Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
2.1 DEFINISI2,4,9
Congenital Talipes Equino Varus adalah fiksasi dari kaki pada posisi adduksi,
supinasi dan varus. Tulang calcaneus, navicular dan cuboid terrotasi ke arah
medial terhadap talus, dan tertahan dalam posisi adduksi serta inversi oleh
ligamen dan tendon. Sebagai tambahan, tulang metatarsal pertama lebih fleksi
terhadap daerah plantar.
2.2 EPIDEMIOLOGI1,2,4,6
Insiden dari CTEV bervariasi, bergantung dari ras dan jenis kelamin.
Insiden CTEV di Amerika Serikat sebesar 1-2 kasus dalam 1000 kelahiran hidup.
Perbandingan kasus laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Keterlibatan bilateral
didapatkan pada 30-50% kasus.
2.3 KLASIFIKASI1,4,10
Terdapat banyak klasifikasi dalam pembagian CTEV, tetapi belum
terdapat satu klasifikasi yang digunakan secara universal. Pembagian yang sering
digunakan adalah postural atau posisional, serta fixed rigid. Clubfeet postural
atau posisional bukan merupakan clubfeet yang sebenarnya. Sedangkan clubfeet
jenis fixed atau rigid dapat digolongkan menjadi jenis yang fleksibel (dapat
dikoreksi tanpa operasi) dan resisten (membutuhkan terapi operatif, walaupun hal
ini tidak sepenuhnya benar menurut pengalaman dr. Ponseti).
2.6 ETIOLOGI1,2,4,6
Etiologi yang sebenarnya dari CTEV tidak diketahui dengan pasti. akan
tetapi banyak teori mengenai etiologi CTEV, antara lain :
a. Faktor mekanik intra uteri
adalah teori tertua dan diajukan pertama kali oleh Hipokrates. Dikatakan
bahwa kaki bayi ditahan pada posisi equinovarus karena kompresi
eksterna uterus. Parker (1824) dan Browne (1939) mengatakn bahwa
adanya oligohidramnion mempermudah terjadinya penekanan dari luar
karena keterbatasan gerak fetus.
b. Defek neuromuskular
1
Radiographi
Gambaran radiologis dari CTEV adalah adanya kesejajaran antara tulang talus
dan kalkaneus. Posisi kaki selama pengambilan foto radiologis memiliki arti yang
sangat penting. Posisi anteroposterior (AP) diambil dengan kaki fleksi terhadap
plantar sebesar 30 dan posisi tabung 30 dari keadaan vertikal. Posisi lateral
diambil dengan kaki fleksi terhadap plantar sebesar 30.
Gambaran AP dan lateral juga dapat diambil pada posisi kaki dorsofleksi dan
plantar fleksi penuh. Posisi ini penting untuk mengetahui posisi relatif talus dan
kalkaneus.
Mengukur sudut talokalkaneal dari posisi AP dan lateral. Garis AP digambar
melalui pusat dari aksis tulang talus (sejajar dengan batas medial) serta melalui
pusat aksis tulang kalkaneus (sejajar dengan batas lateral). Nilai normalnya adalah
antara 25-40. Bila ditemukan adanya sudut kurang dari 20 maka dikatakan
abnormal.
Garis anteroposterior talokalkaneus hampir sejajar pada kasus CTEV. Seiring
dengan terapi yang diberikan, baik dengan casting maupun operasi, maka tulang
kalkaneus akan berotasi ke arah eksternal, diikuti dengan talus yang juga
mengalami derotasi. Dengan begitu maka akan terbentuk sudut talokalkaneus
yang adekuat.
Garis lateral digambar melalui titik tengah antara kepala dan badan tulang
talus serta sepanjang dasar tulang kalkaneus. Nilai normalnya antara 35-50,
sedang pada CTEV nialinya berkisar antara 35 dan negatif 10.
Sudut dari dua sisi ini (AP and lateral) ditambahkan untuk mengetahui indeks
talokalkaneus, dimana pada kaki yang sudah terkoreksi akan memiliki nilai lebih
dari 40.
Garis AP dan lateral talus normalnya melalui pertengahan tulang navikular dan
metatarsal pertama.
Pengambilan foto radiologis lateral dengan kaki yang ditahan pada posisi
maksimal dorsofleksi adalah metode yang paling dapat diandalkan untuk
mendiagnosa CTEV yang tidak dikoreksi.
2.9 TERAPI2,3,4,5,9
2.9.1 Terapi Medis
Tujuan dari terapi medis adalah untuk mengoreksi deformitas yang ada
dan mempertahankan koreksi yang telah dilakukan sampai terhentinya
pertumbuhan tulang.
Secara tradisional, CTEV dikategorikan menjadi dua macam, yaitu :
Metode Ponseti
Metode ini dikembangkan oleh dr. Ignacio Ponseti dari Universitas Iowa.
Metode ini dikembangkan dari penelitian kadaver dan observasi klinik yang
dilakukan oleh dr. Ponseti. langkah-langkah yang harus diambil adalah sebagai
berikut :
1. Deformitas utama yang terjadi pada kasus CTEV adalah adanya rotasi
tulang kalkaneus ke arah intenal (adduksi) dan fleksi plantar pedis. Kaki
berada dalam posisi adduksi dan plantar pedis mengalami fleksi pada sendi
subtalar. Tujuan pertama adalah membuat kaki dalam posisi abduksi dan
dorsofleksi. Untuk mendapatkan koreksi kaki yang optimal pada kasus
CTEV, maka tulang kalkaneus harus bisa dengan bebas dirotasikan
kebawah talus. Koreksi dilakukan melalui lengkung normal dari
5
persendian subtalus. Hal ini dapat dilakukan dengan cara meletakkan jari
telunjuk operator di maleolus medialis untuk menstabilkan kaki dan
kemudian mengangkat ibu jari dan diletakkan di bagian lateral dari kepala
talus, sementara kita melakukan gerakan abduksi pada forefoot dengan
arah supinasi.
2. Cavus kaki akan meningkat bila forefoot berada dalam posisi pronasi.
Apabila ditemukan adany cavus, maka langkah pertama dalam koreksi
kaki adalah dengan cara mengangkat metatarsal pertama dengan lembut,
untuk mengoreksi cavusnya. Setelah cavus terkoreksi, maka forefoot dapat
diposisikan abduksi seperti yang tertulis dalam langkah pertama.
3. Saat kaki diletakkan dalam posisi pronasi, hal tersebut dapat menyebabkan
tulang kalkaneus berada di bawah talus. Apabila hal ini terjadi, maka
tulang kalkaneus tidak dapat berotasi dan menetap pada posisi varus.
Seperti tertulis pada langkah kedua, cavus akan meningkat. Hal ini dapat
menyebabkan tejadinya bean-shaped foot. Pada akhir langkah pertama,
maka kaki akan berada pada posisi abduksi maksimal tetapi tidak pernah
pronasi.
4. Manipulasi dikerjakan di ruang khusus setelah bayi disusui. Setelah kaki
dimanipulasi, maka langkah selanjutnya adalah memasang long leg cast
untuk mempertahankan koreksi yang telah dilakukan. Gips harus dipasang
dengan bantalan seminimal mungkin, tetapi tetap adekuat. Langkah
selanjutnya adalah menyemprotkan benzoin tingtur ke kaki untuk
melekatkan kaki dengan bantalan gips. Dr. Ponsetti lebih memilih untuk
memasang bantalan tambahan sepanjang batas medial dan lateral kaki,
agar aman saat melepaskan gips menggunakan gunting gips. Gips yang
dipasang tidak boleh sampai menekan ibu jari kaki atau mengobliterasi
arcus transversalis. Posisi lutut berada pada sudut 90 selama
pemasangan gips panjang. Orang tua bayi dapat merendam gips ini selama
30-45 menit sebelum dilepas. Dr. Ponsetti memilih melepaskan gips
dengan cara menggunakan gergaji yang berosilasi (berputar). Gips ini
dibelah menjadi dua dan dilepas, kemudian disatukan kembali. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui perkembangan abduksi forefoot, selanjutnya
hal ini dapat digunakan untuk mengetahui dorsofleksi serta megetahui
koreksi yang telah dicapai oleh kaki ekuinus.
5. Adanya usaha untuk mengoreksi CTEV dengan paksaan melawan tendon
Achilles yang kaku dapat mengakibatkan patahnya midfoot dan berakhir
dengan terbentuknya deformitas berupa rockerbottom foot. Kelengkungan
kaki yang abnormal (cavus) harus diterapi secara terpisah, seperti yang
digambarkan pada langkah kedua, sedangkan posisi ekuinusnya harus
dapat dikoreksi tanpa menyebabkan patahnya midfoot..
Secara umum dibutuhkan 4-7 kali pemasangan gips untuk mendapatkan
abduksi kaki yang maksimum. Gips tersebut diganti tiap minggu. Koreksi
6
yang dilakukan (usaha untuk membuat kaki dalam posisi abduksi) dapat
dianggap adekuat bila aksis paha dan kaki sebesar 60
Setelah dapat dicapai abduksi kaki maksimal, kebanyakan kasus
membutukan dilakukannya tenotomi perkutaneus pada tendon Achilles.
Hal ini dilakukan dalam keadaan aspetis. Daerah lokal dianestesi dengan
kombinasi antara lignokain topikal dan infiltrasi lokal minimal
menggunakan lidokain. Tenotomi dilakukan dengan cara membuat irisan
menggunakan pisau Beaver (ujung bulat). Luka post operasi kemudian
ditutup dengan jahitan tunggal menggunakan benang yang dapat
diabsorbsi. Pemasangan gips terakhir dilakukan dengan kaki yang berada
pada posisi dorsofleksi maksimum, kemudian gips dipertahankan hingga
2-3 minggu.
6. Langkah selanjutnya setelah pemasangan gips adalah pemakaian sepatu
yang dipasangkan pada lempengan Dennis Brown. Kaki yang bermasalah
diposisikan abduksi (rotasi ekstrim) hingga 70. with the unaffected foot
set at 45 of abduction. Sepatu ini juga memiliki bantalan di tumit untuk
mencegah kaki terselip dari sepatu. Sepatu ini digunakan 23 jam sehari
selama 3 bulan, kemudian dipakai saat tidur siang dan malam selama 3
tahun.
7. Pada kurang lebih 10-30% kasus, tendon dari titbialis anterior dapat
berpindah ke bagian lateral Kuneiformis saat anak berusia 3 tahun. Hal ini
membuat koreksi kaki dapat bertahan lebih lama, mencegah adduksi
metatarsal dan inversi kaki. Prosedur ini diindikasikan pada anak usia 22.5 tahun, dengan cara supinasi dinamik kaki. Sebelum dilakukan operasi
tersebut, pasangkan long leg cast untuk beberapa minggu.
2.9.2 TERAPI OPERATIF2,8
a. Insisi
Beberapa pilihan untuk insisi, antara lain :
Cincinnati : jenis ini berupa insisi transversal, mulai dari sisi anteromedial
(persendian navikular-kuneiformis) kaki sampai ke sisi anterolateral
(bagian distal dan medial sinus tarsal), dilanjutkan ke bagian belakang
pergelangan kaki setinggi sendi tibiotalus.
Insisi Turco curvilineal medial atau posteromedial : insisi ini dapat
menyebabkan luka terbuka, khususnya pada sudut vertikal dan medial
kaki. Untuk menghindari hal ini, beberapa operator memilih beberapa
jalan, antara lain :
o
Tendon Achilles
Pelapis tendon dari otot-otot yang melewati sendi subtalar.
Ligamen fibulocalcaneal
2.9 KOMPLIKASI2,7,8
Infeksi (jarang)
Kekakuan dan keterbatasan gerak : adanya kekakuan yang muncul di awal
berhubungan dengan hasil yang kurang baik.
2.11 PROGNOSIS2,5,6
Kurang lebih 50% dari kasus CTEV pada bayi baru lahir dapat dikoreksi
tanpa tindakan operatif. dr Ponseti melaporkan tingkat kesuksesan sebesar
89% dengan menggunakan tehniknya (termasuk dengan tenotomi tendon
Achilles). Peneliti lain melaporkan rerata tingkat kesuksesan sebesar 1035%. Sebagian besar kasus melaporkan tingkat kepuasan setinggi 75-90%,
baik dari segi penampilan maupun fungsi kaki.
Hasil yang memuaskan didapatkan pada kurang lebih 81% kasus. Faktor
utama yang mempengaruhi hasil fungsional adalah rentang gerakan
pergerakan kaki, dimana hal tersebut dipengaruhi oleh derajat pendataran
kubah dari tulang talus. Tiga puluh delapan persen dari pasien dengan
kasus CTEV membutuhkan tindakan operatif lebih lanjut (hampir 2/3 nya
adalah prosedur pembentukan ulang tulang).
Hasil terbaik didapatkan pada anak-anak yang dioperasi pada usia lebih
dari 3 bulan (biasanya dengan ukuran lebih dari 8 cm).
Overkoreksi
Dekubitus
Kurang lebih 50% kasus CTEV bayi baru lahir dapat dikoreksi tanpa tindakan
operatif.
Teknik ponseti (termasuk tenotomi tendon Achilles) dilaporkan memiliki
tingkat kesuksesan sebesar 89%
10
DAFTAR PUSTAKA
1. Meidzybrodzka, Z. 2002. Congenital Talipes Eqinovarus (clubfoot):
disorder of the foot but not the hand. www.anatomisociety.com [29 juli
2008].
2. Patel, M. 2007. Clubfoot. www.emedicine.com [29 juli 2008].
3. Harris, E. 2008. Key Insight To Treating Talipes Equinovarus.
www.podiatry.com [29 juli 2008].
4. Nordin, S. 2002. Controversies In Congenital Clubfoot: Literature
Review. www.mjm.com [29 juli 2008].
5. Pirani, S. 1991. A Relible & Valid Method of Assesing the Amount of
Deformity in the Congenital Clubfoot Deformity. www.ubc.com [2 juli
2008].
6. Anonym. 2006. Brith Defect Risk Factor Series: Talipes Equinovarus
(clubfoot). www.statehealth.com [2 juli 2008].
7. Anonym. 2005. Clubfoot Deformity. www.dubaibone.com [5 juli 2008].
8. Hussain, S. et al. 2007 Gomal Journal of Medical Sciences July Dec
2007, Vol. 5, No. 2. Turcos Postero Medial Release for Congenital
Talipes Equinovarus. www.gjm.com [5 juli 2008].
9. Soule, R. E. 2008. Treatment of Congenital Talipes Equinovarus in
10.
11
12