Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TESIS
MILIATER SIMALANGO
NPM 0606006431
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM PASCASARJANA
JAKARTA
DESEMBER 2008
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh:
Nama
:
NPM
:
Program Studi
:
Judul Tesis
:
Miliater Simalango
0606006431
Ilmu Hukum
Penggunaan Gugatan Class Action
Dalam Rangka Perlindungan Konsumen
(Studi Kasus Putusan Pengadilan Atas
Gugatan Perwakilan Kelompok Korban
Tabrakan Kereta Api Tanggal 25
Desember 2001 di Brebes.)
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Dr. Inosentius Samsul, S.H., M.H.
(............................)
Penguji
Penguji
(............................)
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal
KATA PENGANTAR
Pertama-tama penulis mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan
Yang Maha Kuasa, karena atas berkat, kasih dan karuniaNya-lah, penulis dapat
menyelesaikan tesis ini.
Penulis sangat menyadari bahwa tesis ini dapat terselesaikan berkat
bantuan, dukungan, partisipasi dan bimbingan dari berbagai pihak.Oleh karena itu
sudah pada tempatnya dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
yang tulus dan sedalam-dalamnya terutama kepada Bapak Dr. Inosentius Samsul,
SH.,MH., yang telah meluangkan waktu dan dengan sabar membimbing,
mengarahkan dan mendorong penulis agar segera menyelesaikan tesis ini.
Ungkapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada Bapak Sudaryatmo
Public Interest Lawyer Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) atas
kesediaanya meluangkan waktu untuk memberikan informasi dan data kepada
penulis berkaitan dengan pelaksanaan isi putusan pengadilan atas gugatan class
action korban tabrakan kereta api tanggal 25 Desember 2001 di Brebes. Kepada
Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mendapatkan
data dan informasi mengenai perkara-perkara gugatan class action, penulis juga
tak lupa menyampaikan terima kasih.
Penulis juga menyampaikan terima kasih yang tulus kepada rekan-rekan
kerja penulis di kantor Suyanto Simalango Patria & Partners, atas pengertian dan
dorongan semangat serta fasilitas yang diberikan selama penulis mengikuti studi
program fasca sarjana di Universitas Indonesia sampai dengan selesainya tesis ini.
Secara khusus penulis juga menyampaikan rasa syukur dan terima kasih
kepada istri penulis Farini Dwiningsih yang senantiasa dan tiada henti-hentinya
memberikan dorongan dan perhatian sehingga penulis tetap semangat dan terpacu
untuk segera meneruskan dan menyelesaikan penulisan tesis ini. Demikian juga
buat anak-anak penulis Rizky Falita Simalango dan Putra Permata Hasiholan
Simalango yang secara tidak langsung memberikan semangat dan inspirasi kepada
penulis untuk melanjutkan pendidikan pascasarjana ini. Semoga hasil yang
dicapai ini dapat berguna dan menjadi pendorong semangat di masa yang akan
datang.
Penulis menyadari bahwa keterbatasan kemampuan dan waktu jualah
sehingga tesis ini masih jauh dari sempurna dan banyak kekurangannya. Oleh
karena itu, dengan segala kerendahana hati, kritik dan saran dari berbagai pihak,
senantiasa penulis harapkan demi penyempurnaan tesis ini.
ii
: Miliater Simalango
: 0606006431
: Ilmu Hukum
: Hukum
: Tesis
Dibuat di
: Jakarta
Pada tanggal : 5 Januari 2009
Yang menyatakan,
(Miliater Simalango)
ABSTRAK
Dalam hukum positif Indonesia, gugatan class action baru diakui sejak
tahun 1997 melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Setelah undang-undang ini, tercatat ada 3 (tiga) UndangUndang yang secara eksplisit mengakui mengenai gugatan class action yaitu
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi, dan UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Saat ini penerapan
penggunaan mekanisme gugatan class action baru diatur dalam Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002.
Dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2002 diatur bahwa wakil kelas tidak
memerlukan surat kuasa dari anggota kelompok dalam mengajukan gugatan di
pengadilan. Ketentuan ini pada umumnya menjadi salah satu peluang bagi
tergugat untuk mengajukan keberatan terhadap penggunaan mekanisme gugatan
class action, dengan alasan dalam hukum acara perdata yaitu HIR yang
kedudukannya setingkat undang-undang ditentukan bahwa untuk bertindak di
pengadilan mewakili orang/pihak lain, maka harus ada surat kuasa khusus dari
pihak yang diwakilinya.
Dalam gugatan class action yang diajukan oleh korban tabrakan kereta api
di Brebes tanggal 25 Desember 2001, pengadilan dengan tegas telah mengakui
kedudukan para penggugat selaku wakil kelas dan telah mengadili perkara dengan
menggunakan mekanisme gugatan class action.
ABSTRACT
In positive law in Indonesia, class action is just admitted since 1997
through law No. 23 Year 1997 concerning Live Environment Management. After
this law, there are three (3) laws explicitly acknowledge concerning class action,
those are Law Number 8 Year 1999 concerning Customers Protection, Law
Number 18 Year 1999 concerning Construction Service, and Law Number 41
Year 1999 concerning Forestry. This time, the application of class action
mechanism is regulated through Supreme Court Regulation Number 1 Year 2002.
In PERMA Number 1 Year 2002 regulated that class representative does
not need power of attorney from group members applying law suit in court. This
stipulation generally has become one of opportunities for defendant to apply
objection for the use of class action mechanism, with the reason civil law is HIR
has a position as a level as law determined that to act in court represent by other
parties, so power of attorney from the represented parties should be existed.
In class action, applied by train accident victim happened in Brebes
Regency, on December 25,2001, the court explicitly has acknowledged that
position from plaintiff as class representative and has adjudicated that case by
using class action mechanism.
DAFTAR ISI
Abstrak.. i
Kata Pengantar . ii
BAB I PENDAHULUAN. 1
A. Latar Belakang Penelitian ........ 1
B. Perumusan Masalah .... 4
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .. ..... 4
D. Kerangka Teoritis 5
E. Metode Penelitian ... 10
F. Sistematikan Penulisan.... 11
BAB II PENGATURAN GUGATAN CLASS ACTION 13
A. Pengertian Class Action ........ 13
B. Sejarah Perkembangan dan Pengaturan Class Action. 18
1. Perkembangan Class Action di Beberapa Negara. 18
2. Perkembangan dan Pengaturan Class Action Dalam Hukum Positif
Indonesia... 24
C. Ketentuan Pengajuan Gugatan Class Action 36
1. Hukum Acara Yang Berlaku Dalam Gugatan Class Action.. 36
2. Persyaratan Mengajukan Gugatan Class Action 38
3. Persyartan Formal Gugatan Class Action.. 38
4. Prosedur Pengajuan dan Pemeriksaan Gugatan Class Action 44
5. Manfaat Penggunaan Gugatan Class Action . 55
BAB III HAMBATAN-HAMBATAN DALAM PENGGUNAAN GUGATAN
CLASS ACTION..... 59
A. Beberapa Perkara Gugatan Yang Diajukan Dengan Menggunakan
Mekanisme Class Action Sebelum Adanya Pengakuan dan Pengaturan
Gugatan Class Action...................................... 59
B. Beberapa Perkara Gugatan Yang Diajukan Dengan Menggunakan
Mekanisme Class Action Setelah Adanya Pengakuan dan Pengaturan
Gugatan Class Action.. 64
C. Hambatan-Hambatan Dalam Penggunaan Gugatan Class Action... 81
1.
Tentang Surat Kuasa Dari Anggota Kelompok Kepada Perwakilan
Kelompok. . 81
2.
Tentang Surat Gugatan. 82
3.
Mempersamakan Gugatan Class Action Dengan Gugatan Legal
Standing.......................................................................................... 82
4.
Tentang Prosedur Acara Pemeriksaan... 84
5.
Tentang Notifikasi Atau Pemberitahuan 85
6.
Tentang Implementasi Putusan Pengadilan .. 85
7.
Kesulitan Dalam Mengelola........................... 87
8.
Dapat Menyebabkan Ketidakadilan.... 88
9.
Dapat Menyebabkan Kebangkrutan Pada Tergugat 88
10. Publikasi Gugatan Class Action Dapat Menyudutkan Pihak
Tergugat.......................................................................................... 88
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A.
1
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
puluh empat) orang menjalani rawat inap, dan 20 (dua puluh) orang menjalani
rawat jalan.
Pada tanggal 28 Maret 2002, perwakilan kelompok korban tabrakan antara
Kereta Api Empu Jaya
jalan/luka/cacat
tetap
yang
berdomisili
di
Jawa
Tengah/
Republik
Indonesia
selaku
tergugat
II,
Menteri
Negara
Pemberdayaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selaku tergugat III dan
Menteri Keuangan Republik Indonesia selaku tergugat IV.
Gugatan class action yang diajukan oleh para korban tabrakan kereta api
tersebut telah diputus oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 6 Januari
2003 yang pada intinya mengabulkan sebagian tuntutan antara lain menyatakan
PT. Kereta Api Indonesia telah melakukan perbuatan melawan hukum yang
2
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
3
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
B.
Perumusan Permasalahan.
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, maka
2.
penggunaan
gugatan
class
action
dalam
rangka
perlindungan konsumen ?
3.
C.
pada
akhirnya
dapat
menunjang,
mendorong
dan
4
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
menggerakkan
D.
Kerangka Teoritis.
Untuk pertama kalinya pada tahun 1997, melalui Undang-Undang Nomor
Perlindungan
Kosumen
mengatur
mengenai
dimungkinkannya
5
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan (UndangUndang Kehutanan) yaitu dalam pasal 71 ayat 1 yang mengatur pengajuan
gugatan oleh masyarakat dalam bidang kehutanan secara perwakilan.
Masalahnya sistem hukum acara untuk class action atau gugatan
perwakilan belum dikenal bahkan berlainan dengan sistem hukum acara yang
berlaku di Indonesia. Hal tersebut terlihat dari isi pasal 123 ayat (1) HIR atau 147
ayat (1) RBg yang menentukan bahwa setiap orang yang menghadap ke
pengadilan untuk mengajukan gugatan harus memenuhi beberapa syarat, antara
lain mempunyai surat kuasa khusus. Pasal ini menentukan pula tentang
kemungkinan penunjukan sebagai kuasa atau wakil di dalam persidangan
bilamana diajukan secara lisan.
6
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Santosa, Mas Achmad. Konsep dan Penerapan Gugatan Perwakilan Kelompok (Class
Action), Jakarta : ICEL, 1997.
7
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
b.
c.
d.
Abdullah, Ujang. Gugatan Perwakilan Kelompok Dan Hak Gugat Organisasi Dalam
Kaitannya Dengan Kompetensi Pengadilan Tata Usaha Negara. Varia Peradilan Majalah Hukum
Tahun Ke XXII Nomor 254 Januari 2007, hal. 51.
8
Siahaan, N.H.T. Hukum Konsumen (Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab
Produk). Cet. I. Jakarta : Panta Rei, hal. 239.
8
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
bahwa tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang
lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
mengganti kerugian tersebut. Namun Undang-Undang Perkeretaapian tidak
mengatur mengenai gugatan perwakilan kelompok (class action). Dengan
demikian apakah seseorang atau sekelompok orang dapat mewakili kepentingan
para pengguna jasa kereta api yang mengalami kerugian atau yang menjadi korban
dalam pengoperasian kereta api, mengajukan gugatan perwakilan kelompok (class
action) terhadap Penyelenggara Sarana Perkeretaapian.
Dalam pasal 1 butir 2 dan 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan konsumen adalah setiap orang pemakai
barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lainnya, dan tidak untuk
diperdagangkan. Dalam penjelasannya, diatur bahwa di dalam kepustakaan
ekonomi, dikenal istilah konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir
adalah pengguna atau pemanfaat akhir suatu produk, sedangkan konsumen antara
adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses
produksi suatu produk lainnya. Pengertian konsumen dalam undang-undang ini
adalah konsumen akhir. Sedangkan yang dimaksud dengan Pelaku Usaha adalah
setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum
maupun bukan badan hukum, yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan
kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun
bersama-sama, melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam
berbagai bidang ekonomi. Lebih lanjut dalam penjelasannya, disebutkan pelaku
usaha yang termasuk dalam pengertian ini adalah perusahaan, korporasi, BUMN,
koperasi, importir, pedagang, distributor, dan lain-lain.
Dari ketentuan tersebut di atas, terlihat dengan jelas bahwa pengguna jasa
kereta api sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 butir 12 Undang-Undang
Perkeretaapian, masuk ke dalam pengertian konsumen sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Demikian juga halnya, dengan
pengertian Penyelenggara Sarana Perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam
9
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
E.
Metodologi Penelitian.
Dalam penelitian ini akan dilakukan pembahasan yang menyeluruh dari
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer
adalah bahan hukum yang berasal dari peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan topik penelitian. Bahan hukum sekunder adalah
bahan-bahan yang diperoleh peneliti dari hasil riset di lapangan terhadap
obyek penelitian dan bahan hukum yang menunjang pembahasan
permasalahan yang berasal dari studi kepustakaan berupa putusan-putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (inkracht),
buku-buku, tulisan-tulisan ilmiah, surat kabar, artikel di warta internet,
makalah-makalah seminar, termasuk wawancara dengan pihak-pihak yang
terkait dengan topik di atas.
10
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
c.
F.
Sistematika Penulisan.
Guna memudahkan dalam memahami isi dari Tesis ini, berikut disajikan
Sistematika Penulisan yang dibagi ke dalam 5 Bab dan masing-masing Bab dibagi
lagi ke dalam beberapa sub Bab.
BAB I
PENDAHULUAN
Di dalam bab pertama sebagai bab pendahuluan diuraikan
latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan dan
kegunaan penelitian, metode penelitian, kerangka teoritis
dan sistematika penulisan.
11
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
BAB II
pihak-pihak,
asas-asas,
syarat-syarat
dan
BAB IV
BAB V
itu
disajikan
pula
saran
yang
merupakan
12
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
BAB II
PENGATURAN GUGATAN CLASS ACTION
A.
dalam bahasa Indonesia dengan gugatan perwakilan, gugatan kelompok atau ada
juga yang menyebutkan dengan gugatan berwakil.9 Ada beberapa pengertian yang
mencoba menjelaskan pengertian class action, baik menurut kamus hukum,
pendapat para ahli hukum maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam Blacks Law Dictionary, definisi class action disebutkan sebagai
berikut :
Class action, a lawsuit in which the court authorizes a single person or a small
group of people to represent the interests of a larger group; specif, a lawsuit in
which the convenience either of the public or of the interested parties requires
that the case be settled through litigation by or against only a part of the group of
similarly situated persons and in which a person whose interests are or may be
affected does not have an opportunity to protect his or her interests by appearing
personally or through a personally selected representative, or through a person
specially appointed to act as a trustee or guardian.10
Sementara
dalam
bukunya
yang
lain,
Mas
Achmad
Santosa
NHT Siahaan, Hukum Lingkungan. Jakarta : Pancuran Alam, 2006, hal. 214.
Bryan A. Garner, Blacks Law Dictionary, Eight Ed. West Publishing Co, 2004, hal. 267
11
Mas Achmad Santosa, et. al., Pedoman Penggunaan Gugatan Perwakilan (Class
Actions). Cet.I. Jakarta : ICEL, 1999, hal. 1
10
13
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
b.
c.
d.
e.
12
Mas Achmad Santosa, Konsep dan Penerapan Gugatan Perwakilan (Class Actions).
Cet.II. Jakarta : ICEL, 1998, hal. 10
13
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian dan Putusan Pengadilan. Cet. I. Jakarta : Sinar Grafika, 2004, hal. 139.
14
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
14
15
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
b.
c.
d.
17
Ujang Abdullah, Gugatan Perwakilan Kelompok Dan Hak Gugat Organisasi Dalam
Kaitannya Dengan Kompetensi Pengadilan Tata Usaha Negara. Varia Peradilan Majalah Hukum
Tahun Ke XXII Nomor 254 Januari 2007, hal. 51.
18
Inosentius Samsul, Perlindungan Konsumen: Kemungkinan Penerapan Tanggung Jawab
Mutlak. Cet.I. Jakarta : Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004, hal.
221
16
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Adalah satu orang atau lebih yang menderita kerugian yang mengajukan
gugatan sekaligus mewakili kelompok orang yang lebih banyak jumlahnya.
Untuk menjadi wakil kelompok tidak disyaratkan adanya suatu surat kuasa
khusus dari anggota kelompok. Saat gugatan class action diajukan ke pengadilan
maka kedudukan dari wakil kelompok sebagai penggugat aktif.
3.
Adanya kerugian.
Untuk dapat mengajukan class action, baik pihak wakil kelompok (class
representative) maupun anggota kelompok (class members) harus benar-benar
atau secara nyata mengalami kerugian atau diistilahkan concrete injured parties.
5.
19
Emerson Yuntho, Class Action Sebuah Pengantar, Makalah Disampaikan Pada Kursus
HAM Untuk Pengacara X, Jakarta, 2005, hal. 2
17
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
B.
Inggris.
Inggris memperkenalkan prosedur class action berdasarkan
memberi
kemungkinan
dan
kewenangan
bagi
E. Sundari, Pengajuan Gugatan Secara Class Action (Suatu Studi Perbandingan dan
Penerapannya di Indonesia), Jogjakarta: Universitas Atma Jaya, 2002, hal. 10
21
Emerson Yuntho, op. cit., hal. 10
18
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
adalah
satu
kontrak
yang
sama
(absolute
commonality).23
b.
Kanada
Kanada mulai mengenal prosedur class action pertama kali
19
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
peristiwa yang sama, dan dalam hal seperti itu satu atau lebih
anggota kelompok, dapat tampil mengajukan gugatan mewakili
seluruh anggota kelompok yang bersangkutan.25
c.
Amerika Serikat
Negara Amerika Serikat, mengatur prosedur class action
biaya
perkara
yang
semakin
besar.
Dalam
perkembangannya, class action dapat digunakan untuk masalahmasalah sosial atau isu-isu lainnya yang sedang menjadi perhatian
publik seperti masalah lingkungan, hak-hak perdata, dan gugatan di
bidang ketenagakerjaan.27
25
20
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
(class
members),
dan
(2)
memberi
pelayanan
28
21
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
rokok
membayar
sebanyak
US$
d.
Australia
Australia pertama kali mengakui prosedur class action pada
tahun 1970 tepatnya di Negara bagian New South Wales dan diatur
di dalam New South Wales Supreme Court Rules (NSWSCR),
1970. Peradilan Federal kemudian juga memperkenalkan class
action dan diatur di dalam Federal Court of Australia Act (FCAA),
1976.29 Part 8 Rule 13 (1) dari NSWSCR menentukan dalam hal
ada sejumlah besar orang mempunyai kepentingan yang sama, satu
atau lebih dari mereka dapat mengajukan gugatan atau digugat,
mewakili
kepentingan
seluruhnya.
Negara
bagian
Victoria
22
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
ketentuan
tersebut,
dimana
ada
sejumlah
orang
dari
mereka
dapat
mengajukan
gugatan
mewakili
keseluruhan.30
Dalam pengadilan tingkat Federal di Australia, berdasarkan
The Federal Court of Australia Act 1976, Part IV A dan s. 43 (14)
ditentukan kriteria gugatan class action adalah :31
(1)
(2)
(3)
(1)
(2)
(3)
e.
Filipina
Mahkamah Agung Filipina pada tahun 1993 juga mengakui
23
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
f.
India
Di India, class action mulai dikenal tahun 1908 dan diatur
2.
24
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
35
25
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
26
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
a.
Undang-Undang
Nomor
Tahun
1999
Tentang
Perlindungan
Konsumen
mengatur
(2)
(3)
27
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Perlindungan
Kosumen
merumuskan
39
a.
b.
28
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
tidak
dapat
masuk
kerja
dan/atau
tidak
dapat
b.
Jasa
Konstruksi
memungkinkan
29
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
41
30
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
c.
Undang-Undang
Nomor
41
Tahun
1999
Tentang
Undang-Undang
Kehutanan
diatur
bahwa
(2)
dapat
bertindak
untuk
kepentingan
masyarakat
(2)
42
31
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
d.
dipandang
perlu
menetapkan
suatu
Peraturan
Mahkamah Agung.45
Meskipun hanya berbentuk sebuah PERMA dan sifatnya
sementara, namun keberadaannya untuk sementara waktu dapat
dipergunakan sebagai pedoman bagi para praktisi hukum
khususnya bagi hakim dalam memeriksa dan mengadili gugatan
44
32
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
46
Varia Peradilan, Majalah Hukum Tahun XVII. Nomor 201, 2002, hal 127-135
33
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
b.
34
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
c.
d.
35
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
C.
tentang
bagaimana
caranya
mengajukan
tuntutan
hak,
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Jogjakarta : Liberty, 1993, hal.
Lilik Mulyadi, Hukum Acara Perdata Menurut Teori dan Praktik Peradilan Indonesia,
Cet. II , Jakarta : Djambatan, 2002, hal. 2
49
Sutantio, Retnowulan. Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek, Bandung :
Mandar Maju, hal. 12.
48
36
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Dari ketentuan tersebut, terlihat dengan jelas bahwa sampai saat ini
ketentuan hukum acara yang mengatur mengenai prosedur dan tata cara
pengajuan gugatan perwakilan kelompok adalah PERMA Nomor 1 Tahun
2002 dan Hukum Acara Perdata yang berlaku dalam perkara perdata biasa
yaitu Herziene Indische Regelemen (HIR).
50
37
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
2.
b.
c.
3.
perihal syarat-syarat dan isi gugatan. Pasal 118 HIR hanya mengatur
bagaimana suatu gugatan harus diajukan. Dalam praktek suatu gugatan
setidak-tidaknya memuat tentang :
i.
ii.
51
Ibid, ps. 2.
R. Soepramono, Hukum Acara Perdata dan Yurisprudensi, Cet. II, Jakarta : Mandar
Maju, 2005, hal. 9
52
38
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
iii.
53
Ibid.
39
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Penyebutan
anggota
kelas
dilakukan
dengan
Keterangan
tentang
anggota
kelompok
yang
berdasarkan
hukum
acara,
karena
dengan
54
55
40
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Dalam
satu
gugatan
perwakilan,
dapat
6.
56
57
41
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
panel
yang
membantu
memperlancar
b.
Persyaratan
Umum
Berdasarkan
Hukum
Acara
Perdata (HIR).
Selain persyaratan khusus sebagaimana disebutkan dalam
butir 1 di atas, ketentuan-ketentuan dalam pengajuan gugatan
perdata biasa sebagaimana diatur dalam Hukum Acara Perdata
biasa yaitu HIR, juga tetap berlaku dalam pengajuan gugatan
perwakilan kelompok. Dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2002 juga
ditegaskan bahwa ketentuan-ketentuan lain yang telah diatur
dalam Hukum Acara Perdata tetap berlaku, di samping ketentuanketentuan dalam PERMA ini.58
Sebenarnya jika diperhatikan ketentuan pasal 3 PERMA
Nomor 1 Tahun 2002, hampir terdapat syarat-syarat formulasi
gugatan dengan yang diatur dalam HIR. Dalam pasal 118 ayat (1)
HIR disebutkan : gugatan perdata harus dimasukkan ke Pengadilan
Negeri sesuai dengan kompetensi relative, dan dibuat dalam bentuk
surat permohonan (surat permintaan) yang ditandatangani oleh
penggugat atau oleh wakil (kuasanya).
58
42
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
59
43
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
4.
Pemeriksaan Awal.
Ketentuan mengenai pemeriksaan awal diatur dalam pasal 5
kejujuran
dan
kesanggupan
untuk
melindungi
44
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
b.
2.
3.
b.
b.
kesamaan
45
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
46
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
2.
3.
adalah
Peraturan
Mahkamah
Agung
Republik
47
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
dalam hukum acara perdata tetap berlaku, di samping ketentuanketentuan dalam PERMA ini, maka tata cara pemeriksaan
perdamaian yang diatur dalam pasal 6 PERMA Nomor 1 Tahun
2002, tunduk pada pasal 130 HIR dan PERMA Nomor 2 Tahun
2003.
c.
Cara Pemberitahuan.
Dalam
pasal
ayat
(1)
ditegaskan
bahwa
63
48
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Berbagai
pemberitahuan
melalui
metoda
melalui
media
pengumuman/notifikasi
pemberitahuan
yaitu
massa,
pemberitahuan
dan
pemberitahuan
individual (apabila wakil kelas telah mengetahui namanama serta alamat anggota kelas potensial.64
2.
Waktu/Tahap Pemberitahuan.
Dalam pasal 7 yata (2) PERMA Nomor 1 Tahun
2002,
ditentukan
tahap-tahap
pemberitahuan
kepada
3.
a.
b.
Isi Pemberitahuan
Pemberitahuan kepada anggota kelompok, memuat :
64
49
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
melalui
berbagai
cara.
Pemberitahuan
66
50
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
menyatakan
diri
menjadi
anggota
kelompok,
dapat
menghubungi wakilnya.67
berdasarkan
persetujuan
hakim,
anggota
d.
Pernyataan Keluar.
Dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2002, disebutkan bahwa
51
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
52
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Putusan Pengadilan.
Setiap perkara harus berakhir dengan putusan hakim, sebab
tanpa putusan maka suatu perkara yang diperiksa tidak akan ada
artinya. Putusan hakim adalah pernyataan hakim sebagai pejabat
Negara yang melaksanakan kekuasaan kehakiman yang diberi
wewenang untuk itu yang diucapkan di hadapan persidangan dan
terbuka untuk umum yang bertujuan untuk menyelesaikan suatu
perkara.
PERMA Nomor 1 Tahun 2002, tidak memberikan
penjelasan bagaimana bentuk putusan gugatan class action.
Mengacu kepada pasal 10 PERMA Nomor 1 Tahun 2002, maka isi
putusan gugatan class action sama dengan isi putusan perkara
perdata biasa. Dalam praktek putusan yang dapat dijatuhkan
pengadilan dalam mengadili perkara sangat bervariasi : (a) bisa
menolak seluruh gugatan (b) dapat juga mengabulkan gugatan
sebagian atau seluruhnya, atau (c) dapat juga menyatakan gugatan
tidak dapat diterima. Dalam putusan gugatan class action, jika
putusan mengabulkan gugatan berkenaan dengan ganti rugi,
diperlukan perumusan amar putusan yang lebih khusus dan teknis
dibanding perkara biasa, memberikan pedoman kepada hakim
mengenai perumusan amar putusan dalam hal putusan atas
pengabulan ganti rugi.
Berkaitan dengan gugatan ganti rugi yang dikabulkan,
PERMA Nomor 1 Tahun 2002 menentukan
53
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
sebagai
biaya
rehabilitasi
atau
pemulihan
lingkungan, dan (c) ganti rugi untuk generasi yang akan datang
(future generation).72
g.
Ibid., ps. 9.
M. Yahya Harahap, op. cit., hal. 176
54
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
tentang
kewenangan
hakim
untuk
melakukan
telah
diuraikan
sebelumnya,
anggota
kelompok yang telah menyatakan keluar atau opt out, tidak berhak
mendapat ganti rugi.
5.
Undang-Undang
Tentang
Kehutanan,
Undang-Undang
73
55
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Penghematan biaya.
b.
c.
74
56
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
77
a.
b.
57
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
58
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
BAB III
HAMBATAN-HAMBATAN DALAM PENGGUNAAN
GUGATAN CLASS ACTION
Class
Action
Sebelum
Adanya
Pengakuan
dan
NHT Siahaan, Hukum Lingkungan, Cet. I, Jakarta : Pancuran Alam, 2006, hal. 216.
59
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
79
Ibid.
60
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
3.
hukum positif yang mengatur dan mengakui tentang gugatan class action. Tetapi
ketika proses pemeriksaan perkara masih berjalan, pemerintah mengeluarkan
Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu pada tanggal 19 September
1997 yang didalamnya mengakui dan mengatur mengenai gugatan class action,
dan oleh majelis hakim, undang-undang ini telah dijadikan sebagai salah satu
pertimbangan hukum.
Kasus ini bermula dari terjadinya pemadaman aliran lsitrik secara tiba-tiba
dan tanpa pemberitahuan sebelumnya, di sebagian besar wilayah Jawa Bali pada
hari Minggu tanggal 13 April 1997, mulai pukul 10.00 dan berlangsung setidak
tidaknya selama 8 (delapan) jam. Pemadaman aliran listrik tersebut menyebabkan
penggugat tidak dapat menjalankan beberapa kegiatannya, karena tidak
berfungsinya alat-alat penerangan, dan alat-alat elekronik yang setiap hari
digunakan penggugat, seperti komputer, Ac, alat pendingin untuk menyimpan
sampel penelitian laboratorium dan lain-lain. Bagi masyarakat konsumen listrik,
pemadaman tersebut menyebabkan mereka tidak dapat menjalankan kegiatannya,
seperti memproduksi barang ataupun menyediakan jasa dengan baik, berhentinya
kegiatan-kegiatan yang sehari-hari biasa mereka lakukan, dengan menggunakan
tenaga listrik, tidak berfungsinya alat penerangan dan alat-alat elektronik lainnya,
bahkan diantaranya telah mengakibatkan rusaknya barang-barang itu dan juga
matinya hewan-hewan, seperti ikan peliharaan dan lain-lain, juga terganggunya
kenikmatan mereka untuk dapat berekreasi dan beristirahat karena tidak
berfungsinya penerangan dan alat-alat elektronik tenaga listrik.
Alasan penggugat mengajukan gugatan dengan menggunakan mekanisme
atau prosedur gugatan class action, adalah bahwa penggugat sebagai pengguna
(konsumen) tenaga listrik, mempunyai kepentingan yang sama dengan masyarakat
80
61
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
konsumen listrik lainnya, yang menjadi korban dan mengalami kerugian karena
padamnya aliran listrik, yaitu berhak untuk mendapatkan pelayanan yang sebaikbaiknya dan mendapatkan tenaga listrik secara terus menerus dari tergugat
sebagaimana ditentukan dalam pasal 15 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor
15 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan dan pasal 26 ayat (2) huruf b Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 Tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga
Listrik. Masyarakat konsumen listrik, korban padamnya aliran listrik pada tanggal
13 April 1997, yang domisilinya tersebut tersebar di wilayah Jawa-Bali,
jumlahnya sangat besar (dapat mencapai lebih dari satu juta jiwa) dan juga tidak
terorganisasi, dan bila masing-masing secara langsung dan sendiri-sendiri
bertindak sebagai penggugat dalam gugatan ini, akan memakan biaya. Mengingat
terdapat jumlah korban yang mencapai lebih dari satu juta konsumen listrik,
terdapat fakta yang sama maka sangat beralasan, penggugat selain bertindak untuk
dirinya sendiri, juga sekaligus mempunyai kedudukan hukum untuk mewakili
masyarakat konsumen listrik, yang dapat mencapai jumlah lebih satu juta
konsumen listrik yang menjadi korban padamnya listrik pada tannggal 13 April
1997, dengan menggunakan mekanisme gugatan perwakilan kelompok.
Dalam
jawabannya,
tergugat
mengajukan
bantahan
terhadap
62
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
63
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
B.
64
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
65
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
66
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Dari uraian tersebut di atas, terlihat bahwa putusan majelis hakim tingkat
pertama pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengakui dan menerima para
penggugat selaku wakil kelas, namun akhirnya kandas di tengah jalan, karena
pada tingkat banding gugatan para penggugat ditolak, yang kemudian dikuatkan
oleh majelis hakim pada tingkat kasasi.
2.
sepihak dan tanpa pemberitahuan sebelumnya baik lisan maupun secara tertulis
dan tanpa proses sosialisasi kepada para penggugat berikut konsumen gas elpiji,
telah menaikan harga jual gas elpiji (LPG) sebesar 40% dari harga jual lama
Rp.1.500 ,-/Kg sehingga terhitung sejak tanggal 3 November 2000 harga jual gas
elpiji (LPJ) menjadi Rp.2.100,-/kg sebagaimana dituangkan dalam SK Nomor
Kpts-097/c00000/2000-S3 tanggal 2 November 2000. Kenaikan harga secara tibatiba tersebut juga tidak sesuai dengan himbauan yang dikeluarkan oleh Tim
Pemantau Harga yang dibentuk oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan
berdasarkan
Keputusan
Menteri
Peridustrian
dan
Perdagangan
Nomor
67
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
68
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
69
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
membayar
ganti
rugi
kepada
para
penggugat
masing-masing
sebesar
terhadap
(empat)
undang-undang
yang
mengatur
tentang
70
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
3.
Gugatan
15
warga
DKI
Jakarta
terhadap
Presiden
Megawati
terhadap
beberapa
ketentuan
perundang-undangan
yaitu:
(a) ketentuan pasal 28 (f) Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar tahun 1945,
(b) pasal 7 ayat (2) dan pasal 43 (e) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
83
71
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
72
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
73
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Gugatan 8 orang warga ibu kota Jakarta yang tergabung dalam Komunitas
Pelanggan Air Minum Jakarta (Komparta) terhadap PT. Thames Pam Jaya
dan PT. Palyjaya.84
Dalam gugatannya para penggugat mengklaim selain bertindak untuk diri
sendiri sekaligus juga mewakili masyarakat konsumen air minum golongan K3A
yang mengalami kerugian akibat mutu pelayanan PT. Thames Pam Jaya dan PT
Palyjaya, yang jumlahnya diperkirakan mencapai 2,3 juta jiwa. Menurut para
penggugat, menyatakan bahwa PT. Thames Pam Jaya dan PT. Palyjaya telah
melakukan perbuatan melawan hukum karena selama mengelola PAM Jaya,
PT. Thames Pam Jaya dan PT. Palyjaya tidak pernah berhasil menaikkan kualitas
dan kuantitas air minum buat warga Ibukota Jakarta, seperti halnya, adanya
tingkat kebocoran pipa masih tidak sesuai dengan harapan masyarakat, yaitu dari
54% hanya mampu ditekan 48%, bahkan untuk menekan tingkat kebocoran air
(Non Revenue Water) pihak Thames dan Lyonnaise hanya melakukan simulasi.
Kualitas dan kuantitas olahan air yang kurang layak seperti hal kualitas air minum
yang keruh dan bau kaporit, kuantitas air minum yang hanya mengalir kecil
bahkan sering tidak mengalir (mati) terbukti banyak sekali para pelanggan sering
mengalami komplain, hal itu dapat di lihat dari mengalirnya surat atau telepon
(melalui call center PT. Thames PAM Jaya / PT. Palyja) dan di media-media cetak
atau elektronik. Demikian juga dengan sistem pelayanan administratif lainnya
yang menyangkut tata cara pembayaran (penagihan rekening) manajemennya
sangat memprihatinkan, seperti halnya yang dialami oleh salah seorang dari wakil
kelas yaitu Pakar Hukum Tata Negara Prof. Dr. Harun Al Rasyid yang dikenakan
84
74
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
denda Rp. 5.000 atas keterlambatan pembayaran rekening bulan November 1999.
Setelah diperiksa ternyata pembayaran itu sudah dilakukan pada tanggal 15
November 1999, jauh sebelum tempo tanggal 25 Desember 1999. Begitu pula
dengan target pertambahan pelanggan dari tahun 1998-2000 tidak tercapai
dibawah rata-rata kualitas pelayanan yang dilakukan oleh operator sebelumnya
PAM Jaya mampu mencapai angka 25.000 selama tahun 1997, sedangkan
Lyonnaise sepanjang tahun 1998 hanya mencapai angka 5.000 pelanggan.
Demikian juga Thames PAM Jaya dalam tahun 1998 hanya 17.500 pelanggan,
itupun terealisasi sekitar 12.500 pelanggan.
Dalam jawabannya, baik tergugat I maupun tergugat II memberikan
bantahan terhadap penggunaan mekanisme class action. Menurut tergugat,
gugatan para penggugat bertentangan dan tidak sesuai dengan ketentuan hukum
class action yang berlaku sebagaimana diatur dalam PERMA Nomor 1 Tahun
2002. Dalam gugatannya, penggugat menyebut dirinya sebagai Tim Bantuan
Hukum Komparta, yang bertindak untuk diri sendiri dan/atau atas nama anggota
Komparta sebanyak 800 orang (di bagian lain, penggugat mengklaim Komparta
mencapai 2,3 jiwa). Walaupun menyebut dirinya sebagai wakil kelas, akan tetapi
penggugat tidak menyebutkan dengan jelas identitas dirinya apakah mewakili
dirinya sendiri sebagai Tim Bantuan Hukum Komparta atau mewakili diri
Komparta sebagai suatu organisasi. Bila mewakili dirinya sendiri sebagai Tim
Bantuan Hukum Komparta, maka penggugat tidak memiliki kapasitas sebagai
wakil kelas karena tidak memiliki kesamaan kepentingan/fakta dan kesamaan
tuntutan dengan anggota kelas. Sebaliknya bila mewakili Komparta maka
identitas dan sepak terjang organsisasi tersebut tidak jelas karena tidak
mencantumkan anggaran dasar dan kegiatannya sehingga secara hukum dapat
mewakili masyarakat pelanggan air minum. Para tergugat menyebutkan bahwa
gugatan penggugat tidak memuat dengan jelas dan lengkap identitas
kelas/kelompok, definisi kelas/kelompok secara rinci dan spesifik, keterangan
tentang anggota kelas/kelompok dalam kaitan dengan kewajiban untuk
pemberitahuan, posita dari seluruh kelas/kelompok, tuntutan atau petitum tentang
ganti rugi harus jelas dan rinci untuk masing-masing kelas/kelompok.
75
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
oleh Ketua Dewan Pengurusnya Firdaus Basyir mengklaim selain bertindak untuk
diri sendiri sekaligus juga atas nama masyarakat kota Pekanbaru sejumlah
600.000 jiwa orang yang terkena dampak kasus kabut asap Pekanbaru. Para
penggugat mendalilkan bahwa penduduk kota pekanbaru yang berjumlah 600.000
jiwa orang, telah terganggu aktifitas sejak tanggal 1 Februari 2000 sampai dengan
10 Maret 2000, akibat pembersihan lahan yang dilakukan para tergugat dengan
melakukan pembakaran di lahan para tergugat. Perbuatan para tergugat, telah
menyebabkan aktifitas masyarakat pekanbaru terganggu olehnya dan terserang
penyakit ISPA, asma, bronkitis, empisema, iritasi mata, diare, kanker paru-paru.
Perbuatan para tergugat telah menimbulkan kerugian materiil karena diserang
berbagai penyakit dan kesulitan menghirup udara bersih serta telah terganggu.
85
76
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
77
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
78
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
6.
79
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
harus ditangani, sehingga dalam hal ini pengadilan membuat kajian berdasarkan
praktek peradilan yang dimuat dalam literatur hukum. Langkah pertama dalam
meneliti suatu class action adalah bahwa baik class representative dan class
members haruslah merupakan pihak yang mengalami kerugian nyata (concrete
inured parties). Apakah ke 10 orang class reperesentative dan 34 juta penduduk
Jawa Timur adalah benar-benar concrete injured parties karena ulah perbuatan
para tergugat ? Majelis hakim sependapat dengan penggugat bahwa APBD
bersumber antara lain pada penghasilan daerah yang berupa retribusi, pajak
daerah, dan lain-lain. Tidak semua penduduk Jawa Timur membayar retribusi,
pajak daerah, dan lain-lain, tetapi hanyalah mereka yang menurut peraturan
daerah dibebani kewajiban membayarnya. Sejak penduduk yang bersangkutan
membayar retribusi, pajak daerah, dan lain-lain, sejak itu pula hak untuk
mempergunakan uang itu telah beralih kepada PEMDA Jawa Timur yang
diaktualisasikan dalam APBD. Dengan demikian sebenarnya yang menjadi korban
atau pihak yang menderita kerugian karena penyimpangan oleh para tergugat
adalah PEMDA Jawa Timur bukan para penggugat, sehingga dengan demikian
pengadilan berpendapat bahwa para penggugat tidak memiliki legalitas untuk
mengajukan gugatan class action dengan tuntutan monetary damages.
7.
80
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
C.
88
Emerson Yuntho, Class Action Sebuah Pengantar, Makalah Disampaikan Pada Kursus
HAM Untuk Pengacara X, Jakarta, 2005, hal. 21-22
81
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
2.
3.
82
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
action dan legal standing memiliki perbedaan. Dalam gugatan class action
terdiri dari unsur yaitu wakil kelas yang berjumlah satu orang atau lebih
dan anggota kelas yang pada umumnya berjumlah besar. Baik wakil kelas
maupun anggota kelas pada umumnya merupakan pihak korban atau yang
mengalami kerugian secara nyata. Sedangkan dalam konsep legal
standing, LSM sebagai pihak penggugat bukan sebagai pihak yang
mengalami kerugian secara nyata, namun karena kepentingannya ia
mengajukan gugatan. Demikian mengenai tuntutan ganti rugi, dalam
gugatan class action pada umumnya adalah tuntutan ganti rugi dalam
bentuk uang, sedangkan dalam legal standing tidak dikenal tuntutan ganti
rugi uang. Ganti rugi data dimungkinkan terbatas pada ongkos atau biaya
yang telah dikeluarkan oleh organisasi itu.
Dari beberapa contoh kasus yang penulis sajikan pada awal bab ini,
terdapat beberapa kasus yang diajukan oleh organisasi dan/atau yayasan
akan tetapi dalam gugatan dengan tegas-tegas disebutkan bahwa gugatan
diajukan dengan menggunakan mekanisme class action, seperti gugatan
YLKI terhadap PT. PLN Persero tanggal 13 April 1997, gugatan Yayasan
Lembaga Bantuan Hukum Riau terhadap PT. Adel Plantation Industri,
dkk., dalam kasus kabut asap Pekanbaru.
Dalam hukum di Indonesia tidak ditemukan definisi secara jelas
mengenai pengertian legal standing. Dalam Undang-Undang Pengelolaan
Lingkungan Hidup dikenal dengan istilah hak gugat organisasi lingkungan,
dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen hak gugatan kepada
Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, sedangkan dalam
Undang-Undang Kehutanan dikenal dengan istilah gugatan perwakilan
oleh organisasi bidang kehutanan.
Pasal 46 ayat (1) huruf c Undang-Undang Perlindungan Konsumen
memberi hak gugatan kepada lembaga swadaya masyarakat yang bergerak
di
bidang
perlindungan
konsumen
mengajukan
tuntutan
dengan
83
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
4.
84
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
5.
89
Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau Dari Hukum
Acara Serta Kendala Implementasinya. Cet. I. Jakarta : Kencana Predana Media Group, 2008, hal.
287.
85
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Khusus
berkaitan
dengan
pemberitahuan
rencana
86
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
mengelola gugatan class action. Kesulitan yang terjadi biasanya pada saat
pemberitahuan dan pendistribusian ganti kerugian. Jumlah anggota
kelompok yang banyak dan menyebar di beberapa wilayah yang tidak
sama akan menyulitkan dalam hal pemberitahuan dan memerlukan biaya
yang tidak sedikit. Apabila gugatan dikabulkan dan ganti rugi diberikan,
bukan tidak mungkin jumlah ganti kerugian tidak sebanding dengan biaya
pendistribusiannya.
Menurut penulis, faktor biaya merupakan salah satu faktor
penghambat yang sangat berpengaruh dalam penggunaan gugatan class
action. Meskipun biaya yang akan dikeluarkan dalam pengajuan gugatan
class action mulai dari proses pengajuan sampai dengan pendistribusian
biaya, termasuk biaya pengacara akan ditanggung secara bersama-sama
antara class reperesantatif dan/atau class members, namun karena system
hukum acara di Indonesia yang menganut adanya upaya hukum banding,
dan kasasi bahkan peninjauan kembali, terkadang hasil yang didapatkan
tidak sebanding dengan biaya yang telah dikeluarkan. Sebagai salah satu
contoh dalam hal melaksanakan isi putusan pengadilan dalam perkara
gugatan class action yang diajukan korban tabrakan kereta api di Brebes
tanggal
25
Desember
2001.
Biaya
untuk
iklan
pengumuman
90
87
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
2.
kelompok adalah opt in, maka tidak adanya pernyataan masuk dari
anggota kelompok yang sesungguhnya mempunyai kesamaan kepentingan
hanya
karena
tidak
mengetahui
adanya
pemberitahuan,
akan
3.
4.
88
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Undang-Undang
Perlindungan
Konsumen,
adalah
kurangnya
91
Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum
Acara Serta Kendala Implementasinya. Jakarta : Kencana Predana Media Group, 2008, hal. 232 233
89
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
90
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (HIR) di mana dalam pasal 123 HIR
dengan tegas disebutkan mengenai kewajiban penggugat untuk mendapat kuasa
dari pihak yang diwakilikannya untuk bersidang di pengadilan.
Belum terbitnya peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan UndangUndang Kehutanan yang mengatur mengenai mekanisme pengajuan gugatan class
action dan/atau belum adanya peraturan yang mengatur mekanisme pengajuan
gugatan setingkat undang-undang, yang mengatur secara lengkap mengenai
prosedur pengajuan gugatan class action, mengakibatkan kurangnya pemahaman
dan pengetahuan masyarakat termasuk para praktisi hukum baik pengacara
maupun hakim mengenai pengajuan gugatan dengan menggunakan mekanisme
class action. Terbukti dari beberapa kasus/perkara yang disajikan di atas, terdapat
beberapa kasus yang dalam gugatan secara tegas disebutkan bahwa gugatan
diajukan dengan menggunkan mekanisme class action, namun penggugat tidak
dapat menguraikan gugatan tersebut ke dalam masing-masing unsur-unsur dari
sutau gugatan class action yang pada akhirnya mengakibatkan gugatan ditolak
atau tidak dapat diterima atau setidak-tidaknya membuka peluang bagi penggugat
untuk mengajukan tangkisan (eksepsi).
Jika seandainya saja, ketentuan hukum acara class action yang diatur
dalam PERMA Nomor 1 tahun 2002, dituangkan ke dalam suatu peraturan
setingkat undang-undang, dan diikuti dengan sosialisasi yang baik dan cukup
kepada masyarakat, penulis yakin hambatan-hambatan khususnya yang berkaitan
dengan proses pengajuan gugatan class action akan dapat diminimalisir.
91
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
BAB IV
IMPLEMENTASI PENGGUNAAN GUGATAN CLASS ACTION
OLEH KONSUMEN PENGGUNA JASA KERETA API
A.
Posisi Kasus.
Pada tanggal 25 Desember 2001 sekitar pukul 04.30 telah terjadi tabrakan
hebat (head to head) antara kereta api Empu Jaya jurusan Pasar Senen
Yogyakarta dengan Kereta Api Gaya Baru Malam jurusan Surabaya Pasar
Senen di Stasiun Ketanggungan Barat, Kabupaten Brebes. Tabrakan tersebut
mengakibatkan sekurang-kurangnya 31 (tiga puluh satu) orang meninggal dunia, 5
(lima) orang harus masuk ICU, 44 (empat puluh empat) orang menjalani rawat
inap dan 20 (dua puluh) orang menjalani rawat jalan.
Adapun pihak penggugat yang bertindak selaku perwakilan kelompok
(class reperesentative) dalam perkara gugatan tersebut adalah : (1) Agus
Yustianingsih selaku penggugat I sekaligus perwakilan kelompok (class
reperesentative) untuk sub class anggota kelompok konsumen korban tabrakan
dengan kategori konsumen Kereta Api Empu Jaya yang meninggal dunia yang
berdomisili di Jakarta/Bekasi dan sekitarnya, (2) Eko Suyanto selaku penggugat II
92
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
93
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
tersebut,
untuk
Putusan
Pengadilan
Negeri
Jakarta
Pusat
dalam
92
perkara
nomor
94
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Negeri
Jakarta
Pusat
dalam
perkara
nomor
95
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
empat puluh satu ribu Rupiah) dan biaya pengurusan surat yang hilang (KTP)
sebesar Rp. 25.000,- (dua puluh lima ribu Rupiah). Penggugat V menderita
kerugian sebesar Rp. 15.050.000,- (lima belas juta lima puluh ribu Rupiah) terdiri
dari barang yang hilang sebesar Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu Rupiah), pendapatan
yang hilang selama 12 bulan (@ Rp. 750.000,-) sebesar Rp. 9.000.000,- (sembilan
juta Rupiah), biaya rawat lanjutan sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta Rupiah) dan
biaya pengurusan surat yang hilang sebesar Rp. 750.000,- (tujuh ratus lima puluh
ribu Rupiah).
Selanjutnya para penggugat memohon kepada pengadilan untuk
memutuskan antara lain : (a) Menyatakan para penggugat dapat diterima sekaligus
bertindak dan berkedudukan hukum untuk mewakili kepentingan hukum
masyarakat konsumen kereta api yang menjadi korban tabrakan kereta api yang
terjadi tanggal 25 Desember 2001; (b) Menyatakan para tergugat telah melakukan
perbuatan melawan hukum; (c) Menghukum para tergugat untuk membayar ganti
rugi materiil yang besarnya masing-masing : (i) Penggugat I sebesar Rp.
119.878.000,- (seratus sembilan belas juta delapan ratus tujuh puluh ribu Rupiah),
(ii) Penggugat II sebesar Rp. 2.410.900,- (dua juta empat ratus sepuluh ribu
sembilan ratus Rupiah), (iii) Penggugat III menderita kerugian sebesar Rp.
3.367.500,- (tiga juta tiga ratus enam puluh tujuh ribu lima ratus Rupiah), (iv)
Penggugat IV sebesar Rp. 11.556.000,- (sebelas juta lima ratus lima puluh enam
ribu Rupiah), (v) Penggugat V sebesar Rp. 15.050.000,- (lima belas juta lima
puluh ribu Rupiah) ; (d) Menghukum para tergugat untuk membayar ganti rugi
immateriil secara tanggung renteng kepada Para Penggugat dan masyarakat
konsumen kereta api yang diwakili oleh para Penggugat, besarnya masing-masing
konsumen setara dengan Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta Rupiah); dan (e)
Memerintahkan
pembentukan
Komisi
Pembayaran
Ganti
Rugi,
yang
keanggotaannya terdiri dari 3 orang wakil dari para penggugat, 2 orang wakil dari
tergugat, yang akan melaksanakan penyelesaian pembayaran ganti rugi kepada
para anggota kelompok (class members).
96
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
B.
Putusan Pengadilan.
Pada tanggal 6 Januari 2003, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan
2.
3.
Terhadap putusan ini, PT. Kereta Api mengajukan upaya hukum banding
dan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta permohonan banding tersebut telah
diputus tanggal 3 September 2004, yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri
97
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Jakarta Pusat. Kemudian pada tanggal 6 April 2006, PT. Kereta Api mengajukan
upaya hukum kasasi dan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia permohonan
kasasi yang diajukan oleh PT. Kereta Api ditolak sebagaimana dituangkan dalam
Putusan Nomor 1440 K/Pdt/2006 tertanggal 3 Januari 2007, sehingga dengan
demikian putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tertanggal 6 Januari 2003, telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
C.
Analisis Kasus.
Analisis ini didasarkan pada putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
1.
98
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
menolak
pengajuan
gugatan
dengan
menggunakan
mekanisme class action, karena tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 2 butir
a, pasal 5 ayat (3) dan pasal 3 huruf (f) dari PERMA Nomor 1 Tahun
2002, yang menyebutkan :
Pasal 2.a :
Jumlah anggota kelompok sedemikian banyak sehingga tidaklah efektif
dan efisien apabila gugatan dilakukan secara sendiri-sendiri atau secara
bersama-sama dalam suatu gugatan.
Pasal 5 ayat (3) :
Sahnya gugatan perwakilan kelompok sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dituangkan dalam suatu penetapan pengadilan.
Pasal 3 huruf f :
Tuntutan atau petitum tentang ganti rugi harus dikemukakan secara jelas
dan rinci, memuat usulan tentang mekanisme atau tata cara
pendistribusian ganti rugi kepada keseluruhan anggota kelompok
termasuk usulan tentang pembentukan tim atau panel yang membantu
memperlancar pendistribusian ganti kerugian.
99
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Terhadap
keberatan
tergugat
IV
tersebut,
majelis
hakim
100
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
2.
93
101
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
102
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
b.
103
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
tidak
melaksanakan
ketentuan
Undang-Undang
berpendapat
bahwa
para
penggugat
tidak
dapat
pasal
tersebut
yang
secara
langsung
Tidak melaksanakan ketentuan Pasal 87 ayat (1) S. 1928200 yang diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5
Tahun 1963 Tentang Peraturan Perkeretapian, yang
menyebutkan :
Urutan rangkaian kendaraan, pada tiap-tiap kereta api yang
digunakan untuk angkutan penumpang, yang mencapai
104
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
105
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
106
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
3.
untuk membayar ganti rugi berupa : (a) Biaya penguburan, (b) Santunan
kematian, (c) Biaya antar jenazah, (d) Biaya perjalanan pulang kembali ke
Stasiun asal atau stasiun tujuan, (e) Penggantian barang atau surat yang
hilang, bagi korban yang memiliki surat tanda titipan atau angkutan barang
atau surat bagasi, (f) Biaya pengobatan sampai korban menjadi pulih
dan/atau santunan bagi bagai korban yang mengalami cacat badan dengan
ketentuan atas kerugian tersebut dapat dibuktikan dan tidak melebihi dari
jumlah maksimum asuransi yang ditutup oleh tergugat I dalam
penyelenggaraannya, serta belum dibayar baik oleh PT. Jasa Raharja atau
PT. Jasa Raharja Putra.
107
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
108
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
BAB V
PENUTUP
D.
Kesimpulan.
Dari hasil penelitian dan analisis yang penulis lakukan, diperoleh beberapa
Lingkungan
Hidup.
Setelah
Undang-Undang
Pengelolaan
109
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
perlu adanya kuasa khusus. Pada umumnya penggugat tidak dapat menjelaskan
karakteristik dari sebuah gugatan yang menggunakan prosedur class action, tidak
mendeskripsikan secara jelas defenisi kelas, posita dan petitum gugatan, serta tata
cara
pendistribusian
ganti
kerugian.
Masyarakat
pada
umumnya
juga
110
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
E.
Saran.
Berdasarkan uraian pada bab II sampai dengan Bab IV sebagaimana yang
2.
3.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Ujang. Gugatan Perwakilan Kelompok Dan Hak Gugat Organisasi
Dalam Kaitannya Dengan Kompetensi Pengadilan Tata Usaha Negara,
Varia Peradilan Majalah Hukum Tahun Ke XXII Nomor 254 (Januari
2007): 49-62.
Barkatullah, Abdul Halim. Hukum Perlindunan Konsumen, Kajian Teoritis dan
Perkembangan Pemikirian, Banjarmasin : Nusa Media, 2008.
Daniel, Bony. Legal Standing Perkembangan Dalam Hukum Acara Perdata,
Varia Peradilan Majalah Hukum Tahun Ke XXI Nomor 248 (Juli 2006):
4773.
Dani, AA. Himpunan Peraturan Tentang Class Action. Cet. I, Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2004.
111
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Ujang. Gugatan Perwakilan Kelompok Dan Hak Gugat Organisasi
Dalam Kaitannya Dengan Kompetensi Pengadilan Tata Usaha Negara,
Varia Peradilan Majalah Hukum Tahun Ke XXII Nomor 254 (Januari
2007): 49-62.
Barkatullah, Abdul Halim. Hukum Perlindunan Konsumen, Kajian Teoritis dan
Perkembangan Pemikirian, Banjarmasin : Nusa Media, 2008.
Daniel, Bony. Legal Standing Perkembangan Dalam Hukum Acara Perdata,
Varia Peradilan Majalah Hukum Tahun Ke XXI Nomor 248 (Juli 2006):
4773.
Dani, AA. Himpunan Peraturan Tentang Class Action. Cet. I, Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2004.
Ginting, Jamin. Eksistensi Wakil Kelompok Dalam Gugatan Class Action Di
Indonesia, Jurnal Hukum Bisnis Volume 22 Nomor 3 Tahun 2003 : 84 90.
Harahap, Krisna. Hukum Acara Perdata. Class Action, Arbitrase & Alternatif
Serta Mediasi. Cet. V, Bandung : PT. Grafitri, 2007.
Harahap, M. Yahya. Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan. Cet. I. Jakarta : Sinar
Grafika, 2004.
Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo. Hukum Perlindungan Konsumen. Cet. I.
Jakarta :
PT. Raja Grafindo Persada, 2007.
Mulyadi, Lilik. Hukum Acara Perdata Menurut Teori dan Praktik Peradilan
Indonesia. Cet. II Edisi Revisi. Jakarta : Djambatan, 2002.
Nugroho, Susanti Adi. Proses Penyelesaian Senhketa Konsumen Ditinjau Dari
Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya. Cet. I. Jakarta : Kencana
Predana Media Group, 2008, hal. 287.
Pieris, John dan Wieik Sri Widiarty. Negara Hukum Dan Perlindungan
Konsumen Terhadap Produk Pangan Kedaluarsa. Cet. I. Jakarta :
Cendikia, 2007.
Rhiti, Hyronimus. Hukum Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup. Ed I. Cet.I.
Yogyakarta : Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2006.
1
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
2
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
3
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009