Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
2. Alat gerak biasanya tidak berfungsi. Sehingga penderita tidak dapat menggerakan
lengan, berdiri diatas satu tungkai atau menggenggam tangan.
3. Darah merembes dari tulang yang patah, dan masuk ke dalam jaringan di
sekitarnya atau keluar dari luka akibat cedera.
4. Suara krepitasi dapat menjadi kepastian fraktur.
2.5 Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2001) antara lain:
2.5.1 komplikasi awal fraktur antara lain:
1. syok
Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak kehilangan darah
eksternal maupun yang tidak kelihatan yang biasa menyebabkan penurunan
oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi
pada fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis dan vertebra.
2. sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam pembuluh darah karena
tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin
yang di lepaskan oleh reaksi stress pasien akan memobilisasi asam lemak dan
memudahkan terjadinya globula lemak pada aliran darah.
3. sindrom kompartement
Sindrom kompartemen ditandai oleh kerusakan atau destruksi saraf dan pembuluh
darah yang disebabkan oleh pembengkakan dan edema di daerah fraktur. Dengan
pembengkakan interstisial yang intens, tekanan pada pembuluh darah yang menyuplai
daerah tersebut dapat menyebabkan pembuluh darah tersebut kolaps. Hal ini
menimbulkan hipoksia jaringan dan dapat menyebabkan kematian syaraf yang
mempersyarafi daerah tersebut. Biasanya timbul nyeri hebat. Individu mungkin tidak
dapat menggerakkan jari tangan atau kakinya. Sindrom kompartemen biasanya terjadi
pada ekstremitas yang memiliki restriksi volume yang ketat, seperti lengan.resiko
terjadinya sinrome kompartemen paling besar apabila terjadi trauma otot dengan
patah tulang karena pembengkakan yang terjadi akan hebat. Pemasangan gips pada
ekstremitas yang fraktur yang terlalu dini atau terlalu ketat dapat menyebabkan
peningkatan di kompartemen ekstremitas, dan hilangnya fungsi secara permanen atau
hilangnya ekstremitas dapat terjadi. (Corwin: 2009).
4. Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma biasanya ditandai dengan tidak ada nadi, CRT
menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas
yang disbabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit,
tindakan reduksi, dan pembedahan.
5. Avaskuler nekrosis (AVN)
terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bias menyebabkan
nekrosis tulang dan di awali dengan adanya Volkmans Ischemia (Smeltzer dan Bare,
2001).
6. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic
infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada
kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam
2.5.2
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseuardoarthrosis. Banyak keadaan yang merupakan faktor predisposisi
dari nonunion, diantaranya adalah reduksi yang tidak benar akan menyebabkan
bagian-bagian tulang yang patah tetap tidak menyatu, imobilisasi yang kurang tepat
baik dengan cara terbuka maupun tertutup, adanya interposisi jaringan lunak
(biasanya otot) diantara kedua fragmen tulang yang patah, cedera jaringan lunak yang
sangat berat, infeksi, pola spesifik peredaran darah dimana tulang yang patah tersebut
dapat merusak suplai darah ke satu atau lebih fragmen tulang.
2.6 Jenis fraktur
1. Patah tulang tertutup, tidak menyebabkan robekan kulit.
2. Patah tulang terbuka(patah tulang majemuk). Tulang yang patah tampak dari luar
karena tulang telah menembus kulit dan kulit mengalami robekan, dan mudah untuk
terjadi infeksi.
Grade 1: luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya
Grade 2 luka lebih luas tanpa keursakan jaringan lunak ekstensif
Grade 3, sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak
ekstensif, merupakan yang paling berat.
3. Patah tulang kompresi.
Merupakan akibat dari tenaga yang menggerakkan sebuah tulang melawan tulang
lainnya atau tenaga yang menekan melawan panjangnya tulang.
4. Patah tulang karena tergilas. Tenaga yang sangat hebat menyebabkan beberapa
retakan sehingga terjadi beberapa pecahan tulang.
5. Patah tulang avulse, disebabkan kontraksi yang kuat, sehingga menarik bagian
tulang tempat tendon otot tersebut melekat. Paling sering terjadi pada bahu dan
lutut, tetapi bisa juga terjadi pada tungkai dan tumit.
6. Patah tulang patologis. Terjadi jika sebuah tumor telah tumbuh dalam tulang dan
menyebabkan tulang menjadi rapuh.
2.7 Pengelolaan klien fraktur
Persiapan klien meliputi 2 keadaan berbeda, yang pertama tahap pra hospital, dimana
seluruh kejadian idealnya berlangsung dalam koordinasi dengan dokter di RS. Fase kedua
adalah fase RS (in hospital), dimana dilakukan persiapan untuk menerima klien sehingga
dapat dilakukan resusitasi dalam waktu cepat.
1. Tahap Pra-RS
Koordinasi yang baik antara dokter di RS denganpetugas lapangan akan
menguntungkan klien. Sebaiknya RS sudah diberitahukan sebelum klien
diangkat dari tempat kejadian. Yang harus diperhatikan adalah menjaga airway,
breathing, control perdarahan dan syok, imobilisasi klien dan pengiriman RS
terdekat ya ng cocok, sebaiknya ke pusat trauma. Harus diusahakan untuk
mengurangi waktu tanggap (respons time). Jangan sampai terjadi bahwa semakin
tinggi tingkatan paramedic semakin lama klien berada di TKP. Saat klien dibawa
ke RS harus ada data tentang waktu kejadian, sebab kejadian, riwayat klien dari
mekanisme kejadian dapat menerangkan jenis perlukaan dan jenis perlukaan.
2. Fase RS
Saat klien berada di RS segera dilakukan survai primer dan selanjutnya
dilakukan resusitasi dengan cepat dan tepat.
2.8 penanganan
1. Trauma tulang belakang
Imobilisasi harus segera dilakukan untuk mencegah paralisis seumur hidup bahkan
kematian. Mempersiapkan klien dalam papan spinal harus adekuat. Harus diingat
beberapa mekanisme dari luka seperti jatuh dari ketinggian dan mendarat dengan
kedua kaku dapat menyebabkan fraktur lumbal karena semua beban terlokalisir di
tulang belakang.
2. Trauma pelvis
Terjadi karena lalu lintas atau jatuh dari ketinggian. Pemeriksaan klien didapatkan
tekanan keras pada tulang iliaka, tulang panggul dan pubis. Potensi perdarahan serius
maka syok harus selalu dipikirkan dan pasien harus segera dikirim dengan papan
spinal.
3. Trauma femur
Biasanya patah pada sepertiga tengah, pada orang tua patah pangkal tulang
paha(collum femoris). Fraktur dapat menjadi terbuka dan kalau hal ini terjadi harus
ditangani sebagai fraktur terbuka, fraktur femur bilateral dapat menyebabkan
kehilangan sampai 50 % volume sirkulasi darah. Fraktur femur dapat dilakukan
imobilisasi sementara dengan menggunakan traksi splint, karena menarik bagian
distal tungkai di atas kulit pergelangan kaki. Cara paling sederhana dengan
menggunakan bidai kayu yang diletakkan sepanjang tulang panjang diantara dua
sendi.
4. Trauma pangkal paha dan sendi panggul
Nyeri harus dianggap sebagai fraktur sampai ronten membuktikan sebaliknya. Pada
fraktur jenis ini, rasa sakit dapat ditolelir dan kadang-kadang diabaikan.
5. Dislokasi panggul
Adalah kasus emergency ortopedi dan harus dilakukan reduksi secepatnya untuk
mencegah trauma nervus ischiadikus atau nekrosis pada kaput femur akibat
terganggunya peredaran darah.
6. Trauma lutut
Fraktur dan dislokasi didaerah ini sangat serius, karena arteri berada dibawah dan
diatas dari persendian lutut dan bisa terjadi laserasi apabila persendian tersebut tidak
dalam keadaan normal.
7. Trauma tibia dan fibula
Pembidian meliputi tungkai bawah, lutut dan angkle.
8. Trauma bahu, trauma klavikula
Dapat terjadi patah tulang humerus bagian atas yang dapat menyebabkan kerusakan n.
radialis, gejalanya ketidakmampuan klien untuk mengangkat tangan. Modifikasi spika
bahu(gips klavikula) atau balutan berbentuk angka delapan atau strap klavikula dapat
didipergunakan untuk mereduksi fraktur ini, menarik
nafas harus melindungi vertebra servikal karena kemungkinan patahnya tulang servikal
harus selalu diperhitungkan. Dalam hal ini dapat dilakukan chin lift, tetapi tidak boleh
mengakibatkan hiperekstensi leher. Cara melakukan chinlift dengan menggunakan jarijari satu tangan yang diletakan dibawah mandibula, kemudian mendorong dagu ke
anterior. Ibu jari tangan yang sama sedikit menekan bibir bawah untuk membuka mulut
dan jika diperlukan ibu jari dapat diletakkan didalam mulut dibelakang gigi seri untuk
mengangkat dagu. Jaw trust juga merupakan tekhnik untuk membebaskan jalan nafas.
Tindakan ini dilakukan oleh dua tangan masing-masing satu tangan dibelakang angulus
mandibula dan menarik rahang ke depan. Bila tindakan ini dilakukan memakai face-mask
akan dicapai penutupan sempurna dari mulut sehingga dapat dilakukan ventilasi yang
baik. Jika kesadaran klien menurun pembebasan jalan nafas dapat dipasang guedel (oropharyngeal airway) dimasukkan kedalam mulut dan diletakkan dibelakang lidah. Cara
terbaik adalah dengan menekan lidah dengan tongue spatol dan mendorong lidah
kebelakang, karena dapat menyumbat fariks. Pada klien sadar tidak boleh dipakai alat ini,
karena dapat menyebabkan muntah dan terjadi aspirasi. Cara lain dapat dilakukan dengan
memasukkan guedel secara terbalik sampai menyentuh palatum molle, lalu alat diputar
180o dan diletakkan dibelakang lidah. Naso-Pharyngeal airway juga merupakan salah satu
alat untuk membebaskan jalan nafas. Alat ini dimasukkan pada salah satu lubang hidung
yang tidak tersumbat secara perlahan dimasukkan sehingga ujungnya terletak di fariks.
Jika pada saat pemasangan mengalami hambatan berhenti dan pindah kelubang hidung
yang satunya. Selama memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus diperhatikan bahwa
tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi leher.
B. Breathing
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang terjadi
pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbondioksida
dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan
diafragma. Dada klien harus dibuka untuk melihat pernafasan yang baik. Auskultasi
dilakukan untuk memastikan masuknya udara ke dalam paru. Perkusi dilakukan untuk
menilai adanya udara atau darah dalam rongga pleura. Inspeksi dan palpasi dapat
mengetahui kelainan dinding dada yang mungkin mengganggu ventilasi. Evaluasi
kesulitan pernafasan karena edema pada klien cedera wajah dan leher. Perlukaan yang
mengakibatkan gangguan ventilasi yang berat adalah tension pneumothoraks, flail chest
dengan kontusio paru, open pneumothoraks dan hemathotoraks massif. Jika terjadi hal
yang demikian siapkan klien untuk intubasi trakea atau trakeostomi sesuai indikasi.
C. Circulation
Control pendarahan vena dengan menekan langsung sisi area perdarahan bersamaan
dengan tekanan jari pada arteri paling dekat dengan area perdarahan. Kaji tanda-tanda
syok yaitu penurunan tekanan darah, kulit dingin, lembab dan nadi halus. Darah yang
keluar berkaitan dengan fraktur femur dan pelvis. Pertahankan tekanan darah dengan
infuse IV, plasma. Berikan transfuse untuk terapi komponen darah sesuai ketentuan
setelah tersedia darah. Berikan oksigen karena obstruksi jantung paru menyebabkan
penurunan suplai oksigen pada jaringan menyebabkan kolaps sirkulsi. Pembebatan
ekstremitas dan pengendalian nyeri penting dalam mengatasi syok yang menyertai
fraktur.
D. Disability/evaluasi neurologis
Dievalusai keadaan neurologisnya secara cepat, yaitu tingkat kesadaran ukuran dan reaksi
pupil. Penurunan kesadaran dapat disebabkan penurunan oksigen atau penurunan perfusi
ke otak atau perlukaan pada otak.
Perubahan kesadaran menuntutu dilakukannya pemeriksaan terhadap keadaan ventilasi,
perfusi dan oksigenasi.
E. Exporsure/ control lingkungan
Pada saat tiba di RS, seluruh pakaian yang dikenakan klien harus dibuka, untuk
mengevaluasi klien. Setelah pakaian dibuka, penting untuk menjaga klien agar tidak
kedinginan, harus diberikan selimut hangat dan diberikan cairan intravena yang sudah
dihangatkan.
Pemeriksaan tambahan pada pasien dengan trauma muskuloskeletal seperti fraktur adalah
imobilisasi patah tulang dan pemeriksaan radiologi
1. Imobilisasi Fraktur
Tujuan Imobilisasi fraktur adalah meluruskan ekstrimitas yang cedera dalam posisi
anatomis mungkin dan mencegah gerakan yang berlebihan pada daerah fraktur. hal ini
akan tercapai dengan melakukan traksi untuk meluruskan ekstrimitas dan dipertahankan
dengan alat imobilisasi. pemakaian bidai yang benar akan membantu menghentikan
pendarahan, mengurangi nyeri, dan mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut.
Imobilisasi harus mencakup sendi diatas dan di bawah fraktur. Fraktur femur dilakukan
imobilisasi sementara dengan traction splint. Traction splint menarik bagian distal dari
pergelangan kaki atau melalui kulit. Di proksimal traction splint didorong ke pangkal
paha melalui ring yang menekan bokong, perineum dan pangkal paha. Cara paling
sederhana dalam membidai tungkai yang trauma adalah dengan tungkai sebelahnya.
pada cedera lutut pemakaian long leg splint atau gips dapat membantu kenyamanan dan
stabilitas. Tungkai tidak boleh dilakukan imobilisasi dalam ekstensi penuh. Fraktur tibia
sebaiknya dilakukan imobilisasi dengan cardboard atau metal gutter, long leg splint. jika
tersedia dapat dipasang gips dengan imobilisasi meliputi tungkai bawah, lutut, dan
pergelangan kaki.
2. Pemeriksaan Radiologi
Umumnya pemeriksaan radiologis pada trauma skeletal merupakan bagian dari survey
sekunder. jenis dan saat pemeriksaan radiologis yang akan dilakukan ditentukan oleh
hasil pemeriksaan, tanda klinis, keadaan hemodinamik, serta mekanisme trauma. foto
pelvis AP perlu dilakukan sedini mungkin pada pasien multitrauma tanpa kelainan
2.9.2
hemodinamik dan pada pasien dengan sumber pendarahan yang belum dapat ditentukan.
Survai skunder
1. Kaji riwayat trauma, mengetahui riwayat trauma, karena penampilan luka kadang
tidak sesuai dengan parahnya cidera, jika ada saksi seseorang dapat menceritakan
kejadiannya sementara petugas melakukan pemeriksaan klien.
2. Kaji seluruh tubuh dengan pemeriksaan fisik dari kepala sampai kaku secara
sistematis, inspeksi adanya laserasi bengkak dan deformitas.
3. Kaji kemungkinan adanya fraktur multiple:
a. Trauma pada tungkai akibat jatuh dari ketinggian sering disertai dengan trauma
pada lumbal
b. Trauma pada lutut saat pasien jatuh dengan posisi duduk dapat disertai dengan
trauma panggul
c. Trauma lengan sering menyebabkan trauma pada siku sehingga lengan dan siku
harus dievakuasi bersamaan.
d. Trauma proksimal fibula dan lutut sering menyebabkan trauma pada tungkai
4.
5.
6.
7.
bawah.
Kaji adanya nyeri pada area fraktur dan dislokasi
Kaji adanya krepitasi pada area fraktur
Kaji adanya perdarahan dan syok terutama pada fraktur pelvis dan femur.
Kaji adanya sindrom kompartemen, fraktur terbuka, tertutup dapat menyebabkan
perdarahan atau hematoma pada daerah yang tertutup sehingga menyebabkan
penekanan saraf.
8. Kaji TTV secara continue.
2.10 Diagnosa keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan b.d diskontinuetas tulang