Вы находитесь на странице: 1из 10

Kematian Warga Negara Asing akibat Tenggelam dan

Aspek Medikolegal Pengiriman Jenazah


,

Taufik Suryadi * Aida Fitri **, Nurul Fajriah **, Reza Abdia Jauhari **,
* Bagian / SMF Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala /
RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
** Mahasiswa Kepanitraan KlinikSenior Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas
Kedokteran Universitas Syiah Kuala / RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Abstrak
Kematian akibat tenggelam merupakan salah satu cara kematian yang
sering terjadi di Aceh karena terdapat banyak sungai dan pantai.
Kematian akibat tenggelam disebabkan oleh asfiksia, fibrilasi, udem
paru dan inhibisi vagal. Pada kasus kematian akibat tenggelam,
pemeriksaan difokuskan pada apakah korban hidup atau mati ketika
masuk ke dalam air dan apakah korban meninggal karena tenggelam
atau karena penyebab lain. Pada pemeriksaan luar difokuskan pada
adanya tanda kardinal korban tenggelam yaitu busa dari hidung
dan atau mulut, sianosis pada kuku jari tangan dan kaki serta adanya
cadaveric spasm pada korban. Dilaporkan kasus kematian warga negara
asing akibat tenggelam. Pada kasus ini perlu diperhatikan aspek
medikolegal saat pengiriman jenazah ke negara asal.
Kata kunci : Tenggelam, Asfiksia, Aspek Medikolegal
Deaths by Drowning of Foreign Citizens and
Medicolegal Aspects of CorpseDelivery
Abstract
Deaths due to drowning is one way of death often the case in Aceh because
there are many rivers and beaches . Deaths caused by asphyxia due to
drowning , fibrillation , edema and pulmonary vagal inhibition .In suspected
cases of death due to drowning, the examination focused on whether the
victim is dead or alive when entering the water and whether the victims died of
drowning or other causes. On external examination focused on the
cardinal sign of drowning victims namely foam from the nose or mouth,
cyanosis of the fingernails and feet as well as their cadaveric spasm on the
victim. Reported cases of alleged deaths of foreign nationals due to
drowning . In this case medicolegal aspects need to be considered when
shipping the remains to the country of origin .
Keywords: Drowning, Asphyxia, Medicolegal Aspects

Pendahuluan
Tenggelam (drowning) didefinisikan sebagai masuknya cairan yang cukup
banyak ke dalam saluran nafas atau paruparu.1 Pengertian terbaru yang diadopsi
oleh
International Liaison Commitee on
Resuscitasion
(ILCOR)
tahun
2010
menyatakan bahwa tenggelam merupakan
proses yang menyebabkan gangguan
pernafasan primer akibat submersi/imersi
pada media cair. Proses kejadian tenggelam
diawali dengan gangguan pernapasan baik
karena jalan nafas seseorang berada di
bawah permukaan cairan (submersion)
ataupun air hanya menutupi bagian
wajahnya saja (inmersion).2
WHO menyatakan bahwa 0,7%
penyebab kematian di dunia atau lebih dari
500.000
kematian
setiap
tahunnya
2
disebabkan oleh tenggelam.
Menurut
Global Burden of Desease (GBD), angka
tersebut sebenarnya
lebih kecil
dibandingkan seluruh kasus kematian
akibat tenggelam yang disebabkan oleh
banjir, kecelakaan angkutan air dan
bencana lainnya. 3
Jenazah yang ditemukan terendam di
air mengarah pada diagnosis tenggelam.
Namun, diagnosis kematian tenggelam
tidak
dapat
langsung
disimpulkan.
Jenazah tersebut hanya sebagai kasus
dugaan tenggelam. 4
Insiden kasus tenggelam paling
banyak terjadi pada negara berkembang,
terutama pada anak-anak berumur kurang
dari 5 tahun. Selain umur, faktor risiko lain
yang
berkontribusi
meningkatkan
terjadinya kasus tenggelam di antaranya
jenis kelamin terutama laki-laki. Kasus
tenggelam lebih ban yak terjadi di air tawar
(danau, sungai, kolam) sebesar 90% dan
sisanya 10% terjadi di air laut.3

Daerah Aceh yang banyak memiliki


pantai yang indah dan sering dikunjungi
wisatawan maupun mancanegara berpotensi
menimbulkan bahaya tenggelam kepada
para pengunjungnya. Pada artikel ini
dilaporkan kasus kematian seorang warga
negara asing yang tenggelam di perairan
Sabang, Aceh.
Laporan Kasus
Jenazah
asal
Negara
malaysia
berjenis kelamin laki-laki dan berusia 41
tahun dikirim oleh penyidik dengan
disertai surat permintaan visum et
repertum.
Korban
tersebut
diduga
meninggal karena mati lemas (asfiksia)
akibat tenggelam. Jenazah dikirim lengkap
dengan kain pembungkus jenazah tidak
berlabel dan tidak bersegel.
Pemeriksaan Luar
a. Jenazah laki-laki usia 41 tahun, panjang
badan 172 cm, perawakan sedang,
warna kulit sawo matang dengan status
gizi baik.
b. Jenazah
terbungkus
kain
panjang
berwarna ungu, corak batik, ukuran
panjang 166 cm dan lebar 120 cm dan
tidak beralas. Bagian luar jenazah diikat
dengan menggunakan kain kasa 73 cm,
161 cm, 94 cm dan 64 cm, sedangkan
pengikat dalam jenazah terdiri dari
pengikat kepala 83 cm, pengikat tangan
118 cm.

atas utuh, rahang bawah utuh dan


dijumpai
adanya
kaku
mayat.
(Gambar 1.2)

c. Jenazah menggunakan pakaian berupa


celana pendek dengan merek mizuna,
bahan parasut, warna biru donker, motif
polos, ukuran XL, panjang 44 cm dan
lebar 35 cm sedangakan celana dalam
bahan karet warna biru donker, ukuran
L, panjang 29 cm, dan lebar 76 cm.
d. Lebam mayat didapatkan pada leher,
dada, punggung dan bokong yang
hilang dengan penekanan. Ditemukan
kaku mayat dengan kekuatan sempurna
pada semua ekstremitas dan rahang
bawah. Tubuh teraba dingin, serta tidak
didapatkan tanda-tanda pembusukan.
(Gambar 1.1)

Gambar 1.2
f. Leher: ditemukan adanya lebam mayat.
g. Bahu: kesan simetris.
h. Dada: bentuk simetris, dijumpai lebam
mayat. (Gambar 1.3)

Gambar 1.1
e. Kepala
1) Bentuk asimetris. Rambut: ikal,
berwarna hitam, tersebar merata,
sulit dicabut, panjang rambut 11 cm,
diameter lingkar kepala 55 cm.
2) Wajah: alis dan bulu mata kanan dan
kiri kesan lengkap.
3) Mata: dijumpai lensa keruh, selaput
bening mata keruh, dan selaput putih
mata keruh, terdapat bintik-bintik
perdarahan pada kelopak mata
(Tardeous spot) dan perdarahan pada
konjungtiva (conjungtiva bleeding)
4) Hidung: bentuk pesek, keluar cairan
putih kecoklatan dari lubang hidung.
5) Telinga:
bentuk
normal,
tidak
dijumpai adanya kelainan.
6) Mulut : tertutup, bibir berwarna
kebiruan. Gigi: atas dan bawah
lengkap, tidak ada kelainan. Rahang

Gambar 1.3
i. Perut: bentuk simetris, ukuran lingakar
perut 84 cm.
j. Punggung: bentuk simetris, dijumpai
lebam mayat.
k. Pinggang: tidak dijumpai adanya
kelainan.
l. Anggota gerak atas: dijumpai kebiruan
pada kuku jari tangan. (Gambar 1.4)

Pembahasan
Pada kasus kematian akibat tenggelam,
pemeriksaan dilakukan untuk melihat apakah
korban hidup atau mati ketika memasuki
air, apakah korban meninggal karena
tenggelam atau karena penyebab lainnya.5
Pemeriksaan jenazah pada kasus ini
difokuskan pada: identifkasi tanda klinis,
lama kematian, sebab kematian dan aspek
medikolegal.
Identifikasi Tanda Klinis
Tanda kardinal pemeriksaan eksternal
pada kasus tenggelam adalah langkah awal
pemeriksaan pada korban kasus diduga
tenggelam. Tanda
yang dapat
membantu
penyelidikan
antara
lain
ditemukannya busa putih yang keluar dari
hidung,
mulut
dan
telinga.
Pada
pemeriksaan mata akan ditemukan bintik
perdarahan dengan pelebaran pembuluh
darah
(Conjunctival
bleeding)
dan
tardieuss spot.
Tanda-tanda lainnya
adalah cadaveric spas, cutis anserine,
hands & feet of a washer woman, tanda
sianosis dan adanya benda asing di sekitar
tubuh jenazah.6
Pemeriksaan luar pada jenazah ini
ditemukan adanya tanda kardinal berupa
cairan
putih kecoklatan dari lubang
hidung, bintik-bintik perdarahan pada
kelopak mata (Tardieus spot), perdarahan
pada konjungtiva (Conjunctival bleeding)
serta sianosis pada kuku jari tangan dan
kaki.
Terbentuknya busa halus pada kasus
ini disebabkan karena masuknya cairan
dalam
saluran
pernapasan
yang
merangsang terbentuknya mukus serta
dipengaruhi oleh bercampurnya substansi
dengan air dan surfaktan dari paru-paru.
Hal ini menandakan bahwa korban masih
hidup saat berada dalam air.6,7 Namun

(Gambar 1.4)
m. Anggota gerak bawah: dijumpai kuku
jari dan telapak kaki pucat.
n. Kulit: mulai teraba dingin, warna kulit
sawo matang.
o. Alat
kelamin:
ditumbuhi
rambut
bewarna hitam, tidak tercukur tersebar
merata, tidak dijumpai kelainan, tidak
dijumpai cairan semen keluar dari
lubang alat kelamin.
p. Dubur: tidak dijumpai kelainan.
Kesimpulan pada Visum et Repertum
1. Telah diperiksa sesosok jenazah warga
negara Malaysia berjenis kelamin lakilaki umur 41 tahun panjang badan
172 cm dengan perawakan sedang
2. Pada pemeriksaan luar: dijumpai
adanya cairan putih kecoklatan dari
lubang hidung, bibir dan ujung jari
kebiruan (sianosis) serta lebam mayat
pada leher, dada, punggung dan
bokong. Pada pemeriksaan juga
dijumpai kaku mayat pada semua
ekstremitas dan rahang bawah.
3. Berdasarkan
hasil pemeriksaan luar
dapat disimpulkan bahwa pen yebab
kematian korban adalah mati lemas
(asfiksia) akibat tenggelam.

Lama Kematian
Perkiraan waktu kematian (post mortem
interval) dapat ditentukan dari tanda-tanda
kematian yang terdapat pada jenazah seperti
lebam mayat (livor mortis), kaku mayat
(rigor mortis), penurunan suhu dan
pembusukan (dekomposisi).1 Pada kasus di
atas dari pemeriksaan luar ditemukan lebam
mayat pada leher, dada, punggung dan
bokong berwarna merah gelap dan hilang
dengan penekanan. Lebam mayat pada kasus
tenggelam sifatnya spesifik, yaitu terdapat
di bagian kepala, muka, leher, dada dan perut.
Hal ini dipengaruhi oleh posisi korban
yang mati dalam keadaan telungkup dan
posisi kepala di air lebih rendah. Lebam
ma yat terjadi karena perubahan warna merah
keunguan pada daerah tubuh yang terjadi
karena akumulasi darah
dari pembuluh
darah kecil
yang
dipengaruhi
oleh
gravitasi. Darah akan bergerak ke bagian
tubuh yang terendah. Pada awalnya darah
masih berkumpul dalam sistem pembuluh
darah, kemudian zat warna darah yang timbul
karena hemolisis dapat menembus dinding
pembuluh darah masuk ke jaringan.5 Pada
periode
darah
masih
dalam
sistem
pembuluh darah, penekanan di daerah
lebam mayat membuat warnanya akan
kembali seperti semula, tetapi pada periode
dimana zat warna darah telah masuk ke
jaringan, maka pada penekanan sudah
tidak terjadi perubahan warna lagi atau
disebut lebam mayat menetap. Kedua
periode tersebut dipisahkan oleh waktu
lebih kurang 6 jam. Lebam mayat dapat
terlihat setelah setengah sampai satu jam
sesudah kematian. 5 Dengan demikian dari
lebam mayat dapat diperoleh manfaat bagi
kepentingan medikolegal, yaitu;
a. Tanda pasti kematian
b. Lama kematian
c. Posisi mayat waktu mati
d. Posisi mayat telah diubah sesudah
mati

busa juga bisa ditemukan pada kasus


kematian akibat penyebab lain, misalnya
gagal jantung 8, overdosis obat, dan cedera
kepala. Tanda kardinal lain berupa
tardieus spot terjadi karena peningkatan
tekanan
vena
secara
akut
yang
menyebabkan overdistensi dan rupturnya
dinding perifer vena, terutama pada
jaringan longgar, seperti kelopak mata, di
bawah kulit dahi, kulit di bagian belakang
telinga, circumoral skin, konjungtiva dan
sklera mata. Gambaran pembendungan
pada mata tersebut berupa pelebaran
pembuluh darah konjungtiva bulbi dan
palpebra akibatnya tekanan hidrostatik dalam
pembuluh darah meningkat terutama dalam
vena, venula dan kapiler. Selain itu hipoksia
dapat merusak endotel kapiler
sehingga
dinding kapiler yang terdiri dari selapis
sel akan pecah dan timbul
bintik-bintik
perdarahan
yang dinamakan
sebagai
9
Tardieus
spot. Sianosis juga merupakan
tanda kardinal dari asfiksia akibat tenggelam.
Sianosis merupakan warna kebiru-biruan
yang terdapat pada kulit dan selaput lendir
yang terjadi akibat peningkatan jumlah
absolut Hb tereduksi. Sianosis biasanya
akan terlihat jelas pada kuku jari tangan
maupun kaki.10
Jika korban lama tenggelam di
dalam air, akan ditemukan telapak tangan
dan kaki putih mengkerut (washer
womans hand). Tenggelam dalam waktu
yang lama dapat menyebabkan maserasi
progresif pada kulit. Kulit pada area ini
akan tampak
berwarna putih, gembung,
basah dan keriput. Akan tetapi, pada kasus
ini tidak ditemukan tanda-tanda seperti di
atas.9

e. Sebab kematian
Perubahan lain yang ditemukan
pada jenazah ini yaitu kekakuan pada
seluruh ekstremitas dan rahang bawah
dengan kekuatan
sempurna. Kaku mayat
terjadi setelah kematian oleh karena
menghilangnya ATP dari otot.1 Pada awal
kematian seluruh otot-otot tubuh dalam
keadaan lemas, ini disebut masa relaksasi
primer. Secara bertahap otot-otot tubuh
baik otot volunter maupun
involunter
akan menjadi kaku, keadaan ini bertahan
untuk beberapa jam. Setelah periode ini
kekakuan menghilang kembali memasuki
periode relaksasi sekunder.5 Salah satu
teori menyatakan bahwa proses kaku
mayat berkaitan dengan adanya filamen
aktin dan miosin yang mempunyai sifat
untuk berkontraksi dan relaksasi. Relaksasi
primer sesudah kematian masih dapat
dipertahankan karena adanya metabolisme
sel yang masih berjalan berupa pemecahan
cadangan glikogen secara anaerob dalam
otot yang menghasilkan energi. Energi ini
digunakan untuk mengubah ADP menjadi
ATP.5 Kaku mayat biasanya muncul 2-4
jam setelah kematian, dimulai dari otototot yang lebih kecil yaitu otot yang
mempunyai cadangan glikogen yang relatif
sedikit, seperti rahang dan berurutan
menyebar ke kelompok otot yang lebih
besar, seperti pada ekstremitas atas dan
bawah dan lengkap dalam 6-12 jam. Kaku
mayat dipertahankan selama 12 jam dan
menghilang dalam urutan yang sama. Otot
rahang termasuk
otot
yang awal
mengalami kekakuan, tetapi otot ini pula
yang terakhir kehilangan
kaku mayat.
Pada kematian karena tenggelam, kaku
mayat dapat muncul hanya dalam 2-3
jam.11
Pada kasus ini, jenazah juga telah
mengalami penurunan suhu dimana tubuh
jenazah mulai teraba dingin. Penurunan

suhu tubuh mayat ini terjadi akibat


terhentinya produksi panas dan terjadinya
pengeluaran panas secara terus menerus.
Pada beberapa jam pertama, penurunan
suhu terjadi
sangat lambat. Hal ini
disebabkan oleh dua faktor, yaitu masih
terdapat
sisa metabolisme dalam tubuh
mayat dan perbedaan koefisien hantar.6
Berdasarkan lebam mayat yang
ditemukan menunjukkan waktu perkiraan
kematiannya antara 4-6 jam sebelum
dilakukan pemeriksaan luar. Sedangkan
dari
kaku
mayat
yang
ditemukan
menunjukkan waktu kematiannya sekitar
8-10 jam sebelum dilakukan peneriksaan
luar sehingga dapat ditarik irisan waktu
kematian antara
6-8
jam
sebelum
dilakukan pemeriksaan luar pada jenazah.5
Tanda lain untuk menentukan lama
kematian adalah proses pembusukan.
Pembusukan
merupakan perubahan yang
terakhir terjadi pada tubuh setelah
kematian, dimana terjadi pemecahan
protein komplek menjadi protein yang
lebih sederhana disertai timbulnya gas-gas
pembusukan dan terjadinya perubahan
warna.7 Pada kasus ini, belum ditemukan
adanya
pembusukan
karena
proses
pembusukan baru akan muncul setelah 24
jam kematian, sedangkan pada kasus ini
perkiraan kematian berkisar 6-8 jam
sebelum dilakukan pemeriksaan.8
Sebab Kematian
Beberapa sebab kematian pada kasus
tenggelam, diantaranya: 5
a. Asfiksia, spasme laring
b. Fibrilasi
(ventikuler
karena
tenggelam di air tawar),
c. udem paru (karena tenggelam di
air asin)
d. inhibisi vagal (karena reflek)
Ketika korban tenggelam, sejumlah
kecil air akan terinhalasi dan teraspirasi ke
6

tidaknya diatom dalam paru-paru


mayat.13,14
Penyebab
kematian
korban
pada kasus ini tidak bisa ditentukan
secara pasti karena pada kasus ini
hanya dilakukan pemeriksaan
luar
tanpa
diikuti pemeriksaan dalam
maupun pemeriksaan mikroskopik.
Namun dari pemeriksaan luar terdapat
beberapa tanda kardinal yang khas pada
kasus tenggelam yaitu buih halus yang
sukar pecah, sianosis pada bibir dan
ujung kuku dan Tardieus Spot sehingga
sudah
dapat
dikatakan
korban
meninggal dunia akibat tenggelam.14

dalam
laring atau
trakea
dan
menyebabkan terpicunya refleks laring
yang segera menutup
jalan
nafas.
Sejumlah
kecil
air yang lolos
teraspirasi akan mengiritasi dinding
bronkus lebih lanjut yang akan
menyebabkan
mukosa
bronkus
mensekresi mukus
tebal
sebagai
langkah
awal proteksi. Jika kadar
karbondioksida sudah sangat tinggi dan
korban sangat hipoksia, akan memicu
korban untuk menarik nafas. Diafragma
akan turun dan otot-otot pernafasan
mengembang,
menyebabkan
meningkatnya
volume
paru
dan
menurunnya tekanan dalam paru. Pada
keadaan ini, trakea akan tersumbat
sehingga udara tidak dapat masuk untuk
menyeimbangkan tekanan negatif yang
timbul. Hal ini menyebabkan hipoksia
jaringan dan otak sehingga berakhir
pada kematian.6
Berdasarkan hasil
pemeriksaan luar pada kasus ini juga
memperlihatkan bahwa beberapa tanda
klinis pada korban mengarah pada
pen yebab kematian adalah mati lemas
(asfiksia) akibat tenggelam.
Diagnosis
kematian
akibat
tenggelam
kadang-kadang
sulit
dibedakan apabila
tidak
dijumpai
tanda yang khas baik pada pemeriksaan
luar ataupun pemeriksaan dalam.
Pada pemeriksaan dalam pada kasus
dugaan tenggelam akan ditemukan paruparu korban sangat mengembang,
membran mukosa laring, trakea dan
bronkus
tampak
kemerahan,
ditemukannya pasir, alga atau diatom
terutama di bawah bifurcatio trachealis
dan adanya perubahan pada jantung
serta pembuluh darah.12 Selain itu,
pada kasus dugaan tenggelam juga
diperlukan pemeriksaan mikroskopik
yang bertujuan untuk mencari ada

Aspek Medikolegal Pengiriman


Jenazah
Dikarenakan jenazah berwarga
negara asing, maka perlu dipersiapkan
pengiriman jenazah ke negara asal.
Terdapat beberapa ketentuan yang
berhubungan
dengan
pengiriman
jenazah
dengan
pesawat
udara
terutama dalam hal orang tersebut
meninggal:
a. Pemastian bahwa orang tersebut
meninggal bukan akibat tindak
pidana
b. Pemastian bahwa orang tersebut
meninggal bukan akibat penyakit
menular. Untuk
mencegah
masuk
atau keluarnya penyakit
menular dari dan ke suatu
tempat,
Indonesia
sudah
mengeluarkan peraturan tentang
pedoman upaya kesehatan dalam
rangka karantina kesehatan yaitu
dalam
Keputusan
Menteri
Kesehatan
nomor
424/MENKES/SK/IV/2007.15

dalam special cargo yang memerlukan


penanganan
khusus
(special
17
handling). Pemeriksaan dengan cara
perlakuan khusus dilakukan dengan
pemeriksaan fisik kargo, dokumen dari
instansi terkait dan pelaksanaannya
sesuai dengan
peraturan
16
perundangundangan.
Prosedur
penerimaan kargo dan pos harus
memuat proses pemeriksaan terhadap
dokumen,
yaitu:
administrasi,
pemberitahuan tentang isi, surat muatan
udara (airway bill), daftar kargo dari
perjanjian kerjasama bagi pengirim
pabrikan
(known
shipper)
dan
dokumen lain yang diperlukan dalam
pengangkutan kargo dan pos tertentu.16
Pengangkutan jenazah menggunakan
pesawat udara harus disertai
dengan
surat
keterangan
dari instansi
18
kesehatan.

Pemberangkatan Jenazah
Syarat Teknis pemberangkatan
jenazah
adalah
jenazah
harus
disuntik obat
penahan
busuk
secukupnya yang
dinyatakan
dengan
keterangan dokter; jenazah
harus
dimasukkan
ke dalam peti
yang terbuat dari logam (timah, seng,
dan sebagainya); alasnya ditutup dengan
bahan
yang menyerap (absorbent)
seperti serbuk gergaji/arang halus yang
tebalnya + 5 cm; peti logam ditutup
rapat- rapat (air tight), kemudian
dimasukkan dalam peti kayu yang
tebalnya sekurang- kurangn ya 3 cm,
sehingga peti tidak dapat bergerak di
dalamnya. Peti kayu ini dipaku dengan
skrup
dengan
jarak
sepanjangpanjangn ya 20 cm dan diperkuat
dengan ban-ban logam (secured with
metal
bands).
Sedangkan
syarat
administrasi adalah: harus ada proses
verbal
yang sah dari pamong praja
setempat atau polisi tentang pemetian
jenazah tersebut; harus ada keterangan
dokter yang men yatakan sebab kematian
orang itu bukan karena penyakit
menular;
segala
surat
keterangan/dokumen yang bersangkutan
harus
disertakan
pada
jenazah
tersebut untuk ditandatangani oleh
dokter KKP (Kantor
Kesehatan
Pelabuhan).
Setiap barang yang diangkut oleh
pesawat udara termasuk hewan dan
tumbuhan selain pos, barang kebutuhan
pesawat selama penerbangan, barang
bawaan atau barang yang tidak
bertuan disebut
kargo.16
International
Air Transport
Association (IATA) mengkategorikan
peti atau kemasan lain yang berisi
jenazah atau abu jenazah termasuk

Kesimpulan
Pada kasus di atas dapat
diambil kesimpulan bahwa dugaan
pen yebab kematian korban tersebut
adalah
mati lemas (asfiksia) akibat
tenggelam
dan
perkiraan
lama
kematian
pasien
yaitu 6-8 jam
sebelum dilakukan pemeriksaan luar.
Pada saat pengiriman jenazah ke
negara asal perlu diperhatikan syarat
teknis seperti pencegahan pembusukan
jenazah, dan pengangkutan jenazah,
serta syarat administrasi, seperti
keterangan meninggal oleh dokter dan
segala dokumen yang bersangkutan
dengan
jenazah.

Daftar Pustaka
1. Budianto A, Widiatmaka W,
Sudiono S, Winardi T, Munin A,
Sidhi, dkk. Ilmu Kedokteran
Forensik. Ed. I. Jakarta: Bagian
Kedokteran
Forensik
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Indonesia:1997.
2. International Liaison Commitee on
Resuscitasion
(ILCOR)
tahun
2010.
3. Wulur RA, Mallo JF, Tomuka DC.
Gambaran temuan autopsi kasus
tenggelam di BLU RSU Prof DR R
D Kandou Manado periode Januari
2007-Desember 2011. Bagian Ilmu
Kedokteran
Forensik
Fakultas
Kedokteran Sam
Ratulangi
Manado; 2013
4. Facts about injuries drowning.
World health organization. Diakses
13 agustus 2016.
5. Amir, Amri. 2009. Ilmu Kedokteran
Forensik. Bagian Ilmu Kedokteran
Forensik dan medikolegal Fakultas
Kedokteran USU Medan. Hlm. 139
6. Pounder DJ, Lecture Notes Bodies
from
Water Department of
Forensic Medicine, University of
Dundee Copyright. 1992
7. Warih
Wilianto.
Pemeriksaan
Diatom pada Korban Diduga
Tenggelam.
Jurnal Kedokteran
Forensik Indonesia.
Juli-Sept.
2012;14.h.3.
8. Ahmet G, Latif D, ule P,
Hzr UA, Muhammet SP, Celal K,
et al. Drowning and Neardrowning: Experience
of
a
University Hospital in the Black
Sea region. The Turkish Journal of
Pediatrics. 2013:55: h.620-7.
9. Salomez F, Vincent JL. Drowning:
a review
of
epidemiology,
pathophysiology, treatment and
prevention. Resuscitation. 2004:
63: h.261-8.
10. Be ynon
J,
Not
Waving,
Drowning.
Asph yxia
And
Torture: The Myth Of Simulated
Drowning And Other Forms Of

11.

12.

13.

14.

15.

16.

Torture. Torture. 2012; 22 (1


Suppl): h.25-9
Farrugia A, Ludes B. Diagnostic of
Drowning in Forensic Medicine.
Forensic Medicine From Old
Problems to New Challenges.
September. 2011: h.53-60
Warih
Wilianto.
Pemeriksaan
Diatom pada Korban Diduga
Tenggelam. Jurnal Kedokteran
Forensik
Indonesia.
JuliSept.2012;14.h.3.
Phiank, Khusaini H. Spasme
larynx pada kasus tenggelam;
Juni 2012 [diakses 10 agustus
2016];
Diunduh
dari
http://www.medicimestuffs.com/20
12/06/spasme-lar ynx-pada- kasustenggelam/
Wulur
RA,
Mallo
JF,
Tomuka DC. Gambaran temuan
autopsi kasus tenggelam di BLU
RSU
Prof DR R D Kandou
Manado periode Januari 2007Desember 2011. Bagian Ilmu
Kedokteran Forensik Fakultas
Kedokteran
Sam
Ratulangi
Manado; 2013
Keputusan menteri kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
424/Menkes/sk/iv/2007
tentang
pedoman
upaya
kesehatan
pelabuhan dalam rangka karantina
kesehatan
diakses
dari
http://www.hukor.depkes.go.id/up
_prod_kepmenkes/KMK%20No.%
20424%20ttg%20Pedoman%20Up
aya%20Kesehatan%20Pelabuhan
%20dalam%20Rangka%20Karanti
na%20Kesehatan.pdf
Peraturan
direktur
jenderal
perhubungan udara nomor KP 152
tahun 2012 tentang pengamanan
kargo dan pos yang diangkut
dengan pesawat udara Pasal 16,
diakses
dari
http://www.google.co.id/url?sa=t
&
rct=j&q=&esrc=s&source=web&c
d=1&cad=rja&uact=8&ved=0CB0
QFjAA&url=http%3A%2F%2Fhu

bud.dephub.go.id%2F%3Fid%2Fs
kep%2Fdownload%2F173&ei=Z6
cSVevKGpHguQSWjoCQAg&usg
=AFQjCNG1iqGmaIo3PL1F8Jcy4
5X8PWhQNQ&bvm=bv.8918406
0,d.c2E
17. IATA AHM 810 April 1998,
diakses
dari
http://www.swissport.com/fileadmi
n/downloads/publications/sgha_200
8.pdf
18. Keputusan
direktur
jenderal
perhubungan
udara
nomor
SKEP/40/II/95 tentang petunjuk
pelaksanaan keputusan menteri
perhubungan Nomor. 14 Tahun
1989
tentang
penertiban
penumpang, barang dan kargo
yang diangkut pesawat udara sipil.
Pasal
19,
diakses
dari
http://gloopic.net/pocontent/chingsy
/file/files/SKEP%20-%2040%20%20II%20-%2098.pdf

Вам также может понравиться