Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Penelitian
Kualitatif
Anggota IKAPI No. 127/JTI/2011
Anggota APPTI No. 036/KTA/APPTI/X/2012
Dewi Rokhmah
Iken Nafikadini
Erdi Istiaji
UNIVE
TY
9 786029 030648
R
BE
SI
JEM
ISBN978-602-9030-64-8
602903064-7
ISBN:
Membangun Generasi
Menuju Insan Berprestasi
Buku Ajar
METODE
PENELITIAN KUALITATIF
Oleh:
Diterbitkan oleh
UPT Penerbitan UNEJ
Jl. Kalimantan 37 Jember 68121
Telp. 0331-330224, Voip. 0319, Fax. 0331-339029
E-mail: upt-penerbitan@unej.ac.id
KATA PENGANTAR
Buku Ajar Metodologi Penelitian Kualitatif dalam bahasa
Indonesia belum banyak ditulis oleh para pakar penelitian, akan tetapi
realisasi dalam bentuk praktik lapangan sudah banyak dilaksanakan oleh
kalangan peneliti, mahasiswa maupun praktisi yang lain. Kehadiran buku
ringkas dan padat ini paling tidak akan memenuhi kehausan informasi
tentang metode penelitian kualitatif bagi kalangan mahasiswa dan praktisi
penelitian. Menjelaskan tentang penelitian kualitatif sebenarnya tidak
mudah, karena dalam praktiknya sangat beragam. Para peneliti yang
menganut paradigma berbeda, akan memberikan rincian maupun varian
penelitian kualitatif yang berbeda pula. Hampir setiap pakar memiliki
persepsi dan penjelasan yang berbeda tentang ragam penelitian kualitatif.
Pengalaman lapangan masing masing peneliti ketika melaksanakan
penelitian, akan memperkaya pengetahuan tentang penelitian serta akan
memudahkan menjelaskan berbagai jenis penelitian kualitatif yang pernah
dilakukannya. Semakin banyak pengalaman dan semakin sering
melakukan jenis penelitian kualitatif tertentu, akan semakin rinci cara
menjelaskannya.
Untuk menambah wawasan tentang berbagai jenis penelitian
kualitatif, maka mahasiswa sebaiknya perlu terus melakukan penelusuran
literatur yang lain. Banyak buku-buku teks tentang Metode Penelitian
Kualitatif yang ditulis dalam bahasa asing, bisa dijadikan rujukan untuk
memahami lebih dalam tentang jenis penelitian ini. Memang tidak mudah
untuk memahami penelitian kualitatif hanya dengan pendalaman literatur
yang ada secara abstrak. Setiap peneliti yang memiliki komitmen
melaksanakan penelitian kualitatif, sudah seharusnya mampu
mengembangkan berfikir secara abstrak. Melalui kemampuan abstraksi
itulah seorang peneliti kualitatif akan mampu membangun narasi-narasi
hasil penelitian. Oleh karena itu, wawasan pengalaman di lapangan juga
perlu dicoba, untuk mempraktikkan berbagai ragam penelitian kualitatif
tersebut. Dalam iklim akademik yang bebas dan semakin kompetitif
sekarang ini perbedaan pandangan serta kemampuan menjelaskan temuan
penelitian adalah kekuatan bagi kemunculan variasi ilmu.
Semoga kehadiran buku ini dapat membantu para mahasiswa
dan praktisi penelitian untuk memahami dan memperluas wawasan
tentang penelitian kualitatif.
Jember, 5 Januari 2015
Prof. Dr. Hary Yuswandi, M.A
iii
PRAKATA
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Alloh SWT.
karena atas izin-Nya buku ajar mata kuliah Metodologi Penelitian
Kualitatif dapat diselesaikan. Mata kuliah Metodologi Penelitian
Kualitatif adalah mata kuliah yang ditempuh oleh mahasiswa peminatan
dan menjadi bahan rujukan untuk pembuatan skripsi. Oleh karena itu
hadirnya buku ajar mata kuliah ini memang sangat dibutuhkan. Buku ajar
ini memenuhi kepentingan mahasiswa dalam mempelajari metodologi
penelitian yang bersifat kualitatif.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu terselesaikannya buku ajar ini. Harapan kami
semoga buku ajar ini bermanfaat bagi mahasiswa Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Tentu saja kami tetap menerima saran dan kritik terhadap isi
buku ajar ini demi perbaikannya kedepan.
Jember, 22 September 2014
Tim Penyusun
iv
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar .................................................................................
iii
Prakata ..............................................................................................
iv
Daftar Isi ...........................................................................................
v
Daftar Gambar ..................................................................................
vii
Daftar Tabel ...................................................................................... viii
BAB 1
1
1
2
3
4
4
BAB 2
5
5
15
15
15
BAB 3
17
17
18
19
20
20
21
21
33
34
34
35
35
44
BAB 4
BAB 5
44
44
BAB 6
45
45
52
53
53
BAB 7
55
55
64
67
70
79
79
80
81
81
83
83
83
85
85
88
88
88
89
91
93
BAB 8
BAB 9
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 4.1
Gambar 5.1
Gambar 5.2
Gambar 6.1
Gambar 7.1
Gambar 7.2
Gambar 7.3
Gambar 7.4
Gambar 7.5
vii
22
36
44
46
60
61
65
67
71
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 6.1
Tabel 7.1
viii
52
75
BAB 1
KONSEP DASAR PENELITIAN KUALITATIF
BAB 2
PENDEKATAN PENELITIAN KUALITATIF
10 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
ada dalam konteks kehidupan masyarakat. Dalam memahami apa yang
ada di balik gejala yang tampak itu (noumena) digunakanlah panca indra.
Lebih lanjut Fatchan (2011) menjelaskan bahwa tujuan penelitian
dengan menggunakan pendekatan ini adalah pemahaman respon atas
keberadaan individu manusia/kelompok/masyarakat, serta pengalaman
yang dipahami dalam berinteraksi. Penelitian ini bersifat induktif dengan
mengandalkan atau memahami makna yang ada dibalik fenomena
(noumena) yang dideskripsikan secara rinci.
Penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan
fenomenologi bersumber atas dasar kajian ilmu filsafat dimana kajian ini
bertujuan untuk memahami makna kejadian, gejala yang timbul, dan atau
interaksi bagi individu dalam kondisi dan situasi tertentu dalam
kehidupan sehari-hari di suatu masyarakat tertentu (Fatchan, 2011).
Fatchan sependapat dengan beberapa ahli (Water, 1994:31 ;
Sparringa, 2000:1457 ; Dimyati, 2000:67 ; Collin, 1997:217) bahwa
Fenomenologi mengkaji masuk ke dalam dunia makna yang terkonsep /
terkonstruksi dalam diri individu yang kemudian digejalakan dalam
bentuk fenomena. Dengan kata lain, ia menerobos ke dalam untuk
mengungkap makna apa yang ada dibalik fenomena yang ditampilkan
oleh individu dalam kehidupannya sehari-hari. Asumsi dari pendekatan
fenomenologi adalah bahwa bagi individu melakukan interaksi dengan
sesamanya ada banyak cara penafsiran pengalaman, makna dari
pengalaman itulah yang sebenarnya membentuk realitas tindakan yang
ditampakkan atau digejalakan (Fatchan, 2011).
Kahija (2006) mengartikan fenomenologis sebagai penelitian
pada makna pengalaman hidup beberapa orang tentang fenomena/konsep
tertentu. Kahija dalam bukunya yang berjudul Pengenalan dan
Penyusunan Proposal/Skripsi Penelitian Fenomenologis, menjelaskan
bahwa manfaat fenomenologi adalah menunjukkan bahwa dalam
melakukan penelitian kualitatif peneliti perlu mengurung rasa sok tahu
dan sok ngerti. Tindakan mengurung ini oleh Edmund Husserl disebut
dengan bracketing. Peneliti yang menggunakan pendekatan fenomenologi
harus menjadi pendengar yang baik sehingga subjek penelitian merasa
ingin menceritakan seluruh pengalamannya.
Murti (2010) menekankan fenomenologi kepada konstruksi
(bangunan) yang dibuat masing-masing individu tentang kehidupan
dunia. Kehidupan dunia masing-masing individu berbeda satu dengan
yang lainnya dan perilaku individu hanya dapat dipahami dengan cara
menempatkannya dalam konteks kehidupan individu yang bersangkutan.
Murti (2010) mengutip dari Rice dan Ezzy (2000) bahwa fenomenologi
mencatat semua perilaku yang berhubungan dengan perilaku sebelumnya
P e n d e k a t a n P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f | 11
12 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
I. Etnometodologi
Menurut Fatchan (2011) dalam bukunya yang berjudul
Metodologi Penelitian Kualitatif kajian pendekatan etnometodologi
memusatkan perhatiannya pada : Bagaimanakah orang-orang
memahami aktivitas kehidupannya sehari-hari, sebagaimana mereka
menerimanya dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itulah
Fatchan (2011) menyebut etnometodolgi sebagai suatu studi tentang
orang-orang guna menciptakan keteraturan sosial. Hal ini sejalan dengan
apa yang dikemukakan oleh beberapa ahli (Ritzer, 1992:373; Waters,
1994:36; Sparringa, 2000:588; Dimyati, 2000:131) yang dikutip oleh
Fatchan (2011) bahwa kajian etnometodologi berakar dari disiplin ilmu
sosiologi, arah kajian memfokus pada pertanyaan bagaimana individu
memahami berbagai aktivitas kehidupannya di setiap hari (everyday life)
dalam suatu kelompok masyarakatnya. Kajian ini mengarah pada
kelompok, institusi, atau organisasi sosial sebagai suatu yang dibangun
dari pengalaman yang berbeda-beda dari berbagai individu yang berbedabeda pula. Jika fenomenologi lebih menitikberatkan pada kajian tindakan
individu dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, maka
etnometodologi lebih mengarah pada tindakan suatu kelompok atau
organisasi tertentu.
Seperti halnya fenomenologi, etnometodologi melihat suatu
organisasi sosial sebagai suatu yang harus dibangun diluar berbagai
pengalaman yang berbeda-beda dari berbagai individu yang berbeda pula.
Pendekatan ini lebih ditujukan kepada pengamatan terhadap suatu tingkah
laku atau tindakan manusia dalam kelompoknya. Penelitian mengarah
pada pemahaman terhadap tingkah laku atau tindakan suatu kelompok
masyarakat tertentu (Fatchan, 2011).
J. Interaksi Simbolik
Kajian dengan pendekatan ini terpusat pada pertanyaan :
Bagaimanakah seperangkat simbol dan dipahaminya secara bersama
terhadap makna simbol yang menampakkan diri dalam kehidupan
anggota masyarakat dan kelompoknya?. Adapun teori yang mendasari
kajian ini adalah disiplin ilmu sosiologi dan psikologi sosial. Asumsi
teoritiknya adalah bahwa dalam kehidupan masyarakat itu senantiasa
berbentuk interaksi simbolik yang terbentuk melalui interaksi dan
komunikasi, baik antar individu, individu dengan kelompok, dan atau
antar kelompok, dengan menggunakan seperangkat simbol yang dipahami
maknanya melalui proses belajar (Fatchan, 2011).
Proses belajar yang dimaksud adalah pemahaman pada simbolsimbol dan saling menyesuaikan makna dari simbol-simbol tersebut.
P e n d e k a t a n P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f | 13
14 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
akan mungkin tercapai jika dapat memahami terhadap dirinya sendiri
terlebih dahulu. Hal ini sejalan dengan apa yang dijelaskan pcara ahli
(Sparringa, 2000; Miles and Huberman, 1994:11) bahwa suatu
pemahaman berarti menciptakan hubungan di antara keduanya, hubungan
itu akan semakin erat jika dilakukan oleh orang yang hendak memahami,
dimana orang tersebut melakukan pemahaman terlebih dahulu terhadap
dirinya (Fatchan, 2011).
Menurut Fatchan (2011) studi permasalahan pada pendekatan ini
dipusatkan pada permasalahan : Dibawah kondisi apakah tindakan
manusia mengambil tempat atau menghasilkan sesuatu? Dan bagaimana
hasil tindakan manusia tersebut dimungkinkan untuk diinterpretasikan
maknanya?Pemahaman hermenuistik ini selalu merupakan pemahaman
terhadap pra-pengertian. Pemahaman situasi orang lain hanya mungkin
tercapai melalui pemahaman atas situasi diri sendiri terlebih dahulu.
Pemahaman berarti menciptakan komunikasi antar kedua situasi tersebut.
Komunikasi tersebut akan semakin intensif apabila situasi yang hendak
difahami, oleh fihak yang hendak memahami diaplikasikannya pada
dirinya sendiri.
M. Inquiri Filosofi (Philosophycal Inquiry)
Suatu penelitian yang menggunakan analisis intelektual guna
memperjelas
makna,
membikin
nilai-nilai
menjadi
nyata,
mengidentifikasi etika, bahkan juga studi tentang hakikat ilmu. Penelitian
filosofis berdasarkan atas isu dan ide (issue or idea) dari semua perspektif
literatur. Ia menguji atau menelaah secara mendalam mengenai makna
suatu konsep. Ia berupaya merumuskan dalam bentuk pertanyaan atau
memikirkan jawabannya. Selanjutnya ia menyarankan implikasi atas
berbagai jawaban tersebut (Fatchan, 2011).
Berdasarkan penjelasan Salladien yang dikutip oleh Fatchan
(2011), beberapa kategori atau jenis penelitian inkuiri filosofis yang
sering digunakan antara lain :
1. Studi fondasional (fondational study) melibatkan analisis atas
fenomena tertentu yang dianut bersama
2. Studi analisis filosofis (philosophycal analysis) suatu upaya menguji
makna dan mengembangkan teori yang diperoleh melalui analisis
konsep ataupun analisis linguistik
3. Analisis etik (ethical analysis) menerapkan analisis intelektual atas
masalah etik apabila dikaitkan dengan konsep hak, tugas, kesadcaran,
keadilan, pilihan, dan tanggung jawab. Analisis etik sesungguhnya
sebagai alat penggiring bagi munculnya final rational tatkala dimensi
etik diragukan
P e n d e k a t a n P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f | 15
16 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
BAB 3
TEKNIK PENYUSUNAN PROPOSAL
PENELITIAN KUALITATIF
18 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
3.2 Rumusan Masalah dalam Penelitian Kualitatif
Semua penelitian selalu berangkat dari suatu masalah. Suatu
masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara, tentatif dan
akan berkembang atau berganti setelah peneliti berada di lapangan. Hal
ini karena masalah yang dibawa peneliti masih remang-remang, gelapkompleks dan dinamis.
Masalah sering disebut sebagai fokus penelitian. Penetapan fokus
ini dapat dipastikan jika peneliti sudah berada di tempat penelitian atau
lapangan penelitian. Tujuan penetapan fokus penelitian adalah sebagai
penetapan fokus yang mana dapat membatasi wilayah penelitian, jika
masalah penelitian berhadapan dengan kontradiksi yang berlainan. Kedua,
penetapan fokus bertujuan untuk memenuhi kriteria inklusi-eksklusi atau
memasukkan-mengeluarkan suatu informasi yang baru diperoleh di
lapangan. Jadi, dengan penetapan fokus secara jelas dan mantap ini aan
membantu peneliti dalam membuat keputusan yang tepat mengenai data
yang akan dikumpulkan atau data yang harus dibuang (Muhtar, 2013).
Menurut Fatchan (2011) ada 3 kemungkinan masalah yang
dibawa oleh peneliti sebelum dan sesudah peneliti memasuki lapangan
penelitian. Yang pertama, masalah yang dibawa oleh peneliti tetap,
sehingga dari awal penelitian sampai ahir penelitian masalah tersebut
tetap sama. Yang kedua, masalah yang dibawa peneliti setelah memasuki
penelitian menjadi berkembang yaitu memperluas atau memperdalam
masalah yang telah dipersiapkan. Dan yang ketiga adalah masalah yang
dibawa peneliti setelah memasuki lapangan berubah total sehingga
peneliti harus mengganti masalanhya.
Ada perbedaan antara masalah dengan rumusan masalah. Dalam
Fatchan (2011) dikemukakan bahwa masalah merupakan penyimpangan
antara yang seharusnya dengan yang terjadi. Sedangkan rumusan masalah
menurut Fatchan adalah pertanyaan penelitian yang disusun berdasarkan
masalah yang harus dicarikan jawabannya melalui pengumpulan data.
Dimana data tentang masalah bisa berasal dari dokumentasi hasil
penelitian, pengawasan, evaluasi, pengamatan pendahuluan, dan
pernyataan orang-orang yang patut dipercaya.
Sugiyono (2008) menjelaskan bahwa berdasarkan level of
explanation maka secara umum terdapat 3 bentuk rumusan masalah, yaitu
rumusan masalah deskriptif, komparatif, dan asosiatif. Rumusan masalah
deskriptif adalah suatu rumusan masalah yang memandu peneliti untuk
mengeksplorasi dan atau memotret situasi sosial yang akan diteliti secara
menyeluruh, luas dan mendalam. Sedangkan rumusan masalah komparatif
adalah rumusan masalah yang memandu peneliti untuk membandingkan
antara konteks sosial atau domain satu dibandingkan dengan yang lain.
T e k n i k P e n y u s u n a n P r o p o s a l | 19
20 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
3.4 Latihan/Tugas
Carilah jurnal ilmiah nasional/internasional terakreditasi sebanyak
3 jurnal dan tulis untuk masing-masing jurnal tersebut tujuan, manfaat
dan rumusan masalah penelitian.
3.5 Pengayaan Bacaan
Babbie, Earl. 1986. The Practice of Social Research. Fourth
Edition. Eadsworth Publishing Co. : Belmont, California. A Division of
Wadsworth, Inc.
BAB 4
METODE PENGUMPULAN DATA
PENELITIAN KUALITATIF
22 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
pengalaman personal, dan partisipasi dalam kaji tindak. Berbagai teknik
pengumpulan data itu sebenarnya merupakan methodologial trade yang
bisa dimodifikasi sesuai dengan kepentingan si peneliti.
M e t o d e P e n g u m p u l a n D a t a | 23
24 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
8. Menyusun kuisioner sesuai dengan petunjuk pengisian dan daftar
pertanyaan yang telah dipersiapkan. Kuisioner yang telah disusun bisa
disampaikan melalui pertemuan dalam kelompok, penyampaian secara
individual, melalui surat, melalui email, majalah, koran, atau situs di
internet. Pemerkayaan informasi selanjutnya selain dapat diperoleh
melalui interview, dialog secara kelompok, juga bisa ditempuh melalui
kegiatan observasi.
b. Teknik Observasi
Observasi dihubungkan dengan upaya-upaya : merumuskan
masalah, membandingkan masalah (yang dirumuskan dengan kenyataan
di lapangan), pemahaman secara detail permasalahn (guna menemukan
detail pertanyaan) yang akan dituangkan dalam kuisioner, ataupun untuk
menemukan strategi pengambilan data dan bentuk perolehan pemahaman
yang dianggap paling tepat (Fatchan, 2011).
Menurut Sanafiah Faisal dalam Sugiyono (2010) observasi dibagi
menjadi observasi berpartisipasi, secara terang-terangan dan tersamar, dan
yang tidak berstruktur.
1. Observasi partisipatif
Dalam observasi ini peneliti turur serta dan terlibat dalam
kegiatan sehari-hari orang yang digunakan sebagai sumber data
penelitian. Sambil melakukan pengamata, peneliti ikut melakukan apa
yang dilakukan oleh sumber data dan ikut merasakan suka dukanya.
Dengan demikian data yang diperoleh akan lebih lengkap dan tajam
serta sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang
tampak.
Seperti yang talah digambarkan pada skema di atas, observasi
jenis ini digolongkan menjadi empat:
a) Observasi yang pasif
Dalam hal ini peneliti datang ke tempat kegiatan orang yang
diteliti namun tidak ikut dalam kegiatan yang dilakukan tersebut.
b) Observasi yang moderat
Dalam mengumpulkan data, peneliti ikut observasi partisipatif
dalam beberapa kegiatan, namun tidak semuanya. Peneliti
menyeimbangkan untuk menjadi orang dalam dan orang luar
c) Observasi yang aktif
Dalam hal ini peneliti ikut melakukan apa yang dilakukan
narasumber, tetapi belum sepenuhnya lengkap.
d) Observasi yang lengkap
Dalam hal ini peneliti seperti tidak melakukan penelitian. Peneliti
sudah terlibat sepenuhnya pada apa yang dilakukan narasumber
M e t o d e P e n g u m p u l a n D a t a | 25
26 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
Adapun tahapan-tahapan dalam melakukan observasi menurut
Spradley dalam Sugiyono (2010) meliputi:
1. Observasi deskriptif
Bila dilihat dari segi analisis maka dalam hal ini peneliti melakukan
analisis domain karena mampu mendeskripsikan semua yang ia temui.
Observasi deskriptif ini dilakukan peneliti saat memasuki situasi sosial
tertentu sebagai obyek penelitian. Pada tahap ini peneliti belum
membawa masalah yang dia teliti, oleh karena itu pengamatan yang
dilakukan berupa pengamatan umum dan menyeluruh, mengamati
pada apa semua yang ia dengar, lihat dan dirasakan sehingga dalam
tahap ini hasil pengamatan masih belum tertata.
2. Observasi terfokus
Dalam tahap ini peneliti sudah mempersempit dan memfokuskan pada
aspek tertentu (biasanya disebut sebagai mini tour observation).
Dinamakan observasi terfokus karena dalam tahap ini peneliti
melakukan analisis taksonomi yang mana bisa menemukan titik fokus.
Namun meski sudah memfokuskan pada domain tertentu, hasil
pengamatan masih belum terstruktur.
3. Observasi terseleksi
Dalam tahap ini peneliti telah menguraikan fokus yang ditemukan
sehingga data yang diperoleh lebih rinci. Menurut Sugiyono (2010)
dengan melakukan analisis komponensial terhadap fokus. Maka pada
tahap ini peneliti telah menemukan karakteristik, kontraskontras/perbedaan dan kesamaan antar kategori serta menemukan
hubungan antara satu kategori dengan kategori yang lain. Pada tahap
ini peneliti diharapkan telah menemukan pemahaman mendalam atau
hipotesis.
Dalam melakukan observasi perlu dilakukan pencatatanpencatatan, catatan observasi ini menurut Kahija (2006) terbagi atas :
1. Observasi empiris, yaitu observasi yang murni berdasarkan tangkapan
indra peneliti. Indar yang paling banyak bekerja adalah mata dan
telinga.
2. Observasi
interpretatif,
yaitu
observasi
yang
berisi
interpretasi/penafsiran peneliti ketika indra peneliti sedang
mengobservasi.
c. Teknik Interview(Wawancara)
Kahija ( 2006) mendefinisikan wawancara adalah metode
pengumpulan data dimana satu orang menanyakan pertanyaan ke orang
lain baik berhadapan langsung face to face, berhadapan lewat layar, atau
berbicara lewat telepon.Secara teoritis wawancara biasanya terbagi dalam
M e t o d e P e n g u m p u l a n D a t a | 27
28 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
Menurut Sugiyono (2010) wawancara jenis ini sudah termasuk dalam
kategori in-depth interview dimana pelaksanaannya lebih bebas
dibandingkan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara ini
adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, karena
pihak yang diwawancara diminta pendapat dan ide-idenya. Dalam
wawancara, peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa
yang dikemukakan oleh informan.
3. Wawancara tak berstruktur (unstructured interview)
Interviu tak terstruktur (terbuka) merupakan interviu dimana
peneliti hanya hanya berfokus pada pusat-pusat permasalahan tanpa
diikat format-format tertentu secara ketat (Fatchan, 2011).
Sugiyono (2010) mendefinisikan wawancara tidak terstruktur
sebagai jenis wawancara yang bebas dimana peneliti tidak
menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara
sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman
wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar
permasalahan yang akan diterapkan.
Dalam melakukan wawancara tidak terstruktur, peneliti lebih
banyak mendengarkan apa yang diceritakan oleh responden sebab peneliti
belum mengetahui secara pasti data apa yang akan diperoleh
nantinya.Pada teknik jenis ini di awal wawancara peneliti boleh bertanya
hal-hal yang tidak terkait dengan tujuan. Jika sudah terbuka kesempatan
untuk menanyakan sesuatu yang menjadi tujuan maka segera
dipertanyakan pada responden.
Fatchan (2011) menjelaskan bahwa pelaksanaan wawancara bisa
dilakukan secara individual atau kelompok dimana dalam hal ini peneliti
sebagai interviewer bisa melakukan interviu secara directive atau
nondirective. Dilakukan secara directive bila peneliti selalu berusaha
mengarahkan topik pembicaraan sesuai dengan fokus permasalahn yang
ingin dipecahkan. Interviu dilakukan secara nondirectivebila peneliti
bukannya ingin memfokuskan pembicaraan pada masalah tertentu
melainkan ingin mengeksplorasi suatu masalah.
Adapun langkah-langkah dalam melakukan wawancara yang
dipaparkan oleh Sanafiah Faisal dalam Sugiyono (2010) adalah sebagai
berikut :
a. Menetapkan kepada siapa wawancara akan dilakukan
b. Menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan
pembicaraan
c. Mengawali atau membuka alur wawancara
d. Melangsungkan alur wawancara
e. Mengkonfirmasikan ikhtisar hasil wawancara dan mengakhirinya
M e t o d e P e n g u m p u l a n D a t a | 29
30 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
terjadi di lapangan. Apa yang dicatat bukan hanya terkait dengan fakta
yang terlihat tetapi juga dengan fakta yang diperoleh dari hasil interaksi
atau interview.
e. Teknik ElisitasiDokumen
Penelitian kualitatif tidak hanya merujuk pada kejadian-kejadian
sosial yang ada dalam masyarakat tetapi bisa juga merujuk pada
dokumen-dokumen (berbagai dokumen bisa dalam bentuk teks misalnya
bacaan, rekaman radio maupun audio visual). Biasanya dalam hal ini
peneliti sedang melakukan penelitian terhadap naskah, karya sastra, dan
seni pertunjukkan. Oleh karena itu Fatchan (2011) mengemukakan bahwa
dalam hal ini teknik pengumpulan data dapat dilakukan melalui elisitasi
teks sesuai dengan fokus permasalahan yang dikerjakan dan evidensi
yang nantinya akan diajukan.
f. Teknik Penelaahan Data pada Pengalaman Personal
Menurut Clandnn dan Conelly dalam Fatchan (2011) konteks
pengalaman atau experience dalam hal ini adalah the stories people live
people berupa buku harian narasi, tuturan pengalaman kesjarahan (secara
lisan), surat maupun jurnal. Factor yang harus diperhatikan dalam teknik
ini adalah interaksi dan kontinuitas.Interaksi yang dimaksud berkaitan
dengn pertalian pengalaman personal secara individual dengan aspek
eksistensial maupun relasi sosialnya.Sedangkan kontinyuitas dalam hal
ini lebih mengacu pada karakterstik pengalaman yang dikemukakan
(ditinjau dalam segi ruang dan waktu).
Teknik pengumpulan datanya selain bersifat inward, outward,
backward, dan forward.Pada tataran inward peneliti melakukan
pengumpulan data yang terfokus pada aspek personalnya. Sementara pada
tataran outward peneliti melakukan kajian eksistensial aau relasi
sosialnya. Peneliti juga perlu memperhatikan pengumpulan data yang
terkait dengan masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang. Hal yang
demikian disebut dengan pengumpulan data dengan perspektif backward
dan forward (Fatchan, 2011).
g. Teknik Partisipasi dalam Penelitian Aksi
Teknik jenis ini berbeda dengan sejumlah teknik di atas.Pada
beberapa teknik di atas bisa jadi pengambilan data mengacu pada pada
data natural sedangkan pada teknik jenis partisispasi dalam penelitian aksi
atau yang biasa disebut dengan penelitian kaji tindak pengambilan data
yang dilakukan lebih mengacu pada hasil intervensi peneliti sebagai
praktisi yang telah dipersiapkan peneliti. Reason dalam Fatchan (2011)
M e t o d e P e n g u m p u l a n D a t a | 31
32 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
Misalnya dengan melakukan triangulasi teknik maka peneliti
menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda untuk mendapatkan
data dai satu sumber yang sama. Triangulasi sumber berarti peneliti
melakukan pengumpulan data dari sumber yang berbeda namun dengan
teknik yang sama.
j. FGD
FGD (Focus Group Discussion) atau yang biasa disebut sebagai
diskusi kelompok terfokus adalah suatu metode yang digunakan dalam
diskusi kelompok, dimana seorang moderator bertindak sebagai
pemimpin dan pengendali diskusi kelompok. Peserta terdiri dari delapan
hingga sepuluh orang, menyatakan pandangan-pandangan mereka tentang
berbagai isu yang menjadi perhatian penelitian (Murti, 2010).
Kresno et al (1999) menjelaskan pengertian FGD sebagai salah
satu teknik dalam mengumpulkan data kualitatif, dimana sekelompok
orang berdiskusi dengan pengarahan dari seorang moderator atau
fasilitator mengenai suatu topik.
Selanjutnya secara rinci Kresno et al (1999) menjelaskan
karakteristik Fokus Grup Diskusi, diancaranya :
a. Peserta terdiri dari 6-12 orang
Kelompok harus cukup kecil sehingga memungkinkan setiap individu
untuk mendapat kesempatan mengeluarkan pendapatnya, tetapi di
samping itu juga cukup memperoleh pandangan anggota kelompok
yang bervariasi. Karena apabila peserta kelompok terdiri lebih dari 12
orang akan timbul kecenderungan semua peserta FGD ingin
mengeluarkan pendapatnya sehingga beberapa orang mungintidak
mendapat kesempatan untuk berbicara. Sedangkan jika kelompok
dihadiri hanya 4-6 orang maka akan memberi lebih banyak
kesempatan kepada para peserta untuk berdiskusi namun ide-ide yang
diperoleh nantinya akan terbatas.
b. Peserta tidak saling mengenal
Peserta FGD ini mempunyai ciri-ciri yang sama. Ciri-ciri yang
sama ini ditentukan oleh tujuan dari studi, dimana ciri yang sama ini
digunakan sebagai dasar dalam pemilihan peserta FGD.
Alasan mengapa tidak memasukkan peserta yang saling mengenal
pada satu kelompok adalah berkaitan dengan analisis data FGD. Orang
yang bertugas menganalisa hasil FGD tidak dapat mengisolasi faktorfaktor apa yang mempengaruhi peserta FGD. Apakah hasil studi
berkaitan sepenuhnya dengan materi yang didiskusikan ataukah
pendapat peserta telah dipengaruhi oleh akibat adanya interaksi antar
mereka sebelumnya.
M e t o d e P e n g u m p u l a n D a t a | 33
34 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
pemahaman yang dianggap paling tepat. Observasi dibagi menjadi
observasi berpartisipasi, secara terang-terangan dan tersamar, dan yang
tidak berstruktur.
3. Teknik wawancara adalah metode pengumpulan data dimana satu
orang menanyakan pertanyaan ke orang lain baik berhadapan langsung
face to face, berhadapan lewat layar, atau berbicara lewat
telepon.Secara teoritis wawancara biasanya terbagi dalam 3 jenis,
yakni wawancara terstruktur, tidak terstruktur dan semi struktur.
4. Teknik penelaahan catatan lapangan dan memomerupakan teknik
pengambilan data yang dilakukan melalui observasi yang digabungkan
dengan interaksi dalam bentuk dialog secara partisipatoris.
4.3 Latihan/Tugas
Cariah satu jurnal ilmiah nasional/internasional/karya ilmiah
dengan pendekatan kualitatif, pelajari terlebih dahulu penelitian tersebut,
mulai dari tujuan dan rumusan masalahnya. Pelajari siapa target
sasarannya lalu buatlah panduan wawancara sedehana (disesuaikan
dengan jurnal/karya ilmiah tersebut). Setelah itu turunlah ke lapangan
(sesuaikan target sasaran dengan jurnal/karya ilmiah yang didapat).
Buatlah latihan untuk mengumpulkan data-data kualitatif yang telah Anda
pelajari di bab 4.
4.3 Pengayaan Bacaan
Babbie, Earl. 1986. The Practice of Social Research. Fourth
Edition. Eadsworth Publishing Co. : Belmont, California. A Division of
Wadsworth, Inc.
BAB 5
ANALISIS DATA PENELITIAN KUALITATIF
36 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
Terseleksi (Selected Observation), Analisis Tema (Theme Analysis),
Analisis Interaktif,Optimal Matching Analysis, dan Teknik Analisis
Wacana Kritis (Critical Discourse Analysis). Sedangkan Sugiyono (2010)
dan Mukhtar (2013) dalam bukunya menyebutkan 4 teknik analisis data
kualitatif, yakni analisis domain, analisis taksonomi, analisis
komponensial, dan analisis tema budaya.
Berikut ini adalah penjelasan masing-masing teknik yang dimaksud:
1. Teknik Analisis Isi (Content Analysis)
Teknik analisis ini sering dijumpai dalam analisis verifikasi
kualitatif. Analisis ini merupakan upaya-upaya klarifikasi lambanglambang yang dipakai dalam komunikasi dan menggunakan kriteria
dalam klarifikasi pada saat membuat prediksi (Fatchan, 2011).
Menemukan
Lambang atau
Simbol
Klarifikasi data
berdasarkan atas
lambang / simbol
yang ditemukan
Prediksi
dari hasil
analisis
data
A n a l i s i s D a t a P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f | 37
38 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
diantara hal-hal yang ada di dalam domain budaya. Lebih lanjut,
taksonomi membedakan dari sebuah domain dalam satu hal, yaitu ia
menunjukkan adanya hubungan diantara semua kategori khusus yang ada
di dalam domain (Mukhtar, 2013).
Sebagaimana analisis domain, analisis taksonomi juga dibangun
dari istilah populer, istilah analitis dan campuran dari keduanya. Sehingga
ada beberapa peneliti yang mencoba menggabungkan antara analisis
domain dengan analisis taksonomis ke dalam suatu proses dengan alasan
bahwa analisis taksonomis sebenarnya merupakan perluasan dari analisis
domain. Akan tetapi sebaiknya analisis ini dilakukan secara
terpisah(Mukhtar, 2013).
Dibawah ini merupakan prosedur analisis terhadap domain dalam
Mukhtar (2013) yang ada di dalam situasi budaya :
1. Memilih sebuah domain untuk melakukan analisis taksonomis
2. Mencari persamaan yang didasarkan atas beberapa hubungan semantis
3. Mencari kategori khusus tambahan
4. Mencari domain yang lebih besar dan lebih inklusif yang termasuk
dalam bagian domain yang dianalisis
5. Membangun taksonomi tentatif
6. Melakukan observasi terfokus untuk memeriksa analisis data
7. Membangun taksonomi pelengkap
Menurut Fatchan (2011) setelah peneliti menemukan makna
domain dalam bentuk deskripsi tertentu yang dilakukan melalui focused
observation selanjutnya adalah melakukan analisis dengan teknik analisis
taksonomi yang berguna untuk mengungkapkan bagaimana dan mengapa
makna yang terkandung tersebut diatur serta dikaitkan secara sistematik.
Sehingga dalam analisis ini akan ditemukan pola hubungan antar temuan
fokus / antar domain budaya.
Beberapa hal yang akan ditemukan saat menggunakan teknik
analisis taksonomi menurut Fatchan (2011) adalah sebagai berikut :
1. Deskripsi rinci tentang fokus (domain yang diteliti)
2. Bentuk hubungan/kaitan antar/fokus (domain) dan
3. Ditemukannya tingkatan dari masing-masing fokus (domain)
yang mana ketiga kategori di atas didasarkan atas sudut
pandangan dari subjek, peneliti atau gabungan dari keduanya. Dengan
begitu kebenarannya adalah kebenaran alamiah dan ilmiah. Dikatakan
alamiah karena dilihat dari sudut pandang subjek dan disebut ilmiah
karena dilihat dari sudut pandang peneliti yang dilakukan secara kritik
dan analitik.
A n a l i s i s D a t a P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f | 39
40 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
5. Teknik Analisis Tema Kultural (Discovering Cultural Analysis)
Fatchan (2011) menjelaskan bahwa teknik analisis ini sering
disebut sebagai teknik analisis tematik dimana setiap domain/tema akan
menjadi simpul dari masing-masing sub-tema. Bentuk analisis ini seperti
sarang laba-laba, dimana berbagai tema sebagai simpul pusatnya.
Sanapiah Faisal (1990) yang dikutip oleh Sugiyono (2010)
mengatakan bahwa analisis tema atau discovering cultural themes
sesungguhnya merupakan upaya mencari benang merah yang
mengintegrasikan lintas domain yang ada. Sehingga dengan
ditemukannya benang merah dari hasil analisis domain, taksonomi, dan
komponensial tersebut maka selanjutnya akan dapat tersusun suatu
kontruksi bangunan situasi sosial/objek penelitian yang sebelumnya
masih gelap atau remang-remang dan setelah dilakukan penelitian maka
akan menjadi lebih jelas dan terang. (Sugiyono, 2010)
Mukhtar (2013) memberikan strategi dalam melakukan analisis
tema, yaitu sebagai berikut :
1. Membandingkan budaya
2. Mencari domain yang lebih besar yang meliputi bidang budaya
3. Mencari persamaan diantara dimensi perbedaan
4. Mengidentifikasi domain yang terorganisir
5. Membuat diagram skematis dalam kawasan budaya
6. Penelitian tema yang lebih umum
7. Teknik kontrol sosial yang informal
8. Mengelola hubungan sosial yang tidak mengenai individu tertentu
9. Menulis ringkasan mengenai kawasan budaya
6. Teknik Analisis Komparatif Konstan (Constant Comparative)
Dalam penelitian Grounded Theory biasanya menggunakan
analisis komparatif konstan yang pada dasarnya mengekspose analisis
deskriptif. Beberapa pakar menyebutnya sebagai analisis ekstrim.
Aktualisasinya digunakan untuk membanding-bandingkan kejadian saat
peneliti menganalisis. Analisis ini dilakukan secara terus-menerus
sepanjang penelitian berlangsung sehingga didapatkan komparasi fakta
atau realitas yang benar-benar valid (konstan) (Fatchan, 2011).
7. Teknik Observasi Terfokus (Focused Observation)
Realitanya situasi ssosial yang paling sederhanapun mengandung
banyak makna yang kompleks. Sehingga diperlukan peneliti untuk tinggal
lama di lokasi penelitian. Agar bisa memusatkan perhatian pada
permasalahan tertentu maka diperlukan fokus penelitian yang berfungsi
sebagai pengendali.
A n a l i s i s D a t a P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f | 41
42 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
10. Teknik Analisis Interaktif
Menurut Miles dan Huberman yang di kutip oleh Fatchan (2011)
analisis data merupakan kegiatan yang tersusun atas :
1. Pengurutan data sesuai dengan rentang permasalahan atau urutan
pemahaman yang ingin diperoleh
2. Pengorganisasian data dalam formasi, kategori ataupun unit pemerian
tertentu sesuai dengan antisipasi peneliti
3. Interpretasi peneliti berkenaan dengan signifikansi butir-butir ataupun
satuan data sejalan dengan pemahaman yang diperoleh
4. Penilaian atas butir ataupun satuan data, sehingga membuahkan
kesimpulan : baik atau buruk, tepat atau tidak tepat, signifikan atau
tidak signifikan.
Model teknik analisis ini diajukan oleh Huberman dan Miles (1994).
Fatchan menambahkan bahwa saat peneliti melakukan analisis
perlu memperhatikan tahap kegiatan interaktif, yakni :
a. Penataan data mentah
b. Pemilahan data
c. Pengkodean data
d. Pemertalian koherensi data secara analitis
e. Identifikasi hubungan makna antara data yang satu dengan data
yang lain
f. Tranposisi data
g. Pemaparan makna, informasi ataupun karakteristik secara empirik
h. Penulisan ulang (kelanjutan poing)
11. Teknik Optimal Matching Analysis
Analisis data model Optimal Matching Analyisis (OMA)ini dapat
ditemukan dalam kajian sosiologi. Teknik ini bisa disebut sebagai Teknik
Pemadanan Maksimal (TPM). Menurut Chan yang dikutip oleh Fatchan
(2011) menjelaskan cara kerja yang ditempuh dalam model OMA sebagai
berikut :
1. Melakukan pengelompokan atau clustering
2. Menyusun tipologi
3. Membuat perbandingan atas tipologi data yang tersusun
4. Menghapus data maupun tipologi yang berulang atau tumpang tindih
5. Memadankan data yang memiliki hubungan atau kemiripan dalam
satuan cluster, dan
6. Memadankan dan menguntai cluster data penelitian menjadi untaian
teks.
A n a l i s i s D a t a P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f | 43
44 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
data, verifikasi/menarik kesimpulan.Dibawah ini adalah model interaktif
komponen analisis:
Pengumpulan
Data
Reduksi
Data
Display Data
Menarik
Kesimpulan /
Verifikasi
BAB 6
VERIFIKASI DATA PENELITIAN KUALITATIF
46 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
Uji Kredibilitas
Data
Uji Keabsahan
Data
Uji
Transferability
Perpanjangan
Pengamatan
Peningkatan
Kerekunan
Triangulasi
Uji Depenability
Diskusi dengan Teman
Uji
Confirmability
V e r i f i k a s i D a t a P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f | 47
48 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
6.1.1.3 Triangulasi
Triangulasi merupakan teknik yang digunakan untuk menguji
keterpercayaan data (memeriksa keabsahan data atau verifikasi data) atau
dengan istilah lain dikenal dengan trustworthiness dengan
memanfaatkan hal-hal lain yang ada di luar data tersebut untuk keperluan
mengadakan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data yang
telah dikumpulkan (Mukhtar, 2013).
Triangulasi data adalah suatu upaya memeriksa keabsahan data
dengan memanfaatkan sesuatu di luar data tersebut, misalnya
mempertemukan atau cross check antara temuan data hasil observasi dan
data hasil wawancara (Fatchan, 2011).
Menurut Kahija di dalam teknik triangulasi peneliti berusaha
menemukan berbagai sudut pandang lain untuk mengecek benar atau
tidaknya data yang sudah ditemukan. Berbagai sudut pandang ini menurut
Kahija bisa diperoleh dari buku-buku, pekar-pakar yang bersedia diajak
berdiskusi, peneliti-peneliti lain (lewat jurnal atau diskusi), dan metodemetode lain (misalnya tidak hanya wawancara tapi juga observasi).
Fatchan (2011) menyebutkan bahwa dalam upaya memeriksa
keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu di luar data tersebut, antara
lain terhadap sumber data, metode, penyidik atau cara perolehan data.
Misalnya mempertemukan (cross check) data antara temuan data hasil
observasi dan data hasil wawancara terhadap masalah cara memupuk
tanaman padi. Agar peneliti tidak bingung maka masing-masing temuan
data sebaiknya diberikan kode khusus.
Dengan demikian ada 3 macam triangulasi yang secara detail
dijelaskan oleh Sugiyono (2010) yaitu :
a) Triangulasi sumber
Triangulasi sumber digunakan untuk menguji kredibilitas data yang
dilakukan dengan cara mengecek data yang sudah diperoleh melalui
beberapa sumber. Misalnya untuk menguji gaya kepemimpinan
seseorang, maka pengumpulan dan pengujian data yang telah
diperoleh dilakukan ke bawahan yang dipimpin, ke atasan yang
menugasi, dan ke teman kerja dalam satu kelompok kerja.dat hasil
pengujian terhadap ketiga sumber ini tidak dapat dirata-rata seperti
halnya
penelitian
kuantitatif,
melainkan
dideskripsikan,
dikategorisasikan pandangan yang sama, yang berbeda dan mana yang
spesifik dari ketiga sumber data tersebut. Setelah data dianalisis dan
menghasilkan kesimpulan maka selanjutnya dimintakan kesepakatan
atau member check terhadap tiga sumber data tersebut.
V e r i f i k a s i D a t a P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f | 49
b) Triangulasi teknik
Teknik ini dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang
sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya data diperoleh dengan
wawancara, lalu di cek dengan observasi, dokumentasi atau kuesioner.
Jaika data yang ditemukan berbeda-beda maka peneliti perlu
mengadakan diskusi lebih lanjut kepada
sumber data yang
bersangkutan atau pihak yang lain untuk memastikan data mana yang
dianggap benar. Atau mungkin semuanya benar, karena sudut
pandangnya berbeda-beda.
c) Triangulasi waktu
Kredibilitas data dapat dipengaruhi oleh waktu. Data yang
dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat
narasumber masih segar, belum banyak masalah, akan memberikan
data yang lebih valid sehingga lebih kredibel. Untuk itu dalam rangka
pengujian kredibilitas dapat dilakukan dengan cara melakukan
pengecekan melalui wawancara, observasi ataupun teknik yang
lainnya dalam waktu atau situasi yang berbeda. Jika data yang
dihasilkan berbeda maka perlu dilakukan pengujian berulangkali
hingga ditemukan data yang pasti.
Menurut Sugiyono (2010) triangulasi juga dapat dilakukan
dengan cara mengecek hasil penelitian dari tim peneliti lain yang diberi
tugas melakukan pengumpulan data.
6.1.1.4 Analisis kasus negatif
Kasus negatif dapat didefinisikan sebagai kasus yang tidak sesuai
atau berbeda dengan hasil penelitian hingga pada saat tertentu. Analisis
kasus negatif dapat meningkatkan kredibilitas data karena dengan
mengenalisis kasus negatif berarti peneliti mencari data yang berbeda
atau bahkan bertentangan denga data yang telah ditemukan. Bila tidak ada
lagi data yang berbeda atau bertentangan dengan temuan berarti data yang
ditemukan sudah bisa dipercaya.
6.1.1.5 Diskusi dengan teman
Diskusi dengan teman atau biasa disebut peer debriefing atau
peer review. Menurut Kahija (2006) artinya adalah hasil penelitian di cek
oleh teman sebaya (bukan junior atau senior). Dengan catatan, teman
sebaya ini harus punya pemahaman umum pada inti penelitian yang
dilakukan. Teman sebaya ini diharapkan bisa memeriksa persepsi, insight,
dan analisis peneliti. Peer reviewer ini dibutuhkan karena bisa menjadi
50 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
teman curhat bila ada masalah di lapangan dan sebagai pengeritik bila ada
sesuatu yang dianggap tidak beres.
6.1.1.6 Mengadakan member check
Member check menurut Sugiyono (2010) adalah proses
pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data. Tujuannya
adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan
apa yang diberikan oleh pemberi data. Jika pemberi data menyepakati
data yang ditemukan peneliti maka data tersebut valid dan kredibel/dapat
dipercaya. Namun jika sebaliknya maka peneliti perlu mendiskusikan
dengan pemberi data. Jika perbedaan yang ditemukan terlalu tajam maka
peneliti harus mengubah temuannya dan harus menyesuaikan dengan apa
yang diberikan pemberi data.
Sependapat dengan hal di atas, Fatchan (2011) mengatakan tujuan
member check adalah agar diperoleh pengertian dan kesimpula yang tepat
dan melihat-lihat kekurangan yang adauntuk dimantapkan. Fatchan
menambahkan bahwa upaya ini bisa dilakukan dengnan kelompok
anggota peneliti (teman sejawat dan bahkan para subjek penelitian) yang
mempunyai kualifikasi keahlian di bidang yang diteliti.
Ahli yang lain yakni Kahija (2006) mengungkapkan hal yang
sama yakni member check diartian sebagai peneliti datang menemui
responden atau subjek yang sudah diwawancarainya untuk mengecek
kebenaran data dan interpretasi yang dilakukan peneliti.
6.1.2 Uji Transferabilitas
Standar pengujian ini menurut Kahija (2006) penting untuk
pembaca karena dalam hal ini peneliti akan membantu pembaca untuk
melihat kemungkinan menerapkannya dalam situasi lain yang mirip atau
serupa.
Standar transferabilitas merupakan standar yang dinilai oleh
pembaca laporan. Suatu hasil penelitian dianggap memiliki
transferabilitas tinggi apabila pembaca laporan memilik pemahaman yang
jelas tentang fokus dan isi penelitian (Fatchan, 2011).
Peneliti dalam membuat laporannya harus memberikan uraian
yang rinci, jelas, sistematis dan dapat dipercaya supaya orang
lain/pembaca dapat memahami hasil penelitian kualitatif tersebut. Jika
pembaca sudah memahami kejelasan hasil penelitian kualitatif tersebut,
pembaca dapat memutuskan dapat atau tidaknya menerapkan aplikasi
hasil penelitian tersebut di tempat lain atau pada kondisi lain yang mirip.
V e r i f i k a s i D a t a P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f | 51
52 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
sama. Menguji konfirmabilitas berarti menguji hasil penelitian dikaitkan
dengan proses yang dilakukan. Bila hasil penelitian merupakan fungsi
dari proses penelitian yang dilakukan maka penelitian tersebut telah
memenuhi standar konfirmabilitas.
Dalam bukunya Kahija mengemukakan bahwa konfirmabilitas
ditunjang oleh beberapa hal, yakni :
1. Data mentah hasil wawancara. Yang meliputi baik hasil rekaman
maupun catatan-catatan di lapangan.
2. Proses analisis yang benar dari horisonalisasi sampai makna/esensi.
3. Pembahasan yang benar.
4. Pemeriksaan materi audiovisual. Hasil wawancara dan observasi
(termasuk kaset-kaset) perlu diperiksa
5. Pemeriksaan asumsi pribadi. Harus diakui bahwa peneliti kualitatif
memang rawan dengan bias (prasangka, pra-penilaian, pengalaman
masa lalu).
Di bawah ini merupakan tabel perbandingan keempat standar
kualitatif dengan kuantitatif menurut Kahija (2006).
Tabel 6.1 Perbandingan standar kuantitatif dan kualitatif
Kuantitatif
Validitas
Internal
Kualitatif
Kredibilitas
Validitas
Eksternal
Transferabilitas
Reliabilitas
Dependabilitas
Objektivitas
Konfirmabilitas
Tujuan
Untuk melihat apakah
penelitian sudah berjalan
dengan benar
Untuk melihat apakah
penelitian bisa ditransfer
/ dialihkan dalam situasi
lain yang mirip atau
serupa
Untuk melihat apakah
penelitian konsisten
Untuk melihat apakah
peneliti bersifat netral
V e r i f i k a s i D a t a P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f | 53
54 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
BAB 7
PENGGUNAAN TEORI DALAM
PENELITIAN KUALITATIF
56 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
berkomunikasi secara efektif. Dengan membaca dan mengiterpretasi
bahasa tubuh orang lain, manusia berkomunikasi dan berinteraksi.
Mereka saling memahami secara bersama-sama untuk mengantisipasi
keasalahpahaman diantara mereka. ini adalah ide inti dalam
interaksionisme simbolik. Ini memerlukan pemahaman bahwa manusia
manusia bukanlah tipikal yang merespon secara langsung terhadap
rangsangan, tetapi memberikan arti dari stimulus dan bertindak
berdasarkan arti dari stimulus tersebut.
Menurut Blumer (1969) interaksionisme simbolis bertumpu pada
tiga premis :
1) Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan beberapa makna
yang ada pada sesuatu itu bagi mereka.
2) Makna tersebut berasal dari interaksi sosial seseorang dengan orang
lain.
3) Beberapa makna tersebut disempurnakan disaat proses interaksi sosial
berlangsung.
7.1.1 Pendekatan Dalam Teori Interaksi Simbolik
Longmore (1998) menyebutkan bahwa ada dua orang ahli
pendahulu dalam perspektif simbolik interaksionis yaitu H.G Blumer dan
M.H Kuhn. Blumer menguraikan beberapa jenis interaksionisme, dikenal
dengan pendekatan situasional atau Chicago School yang menekankan
pada munculnya dan pemahaman diri dalam interkasi interpersonal (faceto-face). Pendekatan yang lain adalah struktural atau Iowa School yang
dipelpori oleh Kuhn dengan menjelaskan ciri-ciri struruktural kelompok
sosial dan aturan main bagi individu-individu dalam berhubungan atau
berinterkasi.Mengenai dua pendekatan interaksionisem simbolik dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Pendekatan Situasional
Pendekatan ini secara khusus berusaha mengkategorikan asumsi
dasar interaksionisme simbolik, dimana memberikan koreksi terhadap
orientasi makro dari ilmu sosial. Longmore (1998) berpendapat bahwa
pendekatan situasional memandang bahwa peran kreasi dan re-creates
individu berdasarkan satu situasi dengan situasi yang lainnya, serta
dengan perbedaan diantara mereka. Hal ini memungkinkan karena
individu-individu dapat membangun suatu makna, memiliki diri (self),
dan relasi diantara manusia sehingga dapat bertukar beberapa arti.
P e n g g u n a a n T e o r i P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f | 57
2. Pendekatan Struktural
Pendekatan ini dipelopori oleh Kuhn dan mahasiswanya.
Pendekatan ini didukung oleh metode survey, pengukuran yang obyektif
dan analisa secara kuantitatif (Meltzer et al, 1975). Kuhn menekankan
pada pentingnya pribadi (core self) seseorang sebagai satu objek. Turner
(1982), menyatakan bahwa dalam bersosialisasi, manusia mendapatkan
serangkaian arti dan sikap tentang diri mereka, inti diri akan dibentuk dan
memaksa seseorang untuk mendefinisikan situasi dengan membatasi
beberapa isyarat yang akan terlihat dan dimasukkan dalam situasi sosial.
Longmore (1998) menyebutkan bahwa pendekatan struktural
bertentangan dengan konsep self dan society yang menggambarkan
perilaku tidak sekedar muncul dan tidak ditentukan, tetapi ditentukan
melalui variabel pendahulu yang mempunyai aspek self, seperti sejarah,
pembangunan dan kondisi sosial.Turner (1982) menyatakan bahwa
berbeda dengan skema Blumer, Kuhn menekankan kekuatan pribadi
(core self) dan keterkaitan kelompok untuk memaksa terjadinya
interaksi. Kuhn cenderung menunjukkan bahwa perilaku individual
sangat memaksa dan dibentuk oleh core self dan membutuhkan situasi
kebersamaan. Kuhn menekankan bahwa pembentukan dan perubahan
struktur sosial sebagai dampak dari interaksi. Kemudian,ketika strukturstruktur itu terbentuk, maka akan memaksa terjadinya interaksi.
Beberapa struktur sosial menjadi relatif stabil, khususnya ketika self core
manusia ditempatkan dalam posisi jaringan khusus.
7.1.2 Aplikasi Interaksionisme Simbolik dalam Penelitian Seksualitas
Seksualitas dapat diartikan ciri, sifat atau peranan seks, dorongan
seks, dan kehidupan seks.Fonseca (1970) menyebutkan bahwa seksualitas
menggambarkan sebuah kualitas manusia, sebuah aspek kekuatan dan
tujuan tertentu manusia secara alamiah, dan merupakan dimensi
kemanusiaan yang penting. Fogels dan Woods (1981) menyebutkan
seksualitas adalah proses pengakuan secara terus menerus, penerimaan,
dan ekspresi seorang diri sebagai seksual yang diinginkan.
Menarik dalam membedakan antara seks, aktifitas seksual, fungsi
seksual dan seksualitas. Seks disebut juga jenis kelamin yaitu seperangkat
organ biologis yang dimiliki manusia sebagai anugerah dan kodrat Tuhan
yang membedakan antara laki-laki dan perempuan yang tidak dapat
dipertukarkan. Perilaku seksual adalah ekspresi seksualitas verbal dan
non verbal, dan termasuk aktifitas genital dan nongenital.Fungsi seksual
berarti fungsi-fungsi badaniah secara alamiah yang dimulai dalam
utero, dan beberapa subyek mengukur secara sengaja sebagai
58 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
58nlisi.Seksualitas bukan sekedar aktivitas seksual atau fungsi seksual.
Seksualitas mendasari berbagai pengalaman manusia secara lengkap dan
berkontribusi dalam hidup kita dalam berbagai jalan.
Untuk memahami seksualitas manusia, beberapa teori
menguraikan dari kategori biologi, psikologi, dan perspektif sosial
kultural. Berbagai kategori di atas tidak saling eksklusif, tetapi agak
tumpang tindih dan saling terkait dalam seksualitas manusia. Perspektif
biologi meliputi aspek anatomi dan psikologi seksualitas, seperti : organ
seks, hormon, syaraf, otak pusat. Seksualitas dari segi psikologi meliputi
dimensi intrapsikis individual dan persepsi hubungan interpersonal. Hal
ini merupakan dimensi yang penting dalam self- concept dengan
menghargai seksualitas.
Blummer (1982) menyebutkan pada dekade sekarang ini
penelitian seks didominasi tiga konsep seksualitas manusia. Pertama,
tradisi klinis yang disimbolkan oleh penelitian Freud dimana menjelaskan
perkembangan 58nlisis58 individu melalui makna dari 58nlisis intensif
pada memori masa anak-anak dan tidak disadari. Kedua, disimbolkan dari
penelitian Kinsey (1940) dengan pendekatan social bookkeeping yang
menjelaskan frekuensi dan makna distribusi sosial dari perilaku seksual
melalui interview, kuesioner dan statistik komputasi. Ketiga, dibangun
dalam penelitian Master dan Johnson (1966) dengan metode eksperiment
yang menjelaskan arti fisiologi dari membangkitkan seksual observasi
laboratorium yang dikontrol.
Pendekatan interaksionisme simbolik menitikberatkan pada diri
(self) secara sosial alamiah. Teori ini menitikberatkan bagaimana
munculnya diri, membangun dan menjaga keberlanjutan proses interaksi.
Menyambung interaksi dengan yang lain, mempelajari secara siapa dia,
dan menjadi percaya dengan dia secara jelas dan diri yang berarti
(Sandstrom et al, 2001).
7.1.3 Konsep Sexual meaning, self, identity, sosialization
Sexual meaning, self, identity, dan proses konstruksi sosial, dan
pola sosial menjadi kajian utama kerangka kerja sosiologis yang disebut
sebagai interaksionisme simbolik, yang dikenalkan bangun oleh G.H
Mead pada tahun 1934 (Turner, 1982).Longmore (1998) menyebutkan
bahwa sebagai suatu kerangka teori yang menitikberatkan pada interaksi
mikro diantara individu-individu, interaksionisme simbolik unit 58nlisis
utamanya adalah individu. Pendekatan situasional pada penelitian seks
berkontribusi dalam memahami proses interpersonal dan strategi personal
termasuk dalam formasi indentitas, dan termasuk proses sosialisasi dalam
P e n g g u n a a n T e o r i P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f | 59
60 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
Sexual Meaning
Self concept
Identity
Skrip Seksual:
- Cultural Script
- Interpersonal Script
- Intra-psychic Script
Sosialization
P e n g g u n a a n T e o r i P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f | 61
62 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
melakukan hubungan seks sampai mereka menikah. Sekarang beberapa
pasangan, buyut mereka (atau minimal nenek mereka) menunggu
pernikahan, tetapi kebanyakan pasangan sudah melakukan hubungan seks
sebagai
rangkaian
dari
kencan
(Adam,
1986),
termasuk
perkencanan/pacaran tidak serius dan pacaran serius.
Christopher dan Cate (1985) telah menggolongkan pasangan
menurut seberapa cepat dalam hubungan mereka melakukan hubungan
seksual. Keterlibatan hubungan seksual diteliti dengan menanyai sekitar
21 perilaku hubungan seksual (dari satu menit ciuman bibir ke seks oral
sampai orgasme) untuk empat poin penting dalam hubungan mereka.
Empat poin ini adalah: kencan pertama, kencan biasa,
mempertimbangkan pasangan, merasa diri mereka sebagai pasangan.
Dengan informasi retrospektif ini, Christopher dan Cate
mengenali empat cara hubungan seksual, yaitu :
1) Terdapat 7% pasangan melakukan hubungan seksual pada awal
hubungan, seringnya pada kencan pertama (rapid-involvement couple).
2) Terdapat 31% pasangan dilaporkan adanya peningkatan hubungan
dalam perilaku seksual sampai tahap ke empat dari perkencanan
(gradual-involvement couple).
3) Terdapat 44% pasangan cenderung menunda hubungan seksual sampai
menganggap diri mereka sebagai pasangan (delayed-involvement
couple).
4) Terdapat 17% pasangan tidak akan berhubungan seksual sampai
mereka merasa dirinya menjadi pasangan (low-involvement couple).
TheSexual Decision-Making Process, Beberapa peneliti
mempelajari proses pengambilan keputusan pada orang-orang yang masih
virgin dan pasangan yang belum terlibat hubungan seksual mengapa
mereka tidak melakukan hubungan seksual. Peneliti yang lain melakukan
penelitian pada dewasa muda yang membuat keputusan dalam
pertunangan sebelum menikah dan mengapa mereka melakukan
hubungan seksual, serta mengapa mereka melakukan hubungan seksual
pada saat awal perkencanan.
Sedangkan Daugelli, at all (1975, 1977) membedakan alasan
untuk tidak melakukan hubungan seksual menjadi dua, yaitu:
a. Adamant Virgins (berpegang teguh pada keperawanan)
Memutuskan untuk tidak melakukan hubungan seksual sebelum
menikah karena mempunyai kepercayaan yang sangat kuat bahwa
hubungan seks harus dilakukan setelah menikah. Paham ini
dipengaruhi oleh keluarga dan agama.
P e n g g u n a a n T e o r i P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f | 63
64 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
mengapa mereka melakukan hubungan seksual adalah untuk kesenangan,
menyenangkan pasangannya, merebut hati pasangan, dan mengurangi
ketegangan.
7.2 Teori HBM
Health Belief Model seringkali dipertimbangkan sebagai kerangka
utama dalam perilaku yang berkaitan dengan kesehatan manusia dan telah
mendorong penelitian perilaku kesehatan sejak tahun 1950. Menurut
Rosentock (1966) HBM digunakan untuk meramalkan perilaku
peningkatan kesehatan yaitu didasarkan pada perilaku individu yang
ditentukan oleh motif dan kepercayaan individu itu sendiri. Jadi dapat
diartikan bahwasannya teori HBM ini menjelaskan bagaimana status
peningkatan kesehatan itu dapat dikontrol sendiri oleh masing-masing
individu itu sendiri.
Hambatan untuk mengambil suatu tindakan. Meskipun keyakinan
yang menetapkan bahwa suatu tindakan tertentu dapat mengurangi
ancaman kesehatan, keraguan masih berlangsung. Jika kesiapan rendah
dan negatif, aspek tindakan dipandang sebagai tinggi, hambatan tersebut
dibangun untuk mencegah tindakan. (Rosenstock, 1966)
Menurut teori HBM, kemungkinan individu akan melakukan
tindakan pencegahan tergantung secara langsung pada hasil dari dua
keyakinan atau penilaian kesehatan (Health Belief) yaitu ancaman yang
dirasakan dari keadaan sakit atupun luka. Keadaan sakit atu luka ini biasa
disebut Perceived Threat of Injury or Illness, dan pertimbangan tentang
keuntungan dan kerugian atau disebut Benefits and Cost.
Dalam teori HBM terdapat beberapa penilaian, Penilaian
Pertama adalah ancaman yang dirasakan terhadap resiko yang akan
muncul. Dapat diambil keputusan bahwa pada sejauh mana dalam
pemikiran tiap-tiap individu bahwasannya suatu penyakit ataupun
kesakitan tersebut benar-benar merupakan suatu ancaman bagi dirinya
sendiri. Pada intinya mereka dapat merasakan bahwa ketika ancaman
akan penyakit atau kesakitan tersebut meningkat maka perilaku untuk hal
pencegahan akan meningkat juga seiring bertambahnya rasa ketidak
nyamanan akan kesakitan tersebut. Penilaian tentang ancaman yang
dirasakan ini berdasarkan pada :
a. Ketidak kebalan yang dirasakan (perceived vulnerability) yang dapat
diartikan bahwa seseorang dapat mengembangkan masalah kesehatan
menurut kondisi mereka masing-masing.
b. Keseriusan yang dirasakan (perceived severity) yaitu dimana
seseorang mengevaluasi keseriusan tersebut bila mereka
P e n g g u n a a n T e o r i P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f | 65
66 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
Berikut merupakan beberapa bentuk dari model teori HBM yaitu :
1) Menurut Rosentock (1982)
a. Kerentanan yang akan dirasakan (perceived susceptibility)
merupakan suatu persepsi individu tentang kemungkinannya
terkena suatu penyakit. Jadi pada dasarnya setiap individu menurut
poin ini bilamana seorang individu tersebut rentan untuk terkena
suatu penyakit atau kesakitan maka dia akan lebih cepat untuk
bertindak agar tidak sampai penyakit tersebut menyerangnya. Dan
kerentanan yang akan dirasakan tergantung dari persepsi masingmasing individu tersebut.
b. Keparahan yang dirasakan (perceived seriousness) pandangan
dari individu terhadap suatu penyakit yang dideritanya. Dan pada
pandangan ini dapat memberikan dorongan agar mencari
pengobatan untuk penyakit yang sedang diderita, dan keseriusan ini
ditambah akibat dari suatu penyakit misal ; kematian, pengurangan
fungsi fisik dan mental, kecacatan dan dampaknya terhadap
kehidupan sosial.
c. Persepsi dan Manfaat (perceived benefits) setiap individu akan
mempertimbangkan apakah alternatif itu memang bermanfaat dapat
mengurangi ancaman penyakit, persepsi ini juga dapat
berhubungan dengan ketersediaan sumberdaya sehingga tindakan
ini mungkin dilaksanakan. Persepsi ini dipengaruhi oleh norma dan
tekanan dari kelompoknya.
d. Persepsi Halangan (perceived Barriers) merupakan persepsi
terhadap aspek negatif yang menghalangi individu untuk
melakukan suatu tindakan kesehatan, misal ; mahal, bahaya,
pengalaman yang tidak menyenangkan dan rasa sakit.
e. Isyarat untuk bertindak (cues to action) ada beberapa faktor
pencetus untuk memutuskan menerima atau menolak alternatif
tindakan tersebut dan isyarat itu dapat bersifat :
Internal ; berasal dari dalam individu itu sendiri, misalkan yaitu
gejala yang dirasakan dari penyakitnya.
Eksternal ; berasal dari interaksi interpersonal, misal : media
massa, pesan, nasehat, anjuran, atau konsultasi dengan petugas
kesehatan.
2) Menurut Sarafino (1990)
Bagan dari penggambaran Sarafino lebih sederhan, dan pada
bagian ini mencoba mengelompokkan menjadi dua kelompok besar
P e n g g u n a a n T e o r i P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f | 67
68 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat
dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.
Secara garis besar dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan yaitu:
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai recall(memanggil) memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatu.
2. Memahami(comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut,
tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat
menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui
tersebut.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang
dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang
diketahui tersebut pada situasi yang lain.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan
memisahkan, kemudianmancari hubungan antara komponenkomponen yang terdapat dalam suatu masalahatau objek yang
diketahui.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk
merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari
komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata
lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu.
b. Sikap (attitude)
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek
tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang
bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak
baik, dan sebagainya). Komponen pembentuk sikap menurut Allport
(1954) yaitu:
1. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek
2. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek
3. Kecenderungan untuk bertindak, artinya sikap adalah komponen
yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka
P e n g g u n a a n T e o r i P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f | 69
70 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
tunagrahita. Domain perilaku yang kedua menurut Bloom adalah sikap,
yang dimaksud sikap dalam penelitian ini adalah sikap guru terhadap
kesehatan reproduksi pada siswi Tunagrahita secara umum, sikap guru
terhadap pemberian materi perbedaan jenis kelamin pada siswi
tunagrahita, sikap guru terhadap pemberian materi menstruasi pada siswi
tunagrahita, dan sikap guru terhadap pemberian materi pelecehan seksual
pada siswi tunagrahita.Kepercayaan merupakan salahsatu komponen dari
sikap, yang dalampenelitian ini adalah kepercayaan guru terhadap
kemampuan siswi tunagrahita dalam menjaga kebersihan pada saat
menstruasi dan menjaga diri dari risiko pelecehan seksual.
Domain perilaku yang ketiga adalah tindakan, yang dimaksud
tindakan dalam penelitian ini adalah tindakan guru dalam menumbuhkan
kesehatan reproduksi secara umum pada siswi tunagrahita, tindakan guru
dalam menumbuhkan atau memberikan pendidikan perbedaan jenis
kelamin pada siswi tunagrahita, tindakan guru dalam memberikan
pendidikan menstruasi pada siswi tunagrahita, serta tindakan guru dalam
memberikan pendidikan pelecehan seksual pada siswi tunagrahita.
7.4 Teori Belajar Sosial
Bandura berpandangan walaupun prinsip sosial cukup
menjelaskan dan meramalkan perubahan tingkah laku, prinsip itu harus
memperhatikan dua fenomena penting yang diabaikan atau ditolak oleh
paradigma behaviorisme. Pertama, Bandura berpendapat manusia dapat
berpikir dan mengatur tingkah lakunya sendiri. Kedua, Bandura
menyatakan banyak aspek fungsi kepribadian melibatkan interaksi satu
orang dengan orang lain (Gumilar, 2007).
Teori Belajar Sosial dari Bandura didasarkan pada tiga konsep
(Gumilar, 2007):
a. Determinis Resiprokal : Pendekatan yang menjelaskan tingkah laku
manusia dalam bentuk interaksi timbal balik yang terus menerus antara
determinan kognitif, behavioral dan lingkungan.
b. Lebih dari Reinforcement : Bandura memandang teori Skinner dan
Hull terlalu bergantung pada reinforsemen. Menurut Bandura,
reinforsemen penting dalam menentukan apakah suatu tingkah laku
akan terus terjadi atau tidak, tetapi itu bukan satu-satunya pembentuk
tingkah laku.
c. Kognisi dan Regulasi diri : Bandura menempatkan manusia sebagai
pribadi yang dapat mengatur diri sendiri (self regulation),
mempengaruhi tingkah laku dengan cara mengatur lingkkungan,
menciptakan dukungan kognitif dan mengadakan konsekuensi bagi
tingkah lakunya sendiri.
P e n g g u n a a n T e o r i P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f | 71
L
Gambar 7.5 Pribadi, Lingkungan dan Tingkah
mempengaruhi. (Sumber : Gumilar, 2007)
T
Laku
saling
Teori Belajar Sosial dari Bandura yang paling luas diteliti adalah
Efikasi Diri dan Penelitian Observasi (Penelitan Modeling).
A. Belajar Melalui Efikasi Diri (Self Efficacy)
Bandura (2001) yakin bahwa manusia (human agency) adalah
makhluk yang sanggup mengatur dirinya, proaktif, reflektif dan
mengorganisasikan dirinya. Selain itu, mereka juga memiliki kekuatan
untuk mempengaruhi tindakan mereka sendiri demi menghasilkan
konsekuensi yang diinginkan (dalam Feist & Feist, 2008).Oleh sebab itu,
Bandura memperkenalkan konsep self-efficacy. Bandura (2001)
mendefinisikan self-efficacy sebagai keyakinan manusia pada
kemampuan mereka untuk melatih sejumlah ukuran pengendalian
terhadap fungsi diri mereka dan kejadian-kejadian di lingkungannya
(dalam Feist & Feist, 2006). Sedangkan apabila self-efficacy diaplikasikan
ke dalam dunia kerja, maka menurut Stajkovic & Luthans (1998), selfefficacy dapat didefinisikan sebagai keyakinan seseorang tentang
kemampuannya untuk mengerahkan motivasi, sumber daya kognitif dan
tindakan yang diperlukan untuk berhasil melaksanakan tugas dan dalam
konteks tertentu (dalam Avey, Luthans & Jensen, 2009).
Keyakinan efficacy dikatakan mempengaruhi bagaimana
seseorang melihat dan menginterpretasi suatu kejadian. Mereka yang
72 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
memiliki self-efficacy yang rendah dengan mudah yakin bahwa usaha
yang mereka lakukan dalam menghadapi tantangan yang sulit akan siasia, sehingga mereka cenderung untuk mengalami gejala negatif dari
stres. Sementara mereka yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan
cenderung untuk melihat tantangan sebagai sesuatu yang dapat diatasi
yang diberikan oleh kompetensi dan upaya yang cukup (Bandura dalam
Avey, Luthans & Jensen, 2009).
Pandangan Hughes, Ginnett & Curphy (2009) melihat selfefficacy terdiri dari dua jenis; Positive self-efficacy dan Negative selfefficacy. Self-efficacy dikatakan positif ketika keyakinan yang dimiliki
seseorang bahwa ia percaya mempunyai kuasa untuk menciptakan apa
yang ia inginkan atau harapkan. Sedangkan, self-efficacy yang negatif
ketika keyakinan yang dimiliki seseorang membuat dirinya lemah atau
melemahkan dirinya sendiri. Penelitian mengungkapkan bahwa orang
yang secara sederhana percaya bahwa ia dapat menyelesaikan suatu tugas
tertentu dengan baik, seringkali mengerahkan usaha yang cukup untuk
menyelesaikan tugas tersebut. Sebaliknya, orang yang memiliki selfefficacy yang negatif seringkali menyerah dalam menghadapi kesulitan.
1. Pengertian Self-efficacy
Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri
individu. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh
Bandura. Self-efficacy mengacu pada persepsi tentang kemampuan
individu untuk mengorganisasi dan mengimplementasi tindakan untuk
menampilkan kecakapan tertentu (Bandura, 1986,) Baron dan Byrne
(2000) mengemukakan bahwa self-efficacy merupakan penilaian
individu terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk melakukan
suatu tugas, mencapai suatu tujuan, dan menghasilkan sesuatu. Di
samping itu, Schultz (1994) mendefinisikan self-efficacy sebagai
perasaan kita terhadap kecukupan, efisiensi, dan kemampuan kita
dalam mengatasi kehidupan.
Berdasarkan persamaan pendapat para ahli tersebut, dapat
disimpulkan bahwa self-efficacy merupakan keyakinan atau
kepercayaan individu mengenai kemampuan dirinya untuk untuk
mengorganisasi, melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan,
menghasilkan sesuatu dan mengimplementasi tindakan untuk
menampilkan kecakapan tertentu.
2. Dimensi Self-efficacy
Bandura (1997) mengemukakan bahwa self-efficacy individu dapat
dilihat dari tiga dimensi, yaitu :
P e n g g u n a a n T e o r i P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f | 73
a. Tingkat (level)
Self-efficacy individu dalam mengerjakan suatu tugas berbeda
dalam tingkat kesulitan tugas. Individu memiliki self-efficacy yang
tinggi pada tugas yang mudah dan sederhana, atau juga pada tugastugas yang rumit dan membutuhkan kompetensi yang tinggi.
Individu yang memiliki self-efficacy yang tinggi cenderung
memilih tugas yang tingkat kesukarannya sesuai dengan
kemampuannya.
b. Keluasan (generality)
Dimensi ini berkaitan dengan penguasaan individu terhadap bidang
atau tugas pekerjaan. Individu dapat menyatakan dirinya memiliki
self-efficacy pada aktivitas yang luas, atau terbatas pada fungsi
domain tertentu saja. Individu dengan self-efficacy yang tinggi akan
mampu menguasai beberapa bidang sekaligus untuk menyelesaikan
suatu tugas. Individu yang memiliki self-efficacy yang rendah
hanya menguasai sedikit bidang yang diperlukan dalam
menyelesaikan suatu tugas.
c. Kekuatan (strength)
Dimensi yang ketiga ini lebih menekankan pada tingkat kekuatan
atau kemantapan individu terhadap keyakinannya. Self-efficacy
menunjukkan bahwa tindakan yang dilakukan individu akan
memberikan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan individu.
Self-efficacy menjadi dasar dirinya melakukan usaha yang keras,
bahkan ketika menemui hambatan sekalipun.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa self-efficacy
mencakup dimensi tingkat (level), keluasan (generality) dan kekuatan
(strength).
3. Sumber-Sumber Self-efficacy
Bandura (1986) menjelaskan bahwa self-efficacy individu didasarkan
pada empat hal, yaitu:
a. Pengalaman akan kesuksesan
Pengalaman akan kesuksesan adalah sumber yang paling besar
pengaruhnya terhadap self-efficacy individu karena didasarkan pada
pengalaman otentik. Pengalaman akan kesuksesan menyebabkan
self-efficacy individu meningkat, sementara kegagalan yang
berulang mengakibatkan menurunnya self- efficacy, khususnya jika
kegagalan terjadi ketika self-efficacy individu belum benar-benar
terbentuk secara kuat. Kegagalan juga dapat menurunkan selfefficacy individu jika kegagalan tersebut tidak merefleksikan
kurangnya usaha atau pengaruh dari keadaan luar.
74 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
b. Pengalaman individu lain
Individu tidak bergantung pada pengalamannya sendiri tentang
kegagalan dan kesuksesan sebagai sumber self-efficacynya. Selfefficacy juga dipengaruhi oleh pengalaman individu lain.
Pengamatan individu akan keberhasilan individu lain dalam bidang
tertentu akan meningkatkan self-efficacy individu tersebut pada
bidang yang sama. Individu melakukan persuasi terhadap dirinya
dengan mengatakan jika individu lain dapat melakukannya dengan
sukses, maka individu tersebut juga memiliki kemampuan untuk
melakukanya dengan baik. Pengamatan individu terhadap
kegagalan yang dialami individu lain meskipun telah melakukan
banyak usaha menurunkan penilaian individu terhadap
kemampuannya sendiri dan mengurangi usaha individu untuk
mencapai kesuksesan. Ada dua keadaan yang memungkinkan selfefficacy individu mudah dipengaruhi oleh pengalaman individu
lain, yaitu kurangnya pemahaman individu tentang kemampuan
orang lain dan kurangnya pemahaman individu akan
kemampuannya sendiri.
c. Persuasi verbal
Persuasi verbal dipergunakan untuk meyakinkan individu bahwa
individu memiliki kemampuan yang memungkinkan individu untuk
meraih apa yang diinginkan.
d. Keadaan fisiologis
Penilaian individu akan kemampuannya dalam mengerjakan suatu
tugas sebagian dipengaruhi oleh keadaan fisiologis. Gejolak emosi
dan keadaan fisiologis yang dialami individu memberikan suatu
isyarat terjadinya suatu hal yang tidak diinginkan sehingga situasi
yang menekan cenderung dihindari. Informasi dari keadaan fisik
seperti jantung berdebar, keringat dingin, dan gemetar menjadi
isyarat bagi individu bahwa situasi yang dihadapinya berada di atas
kemampuannya.
Berdasarkan penjelasan di atas, self-efficacy bersumber pada
pengalaman akan kesuksesan, pengalaman individu lain, persuasi
verbal, dan keadaan fisiologis individu.
P e n g g u n a a n T e o r i P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f | 75
Pengalaman
Performasi
Pengalaman
Vikarious
Cara Induksi
Participant Modelling
Performance
Desensilization
Performance Exposure
Self-instructed
Performance
Live Modelling
Symbolic Modelling
Sugestion
Persuasi
Verbal
Pembangkitan
Emosi
Exhortation
Self-Instruction
Interpretive Treatment
Attribution
Relaxation Biofeedback
Symbolic Desensilization
Symbolic Exposure
4. Proses-proses Self-efficacy
Bandura (1997) menguraikan proses psikologis self-efficacy dalam
mempengaruhi fungsi manusia. Proses tersebut dapat dijelaskan
melalui cara-cara dibawah ini :
a. Proses kognitif
Dalam melakukan tugas akademiknya, individu menetapkan tujuan
dan sasaran perilaku sehingga individu dapat merumuskan tindakan
yang tepatuntuk mencapai tujuan tersebut. Penetapan sasaran
pribadi tersebut dipengaruhi oleh penilaian individu akan
kemampuan kognitifnya.
Fungsi kognitif memungkinkan individu untuk memprediksi
kejadian- kejadian sehari-hari yang akan berakibat pada masa
depan. Asumsi yang timbul pada aspek kognitif ini adalah semakin
efektif kemampuan individu dalam analisis dan dalam berlatih
76 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
mengungkapkan ide-ide atau gagasan-gagasan pribadi, maka akan
mendukung individu bertindak dengan tepat untuk mencapai tujuan
yang diharapkan. Individu akan meramalkan kejadian dan
mengembangkan cara untuk mengontrol kejadian yang
mempengaruhi hidupnya. Keahlian ini membutuhkan proses
kognitif yang efektif dari berbagai macam informasi.
b. Proses motivasi
Motivasi individu timbul melalui pemikiran optimis dari dalam
dirinya untuk mewujudkan tujuan yang diharapkan. Individu
berusaha memotivasi diri dengan menetapkan keyakinan pada
tindakan yang akan dilakukan, merencanakan tindakan yang akan
direalisasikan. Terdapat beberapa macam motivasi kognitif yang
dibangun dari beberapa teori yaitu atribusi penyebab yang berasal
dari teori atribusi dan pengharapan akan hasil yang terbentuk dari
teori nilai-pengharapan.
Self-efficacy mempengaruhi atribusi penyebab, dimana individu
yang memiliki self-efficacy akademik yang tinggi menilai
kegagalannya dalam mengerjakan tugas akademik disebabkan oleh
kurangnya usaha, sedangkan individu dengan self-efficacy yang
rendah menilai kegagalannya disebabkan oleh kurangnya
kemampuan.
Teori nilai-pengharapan memandang bahwa motivasi diatur oleh
pengharapan akan hasil (outcome expectation) dan nilai hasil
(outcome value) tersebut. Outcome expectation merupakan suatu
perkiraan bahwa perilaku atau tindakan tertentu akan menyebabkan
akibat yang khusus bagi individu. Hal tersebut mengandung
keyakinan tentang sejauhmana perilaku tertentu akan menimbulkan
konsekuensi tertentu. Outcome value adalah nilai yang mempunyai
arti dari konsekuensi-konsekuensi yang terjadi bila suatu perilaku
dilakukan. Individu harus memiliki outcome value yang tinggi
untuk mendukung outcome expectation.
c. Proses afeksi
Afeksi terjadi secara alami dalam diri individu dan berperan dalam
menentukan intensitas pengalaman emosional. Afeksi ditujukan
dengan mengontrol kecemasan dan perasaan depresif yang
menghalangi pola-pola pikir yang benar untuk mencapai tujuan.
Proses afeksi berkaitan dengan kemampuan mengatasi emosi yang
timbul pada diri sendiri untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Kepercayaan individu terhadap kemampuannya mempengaruhi
tingkat stres dan depresi yang dialami ketika menghadapi tugas
yang sulit atau bersifat mengancam. Individu yang yakin dirinya
P e n g g u n a a n T e o r i P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f | 77
78 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
Social Modeling
Social modeling atau pemodelan sosial, yaitu berbicara mengenai
pengalaman-pengalaman tak terduga (vicarious experiences) yang
disediakan atau dilakukan oleh orang lain. Self-efficacy akan meningkat
ketika seseorang mengamati pencapaian orang lain yang setara
kompetensinya, tetapi akan menurun ketika melihat kegagalan seorang
rekan kerja (Feist & Feist, 2008).
Menurut Bandura (1977); Gist & Mitchell (1992), social modeling adalah
pemodelan perilaku orang lain yang telah berhasil menyelesaikan suatu
tugas. Dengan mengamati atau mengobservasi orang lain yang berhasil
menyelesaikan tugasnya, observer dapat meningkatkan atau memperbaiki
performance mereka (dalam Avey, Luthans & Jensen, 2009).
Social Persuasion
Menurut Bandura (1997), self-efficacy dapat juga diraih atau
dilemahkan melalui persuasi sosial. Efek persuasi sosial agak terbatas,
namun apabila dalam kondisi yang tepat akan sangat berdampak dalam
meningkatkan atau menurunkan self-efficacy. Kondisi yang dimaksud
ialah seseorang harus percaya kepada sang pembicara (persuader).
Bandura (1986) berhipotesis bahwa efek sebuah nasihat bagi self-efficacy
berkaitan erat dengan status dan otoritas dari pemberi nasihat (dalam Feist
& Feist, 2008).
Social persuasion terjadi ketika seseorang memberitahu kepada seorang
individu bahwa mereka dapat menyelesaikan tugas dengan berhasil.
Bentuk umum dari social persuasion yaitu; dorongan verbal, coaching
dan menyediakan performance feedback (Bandura dalam Avey, Luthans
& Jensen, 2009).
Physical and Emotion States
Sumber terakhir dari self-efficacy adalah kondisi fisik dan emosi
(Bandura, 1997). Emosi yang kuat biasanya menurunkan tingkat
performa/kinerja seseorang. Ketika mengalami rasa takut yang besar,
kecemasan yang kuat dan tingkat stres yang tinggi, seseorang akan
memiliki self-efficacy yang rendah. Bagi beberapa psikoterapis sudah
lama menyadari bahwa pereduksian/pengurangan rasa cemas atau
peningkatan relaksasi fisik dapat meningkatkan kinerja (dalam Feist &
Feist, 2008).
Keempat sumber self-efficacy tersebut digunakan untuk
menentukan apakah seseorang dikatakan kompeten atau mampu
melakukan perilaku tertentu (Friedman & Schustack, 2008). Pada
penelitian ini, diasumsikan bahwa melalui keempat sumber self-efficacy
P e n g g u n a a n T e o r i P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f | 79
80 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
2. Buat kerangka konseptual karya ilmiah dengan menggunakan teori
Health Belief Models (HBM), dan jelaskan apa saja yang akan Anda
teliti dengan mencantumkan fokus penelitian.
7.7 Pengayaan Bacaan
Babbie, Earl. 1986. The Practice of Social Research. Fourth Edition.
Eadsworth Publishing Co. : Belmont, California. A Division of
Wadsworth, Inc.
BAB 8
PENYUSUNAN PROPOSAL
PENELITIAN KUALITATIF
82 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
baik dan sistematis (baik itu termasuk penelitian kuantitatif maupun
kualitatif) dalam bentuk proposal penelitian.
Sistematika dalam penyusunan proposal penelitian secara garis
besar terdiri dari Bab pendahuluan, Tinjauan pustaka dan metodologi
penelitian serta lampiran. Perbedaan proposal penelitian kualitatif dengan
kuantitaif terletak pada penggunaan istilah terutama pada Bab Metode
penelitian, misalnya : variabel penelitian dan definisi operasional dalam
penelitian kuantitatif menjadi fokus penelitian dan pengertian dalam
penelitian kualitatif. Selain itu, dalam proposal penelitian kualitatif tidak
ada sub bab hipotesis seperti pada proposal penelitian kuantitatif. Berikut
ini sistematika dari proposal penelitian kualitatif :
Bab 1. Pendahuluan
1.1 Latar belakang
1.2 Rumusan masalah
1.3 Tujuan penelitian
1.4 Manfaat penelitian
Bab 2. Tinjauan Pustaka
1.1 Konsep Teori sesuai topik
1.2 KerangkaTeori
1.3 Kerangka Konsep Penelitian
Bab 3. Metode penelitian
1.1 Jenis penelitian
1.2 Lokasi dan Waktu penelitian
1.3 Informan Penelitian
1.4 Fokus Penelitian dan Pengertian
1.5 Sumber Data, Tehnik dan Pengumpulan data
1.6 Tehnik Penyajian dan Data dan Analisis Data
1.7 Alur Penelitian
Daftar Pustaka
Lampiran
Sebagai bahan perbandingan berikut ini komponen dan
sistematika proposal penelitian menurut Sugiono (2010) tersusun atas :
1.1 Pendahuluan
1.1.1 Latar belakang masalah
1.1.2 Fokus penelitian
1.1.3 Rumusan masalah
1.1.4 Tujuan penelitian
1.1.5 Manfaat penelitian
1.2 Studi kepustakaan
1.3 Metode penelitian
P e n y u s u n a n P r o p o s a l P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f | 83
84 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
BAB 9
PENYUSUNAN LAPORAN
PENELITIAN KUALITATIF
86 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
masalah dan memberikan solusi dari hasil-hasil penelitian yang
dilakukan.
Sistematika laporan penelitian penelitian ilmiah sangat tergantung
pada pendekatan dan jenis penelitian yang dilakukan. Fraenkel dan
Wallen dalam Mukhtar (2013) membuat model sistematika laporan
penelitian dengan pendekatan kualitatif lapangan, yag terdiri atas :
Bagian Pengantar
A.
Halaman judul
B.
Daftar isi
C.
Daftar gambar
D.
Daftar tabel
Bagian pokok
A.
Masalah yang diteliti
1. Tujuan penelitian
2. Pengesahan penelitian
3. Pertanyaan penelitian
4. Definisi istilah (konsep)
B.
Latar belakang dan tinjauan literatur
C.
Prosedur penelitian
1. Deskripsi rancangan penelitian (pendekatan)
2. Deskripsi populasi dan sampel (situasi social dan
subjek)
3. Deskripsi instrument yang digunakan
4. Keterangan langkah-langkah yang dilalui dalam
penelitian (apa, kapan, dimana dan bagaimana
penelitian itu dilakukan dan dianalisis)
D.
Hasil Penelitian
E.
Pembahasan
F.
Ringkasan dan kesimpulan
1. Ringkasan pertanyaan penelitian secara ringkas,
langkah-langkah yang dilakukan, serta hasil yang
diperoleh
2. Diskusi implikasi temuan yaitu pengertian dan
signifikansinya
3. Saran-saran bagi penelitian lanjut (rekomendasi)
G.
Referensi (Bibliografi)
H.
Affendiks (Lampiran-lampiran)
Penyusunan sistematika Laporan Penelitian Kualitatif seperti
yang disebutkan di atas tidak bersifat mutlak. Karena hal ini sangat
bergantung pada ketentuan yang dipakai pada Institusi setempat. Pada
Lembaga Pendidikan seperti Perguruan Tinggi, biasanya ketentuan
P e n y u s u n a n L a p o r a n P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f | 87
88 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
1.4 Hasil dan Pembahasan berdasarkan fokus penelitian
Bab 5. Kesimpulan dan Saran
1.1 Kesimpulan
1.2 Saran
Daftar Pustaka
Lampiran
9.2 Rangkuman
Laporan penelitian kualitatif merupakan penyusunan laporan dari
keseluruhan proses dan temuan penelitian lapangan secara empiris yang
disusun secara sistematis, prosedural dan mengikuti kaidah atau ketentuan
dalam penulisan karya tulis ilmiah. Tahap pembuatan laporan ini
merupakan tahap paling akhir dari serangkaian proses penelitian kualitatif
yang dilakukan yang dilakukan seseorang peneliti, yang bertujuan untuk
menginformasikan dan mempublikasikan hasil temuan penelitian dalam
rangka memberikan kontribusiterhadap pemecahan masalah dan
memberikan solusi dari hasil-hasil penelitian yang dilakukan.
9.3 Latihan/Tugas:
Proposal penelitian yang telah Anda buat di Bab 8 kembangkan
menjadi laporan karya ilmiah, disesuaikan dengan materi-materi
yang telah Anda pelajari di bab-bab yang terdahulu.
9.4 Pengayaan Bacaan
Babbie, Earl. 1986. The Practice of Social Research. Fourth
Edition. Eadsworth Publishing Co. : Belmont, California. A Division of
Wadsworth, Inc.
DAFTAR PUSTAKA
90 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
Review, Vol. 17 No. 2, pp. 183-211.
Gumilar, G. 2007. Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory).
http://www.gumilarcenter.com.
Hughes, R. L., Ginnettt, R. C. & Curphy, G. J. 2009. Leadership:
Enhancing theLessons of Experience. (6th ed). Singapore:
McGraw-Hill.
Kahija, Y,F,L,A. 2006.Pengenalan dan Penyusunan Proposal/Skripsi
Penelitian Fenomenologis. Fakultas Psikologi Universitas
Diponegoro, Semarang.
Larsen, R.J. & Buss, D.M. 2008. Personality Psychology: Domains of
Knowledge about Human Nature. New York, NY: McGraw-Hill.
Moeleong, L.J. 2004.Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja
Rosdakarya. Bandung
Notoatmodjo, S. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT.
Rineka Cipta.
Schultz, D., & Schultz, S.E. 1994. Theories of Personality 5th Edition.
California : Brooks/Cole.
Stajkovic, A. D., & Luthans, F. 1998b. Social cognitive theory and selfefficacy:Going beyond traditional motivational and behavioral
approaches. Organizational Dynamics, 26, 62-74.
Sugiyono. 2010. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung:
Alfabeta.
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
Contoh Proposal Penelitian Kualitatif
(Proposal Tesis a.n : Dewi Rokhmah pada Program Magister Bidang
Promosi Kesehatan FKM Universitas Diponegoro Semarang )
Judul : GAYA HIDUP SEKSUAL WARIA NON PEKERJA SEKS
KOMERSIAL KOTA SEMARANG
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada masyarakat yang mempunyai keteraturan sosial sering kali
memandang hal-hal yang diluar kewajaran sebagai sesuatu yang
menyimpang dan melanggar norma. Norma sendiri dibuat dan dijadikan
pedoman oleh masyarakat melalui proses kesepakatan sosial dan normanorma yang ada merujuk pada tuntunan agama dan kepercayaan yang
dianut masyarakat. Meskipun sesungguhnya norma-norma mengalami
pergeseran-pergeseran. Pada masyarakat postmodern atau kontemporer,
terdapat kecenderungan norma-norma yang dianggap mengekang dan
membatasi kehidupan individu dicoba didobrak. Pada perkembangan
selanjutnya, bentuk-bentuk penyimpangan perilaku sosial dianggap
sebagai sebuah kewajaran.1)
Munculnya waria (Wanita Pria) sebagai fenomena transeksual
dianggap sebagai perilaku yang menyimpang oleh masyarakat pada
umumnya. Hal ini menunjukan kenyataan bahwa masyarakat Indonesia
sebagian besar masih homophobia (ketakutan yang berlebihan terhadap
kaum homoseksual). Padahal pada beberapa negara maju, pilihan sebagai
waria dianggap sebagai pilihan hidup individu yang wajib dihormati.1)
Di Indonesia pelaku transeksual disebut dengan istilah waria
(Wanita-Pria), wadam (Wanita-Adam), banci atau bencong. Namun
kehadiran mereka sebagai kelompok ketiga dalam struktur kehidupan
masyarakat kita menjadi tidak diakui, karena dalan hukum negara
94 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
hanya mengakui dua jenis kelamin yaitu pria dan wanita. Jenis kelamin
tersebut mengacu pada keadaan fisik alat reproduksi manusia. Kelly
berpendapat bahwa mengenai jenis kelamin dapat mengakibatkan
masyarakat menilai tentang perilaku manusia dimana pria harus
berperilaku sebagai pria (berperilaku maskulin) dan wanita harus
berperilaku sebagai wanita (berperilaku feminin). 2) Dalam perspektif
psikologi transeksual merupakan salah satu bentuk penyimpangan seksual
baik dalam hasrat untuk mendapatkan kepuasan seksual maupun dalam
kemampuan untuk mencapai kepuasan seksual.3) Di lain pihak, pandangan
sosial beranggapan bahwa akibat dari penyimpangan perilaku yang
ditunjukkan oleh waria dalam kehidupan sehari-hari akan dihadapkan
pada konflik sosial dalam berbagai bentuk pelecehan seperti mengucilkan,
mencemooh, memprotes dan menekan keberadaan waria di
lingkungannya.4)
Kehadiran seorang waria menjadi bagian dari kehidupan sosial
rasanya tidak mungkin untuk dihindari. Satu hal yang perlu diperhatikan
dalam hal ini adalah pengertian waria (transeksual) berbeda dengan
homoseksual (perilaku seksual yang ditujukan pada pasangan sejenis)
atau transvestisme (suka menggunakan pakaian wanita dengan tujuan
untuk memenuhi kebutuhan seksualnya). Istilah homoseksual erat
kaitannya dengan orientasi seksual seseorang dengan jenis kelamin
sesamanya. Misalnya pria tertarik dengan pria atau wanita yang tertarik
dengan sesama wanita. Jadi orientasi seksual mereka sama-sama
homoseksual. Pria homoseksual biasanya disebut gay, sedangakan wanita
homoseksual disebut lesbian atau lesbi.
Orientasi seksual waria dan homoseksual tidak memiliki
perbedaan, dimana mereka tertarik pada sesama jenis. Yang membedakan
keduanya adalah waria secara fisik ingin berpenampilan sebagai wanita
dan secara psikologis dia mengidentifikasikan dirinya sebagai wanita.
Sedangkan gay secara fisik sama seperti pria dan secara psikologis
mengidentifikasikan dirinya sebagai pria.
Sementara itu, Transeksual adalah orang yang identitas gendernya
berlawanan dengan jenis kelaminnya secara biologis. Mereka merasa
terperangkap di tubuh yang salah. Misalnya, seseorang yang terlahir
dengan anatomi seks pria,tetapi merasa bahwa dirinya adalah wanita dan
ingin diidentifikasi sebagai wanita. Transeksual-lah yang dapat
menimbulkan perilaku homo atau lesbian, namun transeksual tidak dapat
disamakan dengan homo. Bisa saja seorang pria transeksual tertarik pada
pria lain karena merasa bahwa dia seorang wanita dan wanita mestinya
tertarik pada pria. 5) Seorang transeksual khususnya seorang waria hanya
akan bahagia apabila diperlakukan sebagai seorang wanita.
L a m p i r a n | 95
Transgender
adalah
istilah
yang
digunakan
untuk
mendeskripsikan orang yang melakukan, merasa, berpikir atau terlihat
berbeda dari jenis kelamin yang ditetapkan saat mereka lahir.
"Transgender" tidak menunjukkan bentuk spesifik apapun dari orientasi
seksual
orangnya.
Orang-orang
transgender
dapat
saja
mengidentifikasikan dirinya sebagai heteroseksual, homoseksual,
biseksual, panseksual, poliseksual, atau aseksual. Definisi yang tepat
untuk transgender tetap mengalir, namun mencakup : (1) berkaitan
dengan, atau menetapkan seseorang yang identitasnya tidak sesuai dengan
pengertian yang konvensional tentang gender laki-laki atau perempuan,
melainkan menggabungkan atau bergerak di antara keduanya (2) Orang
yang ditetapkan gendernya, biasanya pada saat kelahirannya dan
didasarkan pada alat kelaminnya, tetapi yang merasa bahwa deksripsi ini
salah atau tidak sempurna bagi dirinya (3) Non-identifikasi dengan, atau
non-representasi sebagai, gender yang diberikan kepada dirinya pada saat
kelahirannya. 6)
Dibandingkan kaum homoseksual, perilaku waria memiliki
banyak permasalahan. Kaum homoseksual sama sekali tidak mengalami
hambatan-hambatan sosial dalam pergaulan dan perilaku mereka, karena
tidak mengalami krisis identitas.1)
Terbukti tidak sedikit kaum
homoseksual yang menempati posisi-posisi penting di berbagai profesi,
baik sebagai politisi, birokrat, akademisi maupun profesional lainnya. Di
dalam lingkungan sosial kaum homoseksual sama sekali tidak dapat
diidentifikasi secara nyata, sehingga mereka lebih leluasa bergaul dan
berperilaku sebagai mana laki-laki normal. Berbeda dengan kaum waria,
disamping masih menghadapi berbagai tekanan-tekanan sosial, posisi
mereka dalam struktur masyarakat juga kurang mendapat tempat. 1)
Penolakan orang tua waria umumnya dilakukan setelah
mengalami proses menjadi waria dan hidup sebagai waria. Banyak
sekali waria yang pada mulanya keberadaan mereka ditentang habishabisan oleh keluarga mereka sendiri.1) Padahal keluarga merupakan
tempat berlindung yang paling utama dan seharusnya paling nyaman.
Dalam keluarga, waria sering kali dianggap sebagai aib, sehingga waria
mengalami tekanan-tekanan sosial.2) Namun demikian, peran keluarga
sangat penting bagi perkembangan waria. Sehingga berpengaruh pada
pembentukan konsep diri waria. Konsep diri kaum waria cenderung
negatif dikarenakan waria masih memiliki kebingungan identitas
seksual.7) Seorang waria yang dilahirkan dalam keluarga yang harmonis,
taat beragama, berpendidikan, serta sikap orang tua yang akhirnya
menerima keberadaan mereka akan berpengaruh baik bagi perkembangan
96 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
waria. Sebaliknya jika sikap orang tua yang tidak menerima keberadaan
waria akan berpengaruh kurang baik pada waria yang bersangkutan.
Masyarakat memberikan andil untuk memberikan pendapatnya
dalam hal penerimaan maupun penolakan terhadap waria. Meskipun
sebagian besar masyarakat menganggap waria sebagai perilaku yang
menyimpang, namun sikap mereka berbeda-beda. Pada umunya sikap
masyarakat terhadap waria terbagi menjadi dua, yaitu : (1) sikap kognitifintelektual, masih banyak orang Indonesia modern yang terpelajar merasa
sulit menerima waria; (2) sikap afektif-perilaku,masyarakat mau
menerima khususnya pada dunia show-biz, designing, dan salon masih
ditoleransi. 8)
Waria memilih menjadi manusia urban (berpindah ke kota) ketika
mereka tidak diterima oleh lingkungan masyarakat dan keluarga dimana
mereka tinggal. Mereka mencari suatu komunitas baru yang bisa
menerima keberadaan mereka, tentunya dengan orang-orang yang
senasib. Mereka berharap di lingkungan baru tidak seorang pun yang
pernah mengenal mereka. Di tempat tersebut mereka menciptakan
identitas baru, yang setidaknya ditandai dengan nama-nama baru. 1)
Dengan kata lain, mereka mencari teman atau populasi yang keadaanya
serupa dengan diri mereka agar mereka dapat diterima dan dihargai
sebagai individu yang utuh, sebagaimana layaknya individu yang
normal.4)
Ada empat karakteristik waria, yaitu (1) Pria menyukai pria; (2)
Kelompok yang secara permanen mendandani diri sebagai perempuan
atau berdandan sebagai perempuan; (3) kelompok yang karena desakan
ekonomi; harus mencari nafkah dengan berdandan dan beraktifitas
sebagai perempuan; (4) kelompok coba-coba atau memanfaatkan
keberadaaan kelompok itu sebagai bagian dari kehidupan seksual
mereka.1)
Dari keempat tipe waria tersebut, kelompok kedua yaitu yang
secara permanen mendandani diri sebagai perempuan atau berdandan
sebagai perempuan merupakan fenomena yang ada di kalangan kehidupan
para waria yang secara umum termasuk dalam kategori transeksual atau
perempuan yang terperangkap ke dalam tubuh laki-laki. Ada
kemungkinan kelompok ini merupakan waria yang memang secara
hormonal dalam tubuh mereka ada kelainan. Sehingga sulit sekali bagi
mereka untuk menjadi manusia normal yang secara utuh berjenis kelamin
laki-laki atau perempuan.
Perlu diketahui bahwa hingga saat ini baik sektor swasta maupun
pemerintah belum ada yang berani membuka peluang untuk menerima
kaum waria sebagai karyawan. Peluang kerja bagi kaum waria adalah
L a m p i r a n | 97
98 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
berdampak terhadap kemungkinan penularan dan penyebaran penyakit
IMS dan HIV/AIDS.
Selama dasawarsa terakhir, prevalensi IMS, terutama infeksi
HIV, pada komunitas waria dilaporkan meningkat secara bermakna. Di
Jakarta, hasil survey seroprevalens pada pertengahan tahun 2002 terhadap
241 waria PSK menunjukkan prevalensi HIV dan early syphilis mencapai
22% dan 19,3%. Hal ini merupakan suatu peningkatan yang bermakna
jika dibandingkan dengan survey waria di Jakarta pada Juli 1995, yang
hanya menemukan prevalensi HIV seropositif sebesar 7,9%. Pemeriksaan
seroprevalens terhadap 20 waria PSK Yogyakarta pada Bulan Oktober
2004 mendapatkan prevalensi HIV seropositif dan sifilis seropositif
(VRDL>1/4 dengan TPHA+ sebesar 30%.9) Data terbaru berdasarkan
hasil Surveilans Terpadu Biologis Perilaku (STBP) pada kelompok
beresiko tinggi di Indonesia pada tahun 2007 menunjukkan bahwa angka
prevalensi HIV dan Infeksi Menular Seksual (IMS) pada waria sangat
tinggi di tiga kota, yaitu 14% di Bandung, 25,2% di Surabaya, dan 34% di
Jakarta.10)
Berdasarkan data estimasi Dinas Kesehatan Propinsi Jawa
tengah, di Jawa Tengah pada tahun 2006 dilaporkan bahwa sebanyak 830
dari total 1058 waria terindikasi virus HIV. Dari jumlah tersebut 228
waria diantaranya positif mengidap virus HIV. Salah satu penyebab
waria mudah terserang HIV/AIDS karena kehidupan seks para waria yang
menyimpang.11) Sementara di Kota Semarang, berdasarkan data estimasi
pada tahun 2006 diketahui dari 221 waria tercatat 27 orang telah
mengidap HIV. Kesadaran para waria untuk test VCT masih kurang.
Hanya 30-40% yang rela dan sadar dalam melakukan test VCT.12)
Perilaku seksual seperti perilaku manusia umumnya bersifat
simbolik. Pria dan wanita menggunakan beberapa simbol dan
mengartikannya berdasarkan simbol tersebut. Perilaku seksual
berhubungan dengan berbagai aktivitas, masing-masing berbeda arti
(meaning), ada hubungan kedekatan tetapi tidak membatasi dalam hal
mempunyai anak, pencapaian kepuasan fisik, mendapatkan kesenangan
(having fun), menciptakan kedekatan, menciptakan kedekatan, pencapaian
spiritualitas, dan penggunaan kekuasaan.13)
Makna secara simbolik berhubungan dengan seksualitas
mempengaruhi bagaimana kita berpikir tentang diri kita, bagaimana kita
berhubungan dengan orang lain, dan bagaimana orang lain berpikir dan
berhubungan dengan kita. Tindakan manusia berkaitan dengan sesuatu
berdasarkan arti atau pentingnya sesuatu tersebut bagi mereka. Sedangkan
arti sesuatu adalah berasal dari sebab timbulnya, yaitu interaksi sosial,
dimana seseorang menjadi anggota suatu masyarakat. Kedua maksud di
L a m p i r a n | 99
100 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui gaya hidup seksual Waria non pekerja seks komersial
di Kota Semarang.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik waria non pekerja seks komersial di
Kota Semarang.
b. Mengetahui sosialisasi waria non pekerja seks komersial di
Kota semarang.
c. Mengetahui skrip seksual waria non pekerja seks komersial di
Kota Semarang yang terdiri dari :
1) Mengetahui skrip budaya waria non pekerja seks
komersial di Kota Semarang.
2) Mengetahui skrip interpersonal waria non pekerja seks
komersial di Kota Semarang.
3) Mengetahui skrip intrapsikis waria non pekerja seks
komersial di Kota Semarang.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Dinas Kesehatan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan dan LSM untuk
merumuskan kebijakan yang menyangkut permasalahan waria
serta dalam kaitannya dengan upaya pencegahan infeksi menular
seksual (IMS) dan HIV/AIDS dikalangan waria.
2. Bagi Dinas Kependudukan dan Departemen Agama
Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kependudukan dan
Departemen Agama dalam melakukan upaya pemberdayaan dan
pembinaan pada komunitas waria.
3. Bagi Perguruan Tinggi
Sebagai bahan referensi bagi pengembangan keimuan dan
penelitian khususnya di bidang Promosi Kesehatan Konsentrasi
Kesehatan Reproduksi dan HIV/AIDS yang terkait dengan topik
sensitif yaitu kehidupan waria dan HIV/AIDS.
4. Bagi masyarakat Umum
Sebagai informasi bagi masyarakat agar dapat memahami
kehidupan komunitas waria serta berpartisipasi dalam menangani
masalah HIV/AIDS dikalangan komunitas waria.
L a m p i r a n | 101
E. Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian yang berkaitan dengan perilaku seksual waria
pernah dilakukan sebelumnya oleh peneliti lain. Penelitian-penelitian
tersebut adalah:
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
No
1.
2.
Judul &
Peneliti
Fenomena
Perilaku Seksual
dan Potensi
Penularan
HIV/AIDS pada
Waria di Kota
Yogyakarta,
Palupi
Triwahyuni,
2008.15)
Variabel
Perilaku
seksual,
pengetahuan,
Program
pencegahan
penularan
HIV/AIDS,
program
Metode
kualitatif
Kuantiatif
dan
kualitatif
Hasil
Waria melakukan
hubungan seks di
cebongan atau dirumah,
bentuk hubungan seks
adalah oral, anal, onani,
es gosrok, jepit dan
mandi kucing.
Pengetahan masih
rendah, program
pencegahan HIV/AIDS
yang dibutuhkan waria
adalah pengobatan
gratis.
Waria PSK : HIV seropositif (24,5%),
sifilis seropositif
(16,3%), Kondiloma
Akuminata (6,12%).
Keadaan sifilisseropositif ditemukan
pada 50 % kasus HIVseropositif. Faktor
resiko tingginya
prevalensi HIV pada
waria PSK adalah telah
> 10 tahun menjadi
PSK, rata-rata > 5
patner unprotected
reseptive analsex per
minggu, memiliki ratarata > 10 patner sex
poer bulan, dan keadaan
sifilis-seropositive.
102 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
3.
Accounting for
Unsafe Sex :
Interviews With
Men Who Have
Sex With Men,
Adam, B, D. et
al., 2000.16)
Perilaku
pasangan,
negative self
image and
moods,
intuiting
safety
Kualitatif
F. Ruang Lingkup
1. Ruang lingkup keilmuan
Penelitian ini merupakan penelitian dalam bidang Promosi
Kesehatan khususnya pada konsentrasi Kesehatan Reproduksi dan
HIV/AIDS.
2. Ruang lingkup metode
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatifeksploratif, bertujuan untuk mengkaji fenomena gaya hidup
seksual waria non PSK.
3. Ruang lingkup sasaran
Sasaran penelitian ini adalah waria yang pekerjaan utamanya
bukan pekerja seks komersial di Kota Semarang.
4. Ruang lingkup waktu
Penelitian ini dimulai pada bulan Januari 2009, meliputi :
persiapan proposal sampai dengan pembahasan hasil penelitian.
5. Ruang lingkup tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Kota Semarang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Waria
1. Definisi Waria
Waria sering disebut juga sebagai transsexual. Banyak ahli yang
mendefinisikan transsexual dari berbagai sudut pandang. Transsexual
adalah gejala merasa memiliki seksualitas yang berlawanan dengan
struktur fisiknya.22) Transsexual secara psikis merasa dirinya tidak cocok
dengan alat kelamin fisiknya sehingga mereka memakai pakaian atau
atribut lain dari jenis kelamin yang lain.2) Transsexual adalah seseorang
yang mempunyai identitas jenis kelamin sendiri yang berlawanan dengan
L a m p i r a n | 103
104 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
wanita itu. Seorang wanita, misalnya, secara kultural dituntut untuk lemah
lembut. Kalau pria yang berkarakter demikian, itu namanya transgender.
5)
L a m p i r a n | 105
anak dari orang tua dan keluarga. Hal ini dilakukan sebagai upaya
aktualisasi diri sebagai perempuan dengan menonjolkan ciri fisik melalui
merias wajah, berpakaian perempuan, dan bertingkah laku layaknya
perempuan. 2)
3. Jenis dan Ciri-ciri Waria
Menurut Atmojo,4) menyebutkan jenis waria sebagai berikut :
1. Transsexual yang aseksual, yaitu seorang transsexual yang tidak
berhasrat atau tidak mempunyai gairah seksual yang kuat.
2. Transsexual homoseksual, yaitu seorang transsexual yang memiliki
kecenderungan tertarik pada jenis kelamin yang sama sebelum ia
sampai ke tahap transsexual murni.
3. Transsexual heteroseksual, yaitu seorang transsexual yang pernah
menjalani kehidupan heteroseksual sebelumnya, misalnya pernah
menikah.
Sementara untuk mengidentifikasi seorang waria, perlu diketahui
beberapa ciri-cirinya adalah :19)
1. Identitas transsexual harus sudah menetap selama minimal dua tahun,
dan harus bukan merupakan gejala dari gangguan jiwa lain seperti
skizofrenia, atau berkaitan dengan kelainan interseks, genetik atau
kromosom.
2. Adanya hasrat untuk hidup dan diterima sebagai anggota dari
elompok lawan jenisnya, biasanya disertai perasaan risih atau tidak
serasi dengan anatomi seksualnya.
3. Adanya keinginan untuk mendapatkan terapi horomonal dan
pembedaan untuk membuat tubuhnya semirip mungkin dengan jenis
kelamin yang diinginkan.
Beberapa tanda untuk mengetahi adanya masalah identitas dan
peran jenis, yaitu :20)
a. Individu menampilkan identitas lawan jenisnya secara kontinyu.
b. Memiliki keinginan yang kuat berpakaian sesuai dengan lawan jenis
jenisnya.
c. Beberapa minat dan perilaku yang berlawanan dengan lawan
jenisnya.
d. Penampilan fisik hampir menyerupai lawan jenis kelaminnya.
e. Perilaku individu yang terganggu peran jenisnya seringkali
menyebabkan ditolak lingkunganya.
f. Bahasa tubuh dan nada suara seperti lawan jenisnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
beberapa ciri transsexsual (waria) adalah : (1) Seseorang laki-laki
menampilkan identitas perempuan secara kontinyu minimal selama dua
106 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
tahun; (2) seseorang laki-laki memiliki keinginan yang kuat untuk hidup
dan diterima sebagai perempuan; (3) seseorang laki-laki yang mempunyai
keinginan kuat untuk berpakaian dan berperilaku menyerupai perempuan.
4. Faktor Penyebab Seseorang Menjadi Waria
Penyebab seseorang menjadi waria masih menjadi perdebatan,
apakah disebabkan oleh kelainan secara biologis dimana didalamnya
terdapat kelainan secara hormonal dan kromosom atau disebabkan oleh
lingkungan seperti trauma masa kecil, atau sering diperlakukan sebagai
seorang perempuan, pernah mengalami pelecehan seksual, menyaksikan
berbegai kejadian seksual dan lain sebagainya.
Beberapa teori tentang abnormalitas seksual menyatakan bahwa
keabnormalan itu timbul karena sugesti masa kecil. Seseorang akan
mengalami atau terjangkit abnormalitas seksual karena pengaruh luar,
misalnya adanya dorongan dari lingkungan tempat tinggal, pengaruh
kondisi keluarga, pendidikan dari orang tua yang mengarah pada benihbenih timbulnya penyimpangan seksual, serta pengaruh budaya dan
komunikasi yang intens dalam lingkungan abnirmalitas seksual.
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya transsexual
adalah:20)
1. Anak laki-laki yang dibesarkan tanpa ayah atau dibesarkan tanpa
kehadiran ayah selama periode waktu yang panjang menunjukkan
beberapa minat, sikap dan perilaku feminin.
2. Hubungan yang terlalu dekat antara anak dengan orang tua yang
berlawanan dengan jenis kelaminnya. Anak dan orang tua cenderung
memiliki kontak yang sangat intim baik secara fisik maupun secara
psikis, dan orang tua sering melaporkan adanya hubungan yang
tidak dapat dipisahkan. Dengan demikian anak hanya mempunyai
sedikit kesempatan untuk mengidentifikasi orang tua yang sama
dengan jenis kelaminnya dan kurang mengembangkan perilakuperilaku peran jenisnya.
3. Beberapa orang tua, menginginkan anak dengan jenis kelamin yang
lain, sehingga berusaha menjadikan anak perempuan bersikap seperti
laki-laki yang tidak pernah dimilikinya atau sebaliknya.
4. Seorang ibu yang membenci dan iri terhadap kejantanan bisa
membentuk perilaku yang kurang jantan pada anak laki-lakinya. Ibu
mungkin mengasosiasikan maskulinitas dengan kekerasan fisik dan
agresifitas, penyalahgunaan seksual dan kekasaran. Ia lebih suka anak
laki-lakinya lembut.
5. Beberapa pengaruh genetik atau hormonal. Dari perspektif medis,
pada waria ini terdapat kemungkinan disebabkan oleh predisposisi
L a m p i r a n | 107
108 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
a) Pseudomale atau disebut sebagai pria tersamar. Ia
mempunyai sel wanita tetapi secara fisik ia adalah pria.
Testisnya mengandung sedikit sperma atau sama sekali
mandul. Menginjak dewasa, payudaranya membesar
sedangkan kumis dan jenggotnya berkurang.
b) Pseudomale atau disebut sebagai wanita tersamar. Tubhnya
mengandung sel pria, tetapi pada pemeriksaan gonad (alat
yang mengeluarkan hormon dalam embrio) alat seks yang
dimiliki adalah wanita. Ketika menginjak dewasa, kemaluan
dan payudaranya tetap kecil dan sering tidak dapat
mengalami haid.
c) Female-pseudohermaprodite. Penderita ini pada dasarnya
memiliki kromosom sebagai wanita (XX) tetapi
perkembangan fisiknya cenderung menjadi pria.
d) Male-pseudohermaprodite. Penderita ini pada dasarnya
memiliki kromosom sebagai pria (XY) tetapi perkembangan
fisiknya cenderung menjadi wanita.
b. Faktor psikologis, sosial budaya yang termasuk didalamnya pola asuh
lingkungan yang membesarkannya. Mempunyai pengalaman yang
sangat hebat dengan lawan jenis sehingga mereka berkhayal dan
memuja lawan jenis sebagai idola dan inginmenjadi seperti lawan
jenisnya.
Ibis mengatakan bahwa beberapa faktor terjadinya abnormalitas
seksual dapat digolongkan ke dalam dua bagian, yaitu :4)
a. Faktor internal, abnormalitas seksual yng disebabkan oleh dorongan
seksual yang abnormal dan abnormalitas seksual yang dilakukan
dengan cara-cara abnormal dalam pemuasan dorongan seksual.
b. Faktor eksternal (sosial), abnormalitas yang disebabkan adanya
pasangan seks yang abnormal. Sebab utama pola tingkah laku relasi
seksual yang abnormal yaitu adanya rasa tidak puas dalam relasi
heteroseksual.22)
Berdasarkan uraian di atas, beberapa penyebab seseorang menjadi
waria (transexual) adalah : (1) Faktor biologis, yaitu kelainan yang
dipengaruhi hormon seksual dan genetik sesorang, secara umum
perembangan seksua seseorang dimulai sejak dalam kandungan. (2) faktor
psikologis, terkait dengan motivasi seseorang pria untuk berperilaku
seperti seorang wanita, seperti perilaku bermain mainan anak wanita,
berdandan seperti wanita, dan lain sebagainya. Keluarga juga berperan
sangat penting dalam membentuk perilaku seksual, mulai dari pola asuh,
perilaku orang tua dan anggota keluarga lainnya. Perlakuan orang tua
yang mendorong anaknya berperilaku lemah lembut, berdandan seperti
L a m p i r a n | 109
wanita, tidak adanya figur seorang pria (khususnya figur ayah), adanya
hubungan anak yang terlalu dekat dengan lawan jenisnya (wanita). (3)
Faktor sosiologis, kelainan seksual yang dipengaruhi oleh pasangan seks
yang abnormal. Seorang pria akan berubah menjadi waria karena
pasangan seksnya adalah seorang waria.
B. Perilaku
1. Definisi Perilaku
Perilaku dari segi biologis, adalah suatu kegiatan atau aktivitas
organisme (mahluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut
pandang biologis semua mahluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan,
binatang sampai manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai
aktivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku
manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu
sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain :
berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, membaca dan lain-lain.
Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perilaku
manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat
dialami langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.23)
Skinner merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi
seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Karena perilaku ini
terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian
organisme tersebut merespon, maka teori ini disebut teori S-O-R atau
Stimulus-Organisme-Respon. Dalam hal ini ada 2 (dua) respon, yaitu :23)
a. Respondent respons atau reflexive
Respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus)
tertentu. Stimulus semacam ini di sebut eliciting stimulation karena
menimbulkan respon-respon yang relatif tetap.
b. Operant respons atau instrumental respons
Respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus
atau perangsang tertentu.
Dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat
dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :
a. Perilaku Tertutup (Covert behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tertutup. Respon
atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,
pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang
menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh
orang lain. Misalnya, seseorang mengetahui bahwa HIV/AIDS dapat
menular melalui hubungan seks.
110 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
b.
L a m p i r a n | 111
5. Sintesis (synthesis)
Suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata
lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasiformulasi yang ada misalnya, dapat menyusun, merencanakan,
meringkaskan, menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau
rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian tehadap
suatu materi atau objek. Penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang
ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
b. Sikap (attitude)
Merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Newcomb menyatakan bahwa sikap
itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan
merupakan pelaksanaan motif tertentu.23)
Sikap merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi
merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.
C. Perilaku Seksual
Perilaku seksual adalah perilaku yang muncul karena adanya
dorongan seksual. Perilaku seksual merupakan tindakan yang
mempengaruhi proses reproduksi yang terkait dengan afeksi seksual
terhadap lawan jenis, yaitu tindakan dan ekspresi seksual serta tindakantindakan yang dilakukan akibat hubungan seksual yang tidak sehat.24)
Perilaku seksual yaitu, segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat
untuk mempertemukan dua jenis alat kelamin, baik dengan lawan
jenisnya maupun dengan sesama jenis.25)
1. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual
Perilaku seksual dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :26)
1. Dorongan Seksual
Dorongan seksual adalah suatu bentuk keinginan yang bersifat
erotis yang mendorong orang untuk melakukan aktivitas dan hubungan
seksual. Dorongan seksual mulai muncul pada masa remaja karena
pengaruh hormon seks.
Tanpa dorongan seksual tidak ada keinginan untuk melakukan
aktivitas seksual dan hubungan seksual. Tanpa dorongan seksual,
berbagai fungsi seksual yang lain menjadi terganggu. Dorongan seksual
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu hormon testosteron, rangsangan
seksual yang diterima, keadaan kesehatan tubuh, faktor psikososial, dan
112 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
pengalaman seksual sebelumnya. Jika faktor-faktor tersebut mendukung,
maka dorongan seksual akan baik. Sebaliknya jika faktor-faktor tersebut
tidak mendukung, maka dorongan seksual menurun atau bahkan lenyap
sama sekali.
Seseorang yang mengalami kekurangan hormon testosteron atau
mengalami gangguan, maka dorongan seksualnya akan menurun.
Dorongan seksual semakin kuat jika ada rangsangan seksual dari luar,
baik berupa rangsangan fisik maupun rangsangan psikis. Berbagai bentuk
rangsangan fisik, seperti ciuman dan rabaan. Sedangkan rangsangan
psikis dapat berupa rangsangan audio-visual, seperti suara merdu, gambar
erotis dan bau parfum.
Seseorang yang mengalami gangguan kesehatan, maka dorongan
kesehatan juga akan menurun. Demikian halnya jika terjadi hambatan
psikis, seperti kekecewaan atau tekanan mental yang berat juga
menurunkan dorongan seksual. Dan jika pengalaman seksual sebelumnya
selalu memuaskan, sangat mungkin dorongan seksualnya juga semakin
kuat, sebaliknya jika pengalaman seksual yang dirasakan sebelumnya
tidak menyenangkan atau menyakitkan seperti akibat perkosaan, maka
dorongan seksual akan tertekan atau bahkan lenyap sama sekali.
2. Nilai-nilai Sosiokultural dan Moral
Ekspresi dorongan seksual sangat diatur oleh nilai-nilai
sosiokultural dan moral yang sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai agama,
misalnya dalam agama Islam yang mengatur masalah seksualitas dalam
hukum nikah dan melarang adanya perzinahan atau free sex. Nilai yang
mengatur standar perilaku seksual dapat pula ditentukan oleh masyarakat
yang biasanya diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi
selanjutnya, meskipun sering terjadi modifikasi dalam proses
perkembangannya. Pada dasarnya nilai dan moral yang mengatur masalah
seksualitas berbeda-beda ditiap daerah bergantung pada adat kebiasaan
masing-masing daerah.
3. Pengetahuan Seksual
Tokoh masyarakat di Indonesia masih beranggapan bahwa
perilaku seksual sebagai masalah pribadi. Hal ini menyebabkan perbedaan
pendapat tentang penting tidaknya pendidikan seks diluar rumah.
Sehingga sebagian masyarakat Indonesia kurang mendapat pengetahuan
tentang seksualitas dan akibat dari perilaku seksual berisiko, kondisi ini
mengakibatkan persepsi yang salah tentang seksualitas sehingga
mempengaruhi perilaku seksual yang cenderung pada perilaku seksual
yang berisiko tertular PMS.
L a m p i r a n | 113
4. Fungsi Seksual
Fungsi seksual juga sangat mempengaruhi perilaku seksual.
Seseorang dengan fungsi seksual yang normal, perilaku seksualnya
berbeda dengan mereka yang fungsi seksualnya mengalami gangguan.
Misalnya, pria yang mengalami disfungsi ereksi, akan merasa kecewa dan
rendah diri sehingga tertekan saat melakukan hubungan seks atau bahkan
dalam kehidupan sehari-hari.
2. Bentuk Perilaku Seksual
Perilaku seksual sebagai bentuk ekspresi dari dorongan seksual
dapat meliputi aktivitas seksual dan hubungan seksual. Aktivitas seksual
adalah segala bentuk perilaku yang memberikan rangsangan seksual
sehingga dapat menimbulkan reaksi seksual, kecuali hubungan seksual.
Aktivitas seksual meliputi : (1) Berciuman (kissing), adalah saling
melekatkan bibir atau hidung; (2) french kiss, adalah berciuman dengan
bibir dan mulut terbuka dan menggunakan lidah; (3) necking, beberapa
orang yang merasakan kenikmatan untuk menghisap atau menggigit
dengan gemas pasangan mereka kadang-kadang pada leher, buah dada,
atau paha yang menyebabkan sebuah tanda memar atau merah; (4) petting,
adalah merasakan dan mengusap-usap tubuh pasangannya termasuk
lengan, dada, buah dada, kaki dan kadang-kadang kemaluan diluar
maupun di dalam pakaian; (5) oral seks meliputi fellatio dan cunnilingus,
oral seks sendiri diartikan sebagai perilaku seksual yang menggunakan
mulut untuk merangsang daerah genital pasangannya. Yang dimaksud
dengan fellatio adalah mencium, menjilat, dan menghisap penis.
Sedangkan cunnilingus adalah mencium, menjilat dan menghisap
kemaluan wanita di daerah klitoris dan vagina.25)
Sedangkan hubungan seksual adalah bersatunya dua orang secara
seksual, yang dilakukan setelah pasangan pria dan wanita menikah.25)
Pendapat lain mengenai hubungan seks adalah kontak jasmaniah antar
manusia untuk memperoleh kenikmatan.27)
3. Perilaku Seksual yang Sehat
Perilaku seksual yang sehat ialah semua bentuk perilaku seksual
yang dapat dinikmati dan tidak menimbulkan akibat berupa gangguan
fisik atau mental. Jadi dua hal penting yang menjadi syarat suatu perilaku
seksual sehat, yaitu dapat dinikmati dan tidak menimbulkan akibat buruk,
baik fisik maupun mental artinya, jika perilaku seksual dapat dinikmati
namun menimbulkan akibat buruk secara fisik atau mental maka perilaku
seksual tersebut dinyatakan tidak sehat. Demikian halnya jika perilaku
114 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
seksual tidak berakibat secara fisik atau mental namun tidak dapat
dinikmati maka dikatakan perilaku seksual yang tidak sehat.26)
Akibat fisik yang dapat ditimbulkan dapat berupa rasa sakit ketika
melakukan hubungan seksual, kehamilan yang tidak diharapkan, dan
penularan Penyakit Menular Seksual (PMS) khususnya HIV/AIDS.
Beberapa akibat secara mental adalah ketidakpuasan, kekecewaan,
kecemasan, perasaan bersalah, dan gejala psikosomatik seperti pusing dan
sukar tidur.
4. Perilaku Seksual yang Bebas atau Tidak Sehat
Menurut, perilaku seksual yang bebas atau tidak sehat adalah
semua bentuk perilaku seksual yang dilakukan dengan banyak pasangan.
Perilaku seksual cenderung dilakukan dengan siapa saja yang disukai dan
bersedia melakukannya. Selain itu perilaku seksual bebas dapat
menimbulkan beberapa akibat, antara lain penularan PMS khususnya
HIV/AIDS dan kehamilan yang tidak diinginkan. Perilaku seksual bebas
adalah perilaku seksual yang cenderung merupakan perilaku seksual yang
tidak sehat.26)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
Longmore (1998) menyebutkan bahwa seperti perilaku manusia,
perilaku seksual juga merupakan simbolik, individu menggunakan
beberapa simbol dan mempunyai arti yang dibentuk oleh beberapa
simbol tersebut.27) Turner (1982) menyatakan bahwa interaksinisme
simbolik yang dikemukakan oleh G.H Mead pada tahun 1934 meliputi
sexual meaning, self, identity dan sosialization. 27)
Sosialisasi merupakan suatu proses yang berperan dalam
terbentuknya suatu gaya hidup. Kickbush (1986) mengatkan bahwa
lifestyle (gaya hidup) adalah Perilaku pribadi dari individu waria yang
dipilih secara sengaja yang berkaitan dengan kesehatan. Pengertian lain
dari gaya hidup adalah suatu gabungan ekspresi dari lingkungan sosial
dan budaya yang merupakan perilaku yang dikondisikan dan dipaksakan,
dan merupakan keputusan pribadi, dimana saorang individu dapat
memilih dari satu perilaku ke perilaku yang lain. 33) Dari dua pengertian
tersebut, maka apabila kita berbicara tentang gaya hidup seksual (sexual
lifestyle) waria merupakan perilaku sexual waria yang melekat dalam
L a m p i r a n | 115
dirinya yang dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan budaya yang ada
disekitarnya serta berdampak pada kesehatannya. Gaya hidup seksual
para waria tercermin dalam melakukan aktifitas seksualnya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dijelaskan mengenai kerangka
konsep penggunaan teori interaksionisme simbolik dalam penelitian waria
dan gaya hidup seksualnya (gambar 3.1).
116 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
2. Karakteristik individu
Segala sesuatu yang menjadi karakterisik subyek penelitian, meliputi:
usia, alamat tempat tinggal, anak ke-, jenis kelamin dan jumlah
saudara kandung, pendidikan, pendidikan dan pekerjaan orang tua,
alasan menjadi waria, serta punya atau tidak pasangan tetap.
3. Sosialisasi (Socialization)
Sosialisasi adalah bagaimana waria bergaul di kelompoknya (teman,
keluarga, lingkungan) dan masyarakat.
4. Skrip seksual (Sexual Script)
Bagaimana waria dalam berinteraksi sosial serta beberapa hal yang
berhubungan dengan pemilihan pasangan, tempat dan waktu yang
sesuai dalam interaksi seksualnya.
5. Skrip Budaya (Cultural Script)
Bagaimana pemahaman waria tentang penilaian masyarakat umum
terhadap dirinya sebagai waria dan pengaruhnya terhadap kehidupan
dan perilaku seksualnya.
6. Skrip Sub-Budaya Waria (Sub-cultural script of Waria)
Bagaimana pemahaman waria tentang nilai-nilai yang berlaku dalam
komunitas waria, termasuk dalam hal cara berpenampilan, bahasa
yang digunakan, pemilihan pasangan, serta tehnik dalam berhubungan
seksual.
7. Skrip Interpersonal (Interpersonal Script)
Bagaimana skrip yang terbentuk antara waria dengan pasangannya,
baik pada awal pacaran (dating) sampai pada keputusan untuk menjadi
pasangan (couple).
8. Skrip Intrapsikis (Intrapsychic Script)
Semua hal yang ada dalam pikiran wariapketika berinteraksi dengan
pasangan, apa yang akan dilakukan, yang terbentuk oleh pengalaman
dan pengetahuan seksual, serta sikap dan persepsi waria tentang seks.
C. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode qualitative exploration
dengan pendekatan fenomenologis. Karena peneliti ingin makna
pengalaman hidup beberapa orang terkait fenomena atau konsep
tertentu.34) Pendekatan fenomenologi menekankan aspek subyektif dari
perilaku orang. Peneliti berusaha masuk ke dalam dunia konseptual para
subyek yang ditelitinya sedemikian rupa sehingga mengerti apa dan
bagaimana suatu pengertian yang dikembangkannya di sekitar peristiwa
dan kehidupan sehari-hari.35)
Jenis penelitian kualitatif digunakan untuk mendapatkan
gambaran yang nyata dan informasi yang mendalam dari subyek
L a m p i r a n | 117
penelitian. Selain itu metode kualitatif ini digunakan oleh peneliti dengan
pertimbangan : 36)
1. Realitas yang ada dikonstruksi secara sosial dan tidak bebas nilai.
2. Mengutamakan penguasaan mendalam atas fenomena secara material.
3. Menggunakan perspektif emik atau beranjak pada pandangan dari
dalam subyek.
4. Emergensi dan penjelasan atas peristiwa, gejala atau fenomena.
5. Peneliti sebagai instrumen utama dengan pendekatan utama melalui
wawancara mendalam.
6. Bersifat inkuiri secara alami atau naturalistik.
7. Menggunaan pola berpikir atau penarikan kesimpulan secara induktif.
8. Mencari pluralitas atau kompleksitas tautan antar fenomena yang
bersifat lunak.
D. Obyek dan Subyek Penelitian
Obyek penelitian atau informan utama pada penelitian ini adalah
waria yang berprofesi entertainer, salon kecantikan, karyawan atau
pegawai negeri sipil (PNS). Sedangkan subyek penelitian adalah peneliti.
Informan diambil secara purposive sampling, yaitu memilih sampel yang
kaya informasi dengan kriteria inklusi sebagai berikut :
a. Bekerja sebagai entertainer, salon kecantikan, karyawan, wiraswasta
atau PNS/Guru.
b. Merupakan waria dewasa yang usianya minimal 20 tahun, maksimal
60 tahun dengan alasan masih dalam usia seksual aktif, masih
produktif, dan pertimbangan kemampuan daya ingat. Adapun alasan
rentang usia responden yang berkisar antara 20-60 tahun adalah
mereka termasuk dalam kategori usia dewasa madya.41) Selain itu
berdasarkan informasi dari LSM Graha Mitra yang menyatakan bahwa
terdapat waria dampingan yang berusia 60-65 tahun masih
mendapatkan program dan memiliki perilaku seksual aktif.
c. Bersedia menjadi informan penelitian.
E. Sumber Data Penelitian
Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth
interview) terhadap informan utama yaitu waria yang bekerja sebagai
entertainer, salon kecantikan, karyawan atau Pegawai negeri sipil (PNS)
di tempat yang telah disepakati oleh informan dan peneliti, sedangkan
pengaturan waktu disesuaikan oleh informan.
Data sekunder merupakan data pendukung yang berguna sebagai
penunjang dan pelengkap data primer dan masih berhubungan dengan
penelitian ini. Hal ini diperoleh melalui dokumentasi dan laporan dari
118 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
Dinas Kesehatan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) terkait yang
menangani waria di Kota semarang, serta studi pustaka. Pengumpulan
data dilakukan pada 10 orang waria yang berbeda profesi yaitu 2 orang
entertainer, 4 orang dari salon kcantikan, 1 dari karyawan, 2 wiraswasta
serta 1 waria dari Guru. Adapun alasan proporsi jumlah informan seperti
disebutkan diatas adalah berdasarkan pertimbangan jumlah waria
berdasarkan profesinya seperti pada tabel berikut :
Tabel 3.1 Jenis dan Jumlah Pekerjaan Waria Kota Semarang
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Jenis Pekerjaan
Nyebong (PSK)
Pengamen
Entertainer
Salon
Guru
Karyawan
Wiraswasta
PNS
Jumlah
Jumlah
109
15
5
50
2
3
3
1
188
Persentase (%)
58
8
2,7
26
1,1
1,6
1,6
0,5
100
L a m p i r a n | 119
atau Kota lain di Jawa Tengah, yaitu Kota Solo, Kendal dan Kabupaten
Demak.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dibuat suatu bagan pengambilan
informan penelitian (gambar 3.2).
120 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
G. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan langkah penting dalam penelitian.
Pengumpulan data akan berpengaruh pada beberapa tahap berikutnya
sampai pada tahap penarikan kesimpulan. Sesuai dengan sifat penelitian
kualitatif yang terbuka, mendalam dan fleksibel, maka peneliti
menggunakan metode wawancara dalam pengumpulan data.
Metode wawancara merupakan yaitu mendapatkan informasi
dengan cara bertanya secara langsung dengan informan (subyek
penelitian). Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Maksud wawancara antara lain:
mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, peranan, motivasi,
tuntutan, kepedulian dan lin-lain kebulatan ; merekonstruksi kebulatankebulatan sebagai kejadian yang dialami masa lalu; memproyeksikan
kebulatan-kebulatan sebagai sesuatu yang diharapkan untuk dialami pada
masa yang akan datang; memverivikasi, mengubah dan memperluas
informasi yang diperoleh orang lain, baik manuasia maupun bukan
manusia (triangulasi); dan memverivikasi, mengubah dan memperluas
konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai anggota.35)
Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara
mendalam (indepth interview), yang berarti bahwa pewancara dapat
menggali informasi atau data sebanyak-banyaknya dari informan
(terwawancara). Selain itu pewancara menentukan sendiri masalah dan
pertanyaan yang akan disajikan, sama untuk setiap subyek penelitian.
Wawancara mendalam dilakukan kepada subyek penelitian (key
informan) dan informan pendukung yaitu pasangan seksual waria. Hasil
kegiatan wawancara yang mencakup pertanyaan dan jawabannya
didokumentsikan dalam rekaman suara kemudian dibuat catatan
lapangan.
Beberapa langkah perlu disiapkan supaya wawancara dapat
menghasilkan data yang valid adalah:
1. Mempersiapkan berbagai hal yang akan diungkap dalam penelitian.
Peneliti mencari referensi dan informasi dari berbagai sumber
mengenai perilaku seksual waria, kemudian dibuat daftar pertanyaan
sebagai pedoman dalam pengumpulan data.
2. Peneliti menyiapkan beberapa peralatan berupa alar perekam suara
dan alat tulis.
3. Menciptakan suasana hubungan yang baik dengan subyek penelitian
yang akan diwawancarai, melakukan pendekatan personal, serta
L a m p i r a n | 121
122 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
1. Peneliti membuat dan mengatur data yang sudah dikumpulkan
Setelah melakukan wawancara dan observasi, peneliti akan
mentranskripsikan hasil wawancara dan observasi. Dalam transkripsi
itu, peneliti akan mengatur data dengan rapi sehingga akan
memudahkan dalam pembuatan transkrip.
2. Peneliti membaca dengan teliti data yang sudah diatur
Setelah melakukan transkripsi, peneliti akan membaca dan memahami
transkrip. Tujuan dari proses ini adalah untuk mengetahui kecukupan
data yang diperoleh supaya relevan dengan fokus penelitian. Proses ini
juga disebut dengan coding, lewat proses ini akan didapatkan tematema penting dari pernyataan subjek dalam transkrip.
3. Peneliti mendeskripsikan pengalamannya di lapangan
Pada bagian awal analisis, peneliti akan mendeskripsikan pengalaman
di lapangan. Disini akan digambarkan situasi penelitian untuk
memudahkan dalam memahami pernyataan-pernyataan subjek.
4. Horisonalisasi
Pada tahap ini, transkrip wawancara akan diperiksa lagi untuk
mengetahui pernyataan yang relevan dan tidak relevan bagi penelitian
ini. Tahap ini bisa dilakukan dengan cara menandai bagian pernyataan
yang relevan dan menuliskannya pada kolom yang terpisah.
5. Unit-unit makna
Unit-unit makna akan ditemukan dengan terus melakukan coding dan
merevisi hasil coding. Dari keseluruhan transkrip diharapkan peneliti
dapat menemukan beberapa unit makna.
6. Deskripsi tekstural
Deskripsi tekstural ini didasarkan pada ucapan asli subjek yang
diambil dari hasil horisonalisasi.
7. Deskripsi struktural
Deskripsi ini merupakan interpretasi peneliti terhadap pernyataan asli
subjek.
8. Makna/esensi
Dari keseluruhan unit makna, deskripsi tekstural, dan deskripsi
struktural, peneliti akan mencari esensi dari pengalaman subjek.
J. Tahapan Lapangan
1. Tahap Pra Lapangan
Tahap persiapan dimulai dengan melakukan kegiatan :
a. Pengumpulan referensi awal
b. Penyusunan draf proposal
c. Persiapan pengambilan data awal
d. Survey awal
L a m p i r a n | 123
e.
f.
g.
h.
Kode
Responden
LOUS
AR
LL
DN
YS
SV
EL
Waktu
Rabu, 22
April 2009
Senin, 27
April 2009
Rabu, 29
April 2009
Jumat, 1
Mei 2009
Senin , 5
Mei 2009
Senin, 5
Mei 2009
Selasa 6
Mei 2009
Tempat
Lama
Wawancara
Graha Mitra
2 jam
Graha Mitra
1,75 jam
Salon Dian
Pusponjolo
Salon Dian
Pusponjolo
1,75 jam
2,25 jam
Graha Mitra
1,75 jam
Rumah SV
2,5 jam
Salon Elsa
Sampangan
2 jam
124 | M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
8
MR
CCL
10
JN
Selasa, 6
Mei 2009
Rabu, 7 Mei
2009
Kamis, 8
Mei 2009
Salon Elsa
Sampangan
Salon Elsa
Sampangan
Salon Oni
Puspogiwang
2 jam
2,25 jam
2,25 jam
Kode
Responden
LD
YN
YM
LN
MD
Waktu
Kamis, 23
April 2009
Jumat, 24
April 2009
Jumat, 1
Mei 2009
Senin, 4
Mei 2009
Selasa, 5
Mei 2009
Mendalam
dengan
Informan
Tempat
Lama
Wawancara
Graha Mitra
15 menit
Graha Mitra
20 menit
Tanggul
Indah
Tanggul
Indah
Rumah SV
15 menit
20 menit
20 menit
BIOGRAFI PENULIS