Вы находитесь на странице: 1из 27

Laporan Praktikum

Dosen Pembimbing

Operasi Teknik Kimia I

Komalasari, ST. MT

ALIRAN FLUIDA MELALUI BENDA PADAT

DISUSUN OLEH :
Kelompok II
ALFHAN KURNIA

1507035895

HENGKY FERNANDO

1507036536

DESDINA

1507035679

DESI SERI INDA

1507037021

JANE NIZAR RAHMAN

1507035261

Tanggal Praktikum

: 17 Oktober 2016

Tanggal Penyerahan Laporan

: 20 Oktober 2016

LABORATORIUM TEKNIK KIMIA


PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
UNIVERSITAS RIAU
2016

ABSTRAK
Konduksi adalah perpindahan panas antara dua sustansi dari sustansi yang bersuhu
tinggi, panas berpindah ke sustansi yang bersuhu rendah dengan adanya kontak
kedua sustansi secara langsung Perpindahan kalor secara konduksi merupakan
perpindahan kalor yang terjadi jika dalam suatu bahan yang bersifat kontinu
terdapat gradient suhu, dimana kalor akan mengalir tanpa ada disertai oleh suatu
gerakan zat, prinsip dasarnya adalah jika ada dua benda yang berbeda suhu maka
kalor akan mengalir dari benda yang suhunya lebih tinggi ke benda yang suhunya
lebih rendah. Percobaan ini bertujuan untuk menentukan laju aliran kalor melintasi
benda padat satu dimensi pada keadaan stedy, dan menentukan overall heat transfer
coefficient aliran kalor yang melintasi kombinasi pada suatu bahan dalam susunan
seri. Pada lempengan aluminium, brass dan steinless steel diperoleh laju aliran
kalor 0.01018 Watt. Overall heat transfer coefficient yang diperoleh dengan
lempengan aluminium yaitu -5.53989
W/m2oC. Pada lempengan brass Overall heat transfer coefficient yang diperoleh
-93.707W/m2 oC. Sedangkan pada bahan stainless stell Overall heat transfer
coefficient yang diperoleh -7.82592 W/m2 oC. Kemudian pada radial heat transfer
accessory diperoleh -36.8917 W/m2 oC.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Tujuan Percobaan

1.

Menentukan laju aliran kalor melintasi benda padat satu dimensi pada

2.

keadaan stedi.
Menentukan overall heat transfer coefficient aliran kalor melintasi kombinasi
bahan dalam susunan seri.

1.2

Dasar Teori
Pindah panas adalah ilmu teknik yang memperkirakan pemindahan energi

yang terjadi antara benda-benda sebagai akibat terjadinya perbedaan suhu antara
benda-benda tersebut. Pada pindah panas ini dua hukum alam yang utama merupakan
suatu hal yang harus selalu diingat. Hukum Utama II menjelaskan bahwa apabila
antara dua benda yang berlainan suhunya terjadi pemindahan panas, maka hal ini
selalu berlangsung sedemikian rupa sehingga benda yang lebih panas bertambah
dingin dan benda yang lebih dingin akan bertanbah panas. Dengan kata lain, bahwa
apabila dua benda yang bersuhu tidak sama, bersentuhan, maka akan terjadi
perubahan suhu kedua benda tersebut akibat adanya perpindahan panas, yaitu benda
yang bersuhu lebih tinggi akan memberikan sebagian panasnya kepada benda yang
bersuhu lebih rendah, sehingga benda yang bersuhu lebih tinggi akan menjadi lebih
dingin, sedangkan benda yang bersuhu lebih rendah akan menjadi lebih panas.
Hukum Utama I atau Azas Black, pada penukaran panas antara dua jenis benda, maka
jumlah kalor keseluruhan akan tetap (kecuali ada usaha yang dilakukan pada saat
perpindahan tersebut). Dengan kata lain bahwa jumlah yang diberikan oleh benda
yang bersuhu lebih tinggi akan sama dengan jumlah panas yang diterima oleh benda
yang bersuhu lebih rendah. Pindah panas dapat dipergunakan untuk memperkirakan
suhu, baik suhu benda padat, maupun suhu bahan cair, setelah beberapa saat berlalu.
Perpindahan panas terjadi melalui suatu medium ke medium lain sebelum sampai ke

obyek

yang

diinginkan.

Metode

pindah

panas

di

sini

terjadi

secara

serempak (Geankoplis, 1987).


Proses pindah panas dapat terjadi dengan tiga cara yaitu secara hantaran atau
konduksi, secara aliran atau konveksi dan secara pancaran atau radiasi. Proses
Pasteurisasi dalam pengolahan hasil pertanian berprinsip pada cara pindah panas
dengan konduksi panas, yaitu apabila sebelah pelat dipanaskan, maka pelat yang
berada disebelahnya akan menjadi panas pula. Ruang penyimpanan dingin adalah
contoh penggunaan aliran atau konveksi panas dalam praktek, yaitu udara dingin
sekitar pipa pendingin turun ke bawah dan udara panas naik ke atas sehingga
membuat sirkulasi terus menerus serta membawa panas keseluruh ruangan.
Pemanasan atau pengeringan hasil pertanian dengan penjemuran merupakan
salah satu contoh praktek pemanasan secara pemancaran, walaupun selama
pemancaran tersebut udara dianggap sebagai bahan penerus panas matahari.
Konduksi panas adalah perpindahan atau pergerakan panas antara dua benda
yang saling bersentuhan. Dalam hal ini, panas akan berpindah dari benda yang
suhunya lebih tinggi ke benda yang suhunya lebih rendah: Laju aliran panas dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain luas permukaan benda yang saling
bersentuhan, perbedaan suhu awal antara kedua benda, dan konduktivitas panas dari
kedua benda tersebut. Konduktivitas panas ialah tingkat kemudahan untuk
mengalirkan panas yang dimiliki suatu benda. Setiap benda memiliki konduktivitas
yang berbeda. Logam mempunyai konduktivitas panas yang tinggi, sedangkan hewan
memiliki konduktivitas panas yang rendah. Berarti hewan merupakan penahan panas
(insulator) yang baik. Rambut dan bulu merupakan contoh insulator yang baik. Oleh
karena itu, mamalia dan aves hanya akan melepaskan sejumlah kecil panas dari
tubuhnya ke benda lain yang bersentuhan dengannya. Apabila dua benda yang
berbeda temperatur dikontakkan, maka panas akan mengalir dari benda bertemperatur
tinggi ke benda yang bertemperatur lebih rendah. Mekanisme perpindahan panas
yang terjadi dapat berupa konduksi, konveksi, atau radiasi. Dalam aplikasinya, ketiga
mekanisme ini dapat saja berlangsung secara simultan.

Panas bisa diibaratkan seperti air yang secara spontan mengalir dari tempat
yang tinggi ke tempat yang rendah tanpa peduli berapa banyak air yang sudah berada
di bawah. Panas juga mengalir secara spontan dari benda yang bertemperatur tinggi
ke benda yang bertemperatur rendah tidak peduli seberapa besar ukuran kedua benda
itu (ukuran benda menentukan banyaknya kandungan panas).
1.1.1

Konduktivitas Thermal (Daya Hantar Panas)


Adalah sifat bahan yang menunjukkan seberapa cepat bahan itu dapat

menghantarkan panas konduksi. Pada umumnya nilai k dianggap tetap, namun


sebenarnya nilai k dipengaruhi oleh suhu (T). Berdasarkan daya hantar kalor, benda
dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Konduktor bahan yang mudah dalam menghantarkan kalor (mempunyai
konduktivitas yang baik) Contoh : aluminium, besi, baja, tembaga.
2. Isolatorbahan yang lebih sulit dalam menghan tarkan kalor (mempunyai
konduktivitas yang jelek) Contoh : plastik, kayu, kain, kertas, kaca.
1.1.2

Perpindahan Kalor Konduksi di dalam Zat Padat


Pada logam-logam padat, konduksi termal merupakan akibat dari gerakan

elektron yang tidak terikat. Konduktivitas termal berhubungan erat sekali dengan
konduktivitas listrik. Pada zat padat yang bukan penghantar listrik, konduksi termal
merupakan akibat dari transfer momentum oleh masing-masing molekul di samping
gradient suhu. Contoh perpindahan kalor secara konduksi antara lain: perpindahan
kalor pada logam cerek pemasak air atau batang logam pada dinding tungku.
Hubungan dasar yang menguasai aliran kalor melalui konduksi adalah
berupa kesebandingan antara laju aliran kalor melintas permukaan isothermal dan
gradient suhu yang terdapat pada permukaan itu. Hubungan umum ini disebut hukum

Fourier yang berlaku pada setiap lokasi di dalam suatu benda, pada setiap waktu.
Hukum tersebut dapat dituliskan sebagai:
dq
T
=k
dA
n
dimana
A = luas permukaan isothermal yang tegak lurus terhadap arah aliran kalor
n = jarak, diukur tegak lurus terhadap permukaan itu
q = laju aliran kalor melintas permukaan itu pada arah normal terhadap permukaan
T = suhu
k = konstanta proporsionalitas (tetapan kesebandingan)
Konduksi pada kondisi distribusi suhu konstan disebut konduksi keadaan
stedi (steady-state conduction). Pada keadaan stedi, T hanya merupakan fungsi posisi
saja dan laju aliran kalor pada setiap titik pada dinding itu konstan. Untuk aliran stedi
satu-dimensi, persamaan (1) dapat dituliskan :
q
dT
=k
A
dn
Konstanta proporsionalitas k di atas adalah suatu sifat fisika bahan yang disebut
konduktivitas termal.
1.1.3

Aliran Kalor Melintasi Lempeng


Jika pada suatu lempeng rata seperti terlihat pada Gambar 1, diandaikan

bahwa k tidak tergantung pada suhu dan luas dinding sangat besar dibandingkan
dengan tebalnya, sehingga kehilangan kalor dari tepi-tepinya dapat diabaikan.
Permukaan-permukaan luar dinding tegak lurus terhadap bidang gambar, dan kedua
permukaan itu isothermal.
T1

T2

x1

x2

Gambar 1.1 Pemanasan Suatu Lempeng pada Keadaan Stedi


Arah aliran kalor tegak lurus terhadap dinding. Karena keadaan stedi, tidak ada
penumpukan ataupun pengurasan kalor di dalam lempeng itu, dan q konstan di
sepanjang lintas aliran kalor. Jika x adalah jarak dari sisi yang panas, maka persamaan
2 dapat dituliskan :
q
dT
=k
A
dx
Oleh karena hanya x dan T yang merupakan variabel dalam Persamaan
berikut, integrasi langsung akan menghasilkan :
q
T 1T 2 T
=k
=
A
x 2x 1 x
Dimana
T

= beda suhu melintas lempeng


= tebal lempeng
Bila konduktivitas termal k berubah secara linier dengan suhu, maka k

diganti dengan nilai rata-rata

k . Nilai

dapat dihitung dengan mencari rata-

rata aritmetik dari k pada kedua suhu permukaan, T1 dan T2, atau dengan menghitung
rata-rata aritmetik suhu dan menggunakan nilai k pada suhu itu.
Persamaan diatas dapat dituliskan dalam bentuk :
q=

T
R

dimana R adalah tahanan termal zat padat antara titik 1 dan titik 2.
Karena dalam aliran kalor stedi semua kalor yang melalui tahanan pertama
harus seluruhnya melalui tahanan kedua pula, dan lalu tahanan ketiga, maka qa, qb dan
qc tentulah sama, dan ketiganya dapat ditandai dengan q.

q k a T a k b T b k c T c
=
=
=
A
xa
xb
xc
Selanjutnya,
q xa

xb

xc

( T 1T 8 ) =( T a + T b + T c )= A k + k + k
a
b
c

atau
q
=U (T 1T 8 )
A
dimana
xa xb xc
1
= + + =R
U
ka kb kc

U adalah overall heat transfer coefficient


Besar kalor yang mengalir per satuan waktu pada proses konduksi ini
tergantung pada :
1. Berbanding lurus dengan luas penampang batang
2. Berbanding lurus dengan selisih suhu kedua ujung batang, dan
3. Berbanding terbalik dengan panjang batang

BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN
2.1

Alat-alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam percobaan perpindahan panas secara

konduksi ini antara lain:


1. HT10X Heat Transfer Service Unit
2. HT11 Linier Heat Conduction Accessory
3. SFT Flow Sensor
4. Chart Recorder with Voltage Input (IV = 100 )

5. Lempeng Aluminium, Brass, dan Stailess Steel


6. HT12 Radial Heat Conduction Accessory
2.2 Prosedur Percobaan
2.2.1 Percobaan 1
1. Air pendingin dialirkan dan flow control valve diatur pada laju alir yang
ditentukan
2. Heater voltage diatur pada 1 volt (pembacaan pada voltage control
potentiometer dan top panel meter diset ke posisi V)
3. HT11 ditunggu hingga stabil (monitor temperaturnya dengan lower selector
swith/meter)
4. Jika temperaturnya stabil, catat T1, T2, T3, T4, T5, T6, T7, T8 (0C) dan I
(Ampere) pada bahan brass serta T1, T2, T3, T6, T7, T8 (0C) dan I (Ampere)
pada bahan stainless steel.
2.2.2 Percobaan 2
1 HT12 Radial Heat Conduction Acessory ditempatkan berdekatan dengan
2
3

HT10x Heat Transfer Service Unit.


6 thermocouple (T1, T2, T3, T4, T5, T6) dihubungkan ke HT11.
Voltage control potensiometer diset ke minimum dan switch selector ke

4
5

manual.
Power lead dan HT12 dihubungkan ke socket marked O/P3 pada service unit.
Suplai air pendingin dipastikan berhubungan ke masukan pressure regulating
valve pada HT12

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Pada percobaan ini dilakukan pengukuran temperatur disetiap thermocouple
pada masing-masing bahan dengan menggunakan HT11 (aluminium, brass dan
stainless steel) dan HT12 dengan memvariasikan voltage. Pada masing-masing bahan
didapatkan data-data temperatur disetiap posisi thermocouple, Untuk setiap bahan
dengan variasi voltage yang berbeda, nilai temperatur pada thermocouple ialah tidak
stabil (naik turun). Dari data-data yang telah diketahui, maka laju alir kalor (Q) dan
overall heat transfer coefficient (U) dapat ditentukan. Dari percobaan yang telah
dilakukan didapatkan hasil dengan data sebagai berikut:
Tabel 3.1.1 Lempengan Brass

V
(Volt)
1
2
3
4
5

I
(Ampere
)
0,0007
0,0018
0,0026
0,0037
0,0048

T1

T2

T3

T4

T5

T6

T7

T8

(0C)

(0C)

(0C)

(0C)

(0C)

(0C)

(0C)

(0C)

32,2
31,7
31,6
31,6
31,4

32.35
31.75
31.65
31.65
31.5

32,5
31,8
31,7
31,7
31,6

31,7
31,7
31,6
31,6
31,6

31,5
31,6
31,55
31,6
31,5

31,3
31,5
31,5
31,5
31,4

31,2
31,4
31,2
31,4
31,2

31,4
31,3
31,3
31,4
31,2

Tabel 3.1.2 Lempengan Aluminium


V

T1

T2

(Volt) (Ampere)
(0C)
(0C)
1
0,0007
35,3
35,2
2
0,0018
34,1
34,25
3
0,0026
34,3
34,2
4
0,0037
34,6
34,45
5
0,0048
35,1
34,95
Tabel 3.1.3 Lempengan Stainless steel

T3

T6

T7

T8

(0C)
35,1
34,4
34,1
34,3
34,8

(0C)
31,1
30,9
31,1
31,1
31,2

(0C)
31,1
30,8
31,0
30,9
31,2

(0C)
31,2
30,8
31
31
31

T1

T2

T3

T6

T7

T8

(Volt)
1
2
3
4
5

(Ampere)
0,0007
00018
0,0026
0,0037
0,0048

(0C)
34,8
33,6
33,4
33,7
34,4

(0C)
34,6
33,5
33,3
33,55
34,3

(0C)
34,4
33,4
33,2
33,4
34,2

(0C)
31,6
31,6
31,3
31,4
31,6

(0C)
30,7
31,2
31,3
31,3
31,4

(0C)
31,3
31,1
31,1
31,3
31,4

Tabel 3.2 Hasil Pengolahan Data dari Percobaan pada HT12


V
(Volt)
1
2
3

I (A)

T1

T2

T3

T4

T5

T6

0,000

31,

31,

31.2

31,

31,

31,

0,001

31,

31,

31.3

31,

31,

31,

8
0,002

3
31,

4
33,

5
32.1

3
31,

1
31,

2
31,

Q
(Watt)
0,000
7

(W/m2
o

C)
-

14,2675
0,003
73,375
6 8
0,007
-

4
5

6
0,003

8
32,

1
33,

5
32.4

2
31,

4
31,

2
31,

8
0,014

26,4968

7
0,004

2
33,

3
33,

5
32.6

6
31,

4
31,

4
31,

-37,707
-

0,024

32,6115

Dari percobaan yang telah dilakukan didapatkan hasil perhitungan dengan data
sebagai berikut:
3.1.4. Tabel Perhitungan Pada Lempengan Aluminium.
Q

K hot

K cold

K int

K rata-rata

(Watt)

(W/m0C)

(W/m0C)

(W/m0C)

(W/m0C)

(W/m0C)

0,010836
0,0007

0,267516

-0,53503

1
0,062447

-0,08556

-0,34799

0,0036

-0,9172

2,751592

0,632281

-2,22351

0,0078

2,980892

5,961783

0,164463

3,035713

-4,8176

0,0148

3,770701

11,3121

0,299163
0,416316

5,127322

-8,37933

0,024

6,11465

9,171975

5,234314

-11,931

3.1.5. Tabel Perhitungan Pada Lempengan Brass.


Q

K hot

K cold

K int

K rata-rata

(Watt)

(W/m0C)

(W/m0C)

(W/m0C)

(W/m0C)

(W/m0C)

0,0007 -0,1783439

-0,53503 0,214013

0,0036

-2,7515924

1,375796

0,0078

-5,9617834

2,980892

0,0148 -11,312102
0,024

-9,1719745

11,3121
9,171975

2,201274

-0,16645
0,275159

-1,78344
-18,3439

9,538854

2,185987

-52,9936

18,09936

6,033121

-150,828

14,67516

4,89172

-244,586

3.1.6. Tabel Perhitungan Pada Lempengan Stainless Steel.

K hot

(Watt)

K cold
0

K int
0

(W/m C)

K rata-rata
0

(W/m C)

U
(W/m0C)

(W/m C)

(W/m C)

0,0007

0,133758

0,178344 0,0190234

0,110375

-0,40764

0,0036

1,375796

0,550318 0,1420177

0,689377

-2,93503

0,0078

2,980892

2,980892 0,2578069

2,073197

-6,91221

0,0148

3,770701

11,3121 0,4826497

5,188484

-12,569

0,024

9,171975

9,171975 0,5989861

6,314312

-16,3057

3.2. Pembahasan
Percobaan Perpindahan Panas Secara Konduksi ini bertujuan untuk
menentukan laju aliran kalor dan menentukan overall heat transfer coefficient aliran
kalor pada setiap bahan yang digunakan.Nilai voltage yang digunakan pada setiap
bahan adalah sama. Voltage yang digunakan adalah 1 v, 2 v, 3 v, 4 v dan 5 v. Namun,
hasil kuat arus yang didapat memiliki variasi yang berbeda walaupun ada beberapa
yang memiliki kuat arus yang sama.
Setelah percobaan ini dilakukan, hasil nilai konduktivitas thermal, koefisien
perpindahan panas keseluruhan, dan laju aliran kalor memiliki nilai yang cukup kecil
bahkan menyentuh nilai minus. Besar nilai kalor mempengaruhi nilai konduktivitas
thermal. Bila nilai laju aliran kalor dihubungakan dengan jarak benda yang konstan,
luas penampang yang konstan, dan perubahan suhu yang konstan, makan akan
menghasilkan nilai konduktivitas thermal yang besar juga. Sama halnya dengan
koefisien perpindahan panas keseluruhan yang berbanding lurus dengan laju aliran
kalor.
Berdasarkan literature, semakin tinggi nilai konduktivitas thermal suatu
benda, maka semakin cepat benda tersebut mengalirkan panas yang diterima dari satu
sisi ke sisi yang lain. Bahan steinless steel menghasilkan nilai konduktivitas thermal

yang tertinggi pada percobaan ini yaitu 2.875149 W/moC dan nilai konduktivitas
thermal yang terkecil diperoleh dari bahan brass, yaitu 2.643907W/moC.
K

Percobaan

Literatur

(W/m0C)

(W/m0C))

Aluminium

2,788814

202

Brass

2,643907

97

Nama Bahan

Stainless Steel
2,875149
15,2
Tabel 3.2.1 merupakan perbandingan nilai konduktivitas thermal pada percoaan
dengan literature pada masing-masing bahan, (antara lain: aluminium, brass, dan
stainless steel)
Dari table diatas

dapat dilihat bahwa terjadi perbedaan yang besar antara

konduktivitas thermal percobaan dengan literature pada bahan aluminium dan brass.
Hal ini disebabkan karena alat yang digunakan dalam keadaan tidak bagus atau rusak
sehingga terjadi perbedaan yang sangat besar.
Terdapat beberapa hasil minus pada beberapa besaran untuk setiap bahan.
Nilai temperatur yang didapat juga tidak konstan atau tidak stabil. Hal ini disebabkan
karena alat-alat yang digunakan pada percobaan ini mengalami sedikit masalah,
sehingga berpengaruh pada tingkat keakuratan dalam pengukuran temperatur dan
kuat arus. Selain itu, pada proses praktikum tidak menggunakan alat HT10X Heat
Transfer Service Unit dikarenakan alat rusak, sehingga menggunakan Power supply
untuk menghasilkan daya agar nilai temperatur bisa di peroleh.
Gambar 3.2.1 merupakan hubungan antara voltage (V) dan laju alir kalor (Q) pada
masing-masing lempengan, diantaranya : aluminium, brass, dan stainless steel.

6
5
4

Laju Aliran Qalor, Q (Watt) 3

Steinless steel
Aluminium

Brass
1
0

Voltage (V)

Gambar 3.2.1 Grafik Hubungan antara voltage dan laju alir kalor pada masingmasing lempengan.
Berdasarkan gambar 3.2.1, untuk setiap bahan (aluminium, brass dan stainless
steel), dapat dilihat bahwa voltage (V) berbanding lurus dengan laju alir kalor (Q).
Dimana hal ini dapat dilihat bahwa semakin besar voltage yang digunakan maka akan
semakin besar pula laju alir kalor yang dihasilkan. Hubungan ini sesuai dengan
persamaan penentuan laju aliran kalor, yaitu Q = V x I . Dari persamaan tersebut juga
di dapat hubungan antara Q dengan V, dimana harga Q sebanding dengan harga V. Ini
berarti setiap kenaikan voltage akan menyebabkan terjadinya kenaikan laju aliran
kalor juga. Akan tetapi nilai overall heat transfer coefficient (U) berbanding terbalik
dengan laju alir kalor maupun voltage, dimana semakin meningkan voltage yang
diberikan maka nilai overall heat transfer coefficient (U) semakin menurun. Dalam
percobaan juga dapat dilihat bahwa nilai overall heat transfer coefficient (U) negative
(-), hal ini disebabkan karena perubahan temperatur yang tidak stabil.
Gambar 3.2 merupakan hubungan antara voltage (V) dan overall heat transfer
coefficient (U) pada masing-masing lempengan, diantaranya : aluminium, brass, dan
stainless steel.

0
-50
-100

Overall Heat Transfer Coefficient (U)

-150

Stainless Steel
Aluminium

-200

Brass

-250
-300

Voltage (V))

Gambar 3.2 Grafik Hubungan antara voltage dan laju overall heat transfer coefficient
pada masing-masing lempengan.
Berdasarkan gambar 3.2, untuk setiap bahan (aluminium, brass dan stainless
steel), dapat dilihat bahwa overall heat transfer coefficient (U) berbanding lurus
dengan voltage maupun laju alir kalor, dimana semakin besar voltage yang diberikan
maka nilai overall heat transfer coefficient (U) semakin naik. Pada percobaan yang
dilakukan digunakan 2 variasi alat yaitu HT11 Linier Heat Conduction Accessory dan
HT12 Radial Heat Conduction Accessory. Perbedaan pada alat ini adalah pada alat
HT11 Linier Heat Conduction Accessory dapat digunakan beberapa contoh
lempengan konduktor sehingga dapat diketahui apakah lempengan tersebut dapat
menyerap kalor dengan baik atau tidak. HT11 Linier Heat Conduction Accessory
lebih mudah digunakan karena lebih praktis untuk menggunakan lempenganlempengan konduktor. Lempengan-lempengan konduktor tersebut dapat ditukar
dengan lempengan yang lain sehingga dapat diketahui laju alir kalor dan overall heat
transfer coefficient (U) dari setiap lempengan.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1

Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1 Laju aliran kalor rata rata yang diperoleh dengan bahan brass, steinless steel
dan aluminium yaitu 0,01018 Watt . Sedangkan pada alat HT12 laju aliran
2

kalor rata rata yang diperoleh adalah 0,01018 Watt.


Overall heat transfer coefficient yang diperoleh dengan lempengan
aluminium yaitu -5.53989 W/m2oC. Pada lempengan brass Overall heat
transfer coefficient yang diperoleh -93,707W/m2 oC. Sedangkan pada bahan
stainless stell Overall heat transfer coefficient yang diperoleh -7,82592 W/m2
o

C, dan Sedangkan pada alat HT12 adalah -36,8917W/moC.


Bahan steinless steel merupakan bahan yang paling baik dalam mengalirkan
kalor dibandingkan dengan brass dan aluminium.

4.2

Saran
Sebaiknya alat yang digunakan pada percobaan tersebut harus benar-benar

efisien, agar hasil yang diperoleh lebih akurat dan sesuai terhadap literature yang ada.

LAMPIRAN PERHITUNGAN
A. Perhitungan
Xhot = 0,0375 m
Xint = 0,030 m
Xcold = 0,0375 m
D = 0,025 m

1. Pengolahan data untuk bahan brass pada voltase 1 V, dengan kuat arus (I) =
0,0007 A
Heat Flow
Q =VxI
= 1 V x 0,0007A
= 0.0007 Watt
Cross sectional area
2
D
A=
4

( 3,14 ) (0,025 m)2


4

= 0.00049 m2
Temperature difference in heated section
Thot = T1 T3
= 32,2oC 32,5 oC
= -0,3 oC
Conductivity in heated section
X hot Q
K hot =
A T hot
K hot =

0,0375 0,0007
0,00049 0,3

= -0,1783493 W/moC
Temperature difference in cooled section
Tcold = T6 T8
= 31,3oC 31,4oC
= -0,1oC
Conductivity in cooled section
X cold Q
K cold=
A T cold
K cold=

0,0375 0,0007
0,000490,1

= -0.53503W/moC
Temperature at hotface of specimen
( T 2T 3 )
T hotface=T 3
2
32,5

( 32,3532,5 )
2

= 32,575 oC

Temperature at coldface of specimen


( T 6T 7 )
T coldface =T 6 +
2
31,3+

(31,331,2 )
2

= 31,35 oC
Temperature difference across specimen
Tint = T4 T5
= 31,7oC 31,5 oC
= 0,2 oC
Conductivity in intermediate section
A T
X Q

K
0,030 0,0007

= 0,00049 0,2
K

= 0,214013 W/moC
+ K cold
1
K hot + K
3
K ratarata =
(0,1783439+0 , 2140130,53503)

= -0,214013 W/moC
Overall Heat Transfer Coefficient
Q
U=
A(T 8T 1)

1
3

0,0007
0,00049 (31,432,2)

= -1,78344 W/m2 oC
Untuk mencari data-data selanjutnya dapat digunakan cara seperti diatas.

2. Pengolahan data untuk bahan Aluminium pada voltase 1 V dengan kuat arus
(I) = 0,0007A
Heat Flow
Q =VxI
= 1 V x 0,0007A
= 0.0007 Watt
Cross sectional area
2
D
A=
4

( 3,14 ) (0,025 m)2


4

= 0.00049 m2
Temperature difference in heated section
Thot = T1 T3
= 35,3oC 35,1 oC
= 0,2oC
Conductivity in heated section
X hot Q
K hot =
A T hot
K hot =

0,0375 0,0007
0,00049 0,2

= 0,267516W/moC
Temperature difference in cooled section
Tcold = T6 T8
= 31,1oC 31,2oC
= -0,1oC
Conductivity in cooled section
X cold Q
K cold=
A T cold
K cold=

0,0375 0,0007
0,000490,1

= -0,53503W/moC
Temperature at hotface of specimen
( T 2T 3 )
T hotface=T 3
2
35,1

( 35,235,1 )
2

= 35,05oC

Temperature at coldface of specimen


( T 6T 7 )
T coldface =T 6 +
2
31,1+

( 31,131,1 )
2

= 31,1oC
Temperature difference across specimen
Tint = Thotface Tcoldface
= 35,05oC 31,1oC
= 3,95oC
Conductivity in intermediate section
A T
X Q

K
0,030 0,0007

= 0,00049 3,95
K

= 0,010836W/moC
+ K cold
1
K hot + K
3
K ratarata =
(0,267516+ 0,0108360,53503)

= -0,08556W/moC
Overall Heat Transfer Coefficient
Q
U=
A(T 8T 1)

1
3

0,0007
0,00049 (31,235,3)

= -0,34799W/m2 oC
Untuk mencari data-data selanjutnya dapat digunakan cara seperti diatas.

3. Pengolahan data untuk bahan Steinless steel pada voltase 1V dengan kuat arus
(I) = 0,0007 A
Heat Flow
Q =VxI
= 1V x 0,0007A
= 0,0007 Watt
Cross sectional area
2
D
A=
4

( 3,14 ) (0,025 m)2


4

= 0,00049 m2
Temperature difference in heated section
Thot = T1 T3
= 34,8oC 33,4 oC
= 0,4oC
Conductivity in heated section
X hot Q
K hot =
A T hot
K hot =

0,0375 0,0007
0,00049 0,4

= 0,133758 W/moC
Temperature difference in cooled section
Tcold = T6 T8
= 31,6oC 31,3 oC
= 0,3oC
Conductivity in cooled section
X cold Q
K cold=
A T cold
K cold=

0,0375 0,0007
0,00049 0,3

= 0,178344 W/moC
Temperature at hotface of specimen
( T 2T 3 )
T hotface=T 3
2
34,4

( 34,634,4 )
2

= 34,3oC

Temperature at coldface of specimen


( T 6T 7 )
T coldface =T 6 +
2
31,6+

( 31,630,7 )
2

= 32,05 oC
Temperature difference across specimen
Tint = Thotface Tcoldface
= 34,3 oC 32,05 oC
= 2,25oC
Conductivity in intermediate section
A T
X Q

K
0,03 0,0007

= 0,00049 2,25
K

= 0,019023 W/moC
+ K cold
1
K hot + K
3
K ratarata =
(0,133758+ 0,019023+ 0,178344)
= 0,110375 W/moC

Overall Heat Transfer Coefficient


Q
U=
A(T 8T 1)

0,0007
0,00049 (31,334,8)

= -0,40764 W/m2 oC

1
3

Untuk mencari data-data selanjutnya dapat digunakan cara seperti diatas.

DAFTAR PUSTAKA
Geankoplis, CJ.1987. Transport Processes and Unit Operations. 3rd edition. Eastern
Economy Edition. Prentice-Hall of India Private Ltd. New Delhi, India.
Gerald, C.F. 2005. Applied Numerical Analysis. Addison-Wesley Publishing
Company.
Kreith, F. 2005. Principles Heat Transfer. Harper & Row Publisher.
Mc.Cabe, W.L, Smith, JC, Harriot, P. 1999. Operasi teknik Kimia. Ed. 4. Jilid 1
Jakarta: Erlangga.
Tim Laboratorium Dasar Proses dan Operasi Pabrik Program Studi D-III Teknik
Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau. 2016. Penuntun Praktikum Operasi
Teknik Kimia I. Pekanbaru

Вам также может понравиться