Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
riwayat penyakit paru yang mendasari sebelumnya, umumnya pada individu sehat, dewasa
muda, tidak berhubungan dengan aktivitas fisik yang berat tetapi justru terjadi pada saat
istrahat dan sampai sekarang belum diketahui penyebabnya.(3)
Dari kata primer ini dapat diketahui penyebab dari pneumotoraks belum diketahui secara
pasti, banyak penelitian dan teori telah dikemukakan untuk mencoba menjelaskan tentang apa
sebenarnya penyebab dasar dari tipe pneumotoraks ini. Ada teori yang menyebutkan,
disebabkan oleh faktor konginetal yaitu terdapatnya bula pada subpleura viseral yang suatu
saat akan pecah akibat tingginya tekanan intra pleura, sehingga menyebabkan terjadinya
pneumotoraks. Bula subpleura ini dikatakan paling sering terdapat pada bagian apeks paru
dan juga pada percabangan trakeobronkial.(2)
Pneumotoraks trauma adalah pneumotoraks yang disebabkan oleh trauma yang secara
langsung mengenai dinding dada, bisa disebabkan oleh benda tajam seperti pisau atau
pedang, dan juga bisa disebabkan oleh benda tumpul.
Mekanisme terjadinya pneumotoraks pada trauma tumpul yaitu akibat terjadinya peningkatan
tekanan pada alveolar secara mendadak, sehingga menyebabkan alveolar menjadi ruptur
akibat kompresi yang ditimbulkan oleh trauma tumpul tersebut. Pecahnya alveolar akan
menyebabkan udara menumpuk pada pleura visceral. Menumpuknya udara terus menerus
akan menyebabkan pleura visceral ruptur atau robek sehingga menimbulkan pneumotorak.
Mekanisme terjadinya pneumotoraks pada trauma tajam disebabkan oleh penetrasi benda
tajam tersebut pada dinding dada dan merobek pleura parietal dan udara masuk melalui luka
tersebut ke dalam rongga pleura sehingga terjadi pneumotoraks.
mengusahakan penutupan fistula dengan cara memasukkan darah atau glukosa hipertonis
kedalam rongga pleura sebagai pleurodesi. Ada juga para ahli yang mengobati pneumotoraks
terbuka dengan memasang WSD disertai penghisap terus menerus.
Biasanya ditemukan anamnesis yang khas, yaitu rasa nyeri pada dada seperti ditusuk, disertai
sesak nafas dan kadang-kadang disertai dengan batuk-batuk. Rasa nyeri dan sesak nafas ini
makin lama dapat berkurang atau bertambah hebat. Berat ringannya perasaan sesak nafas ini
tergantung dari derajat penguncupan paru dan apakah paru dalam keadaan sakit atau tidak.
Pada penderita dengan COPD, pneumotoraks yang minimal sekali pun akan menimbulkan
sesak nafas yang hebat. Sakit dada biasanya datang tiba-tiba seperti ditusuk-tusuk ditempat
pada sisi paru yang terkena. Rasa sakit bertambah waktu bernafas dan batuk. Sakit dada
biasanya akan berangsur-angsur hilang dalam waktu satu sampai empat hari. Batuk-batuk
biasanya merupakan keluhan yang jarang bila tidak disertai penyakit paru lain. Biasanya
tidak berlangsung lama dan tidak produktif. Keluhan-keluhan tersebut di atas dapat terjadi
bersama-sama atau sendiri-sendiri, bahkan ada penderita pneumotoraks yang tidak
mempunyai keluhan sama sekali. Pada penderita pneumotoraks ventil, rasa nyeri dan sesak
nafas ini makin lama makin hebat, penderita gelisah, sianosis, akhirnya dapat mengalami
syok karena gangguan aliran darah akibat penekanan udara pada pembuluh darah di
mediastinum.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan Rontgen foto toraks. Pada rontgen foto
toraks P.A akan terlihat garis penguncupan paru yang halus seperti rambut. Apabila
pneumotoraks disertai dengan adanya cairan di dalam rongga pleura, akan tampak gambaran
garis datar yang merupakan batas udara. Sebaiknya rontgen foto toraks dibuat dalam keadaan
ekspirasi maksimal.
Keadaan pneumotoraks terbuka ini tersering disebabkan oleh adanya penetrasi langsung dari
benda tajam pada dinding dada penderita sehingga menimbulkan luka atau defek pada
dinding dada. Dengan adanya defek tersebut yang merobek pleura parietal, sehingga udara
dapat masuk ke dalam rongga pleura. Terjadinya hubungan antara udara pada rongga pleura
dan udara dilingkungan luar menyebabkan samanya tekanan pada rongga pleura dengan
udara di diatmosper. Jika ini didiamkan akan sangat membahayakan pada penderita. Akibat
masuknya udara lingkungan luar kedalam rongga pleura ini, jika berlangsung lama kolaps
paru tak terhindarkan, dan berlanjut gangguan ventilasi dan perfusi oksigen ke jaringan
berkurang sehingga menyebabkan sianosis sampai distress respirasi.
Suatu pneumotoraks yang merupakan salah satu kegawat daruratan pada cedera dada.
Keadaan ini terjadi akibat kerusakan yang menyebabkan udara masuk kedalam rongga pleura
dan udara tersebut tidak dapat keluar, keadaan ini disebut dengan fenomena ventil (one way
valve). Udara yang terjebak didalam rongga pleura menyebabkan tekanan intrapleura
meningkat, akibatnya terjadi kolaps pada paru-paru, hingga menggeser mediastinum ke
bagian paru-paru kontralateral, penekanan pada aliran vena balik sehingga terjadi hipoksia.
Banyak literatur masih memperdebatkan efek dari pneumotoraks dapat menyebabkan
terjadinya kolaps pada sistem kardiovaskular. Dikatakan adanya pergeseran pada
mediastinum menyebabkan juga penekanan pada vena kava anterior dan superior, disebutkan
juga hipoksia menjadi dasar penyebabnya. Hipoksia yang memburuk menyebabkan
terjadinya resitensi terhadap vaskular dari paru-paru yang diakibatkan oleh vasokonstriksi.
Jika gejala hipoksia tidak ditangani secepatnya, hipoksia ini akan mengarah pada keadaan
asidosis, kemudian disusul dengan menurunnya cardiac output sampai akhirnya terjadi
keadaan henti jantung.
Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang terdapat
antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang telah diketahui,
dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi, volume toraks bertambah besar
karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu
sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan
interkostalis eksternus mengangkat iga-iga.
Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas
dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada
turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume
toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun
tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik,
sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi
sama kembali pada akhir ekspirasi.
Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi
membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 m). Kekuatan pendorong
untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan
parsial oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu
oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami
penurunan sampai sekiktar 103 mmHg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi berdasarkan
fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan udara dalam ruangan saluran udara dan dengan
uap air. Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah dan alveolus yang jauh lebih rendah
menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam alveolus. Karbondioksida ini kemudian
dikeluarkan ke atmosfir.
Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen di kapiler darah
paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total waktu kontak selama 0,75
detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru normal memiliki cukup cadangan waktu
difusi. Pada beberapa penyakit misal fibosis paru, udara dapat menebal dan difusi melambat
sehingga ekuilibrium mungkin tidak lengkap, terutama sewaktu berolahraga dimana waktu
kontak total berkurang. Jadi, blok difusi dapat mendukung terjadinya hipoksemia, tetapi tidak
diakui sebagai faktor utama.