikarditis dan mediastinitis
Infeksi sistem saraf pusat
Meningitis atau ventrikulitis, absess spinal dan infeksi intra kranial
Infeksi mata, telinga, hidung, dan mulut
Konjunctivitis, infeksi mata, otitis eksterna, otitis media, otitis interna, mastoiditis, sinusitis,
dan infeksi saluran nafas atas.
Infeksi pada saluran pencernaan
Gastroenteritis, hepatitis, necrotizing enterocolitis, infeksi intra abdominal
Infeksi sistem pernafasan bawah
Bronkhitis, trakeobronkhitis, trakeitis, dan infeksi lainnya
Infeksi pada sistem reproduksi
Endometriosis dan luka bekas episiotomy
dari kotoran yang terlihat pasti mengandung kuman. Harus ada waktu yang teratur untuk
membersihkan dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar mandi, dan alat-alat
medis yang telah dipakai berkali-kali.
Pengaturan udara yang baik sukar dilakukan di banyak fasilitas kesehatan. Usahakan adanya
pemakaian penyaring udara, terutama bagi penderita dengan status imun yang rendah atau
bagi penderita yang dapat menyebarkan penyakit melalui udara. Kamar dengan pengaturan
udara yang baik akan lebih banyak menurunkan resiko terjadinya penularan tuberkulosis.
Selain itu, rumah sakit harus membangun suatu fasilitas penyaring air dan menjaga
kebersihan pemrosesan serta filternya untuk mencegahan terjadinya pertumbuhan bakteri.
Sterilisasi air pada rumah sakit dengan prasarana yang terbatas dapat menggunakan panas
matahari.11
Toilet rumah sakit juga harus dijaga, terutama pada unit perawatan pasien diare untuk
mencegah terjadinya infeksi antar pasien. Permukaan toilet harus selalu bersih dan diberi
disinfektan.11
Disinfektan akan membunuh kuman dan mencegah penularan antar pasien.
Disinfeksi yang dipakai adalah:
Mempunyai kriteria membunuh kuman
Mempunyai efek sebagai detergen
Mempunyai efek terhadap banyak bakteri, dapat melarutkan minyak dan protein.
Tidak sulit digunakan
Tidak mudah menguap
Bukan bahan yang mengandung zat yang berbahaya baik untuk petugas maupun pasien
Efektif
tidak berbau, atau tidak berbau tak enak
Dengan demikian bahaya infeksi dengan bakteri oportunis pada penderita penyakit berat
dapat diatasi tanpa harus menggunakan antibiotika. 6
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
III.1 Kesimpulan
Faktor- faktor yang menyebabkan perkembangan infeksi nosokomial tergantung dari agen
yang menginfeksi, respon dan toleransi tubuh, faktor lingkungan, resistensi antibiotika, dan
faktor alat.
Agen Infeksi yang kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada: karakteristik
mikroorganisme, resistensi terhadap zat-zat antibiotika, tingkat virulensi, dan banyaknya
materi infeksius. Respon dan toleransi tubuh pasien dipengaruhi oleh: Umur, status imunitas
penderita, penyakit yang diderita, obesitas dan malnutrisi, orang yang menggunakan obatobatan immunosupresan dan steroid, intervensi yang dilakukan pada tubuh untuk melakukan
diagnosa dan terapi. Faktor lingkungan dipengaruhi oleh padatnya kondisi rumah sakit,
banyaknya pasien yang keluar masuk, penggabungan kamar pasien yang terkena infeksi
dengan pengguna obat-obat immunosupresan, kontaminasi benda, alat, dan materi yang
sering digunakan tidak hanya pada satu orang pasien. Resistensi Antibiotika disebabkan
karena: Penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dan tidak terkontrol, dosis antibiotika yang
tidak optimal, terapi dan pengobatan menggunakan antibiotika yang terlalu singkat, dan
kesalahan diagnosa. Faktor alat, dipengaruhi oleh pemakaian infus dan kateter urin lama yang
tidak diganti-ganti.
Macam penyakit yang disebabkan oleh infeksi nosokomial, misalnya Infeksi saluran kemih.
Infeksi ini merupakan kejadian tersering, dihubungkan dengan penggunaan kateter urin.
Nosokomial pneumonia, terutama karena pemakaian ventilator, tindakan trakeostomy,
intubasi, pemasangan NGT, dan terapi inhalasi. Nosokomial bakteremi yang memiliki resiko
kematian yang sangat tinggi.
Mencegah penularan dari lingkungan rumah sakit terutama dari dinding, lantai, tempat tidur,
pintu, jendela, tirai, kamar mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai berkali-kali.
III.2 Saran
Eliminasi dan kurangi perkembangan agen penyebab infeksi dan faktor lainnya yang
menyebabkan perkembangan infeksi nosokomial.
Penybaran infeksi nosokomial terutama dari udara dan air harus menjadi perhatian utama
agar infeksi tidak meluas.
Mengurangi prosedur-prosedur invasif untuk menghindari terjadinya infeksi nosokomial.
Pencegahan terjadinya Infeksi Nosokomial memerlukan suatu rencana yang terintegrasi,
monitoring dan program untuk mengawasi kejadian infeksi, identifikasi penyakit dan
mengontrol penyebarannya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Olmsted RN. APIC Infection Control and Applied Epidemiology: Principles and Practice.
St Louis, Mosby; 1996
2. anonymus. Infectious Disease Epidemiology Section. www.oph.dhh.louisiana.gov
3. Ducel, G. et al. Prevention of hospital-acquired infections, A practical guide. 2nd edition.
World Health Organization. Department of Communicable disease, Surveillance and
Response; 2002
4. Light RW. Infectious disease, noscomial infection. Harrisons Principle of Internal
Medicine 15 Edition.-CD Room; 2001
5. Soeparman, dkk. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI, Jakarta; 2001
6. Surono, A. Redaksi Intisari. agussur@hotmail.com
7. Anonymus. Preventing Nosocomial Infection.Louisiana; 2002
8. Suwarni, A. Studi Diskriptif Pola Upaya Penyehatan Lingkungan Hubungannya dengan
Rerata Lama Hari Perawatan dan Kejadian Infeksi Nosokomial Studi Kasus: Penderita Pasca
Bedah Rawat Inap di Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta Provinsi DIY Tahun 1999. Badan
Litbang Kesehatan Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial, Yogyakarta; 2001
9. Babb, JR. Liffe, AJ. Pocket Reference to Hospital Acquired infection. Science Press
limited, Cleveland Street, London; 1995
10. Pohan, HT. Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine. Pusat Informasi dan
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta;2004
11. Wenzel. Infection control in the hospital,in International society for infectious diseases,
second ed, Boston; 2002