Вы находитесь на странице: 1из 24

BAB I

PENDAHULUAN
Sebagian besar fraktur pada usia lanjut disebabkan karena kecelakaan di dalam
rumah. Cedera ini sering terjadi akibat jatuh karena ada tekanan dari lantai saat jatuh.
Diantara berbagai fraktur yang terjadi pada usia lanjut adalah fraktur neck femur. Kejadian
pada wanita 3 kali lebih besar dibandingkan dengan pria karena wanita dengan osteoporosis
merupakan faktor presdiposisi yang utama.1
Bahkan menurut penelitian baru-baru ini, setengah dari patah tulang femur proksimal
adalah fraktur intraartikular dari leher femoralis. Insiden meningkat dengan usia dimana
setelah 50 tahun insidennya meningkat dua kali lipat, dan 2-3 kali lebih tinggi pada wanita
dibandingkan pada pria. 80% dari patah tulang pinggul terjadi pada perempuan dan 90%
pada orang yang lebih tua dari 50 tahun. Peningkatan insiden pada kejadian usia tertentu yang
mungkin disebabkan oleh osteoporosis, volume otot berkurang dan respon neuromuskular.
Selain itu, banyak pasien dalam kondisi lemah terus beraktivitas bahkan setelah penyakit
serius, operasi dan pengobatan patah tulang.2
Fraktur pada neck femoris merupakan masalah kesehatan yang penting pada usia
lanjut dan sering kali merubah kehidupan seorang lanjut usia menjadi buruk. Fraktur neck
femur juga dilaporkan sebagai salah satu jenis fraktur dengan prognosis yang tidak terlalu
baik, disebabkan oleh anatomi neck femur itu sendiri, vaskularisasinya yang cenderung ikut
mengalami cedera pada cedera neck femur, serta letaknya yang intrakapsuler menyebabkan
gangguan pada proses penyembuhan tulang.3
Ada dua metode penanganan fraktur leher femur, yaitu konservatif dan operatif.
Pengobatan operatif hampir selalu dilakukan baik pada orang dewasa muda ataupun pada
orangtua karena perlu reduksi yang akurat dan stabil dan diperlukan mobilasasi yang cepat
pada orangtua untuk mencegah komplikasi.

Jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu

pemasangn plate dan screw dan atroplasti yang dilakukan pada penderita umur di atas 55
tahun berupa : eksisi artroplasti, herniarthroplasti dan artroplasti total. 3

BAB II
LAPORAN KASUS

I.

Identitas Pasien
Nama

Ny. Rh

Umur

58 tahun

Jenis Kelamin

Perempuan

Alamat

Peukan Baro , Pidie

Agama

Islam

Pekerjaan

Ibu Rumah Tangga

Masuk RS

09 Agustus 2016

No. CM

1.09.88.31

II. Anamnesis
Keluhan Utama
Nyeri pada daerah kaki
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien rujukan dari Rumah Sakit Umum Bunda, Lhoksumawe dengan keluhan nyeri
pada kaki sebelah kiri sejak 5 minggu yang lalu. Keluhan ini disebabkan karena pasien
sebelumnya terjatuh di kamar mandi. Pada saat terjatuh, posisi tubuh menimpa kaki sebelah
kanan. Setelah terjatuh, pasien mengaku ia tidak bisa berjalan. Pasien tidak bisa berjalan
karena merasa nyeri dikaki sebelah kiri terutama saat pasien menggerakkannya.. Nyeri
dirasakan terus menerus. Keluhan tidak membaik walaupun pasien beristirahat. Pasien
mengaku dalam kondisi tersadar saat terjatuh. Pasien mengaku tidak sempat pingsan. Pasien
kemudian berobat ke tukang pijat namun nyeri kakinya semakin berat.
Riwayat Penyakit Dahulu
. Riwayat sakit seperti ini sebelumnya tidak ada, riwayat patah tulang tidak ada.
Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus sejak 10 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Keluarga


2

Tidak ada keluarga pasien yang mengeluhkan hal yang sama dengan pasien
III.

Pemeriksaan fisik :

A. Primary Survey
Airway

: clear

Breathing

: spontan, pernafasan 20 x/menit

Circulation

: baik, nadi 84 x/menit, tekanan darah 120/70 mmHg, CRT< 2

Disability

: GCS = E4M6V5 = 15

B. Secondary Survey
Keadaan umum

: tampak sakit sedang

Kesadaraan

: Compos mentis

Tanda vital
Tekanan darah

: 120/70 mmHg

Nadi

: 84 x/menit

Pernafasan

: 20 x/menit

Suhu

: 36,8 C

Status Generalis
Kepala

: normochepali, rambut putih, lurus, distribusi


merata, jejas (-)

Mata

: conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, RCL


+/+, RCTL +/+, pupil bulat isokor, diameter
3 mm/3 mm

Mulut

: Mukosa kering (-), oral hygiene baik

Telinga

: normotia, serumen +/+, sekret -/-, othore (-/-)

Hidung

:normosepta, sekret -/-, tidak ada nafas cuping hidung, rhinore


(-/-)

Leher

: pembesaran kelenjar KGB (-), kelenjar tiroid


tidak teraba membesar, jejas (-), deviasi trakhea (-)

Thorak
3

Pulmo

Inspeksi

: Simetris saat statis maupun dinamis

Palpasi

: Vocal fremitus kiri dan


kanan sama

Perkusi

: Sonor pada paru kiri dan kanan

Auskultasi

: Suara napas vesikuler +/+, ronkhi -/- wheezing -/-

Jantung

Inspeksi

: Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi

: Iktus kordis teraba pada ICS V 1 jari medial linea


midklavikula sinistra

Perkusi

- Batas Jantung Atas : Sela iga III sinistra


- Batas Jantung Kiri : ICS V, 1 jari medial Linea Mid Clavikula Sinistra
- Batas Jantung Kanan : ICS IV Linea Para Sternal Dextra
Auskultasi

Abdomen

: Bunyi jantung I > II reguler, murmur (-),gallop (-)

Inspeksi

: Datar, distensi (-), jejas (-)

Palpasi

: Dinding abdomen soepel, turgor baik, nyeri tekan(-) ,


hepar dan limpa tidak teraba membesar.

C.

Perkusi

: Timpani pada seluruh abdomen, shifting dullness (-)

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Ekstremitas

: Akral hangat pada keempat ekstremitas, edema (-)

Kulit

: turgor baik

Status Orthopedi

Pemeriksaan tanggal 09/08/2016


Regio Femur Sinistra
Look : Swelling (-), deformitas (+), luka (-)
Feel : Nyeri (+)
Move : ROM terbatas
Pemeriksaan tanggal 19 Agustus 2016
Regio femoralis

,
Look :

Dekstra
Hematoma (-), swelling (-)
Perdarahan (-), jejas (-),
perdarahan (-)

Feel :

Nyeri tekan (-), hangat,


krepitasi (-)
Pulsasi :
1. a.poplitea : (+) reguler,
isi dan tegangan cukup
2. a. Tibialis posterior : (+)
reguler, isi dan tegangan
cukup.
3. a. Dorsalis pedis (+)
reguler, isi dan tegangan
cukup

Move :

Articulatio coxae
Articulatio coxae
Exorotasi (+), endorotasi Pergerakan sendi terbatas
(+), abduksi (+), adduksi karena nyeri
(+), fleksi (+), ekstensi (+)
Articulatio genue :
Fleksi (+), ekstensi (+)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


5

Sinistra
Hematoma (-), swelling (-)
Perdarahan (-), jejas (-),
perdarahan (-), skin traksi
(+)
Nyeri tekan (+), hangat,
krepitasi sulit dinilai
Pulsasi :
1. a.poplitea : sulit dinilai
2. a. Tibialis posterior :
sulit dinilai
3. a. Dorsalis pedis sulit
dinilai

Articulatio genue:
Pergerakan sendi terbatas
karena nyeri

A. Pemeriksaan Foto Pelvic AP

Gambar 1. Foto Pelvis AP

Gambar 2. Foto klinis

B. Pemeriksaan Laboratorium

Jenis
Pemeriksaan

Hasil
Nilai Normal
09/08/2016 18/08/2016

22/08/2016

Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
MPV
LED
Eosinofil
Basofil
Netrofil
Batang
Netrofil
Segmen
Limfosit
Monosit
SGOT
SGPT
Protein Total
Albumin
Globulin
Natrium
Kalium
Clorida
Kalsium (Ca)
Magnesium
Ureum
Kreatinin
KGDS
HbA1c

12,0-15,0gr/dl
37-47%
4,2-5,4 106/L
4,5-10,5

10,1
33
3,8

9,8
33
3,7

6,9

12,0

360

322

87
27
31
14,5
9,5
7
0

89
27
30
14,4
9,6
3
0

2-6%

50-70%

47

83

20-40%
2-8%
<31 U/L
<34 U/L
6.4-8.3 U/L
3.5 - 5.2 g/dL

34
11
134
4,2
106
55
2,20
252
9,40

10
4
5,3
2,40
-

103/mm3
150400.103/mm3
80-100 fL
27-31 pg
32-36 %
11,5-14,5%
7,2-11,1 fL
<15mm/jam
0-6%
0-2%

135-145 mmol/L
3.5- 4.5 mmol/L
90-110 mmol/L
8,6-10,3 mmol/L
1,6-2,6 mmol/L
13-43 mg/dl
0.51-0.95 mg/dl
<200 mg/dl
<6,5 %

IV.

10,7
36
4,0
8,2
335
88
27
30
14,6
10,0
2
1
0
69
17
11
-

RESUME

Pasien rujukan dari Rumah Sakit Umum Bunda, Lhoksumawe dengan keluhan nyeri
pada kaki sebelah kiri sejak 5 minggu yang lalu. Keluhan ini disebabkan karena pasien
sebelumnya terjatuh di kamar mandi. Pada saat terjatuh, posisi tubuh menimpa kaki sebelah
kiri. Setelah terjatuh, pasien mengaku ia tidak bisa berjalan. Pasien mengaku dalam kondisi
tersadar saat terjatuh. Pasien mengaku tidak sempat pingsan.
8

Pemeriksaan fisik
Abdomen soepel, datar, jejas (-) , nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien
tidak teraba membesar. Regio femoralis: Look: skin trash (+), jejas (-), perdarahan (-).
Feel : nyeri tekan (+) Move: ROM terbatas karena nyeri
Pemeriksaan penunjang :

Kesimpulan hasil pemeriksaan foto pelvic AP:


Tampak frakture pada neck femur sinistra
Kesimpulan hasil pemeriksaan laboratorium :
Kesan leukositosis + anemia

VI.

DIAGNOSIS

- Close frakture neck femur sinistra

VII.

PENATALAKSANAAN

- IVFD RL 20 gtt/ menit


- Inj. Novalgin 1 gr / 8 jam
- Inj. Ranitidin 1 amp/ 12 jam
- Pemasangan kateter urin
- Pasang skin traksi
-

Persiapan operasi THR

VIII. PROGNOSIS
-

Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad functionam

: dubia ad bonam

Ad sanationam

: dubia ad bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1

Anatomi Femur
Femur merupakan tulang terpanjang dan terkeras yang ada pada tubuh dan

dikelompokkan ke dalam ekstremitas bagian bawah. Di sebelah atas, femur bersendi dengan
acetabulum untuk membentuk articulatio coxae dan di bawah dengan tibia dan patella untuk
membentuk articulatio genu. Ujung atas femur memiliki caput, collum, trochanter major, dan
trochanter minor. 4

10

Gambar 3.1 Anatomi Femur


Caput membentuk dua pertiga dari bulatan dan bersendi dengan acetabulum os coxae.
Pada pusat caput terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yang berguna sebagai
tempat melekatnya ligamentun capitis femoris. Sebagian suplai darah untuk caput femoris
dari arteri obturatoria dihantarkan melalui ligamentum ini dan memasuki tulang melalui
fovea capitis.Collum yang menghubungkan caput dengan corpus berjalan ke bawah,
belakang, dan lateral serta membentuk sudut 125 dan lebuh kecil pada perempuan dengan
sumbu panjang corpus femoris. Besarnya sudut ini dapat berubah karena adanya penyakit.4
Trochanter mayor dan minor merupakan tonjolan yang besar pada taut antara collum
dan corpus. Linea intertrocanterica menghubungkan kedua trocanter ini di bagian anterior,
tempat melekatnya ligamentum iliofemorale dan di bagian posterior oleh crista
intertrochanterica yang menonjol, pada crista ini terdapat tuberculum quadratum.4
Corpus femoris permukaan anteriornya lebih licin dan bulat, sedangkan permukaan
posterior mempunyai rigi yang disebut linea asoera. Pada linea ini melekat otot-otot dan septa
intermuskularis. Garis tepi linea melebar ke atas dan ke bawah. Tepi medial berlanjut ke
distal sebagai crista supracondylaris medialis yang menuju ke tuberculum adductorum pada
condylus medial. Tepi lateral melanjutkan diri ke distal sebagai crista supracondylaris
lateralis. Pada permukaan posterior corpus, tepatnya dibawah trochanter major terdapat
tuberositas glutea sebagai tempat melekatnya musculus gluteus maximus. Corpus melebar

11

kearah ujung distalnya dan membentuk daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya
yang disebut facies poplitea.4
Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis yang bagian
posteriornya dipisahkan oleh insisura intercondylaris. Permukaan anterior condylus ikut serta
dalam pembentukan articulatio genu. Diatas condylus terdapat epicondylus lateralis dan
medialis. Tuberkulum adductorum dilanjutkan oleh epicondylus medialis.4
Ruang fascia anterior tungkai atas diisi oleh musculus sartorius, muskulus iliacus,
musculus psoas, musculus pectineus dan musculus cuadriceps femoris. Dipersarafi oleh
nervus femoralis ruang anterior facia tungkai atas dialiri pembuluh darah arteri femoralis.
Ruang fascia medial tungkai atas diisi oleh musculus gracilis, musculus adductor longus,
musculus adductor magnus, musculus obturatorius externus dengan dipersarafi oleh nervus
obturatorius ruang fascial medial diperdarahi oleh arteri profunda femoris dan arteri
obturatoria. Ruang fascia posterior tungkai atas diisi oleh musculus biceps femoris, msculus
semitendinosus, musculus semimembranosus, dan sebagian kecil musculus adductor magnus
(otot-otot hamstring)/ dipersarafi oleh nervus ischiadicus ruang fascia posterior tungkai atas
diperdarahi oleh cabang-cabang arteri profunda femoris.4

3.2

Definisi
Fraktur adalah patah tulang atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang

ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya. Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.
Fraktur kolum femur adalah fraktur intrakapsuler yang terjadi di femur proksimal pada
daerah yang berawal dari distal permukaan artikuler caput femur hingga berakhir di
proksimal daerah intertrokanter.5

12

Gambar 3.2 Fraktur collum femur


3.3

Etiologi
Penyebab fraktur adalah trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut

kekuatannya melebihi kekuatan tulang, dan mayoritas fraktur akibat kecelakaan lalu lintas.
Trauma-trauma lain adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, cidera olah raga. Trauma
bisa terjadi secara langsung dan tidak langsung. Dikatakan langsung apabila terjadi benturan
pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu, dan secara tidak langsung apabila titik
tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.6

Secara umum penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :6


a. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
i.

Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang


patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang

ii.

dan kerusakan pada kulit diatasnya


Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur

iii.

klavikula.
Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat

b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat
mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
1. Tumor tulang (jinak atau ganas) :
13

pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif.


2. Infeksi seperti osteomielitis :
dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu
proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
3. Rakhitis:
suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi
diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau
oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
3.3 Klasifikasi
Klasifikasi kolum femur menurut anatomis dapat dibagi tiga. Fraktur kolum femur
terbagi menjadi tiga tipe yaitu subkapital, trans atau mid-servikal, dan basicervikal. Tipe
yang paling sering adalah subkapital pada pasien lanjut usia dan basicervikal pada pasien dewasa
muda.7
Klasifikasi fraktur femur menurut Garden berdasarkan pengerasan fraktur dapat dibagi
menjadi empat derajat yaitu :7
Derajat 1 : Fraktur inkomplit impaksi kolum femur.
Derajat 2 : Fraktur komplit tidak bergeser.
Derajat 3 : Fraktur komplit dengan pergeseran moderat.
Derajat 4 : Fraktur bergeser total.

Gambar 3.3 Klasifikasi fraktur Femur Menurut Garden


Staging Garden fraktur kolum femur subkapital adalah :7
1. Stage I : imkomplit (abduksi atau impaksi). Sudut trabekula medial antara kaput femur
dan kolum femur > 180 derajat.

14

2. Stage II : komplit tampa pergeseran. Sudut trabekula medial antara kaput femur dan
kolum femur 180 derajat
3. Stage III: komplit dengan pergeseran parsial. Trabekula medial kaput femur tidak
segaris dengan trabekula pelvis.
4. Stage IV : komplit, pergeseran total. Trabekula medial kaput segaris dengan trabekula
pelvis
Klasifikasi menurut Pauwel :7
1. Tipe I : fraktur dengan garis fraktur 30
2. Tipe II : fraktur dengan garis fraktur 50
3. Tipe III : fraktur dengan garis fraktur 70

Gambar 3.4 Klasifikasi fraktur Femur Menurut Pauwel


3.4

Mekanisme Trauma
Fraktur kolum femur dapat disebabkan baik karena energi rendah maupun energi

tinggi. Fraktur ini pada umumnya terjadi pada pasien usia lanjut akibat trauma energi rendah,
seperti jatuh pada saat berdiri. Menurut frankel, fraktur kolum femur terjadi akibat gaya asial
melebihi gaya bending. Gangguan dinamika otot dapat meningkatkan risiko fraktur kolum
femur pada usia lanut. Energi akibat jatuh akan terserap oleh otot pada pasien usia muda,
namun tidak dapat diserap dengan baik oleh otot yang lemah pada pasien usia lanjut.
15

Mekanisme lainnya adalah akibat gaya yang berlebihan kontraksi otot pada tulang saat upaya
mendapatkan kestabilan setelah jatuh. Mekanisme lain yang juga bisa menyebabkan fraktur
adalah akibat jatuh mengenai panggul sehingga gaya langsung mengenai trokanter mayor
menimbulkan gaya aksial sepanjang kolum femur dan menyebabkan fraktur impaksi.8
Beberapa peneliti menduga bahwa ekstremitas bawah dalam posisi rotasi eksterna saat
jatuh. Saat rotasi eksterna yang ekstrim kolum femur menekan bibir acetabulum posterior,
dan berlaku seperti fulcrum sehingga konsentrasi tekanan terjadi pada daerah ini. Kombinasi
gaya aksial dan rotasi menimbulkan fraktur. Mekanisme ini dapat menerangkan bahwa
kominusi kolum femur posterior pada fraktur ini.8

3.5 Diagnosis9
a. Anamnesis
Pada anamnesis biasanya didapatkan adanya riwayat trauma, baik yang hebat maupun
trauma ringan diikuti dengan rasa nyeri dan ketidakmampuan untuk menggunakan
ekstremitas bawah. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak
selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin terjadi di daerah lain. Anamnesis dilakukan
untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi kejadian) dan kejadian-kejadian yang
berhubungan dengan cedera tersebut. Riwayat cedera atau fraktur sebelumnya, riwayat sosial
ekonomi, pekerjaan, obat-obatan yang dia konsumsi, merokok, riwayat alergi dan riwayat
osteoporosis serta penyakit lain. Bila tidak ada riwayat trauma, teliti apakah ada
kemungkinan fraktur patologis.
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan awal perlu diperhatikan adanya tanda syok, anemia atau perdarahan,
kerusakan organ lainnya dan faktor predisposisi seperti pada fraktur patologis.
Pada pemeriksaan lokal, dilakukan tiga hal penting yakni:
Inspeksi (look)
Pada look dinilai adanya deformitas berupa angulasi, rotasi, pemendekan atau pemanjangan,
bengkak, luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur tertutup atau terbuka.
Palpasi (feel)
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada feel adalah adanya nyeri tekan, krepitasi dan temperatur
setempat yang meningkat. Pada feel juga perlu dinilai keadaan neurovaskuler pada daerah
distal trauma berupa pulsasi arteri, warna kulit, waktu pengisian kapiler dan sensibilitas.
Pergerakan (Movement)

16

Pergerakan dinilai dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif
sendi proksimal dan distal dari daerah trauma. Kemudian dinilai adanya keterbatasan pada
pergerakan sendi tersebut (Range of movement).
c. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis berupa foto polos dapat digunakan untuk menentukan keadaan,
lokasi serta ekstensi fraktur. Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan prinsip rule of two:
dua posisi, dua sendi, dua anggota gerak, dua trauma, dua kali dilakukan foto.

3.7

Tatalaksana 10,11

Terdapat empat prinsip dalam penanganan fraktur, yaitu:


1. Recognition, dengan mengetahui dan menilai keadaan fraktur dari anamnesis,
pemeriksaan klinis dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan lokalisasi
fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan dan
komplikasi yang mungkin terjadi.
2. Reduction, reduksi fraktur apabila diperlukan. Posisi yang baik adalah alignment dan
aposisi yang sempurna. Reduksi terbaik adalah kontak minimal 50% dan overriding
<0,5 inchi pada fraktur femur.
3. Retention, immobilisasi fraktur menggunakan Skin traction. Skin traction merupakan
pilihan terbaik dan tatalaksana yang dapat dilakukan oleh dokter umum.
4. Rehabilitation, mengembalikan aktivitas fungsional semaksimal mungkin.
Tujuan terapi penderita fraktur adalah mencapai union tanpa deformitas dan
pengembalian (restoration) fungsi sehingga penderita dapat kembali pada pekerjaan atau
kegiatan seperti semula. Tujuan ini tidak selalu tercapai secara utuh yang diharapkan dan
setiap tindakan untuk mencapai hal tersebut mempunyai resiko komplikasi. Sebagai contoh
operasi pemasangan fiksasi dalam maka resiko terjadi infeksi dan lain sebagainya dapat
terjadi. Oleh karena itu banyak variasi terjadi pada pengobatan fraktur akibat perbedaan
interpretasi terhadap kondisi penderita.
Energi yang menimbulkan fraktur selalu menyebabkan kerusakan jaringan lunak di
sekitar fraktur. Tujuan utama dalam pengobatan kerusakan jaringan Iunak tersebut
berhubungan erat dengan pengobatan fraktur itu sendiri yang dimulai dengan realignment
pada fraktur yang mengalami pergeseran dan imobilisasi. Mengurangi edema seperti
fastiotomi pada sindrom kompartemen guna meningkatkan perfusi ke jaringan yang
17

mengalami kerusakan sehingga metabolisme sel tersebut aktif kembali. Perlu diketahui
bahwa edema tersebut akan berdampak pengurangan bahkan tidak ada sama sekali distribusi
oksigen dan material-material nutrisi ke jaringan bagian distal lesi tersebut Oleh karena itu
pengobatan kerusakan jaringan Iunak merupakan tindakan awal dan proses penyambungan
tulang.
Opsi terapi untuk fraktur femur sangat bergantung terhadap keparahan dari cidera yang
terjadi. Namun. secara garis besar terdapat dua jenis kategori terapi yaitu terapi
konservatif/non operatif dan terapi operatif. Life saving dan life limb adalah tindakan prioritas
utama pada penderita trauma multipel, mungkin keadaan pasien tidak menguntungkan untuk
dilakukan pembiusan tapi demi kehidupan penderita tindakan operasi tetapi dijalankan demi
life saving seperti perdarahan intra abdominal massive karena ruptur lien dan sebagainya.
Tindakan pembebasan jalan nafas seperti yang diterangkan sebelumnya perlu dilakukan
terhadap gangguan jalan nafas. Demikian juga penanganan sok karena perdarahan dengan
mengontrol perdarahan secara balut menekan dan resusitasi cairan kristalloid maupun
tranfusi.
Setelah tindakan life saving dan life limb diatasi, tindakan awal untuk menangani
fraktur dapat dilakukan. Tindakan awal yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan
pembidaian sementara untuk imobilisasi fraktur, selain itu dapat mengurangi rasa nyeri dan
mengurangi perdarahan. Adanya deformitas yang hebat perlu dikoreksi secara perlahan-lahan
dengan menarik bagian distal secara lembut. Pada fraktur femur terbuka, perlu dilakukan
debridement dan irigasi cairan fisiologis kemudian luka ditutup dengan kasa steril untuk
kemudian dilakukan pemeriksaan foto rongent.
1. Terapi konservatif
Terapi konservatif fraktur femur antara lain meliputi tindakan imobilisasi dengan bidai
eksterna tanpa reduksi dan reduksi tertutup dan imobilisasi dengan fiksasi kutaneus. Tindakan
ini biasanya dilakukan jika fraktur terjadi pada daerah proksimal, suprakondilar, dan corpus
femoris dengan menggunakan, Buck Extension, Weber Extensionsapparat, Well-leg traction,
atau traksi 90/90 femoral.
a. Imobilisasi dengan bidai eksterna
Indikasi: fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan seperti
fraktur femur.
b. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna dengan menggunakan gips
Indikasi: diperlukan manipulasi pada fraktur displaced dan diharapkan dapat direduksi
dengan cara tertutup dan dipertahankan.
18

c. Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut diikuti dengan imobilisasi


Dilakukan dengan beberapa cara yaitu traksi kulit dan traksi tulang.
d. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi
Indikasi: bila reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi tidak memungkinkan,
mencegah tindakan operatif, terdapat angulasi, overriding, dan rotasi yang beresiko
menimbulkan penyembuhan tulang abnormal, fraktur yang tidak stabil pada tulang
panjang dan vertebra servikalis, fraktur femur pada anak mupun dewasa .
Terdapat empat jenis traksi kontinu yaitu traksi kulit, traksi menetap, traksi tulang serta
traksi berimbang dan traksi sliding.
2. Reduksi terbuka dan fiksasi interna atau fiksasi eksterna tulang
Metode ini merupakan metode operatif dengan cara membuka daerah fraktur dan
fragmen direduksi secara akurat dengan penglihatan langsung menggunakan metode
AO.
Indikasi reduksi terbuka dengan fiksasi interna: diperlukan fiksasi rigid misalnya pada
fraktur collum femur, fraktur terbuka, fraktur dislokasi yang tidak dapat direduksi
dengan baik, eksisi fragmen yang kecil, fraktur epifisis, dan fraktur multipel pada
tungkai atas dan bawah.
Indikasi reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna: fraktur terbuka grade II dan II, fraktur
dengan infeksi, fraktur yang miskin jaringan ikat, fraktur tungkai bawah pada penderita
diabetes melitus.
3. Eksisi fragmen tulang dan penggantian dengan protesis
Protesis merupakan alat dengan komposisi metal tertentu untuk menggantikan bagian
tulang yang nekrosis. Biasanya digunakan pada fraktur collum femur dan sendi siku
pada orang tua yang terjadi nekrosis avaskuler dari fragmen atau nonunion
4. Terapi Operatif
Terapi operatif dilakukan bila terapi konservatif gagal, maupun karena kondisi tertentu,
misalnya pada fraktur terbuka, fraktur multipel, adanya interposisi jaringan di antara
fragmen, fraktur pada collum femoris yang membutuhkan fiksasi yang rigit dan
beresiko terjadinya nekrosis avaskuler, dan adanya kontraindikasi pada imobilisasi
eksterna sedangkan diperlukan mobilisasi yang cepat, misalnya fraktur femur pada
lansia.
Untuk kasus-kasus tertentu, misalnya pada fraktur collum femoris pada orang tua
karena terjadi nekrosis avaskuler dari fragmen, maupun non union, dilakukan pemasangan
protesis, yaitu alat dengan komposisi metal tertentu untuk menggantikan jaringan tulang yang
nekrosis.

19

BAB IV
ANALISA KASUS
Dari ilustrasi kasus diatas, berdasarkan dari data anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang didapatkan serta disesuaikan dengan teori yang ada, maka
mengarah pada suatu diagnosis yaitu close fraktur kolum femur. Fraktur atau patah tulang
adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa. Bilamana tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan udara luar
atau permukaan kulit atau kulit diatasnya masih utuh ini disebut fraktur tertutup ( close
fracture ).11
Collum femur adalah tempat yang paling sering terkena fraktur pada manula. Sebagian
besar pasien adalah wanita usia 80 atau 90 tahun dan kaitannya dengan osteoporosis
demikian nyata sehingga insidensi fraktur kolum femur digunakan sebagai ukuran
osteoporosis yang berkaitan dengan umur. Hal ini sesuai dengan kasus yang diangkat yaitu
perempuan dengan usia 58 tahun. 2
Pasien mengeluhkan nyeri pada paha kiri yang dirasakan terutama saat digerakkan. Ia
juga mengeluh tidak bisa berjalan semenjak jatuh. Keluhan ini sesuai dengan teori yang
mengarah ke keadaan fraktur kolum femur, berupa adanya riwayat jatuh yang diikuti nyeri
pinggul. Tungkai pasien terletak pada rotasi lateral, dan terlihat pemendekan bila
dibandingkan tungkai kiri dengan tungkai kanan. Jarak antara trochanter mayor dan spina
iliaka anterior superior lebih pendek, karena trokanter terletak lebih tinggi akibat pergeseran
tungkai ke kranial. Namun, tidak semua fraktur nampak demikian jelas. Pada fraktur yang
terimpaksi pasien mungkin masih dapat berjalan; dan pasien yang sangat lemah atau cacat
mental mungkin tidak mengeluh sekalipun mengalami fraktur bilateral.9
Untuk menegakkan diagnosis pada pasien ini dilakukan pemeriksaan rontgen regio
pelvis. Dari hasil pemeriksaan penunjang tersebut gambarannya menyerupai gambaran
fraktur kolum femur sinistra. Melihat dari data keseluruhan yang terdiri dari anamnesis,
20

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, maka diagnosis close fraktur femur sinistra
dapat ditegakan dan berdasarkan teori yang telah dijelaskan. 9

Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini antara lain :


- IVFD RL 20 gtt/ menit
- Inj. Novalgin 1 gr / 8 jam
- Inj. Ranitidin 1 amp/ 12 jam
- Pemasangan kateter urin
- Pasang skin traksi
-

Operasi THR
Terapi operasi hampir harus dilakukan. Fraktur yang bergeser tidak akan menyatu

tanpa fiksasi internal, dan bagaimanapun juga manula harus bangun dan aktif tanpa ditunda
lagi kalau ingin mencegah komplikasi paru dan ulkus decubitus. Fraktur yang terimpaksi
dapat dibiarkan menyatu,tetati selalu terdapat resiko pergeseran pada fraktur itu, sekalipun
berada di tempat tidur, jadi fiksasi akan lebih aman. 10
Pada fraktur collum femoris pada orang tua karena terjadi nekrosis avaskuler dari
fragmen, maupun non union, sehingga dilakukan pemasangan protesis, yaitu alat dengan
komposisi metal tertentu untuk menggantikan jaringan tulang yang nekrosis. Hal ini juga
dilakukan pada pasien ini, yaitu dilakukannya operasi total hip replacement. Pengantian
pinggul total: mungkin lebih baik 1. Kalau terapi telah tertunda selama beberapa minggu dan
di curigai ada kerusakan acetabulum 2. Pasien dengan penyakit metastatik atau penyakit
Paget.10

21

BAB V
KESIMPULAN

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur kolum femur adalah fraktur
intrakapsuler yang terjadi di femur proksimal pada daerah yang berawal dari distal
permukaan artikuler caput femur hingga berakhir di proksimal daerah intertrokanter. Insiden
fraktur kollum femur meningkat dengan usia, dan setelah 50 tahun adalah dua kali lipat untuk
setiap periode dekade berikutnya, dan 2-3 kali lebih tinggi pada wanita dibandingkan pada
pria. 80% dari patah tulang pinggul terjadi pada perempuan dan 90% pada orang yang lebih
tua dari 50 tahun. Peningkatan insiden pada kejadian usia tertentu yang mungkin disebabkan
oleh osteoporosis, volume otot berkurang dan respon neuromuskular. Selain itu, banyak
pasien dalam kondisi lemah terus beraktivitas , bahkan setelah penyakit serius, operasi dan
pengobatan patah tulang. Mendiagnosis close fraktur femur dapat dilakukan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan penunjang. Ada dua metode penanganan fraktur leher femur, yaitu
konservatif dan operatif. Pengobatan operatif hampir selalu dilakukan baik pada orang
dewasa muda ataupun pada orangtua

22

DAFTAR PUSTAKA
1. Orlin Filipov,Epidemiology and social burden of femoral neck fractures, Department
of Geriathic orthopedics, Vitosha Hospital - Sofia, Bulgaria ,Journal of IMAB. 2014,
vol. 20, issue 4
2. Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Edisi ke-3. Jakarta: Erlangga;
2006.p.85
3. American College of Surgeon Committee of Trauma (ACSCOT). Advanced Trauma
Life Support for Doctor. Chicago: ATLS Student Course Manual. 2008.
4. Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta: ECG.2005
5. Anonim. Fraktur collum femur. In: Mansjoer A,Wardhani WI, Setiowulan W.
Kapitaselekta kedokteran. Edisi ke-3 (2). Jakarta: Media Aesculapius FKUI;
2000.p.355-6.
6. Staff pengajar bagian ilmu bedah FKUI Jakarta. Kumpulan kuliah ilmu bedah.
Jakarta:Balai Penerbit FKUI; 2004.p.484-7
7. Rosenthal RE. Fracture and Dislocation of the Lower Extremity. In: Early Care of
theInjured Patient, ed IV. Toronto, Philadelphia: B.C. Decker;2000
8. Simbardjo, joko. Fraktur ekstremitas bawah. Dalam Kumpulan kuliah ilmu
bedah. Jakarta : Binarupa Aksara Publisher.
9. Weissleder, R., Wittenberg, J., Harisinghani, Mukesh G.,
Musculoskeletal Imaging in Primer of

Chen, John W.

Diagnostic Imaging, 4th Edition. Mosby

Elsevier. United States. 2007. P: 408-410.


10. Apley GA, Solomon L. Buku ajar ortopedi dan fraktur sistem Apley. Edisi ke-7.
Jakarta: Widya Medika.1995

23

11. Aukerman,

Douglas

F.

Femur

Injuries

and

Fractures. Citet

http://emedicine.medscape.com/article/90779-overview#showall. 2015, 14 Nov.

24

from

Вам также может понравиться