Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Hyaline Membrane Disease (HMD) atau disebut juga Respiratory Distress Syndrome
(RDS) merupakan hasil dari ketidakmaturan dari paru-paru dimana terjadi gangguan
pertukaran gas. Berdasarkan perkiraan 30% dari kematian neonatus diakibatkan oleh
HMD atau komplikasi yang dihasilkannya (Behrman, 2004 didalam Leifer 2007).
Pada penyakit ini, terjadi karena kekurangan pembentukan atau pengeluaran
surfaktan sebuah kimiawi paru-paru. Surfaktan merupakan suatu campuran
lipoprotein aktif dengan permukaan yang melapisi alveoli dan mencegah alveoli
kolaps pada akhir ekspirasi. (Bobak, 2005).
Hyaline membrane disease merupakan keadaan akut yang terutama ditemukan
pada bayi prematur saat lahir atau segera setelah lahir, lebih sering pada bayi
dengan usia gestasi dibawah 32 minggu yang mempunyai berat badan dibawah 1500
gram. Pada kondisi HMD dapat menyebabkan hipoksia yang menimbulkan kerusakan
endotel kapiler dan epitel duktus alveolus. Kerusakan ini menyebabkan terjadinya
transudasi ke dalam alveolus dan terbentuk fibrin. Fibrin bersama-sama dengan
jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin.
Paru-paru berada di dalam rongga dada manusia sebelah kanan dan kiri yang
dilindungi oleh tulang-tulang rusuk. Paru-paru terdiri dari dua bagian, yaitu paru-paru
kanan yang memiliki tiga lobus dan paru-paru kiri memiliki dua lobus.
Paru-paru
sebenarnya
merupakan
kumpulan
gelembung
alveolus
yang
Fungsi Paru-Paru
Paru-paru merupakan organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia karena
tanpa paru-paru manusia tidak dapat hidup. Dalam Sistem Ekskresi, paru-paru berfungsi
untuk mengeluarkan karbondioksida (CO2) dan uap air (H2O).
Didalam paru-paru terjadi proses pertukaran antara oksigen dan karbondioksida.
Setelah membebaskan oksigen, sel-sel darah merah menangkap karbondioksida sebagai
hasil metabolisme tubuh yang akan dibawa ke paru-paru. Di paru-paru karbondioksida
dan uap air dilepaskan dan dikeluarkan dari paru-paru melalui hidung.
Surfaktan
Surfaktan merupakan suatu bahan senyawa kimia yang memiliki sifat permukaan
aktif. Surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein , lipoprotein ini berfungsi
menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang.
Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Surfaktan dibuat oleh sel alveolus
tipe II yang mulai tumbuh pada gestasi 22-24 minggu dan mulai mengeluarkan keaktifan
pada gestasi 24-26 minggu,yang mulai berfungsi pada masa gestasi 32-36 minggu.
Produksi surfaktan pada janin dikontrol oleh kortisol melalui reseptor kortisol yang
terdapat pada sel alveolus. Pada bayi premature, produksi surfaktan seringkali tidak
memadai guna mencegah alveolar collapse dan atelektasis sehingga dapat terjadi
Respitarory Distress Syndrome (RDS).
C. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
(terlampir)
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Gambaran Radiologis
Foto Rontgen
Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit
lain yang diobati dan mempunyai gejala yang mirip penyakit membran hialin,
misalnya pneumotoraks, hernia diafragmatika dan lain-lain. Gambaran klasik
yang ditemukan pada foto rontgen paru ialah adanya bercak difus berupa
infiltrate retikulogranuler ini, makin meperburuk prognosis bayi. Berdasarkan foto
thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium HMD yaitu :
Stadium 1: Terdapat sedikit bercak retikulogranular
dan
sedikit
bronchogram udara
Stadium 2: Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru
dan gambaran
paru
Stadium 3: Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua
lapangan paru terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak
2. Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan Darah
Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila kadarnya lebih dari 45 mg%,
prognosis lebih buruk, kadar bilirubin lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi
normal dengan berat badan yang sama. Kadar PaO2 menurun disebabkan
kurangnya oksigenasi di dalam paru dan karena adanya pirau arteri-vena. Kadar
PaO2 meninggi, karena gangguan ventilasi dan pengeluaran CO2 sebagai akibat
atelektasis paru. pH darah menurun dan defisit biasa meningkat akibat adanya
asidosis respiratorik dan metabolik dalam tubuh.
Pemeriksaan Fungsi Paru
Perhatikan pula perubahan pada fungsi paru lainnya seperti, volume tidal yang
menurun, lung compliance berkurang, fungsi residu merendah disertai kapasitas
vital yang terbatas. Demikian pula fungsi ventilasi dan perfusi paru akan
terganggu.
HMD
+2
+3
Gelembung
pada
dua
deret
atau
lebih
pada
seluruh
Dasar tindakan ialah mempertahankan bayi dalam suasana fisiologis sebaikbaiknya,agar bayi mampu melanjutkan perkembangan paru dan organ lain sehingga
dapat mengadakan adaptasi sendiri terhadap sekitarnya. Tindakan yang perlu dikerjakan
ialah:
a.
Penatalaksanaan Medik
1) Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus selalu diusahakan
agar tetap dalam batas normal (36,5o-37oC) dengan cara meletakkan bayi
dalam
2)
inkubator. Kelembaban
ruangan
juga
harus adekuat
(70-80%)
(Ngastiyah, 2005).
Pemberian Oksigen
Pemberian oksigen harus dilakukan dengan hati-hati karena berpengaruh
kompleks terhadap bayi prematur. Pemberian O2 yang terlalu banyak dapat
menimbulkan komplikasi seperti: fibrosis paru, kerusakan retina (fibroplasias
retrolental), dll (Ngastiyah, 2005).
Nasal kanul dengan kelembaban dan konsentrasi yang cukup untuk
mempertahankan tekanan oksigen arteri antara 50 70 mmHg untuk
kolaps alveoli.
Ventilator mekanik digunakan pada bayi dengan HMD berat atau
komplikasi yang menimbulkan apneu persisten. Indikasi rasional untuk
penggunaan ventilator adalah :
- pH darah arteri <7,2
- pCO2 darah arteri 60mmHg atau lebih
- pO2 darah arteri 50mmHg atau kurang pada konsentrasi
-
3) Pemberian
Komplikasi yang dapat terjadi akibat penyakit membrane hialin, diantaranya (Staf
Pengajar IKA, FKUI, 2005) :
a. Perdarahan intrakranial oleh karena belum berkembangnya sistem saraf pusat
terutama sistem vaskularisasinya, adanya hipoksia dan hipotensi yang kadangkadang disertai renjatan. Faktor tersebut dapat membuka nekrosis iskemik,
terutama pada pembuluh darah kapiler di daerah periventrikular dan dapat juga
di ganglia basalis dan jaringan otak.
b. Gejala neurologik yang tampak berupa kesadaran yang menurun, apneu,
gerakan bola mata yang aneh, kekakuan extremitas dan bentuk kejang
neonatus lainnya.
c. Komplikasi pneumotoraks atau pneuma mediastinum mungkin timbul pada bayi
yang mendapatkan bantuan ventilasi mekanis. Pemberian O2 dengan tekanan
yang tidak terkontrol baik, mungkin menyebabkan pecahnya alveolus sehingga
udara
pernafasan
mediastinum.
yang
memasuki
rongga-ronga
toraks
atau
rongga