Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
GLOMERULONEFRITIS AKUT
BAB I
LAPORAN KASUS
A. ANAMNESIS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. DA
Umur
: 3 tahun 2 bulan
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
Tanggal MRS
: 07-01-2017
Tanggal KRS
: 10-01-2017
: 00084806
KESADARAN
: Compos mentis
TANDA VITAL
Suhu : 36,7 0C
HR
: 84 x/menit
RR
: 20 x/menit
ANTROPOMETRI :
BB = 15 kg
PB = 105 cm
Status Gizi
IMT = BB/TB2 = 15/1,052 = 16/1,10 = 14,54
Z Skor = IMT median nilai IMT
= 14,5-15,4
= - 0,9 (Normal -2 z-skor < +2)
Kesimpulan = Normal
STATUS GENERALIS
Kepala
: Normochepali
Mata
Hidung
: Sekret (-)
Mulut
Paru
:
I
Jantung
Abdomen
: BU (+) N
: sedikit tegang, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba. LP 49,5 cm
Ekstremitas
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium:
07 Januari 2017
Pemeriksaan Darah Rutin
-
Nilai
9,0
10.310
337.000
27
3,99
Satuan
Gr%
mm3
mm3
%
jt/ mm3
Nilai Normal
13,5-16,5
4.000-10.000
150.000-400.000
40-46
4-5jt
0
3
49
38
10
%
%
%
%
%
0-1
1-3
43-65
20-46
2-8
D. RESUME
An. DA, 3 Tahun MRS tanggal 07 Januari 2017 dengan keluhan 3 hari SMRS OS bengkak
hampir seluruh tubuh, terutama pada kelopak mata, wajah, perut dan kaki. Ibu OS mengatakan
sebelumnya OS pernah terjatuh 1 minggu SMRS dan terdapat luka di lutut kanan, 4 hari setelah
jatuh os demam, batuk, pilek dan sariawan. Lalu berobat ke dokter umum, diberi obat antibiotik
syrup dan puyer. 1 hari kemudian ibu OS melihat anaknya tampak bengkak pada kelopak mata,
wajah, perut dan kaki. Ibu OS juga mengatakan warna BAK OS tampak seperti coca-cola sejak
hari senin tanggal 02/01/2017. Pada hari sabtu pagi tanggal 07/01/2017 ibu OS membawa OS ke
dr Sp.A terdekat, kemudian OS dirujuk ke RSUD untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Pemeriksaan fisik tanda vital: suhu: 36,7 0C, HR: 84 x/menit, RR: 20 x/menit. Status Gizi: BB/U
= Gizi Buruk, TB/U = Baik, BB/TB = Gizi Kurang. Mata: edema periorbita (+/+), pembesaran
KGB dada (+), abdomen: cembung, lebih tinggi dari dinding dada, shifting dullness (+), LP 49,5
cm, asites (+), ekstremitas: edema minimal.
Pemeriksaan Penunjang:
-Pemeriksaan Kimia Klinik
Ureum
: 49,6 mg/dl
Kreatinin
: 1,0 mg/dl
Albumin
: -gr/dl
Protein total
: -gr/dl
Parameter
Warna
Blood
Urobilin
Bilirubin
Protein
Nitrit
Keton
Glukosa
PH
Berat Jenis
Leukosit
Nilai
Kuning tua, Keruh
+++
++
6,5
1.010
-
Satuan
Nilai Rujukan
ery/l
mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl
leu/l
Parameter
Warna
Blood
Urobilin
Bilirubin
Protein
Nitrit
Keton
Glukosa
PH
Berat Jenis
Leukosit
-
Nilai
Kuning, Keruh
+++
/ trace
6,0
1.015
/ trace
Satuan
Nilai Rujukan
ery/l
mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl
leu/l
Parameter
Warna
Blood
Urobilin
Bilirubin
Protein
Nitrit
Keton
Glukosa
PH
Berat Jenis
Leukosit
Nilai
Kuning, jernih
++
5,0
1.005
-
E. DIAGNOSA
Diagnosis kerja : Glomerulonerfritis Akut
Diagnosis banding : Sindrom nefrotik
F. RENCANA DIAGNOSIS
Urinalisis
Fungsi ginjal : ureum, creatinin
Satuan
Nilai Rujukan
ery/l
mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl
leu/l
Elektrolit
Total hemolytic complement, C3 dan C4
Biakan usap tenggorok dan kulit
ASTO, Antistreptozim, antihialuronidase, dan anti Dnase B
G. RENCANA TERAPI
- IVFD RL 8 tpm makro
- Inj.Furosemid 4mg 2x1
- Amoxicilin syr 3x1 cth
- Solvinex syr 3x1 cth
- Diet Gizi Seimbang
Sebaiknya pemberian garam dibatasi sebanyak 0,5-1 g/hari
Kebutuhan kalori :
100 kal/kg BBI, yaitu 10015 kg = 1500 kal/hari
Kebutuhan zat gizi :
Karbohidrat, sisa dari total kalori dikurangi prosentase protein dan lemak =
(70% x 1200 kal) : 4 = 290 gram
H. FOLLOW UP
S
08 Januari 2016
09 Januari 2016
Tampak bengkak di wajah, BAK masih Bengkak berkurang, BAK warna kuning
Nadi: 86x/menit
Nadi: 80x/menit
Suhu: 36,70C
Suhu: 36,70C
A
P
Pernafasan: 22x/menit
Pernafasan: 20x/menit
BB: 15 kg
BB: 15 kg
LP: 50 cm
LP: 49,5 cm
PF: dbn
Glomerulonefritis Akut
-IVFD D5 NS 8 tpm
-Inj. Furosemid amp 2 x 4 mg (I.V)
-Amoxicilin syr 3 x 1 cth (p.o.)
-Solvinex syr 3 x 1 cth (p.o.)
-Ukur BB dan LP per hari
-Tampung urin/24 jam
-Konsul gizi
10 Januari 2016
11 Januari 2016
Bengkak (-), BAK warna kuning pekat- Bengkak (-), BAK warna kuning keruh,
TD:90/60 mmHg
Nadi: 86x/menit
Nadi: 80x/menit
Suhu: 36,00C
Suhu: 36,50C
Pernafasan: 22x/menit
Pernafasan: 20x/menit
BB: 14,5 kg
BB: 14,5 kg
LP: 48 cm
LP: 48 cm
A
P
PF: dbn
Glomerulonefritis Akut
-IVFD D5 NS 8 tpm
-Inj. Furosemid amp 2 x 4 mg (I.V)
-Amoxicilin syr 3 x 1 cth (p.o.)
-Solvinex syr 3 x 1 cth (p.o.)
-Ukur BB dan LP per hari
-Tampung urin/24 jam
-Konsul gizi
PF: dbn
Glomerulonefritis Akut
-Acc Rawat Jalan
-Amoxicilin syr 3 x 1 cth (p.o.)
-Solvinex syr 3 x 1 cth (p.o.)
-Kontrol minggu depan
11 Januari 2017
Pemeriksaan Darah Lengkap
Parameter
Hb
Leukosit
Trombosit
Ht
Eritrosit
Diff Count
Basofil
Eosinofil
Segmen
Lymfosit
Monosit
Nilai
10,4
7.560
370.000
31
4,53
Satuan
Gr%
mm3
mm3
%
jt/ mm3
Nilai Normal
13,5-16,5
4.000-10.000
150.000-400.000
40-46
4-5jt
0
3
32
33
12
%
%
%
%
%
0-1
1-3
43-65
20-46
2-8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI GINJAL
Ginjal merupakan organ ganda yang terletak di daerah abdomen, retroperitoneal antara
vetebra lumbal 1 dan 4. pada neonatus kadang-kadang dapat diraba. Ginjal terdiri dari korteks
dan medula. Tiap ginjal terdiri dari 8-12 lobus yang berbentuk piramid. Dasar piramid terletak di
korteks dan puncaknya yang disebut papilla bermuara di kaliks minor. Pada daerah korteks
terdaat glomerulus, tubulus kontortus proksimal dan distal. .4
Panjang dan beratnya bervariasi yaitu 6 cm dan 24 gram pada bayi lahir cukup bulan,
sampai 12 cm atau lebih dari 150 gram. Pada janin permukaan ginjal tidak rata, berlobus-lobus
yang kemudian akan menghilang dengan bertambahnya umur.1
Tiap ginjal mengandung 1 juta nefron (glomerulus dan tubulus yang berhubungan
dengannya ). Pada manusia, pembentukan nefron selesai pada janin 35 minggu. Nefron baru
tidak dibentuk lagi setelah lahir. Perkembangan selanjutnya adalah hipertrofi dan hiperplasia
struktur yang sudah ada disertai maturasi fungsional.1
Tiap nefron terdiri dari glomerulus dan kapsula bowman, tubulus proksimal, anse henle
dan tubulus distal. Glomerulus bersama denga kapsula bowman juga disebut badan maplphigi.
Meskipun ultrafiltrasi plasma terjadi di glomerulus tetapi peranan tubulus dala pembentukan
urine tidak kalah pentingnya.1
tereliminasi
Sekresi enzim Renin yang mengaktivasi mekanisme hormonal untuk mengontrol tekanan
darah
Sekresi hormon eritropoietin yang menstimulasi produksi sel darah merah
Berkolaborasi dengan paru-paru untuk regulasi CO2 dan keseimbangan asam basa
Membantu proses pembentukan kalsitriol
Membantu proses glukoneogenesis saat kelaparan dengan cara melakukan deaminasi
asam amino (menghilangkan grup -NH2), dan mengekskresikan grup amino sebagai
ammonia (NH3) dan mensintesis glukosa dari sisa molekul.
Tiap ginjal memiliki sekitar 1,2 juta nefron. Tiap nefron terdiri dari korpuskulum renalis
yang menyaring plasma darah dan tubulus renalis yang merubah hasil filtrasi menjadi urine.
Korpuskulum renalis terdiri dari glomerulus dan kaspsula glomerular (kapsula Bowman) yang
melapisinya. Lapisan dari glomerulus terdiri dari:
Endotel Fenestrata dari Kapiler
Sel endoteliar dari kapiler glomerulus berbentuk seperti sarang lebah dengan pori pori
filtrasi yang besar sekitar 70-90 nm. Kapiler ini sangat permeabel walaupun porinya
mengandung 0,03% protein, terdiri dari banyak albumin, termasuk beberapa hormon.
Celah Filtrasi
Podosit dari kapsula glomerulus berbentuk seperti gurita, dengan adanya badan sel
bulbosa dengan beberapa lengan tebal dimana tiap lengannya memiliki banyak
perpanjangan kecil yang disebut "foot processes" (pedikel) yang mengelilingi kapiler.
Hampir semua molekul yang lebih kecil dari 3 nm dapat melewatu membrana filtrasi ke
dalam celah kapsular, diantaranya air, elektrolit, glukosa, asam lemak, asam amino, sisa
nitrogen, dan vitamin. Substansi tersebut memiliki konsentrasi yang hampir sama pada plasma
darah dengan di filtrat glomerular. Infeksi ginjal atau trauma, dapat meruksak membrana
filtrasi dan membiarkan almbumin atau sel darah terfiltrasi. Penyakit ginjal terkadang ditandai
dengan adanya protein atau darah dalam urine-- kondisi yang dikenal dengan proteinuria dan
hematuria. Tekanan filtrasi ditentukan oleh beberapa tekanan yaitu tekanan hidrostatik kapiler
(60 mmHg) yang dilawan dengan tekanan osmotik koloid (32 mmHg) dan tekanan kapsular
(18 mmHg), sehingga tekanan yang dihasilkan akan membuat darah dari kapiler melewati
membran atau disebut tekanan filtrasi net (NFP). Tingginya tekanan darah pada glomeruli
membuat ginjal tidak dapat bertahan lama pada hipertensi, sehingga dapat menimbulkan efek
yang buruk dan terjadinya gagal ginjal. Hipertensi dapat menyebabkan rupturnya kapiler
glomerular sehingga dapat menimbulkan cidera (nefrosklerosis). Hal ini akan membuat
terjadinya atherosclerosis dari pembuluh darah renal seperti di tempat lain dan mengurangi
suplai darah renal sehingga mengakibatkan gagal ginjal.
Glomerular Filtration Rate merupakan jumlah dari filtrat yang terbentul per menit oleh kedua
ginjal. Tiap 1 mmHg dari NFP, ginjal membentuk 12,5 mL filtrat/menit. Tetapi hanya
sebagian kecil. GFR harus dikontrol dengan tepat, regulasinya dikontrol oleh beberapa cara,
yaitu:
Autoregulasi Renal
Kemampuan nefron untun mengatur aliran darah dan GFR tanpa ada kendali dari luar
(syaraf atau hormon) sesuai dengan adanya perubahan di tekanan darah arteri. Output
urin akan hanya sedikit meningkat dengan bantuan autoregulasi saat MAP (Mean
Arterial Pressure) meningkat. Terdapat 2 mekanisme dari auregulasi 1). Mekanisme
Miogenik, mekanisme ini mengendalikan GFR dengan bergantung pada kontraksi otot
polos saat meregang. Ketika tekanan darah arteri meningkat, maka otot polos arteriol
aferen akan meregang, maka arteriol akan mengalami kontraksi untuk mencegah aliran
darah masuk ke dalam glomerulus, demikian sebaliknya. 2). Tubuloglomerular
Feedback, yaitu mekanisme ketika glomerulus menerima feedback mengenai status
cairan dari tubular agar filtrasi selanjutnya disesuaikan untuk meregulasi komposisi
cairan, menstabilisasi dan kompensasi akan adanya fluktuasi dari tekanan darah.
Terdapat 3 tipe sel yang berperan dalam mekanisme ini, yaitu makula densa (epitel pada
ujung dari loop nefron pada sisi tubulus yang berhadapan dengan arteriol), sel
jukstaglomerular (otot polos pada arteriol aferen yang secara langsung bersebrangan
dengan makula densa. Sel ini akan terstimulasi dari makula, dan akan melakukan
konstriksi atau dilatasi dan berhubungan dengan sistem RAA), dan sel mesangial (sel
diantara arteriol aferen dan eferen dan diantara kapiler glomerulus yang juga berperan
untuk
memfagositosis
debris
jaringan).
Ketiganya
saling
berhubungan
dan
B. DEFINISI
Istilah Glomerulonefritis, digunakan untuk berbagai penyakit ginjal, yang etiologinya tidak
jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopologi tertentu pada glomerolus.1
Glomerulonefritis dapat dibagi atas dua golongan besar, yaitu bentuk difusa dan bentuk
fokal. Pada bentuk difusa, perubahan tampak pada hampir semua lobulus pada struktur
glomerulus, sedangkan pada bentuk fokal, hanya satu atau beberapa bagian glomerulus yang
terkena.1
Glomerulonefritis Akut adalah kumpulan manifestasi klinis akibat perubahan struktur dan
faal dari peradangan akut glomerulus pasca infeksi Streptococcus. Sindrom ini ditandai dengan
timbulnya oedem yang timbul mendadak, hipertensi, hematuri, oliguri, GFR menurun,
insuffisiensi ginjal.1
Glomerulonefritis akut, disebut juga dengan glomerulonefritis akut post sterptokokus
(GNAPS) adalah suatu proses radang non-supuratif yang mengenai glomeruli, sebagai akibat
infeksi kuman streptococcus beta hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit
ini sering mengenai anak-anak usia sekolah.1
C. ETIOLOGI
Faktor-faktor penyebab yang mendasari GNA dapat dibagi menjadi kelompok infeksi dan
bukan infeksi.
Kelompok Infeksi
Penyebab infeksi yang paling sering GNA adalah infeksi oleh spesies Streptococcus (yaitu,
kelompok A, beta-hemolitik). Dua jenis telah dijelaskan, yang melibatkan serotipe yang berbeda:
Serotipe M1, 2, 4, 12, 18, 25 - nefritis Poststreptococcal akibat infeksi saluran pernapasan
GNA pasca infeksi streptokokus (GNAPS) biasanya berkembang 1-3 minggu setelah infeksi
akut dengan strain nephritogenic spesifik grup A streptokokus beta-hemolitik. Insiden GN adalah
sekitar 5-10% pada orang dengan faringitis dan 25% pada mereka dengan infeksi kulit.
GN pascainfeksi Nonstreptococcal mungkin juga hasil dari infeksi oleh bakteri lain, virus,
parasit, atau jamur. Bakteri selain streptokokus grup A yang dapat menyebabkan GNA termasuk
diplococci, streptokokus lainnya, staphylococci, dan mikobakteri. Salmonella typhosa, Brucella
suis, Treponema pallidum, Corynebacterium bovis, dan actinobacilli juga telah diidentifikasi.
Cytomegalovirus (CMV), coxsackievirus, Epstein-Barr virus (EBV), virus hepatitis B
(HBV), rubella, rickettsiae (seperti dalam tifus scrub), dan virus gondong diterima sebagai
penyebab virus hanya jika dapat didokumentasikan bahwa infeksi streptokokus beta-hemolitik
tidak terjadi. GNA telah didokumentasikan sebagai komplikasi langka hepatitis A.
Menghubungkan glomerulonefritis ke etiologi parasit atau jamur memerlukan pengecualian
dari infeksi streptokokus. Organisme diidentifikasi meliputi Coccidioides immitis dan parasit
berikut: Plasmodium malariae, Plasmodium falciparum, Schistosoma mansoni, Toxoplasma
gondii, filariasis, trichinosis, dan trypanosomes.
Kelompok Non-infeksi
Penyebab non-infeksi dari GNA dapat dibagi menjadi penyakit ginjal primer, penyakit sistemik,
dan kondisi lain-lain atau agen.
Penyakit sistemik multisistem yang dapat menyebabkan GNA meliputi:
yang menghasilkan episode berulang dari purpura luas dan ulserasi kulit pada kristalisasi.
Polyarteritis nodosa - ini menyebabkan nefritis dari vaskulitis melibatkan arteri ginjal.
Henoch-Schnlein purpura - Ini menyebabkan vaskulitis umum mengakibatkan
glomerulonefritis.
Sindrom Goodpasture - Ini menyebabkan antibodi yang beredar pada kolagen tipe IV dan
sering mengakibatkan kegagalan ginjal progresif cepat (minggu ke bulan).
granular dari C3, tipe II mengacu pada proses yang tidak teratur.
Penyakit Berger (IgG-immunoglobulin A [IgA] nefropati) - ini menyebabkan GN sebagai
Sindrom Guillain-Barr
Streptococcus
Streptococcus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas membentuk
pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya. Merupakan golongan bakteri yang
heterogen. Lebih dari 90% infeksi pada manusia disebabkan oleh Streptococcus hemolisis grup
A. Kumpulan ini diberi spesies nama S. pyogenes. Streptococcus diketahui dapat menghasilkan
tidak kurang dari 20 produk ekstrasel yang terpenting diantaranya ialah streptolisin O,
streptolisin S, hialuronidase, streptokinase, difosforidin nukleotidase, dioksiribonuklease serta
streptococcal erytrogenic toxin. Produk-produk tersebut merangsang timbulnya antibody, namun
yang menjadi dasar peningkatan titer ASTO hanya berasal dari antistreptolisin O. 9,10
D. EPIDEMIOLOGI
Dengan beberapa pengecualian, insidensi GNAPS telah menurun di sebagian besar negara
Barat. GNAPS tetap jauh lebih umum di daerah seperti Afrika, Karibia, India, Pakistan,
Malaysia, Papua Nugini, dan Amerika Selatan yang mungkin dipengaruhi oleh status nutrisi,
penggunaan antibiotik profilaksis, dan potensi dari Streptokokus. Di Port Harcourt, Nigeria,
kejadian GNA pada anak usia 3-16 tahun adalah 15,5 kasus per tahun.
Variasi geografis dan musiman dalam prevalensi GNAPS lebih tampak pada GNA akibat
faringitis dibandingkan dengan penyakit kulit. Mortalitas pada penderita GNA pada anak sangat
jarang (<1%). Tidak ada predileksi rasial. Pada laki-laki dua kali lebih sering daripada pada
wanita. GNAPS sering terjadi pada anak usia 5-15 tahun. GNA dominan menyerang anak lakilaki dibanding anak perempuan (ratio 2 : 1)..
Prevalensi meningkat pada sosial ekonominya rendah, gizi kurang, lingkungan tempat
tinggal di pemukiman padat, iklim tropis dan perubahan cuaca yang sering.
E.PATOGENESIS
Lesi pada glomerulus pada GNA, adalah hasil dari deposisi kompleks imun pada
glomerulus atau in situ. Pada penampilan kasar, ginjal dapat membesar hingga 50%. Perubahan
histopatologis
termasuk
pembengkakan
simpai
glomerulus
dan
infiltrasi
oleh
sel
polimorfonuklear.
Imunofluoresensi
mengungkapkan
pengendapan
imunoglobulin
dan
komplemen.
Kecuali pada GNAPS, pemicu yang tepat untuk pembentukan kompleks imun tidak jelas.
Dalam GNAPS, keterlibatan turunan dari protein streptokokus telah dilaporkan. Sebuah
neuraminidase streptokokus dapat mengubah imunoglobulin G (IgG). IgG menggabungkan
antibodi host. IgG / kompleks imun anti-IgG terbentuk dan kemudian terkumpul dalam
glomeruli. Selain itu, ketinggian titer antibodi terhadap antigen lainnya, seperti antistreptolysin O
atau antihyaluronidase, DNAase-B, dan streptokinase, memberikan bukti infeksi streptokokus
baru-baru ini.
Sebenarnya bukan strepcoccus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga terdapat suatu
antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khsus yang merupakan unsur membran plasma
sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah dan bersirkulasi ke
dalam glomerulus, tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran
basalis, selanjutnya komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang
menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan
pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM).
Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel
mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus
menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine, mengakibatkan
proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks komplemen inilah yang terlihat sebagai nodulnodul subepitel, pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah
pada mikroskop imunofluoresensi. Pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak membengkak
dan hiperseluler disertai invasi PMN.2
Menurut penelitian yang dilakukan, penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari reaksi
hipersensivitas tipe III. Kompleks imun mengendap di membran basalis glomerulus. Aktivasi
komplemen inilah, yang menyebabkan destruksi pada membran basalis glomerulus.11
Saat komplemen dan kompleks imun bersirkulasi melalui glomerulus, komplekskompleks ini dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis
glomerulus sendiri, atau menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi epitel. Baik
antigen atau antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan
spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus terbatas
dan kerusakan dapat berlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis akut
post
steroptokokus.1,2
Perubahan Struktural Dan Fungsional
GNA melibatkan baik perubahan struktural dan perubahan fungsional.
Secara struktural, proliferasi sel menyebabkan peningkatan jumlah sel dalam seberkas
glomerular karena proliferasi endotel, mesangial dan epitel sel. Proliferasi mungkin endokapiler
(yaitu, dalam batas-batas jumbai glomerular kapiler) atau extrakapiler (yaitu, di ruang Bowman
yang melibatkan sel-sel epitel). Dalam proliferasi extrakapiler, proliferasi sel epitel parietal
mengarah pada pembentukan crescent, karakteristik fitur bentuk-bentuk tertentu dari GN
progresif cepat.
Proliferasi Leukosit, ditunjukkan dengan adanya neutrofil dan monosit dalam lumen
kapiler glomerulus dan sering menyertai proliferasi sel.
Penebalan membran basalis glomerular muncul sebagai penebalan dinding kapiler pada
mikroskop cahaya. Pada mikroskop elektron, ini mungkin muncul sebagai akibat penebalan
membran basement yang tepat (misalnya, diabetes) atau pengendapan elektron-padat materi, baik
di sisi endotel atau epitel dari membran basal. Hialinisasi atau sclerosis menunjukkan cedera
ireversibel. Perubahan-perubahan struktural dapat fokus, difus atau segmental, atau global.
Perubahan fungsional meliputi proteinuria, hematuria, penurunan GFR (yaitu,
oligoanuria), dan sedimen urin aktif dengan sel darah merah dan cast sel darah merah. GFR dan
penurunan avid garam nefron distal dan air hasil retensi dalam ekspansi volume intravaskular,
edema dan hipertensi sistemik.
Kompleks imun pada glomerulus
Aktivasi sistem komplemen
Aktivasi kaskade koagulasi
Pengikatan monosit polimorf
Kerusakan glomerulus
Agregasi trombosit
Fibrin
Kinin
Sindrom klinis
Patofisiologi pada gejala-gejala klinik berikut:
1. Kelainan urinalisis: proteinuria dan hematuria. Kerusakan dinding kapiler
glomerulus sehingga menjadi lebih permeable dan porotis terhadap protein dan selsel eritrosit, maka terjadi proteinuria dan hematuria.
2. Edema
pemasukan garam natrium dari diet. Retensi natrium Na + disertai air menyebabkan
dilusi plasma, kenaikan volume plasma, ekspansi volume cairan ekstraseluler, dan
akhirnya terjadi edema.
3. Hipertensi
Terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama, kemudian
pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat
kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan darah akan tetap tinggi selama
beberapa minggu dan menjadi permanen bila keadaan penyakitnya menjadi
kronis. Suhu badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada
hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada
gejala infeksi lain yang mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti
muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare tidak jarang menyertai
penderita GNA.1,4,7
Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin
hanya sedang. Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel
(ECF) atau akibat vasospasme masih belum diketahui dengan jelas. 1,2
Gangguan keseimbangan natrium (sodium homeostasis)
Gangguan keseimbangan natrium ini memegang peranan dalam genesis
Bendungan Sirkulasi
Bendungan sirkulasi merupakan salah satu ciri khusus dari sindrom nefritik
akut, walaupun mekanismenya masih belum jelas.
Beberapa hipotesis yang berhubungan telah dikemukakan dalam kepustakaankepustakaan antara lain:
a) Vaskulitis umum
tanpa
gagal
jantung
Hipotesis ini dapat menerangkan gejala bendungan paru akut, kenaikan cardiac
output, ekspansi volume cairan tubuh. Semua perubahan patofisiologi ini akibat
retensi natrium dan air
F.MANIFESTASI KLINIS
ANAMNESIS
Kebanyakan biasanya, anak dengan GNA akan terlihat karena terjadinya perubahan
warna urin mendadak. Pada kesempatan itu pula, keluhan mungkin berhubungan dengan
komplikasi dari penyakit: kejang hipertensi, edema, dan sebagainya. Selanjutnya perlu digali
lebih jauh mengenai rincian lebih lanjut mengenai perubahan warna urin. Hematuria pada anak
dengan GNA biasanya digambarkan sebagai seperti warna the, coca cola atau berwarna seperti
asap.
Warna urin pada GNA seragam di sepanjang aliran. Hematuria pada GNA hampir selalu
tidak sakit; disuria yang menyertai gross hematuria lebih mengarah pada cystitis hemorrhagik
akut dibanding penyakit ginjal. Riwayat keluhan serupa sebelumnya akan menunjuk ke
eksaserbasi proses kronis seperti IgA nefropati. Hal ini penting berikutnya adalah memastikan
gejala sugestif dari komplikasi GNA tersebut. Ini mungkin termasuk sesak napas atau setelah
beraktifitas yang menunjukkan overload cairan, atau sakit kepala, gangguan penglihatan, atau
perubahan status mental dari hipertensi.
Sejak GNA dapat muncul dengan keluhan dari organ multisistem, review lengkap dari
seluruh sistem sangat penting. Perhatian khusus harus diberikan untuk ruam, ketidaknyamanan
sendi, perubahan berat badan, kelelahan, perubahan nafsu makan, keluhan pernafasan, dan
paparan obat terakhir. Sejarah keluarga harus membahas kehadiran setiap anggota keluarga
dengangangguan autoimun, sebagai anak-anak dengan baik SLE dan membranoproliferatif
glomerulonefritis (MPGN) mungkin memiliki kerabat yang juga menderita penyakit serupa.
Sebuah riwayat keluarga gagal ginjal (khususnya bertanya tentang dialisis dan transplantasi
ginjal) mungkin menjadi petunjuk untuk proses seperti sindrom Alport, yang mungkin awalnya
hadir dengan gambar GNA. Adanya riwayat infeksi streptokokus sebelumnya seperti faringitis,
tonsilitis, atau pioderma.
Berikut merupakan beberapa keadaan yang didapatkan dari anamnesis:
a) Periode laten
Terdapat periode laten antara infeksi streptokokus dengan onset pertama kali muncul
gejala.
Pada umumnya, periode laten selama 1-2 minggu setelah infeksi tenggorok dan 3-6
timbul.
Edema merupakan akibat dari tereksresinya garam dan air.
Tingkat keparahan edema berhubungan dengan tingkat kerusakan ginjal.
d) Gejala nonspesifik
Yaitu gejala secara umum penyakit seperti malaise, lemah, dan anoreksia, muncul pada
50% pasien.
15 % pasien akan mengeluhkan mual dan muntah.
Gejala lain demam, nyeri perut, sakit kepala.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik diawali dengan penilaian yang cermat mengenai tanda-tanda vital,
terutama tekanan darah. Tekanan darah 5 mm di atas persentil ke-99 untuk usia anak, jenis
kelamin, dan tinggi, terutama jika disertai dengan perubahan dalam status kejiwaan, dibutuhkan
perhatian. Takikardia dan tachypnea mengarah ke gejala overload cairan. Pemeriksaan hidung
dan tenggorokan dengan cermat dapat memberikan bukti perdarahan, menunjukkan
kemungkinan salah satu ANCA positive vaskulitides seperti Wegners granulomatosis.
Limfadenopati servikal mungkin residua dari faringitis streptokokus baru-baru ini.
Pemeriksaan kardiopulmoner akan memberikan bukti overload cairan atau keterlibatan paru yang
memiliki karakteristik sindrom langka ginjal-paru. Pemeriksaan perut sangat penting. Ascites
mungkin hadir jika ada komponen nefrotik pada GNA. Hepato-splenomegali mungkin menunjuk
ke gangguan sistemik. Nyeri perut yang signifikan dapat menyertai HSP.
Beberapa edema perifer dari retensi garam dan air terlihat pada GNA, tapi ini cenderung
menjadi edema"berotot" yang lebih halus daripada karakteristik edema pitting dari sindrom
nefrotik. Yang paling mudah terlihat adalah edema periorbital atau mata tampak sembab. Edema
skrotum dapat terjadi pada sindrom nefrotik juga, dan orchitis merupakan temuan sesekali di
HSP.
Pemeriksaan yang sangat berhati-hati dari kulit adalah penting dalam GNA. Ruam pada
HSP, memiliki karakteristik ketika kemerahan, awalnya mungkin halus dan terbatas pada bokong
atau punggung kaki. Keterlibatan sendi terjadi pada beberapa gangguan multisistem dengan
GNA. Sendi kecil (misalnya, jari) lebih khas SLE, sementara atau keterlibatan lutut terlihat
dengan HSP.
a) Sindrom Nefritis Akut
Gejala yang timbul adalah edema, hematuria, dan hipertensi dengan atau tanpa klinis
GNA PS.
95% kasus klinis memiliki 2 manifestasi, dan 40% memiliki semua manifestasi akut
nefritik sindrom
b) Edema
Edema tampak pada 80-90% kasus dan 60% menjadi keluhan saat ke dokter.
Terjadi penurunan aliran darah yang bermanifestasi sedikit eksresi natrium dan urin
menjadi terkonsentrasi. Adanya retensi natrium dan air ini menyebabkan terjadinya
edema.
c) Hipertensi
Hipertensi muncul dalam 60-80% kasus dan biasanya pada orang yang lebih besar.
Pada 50% kasus, hipertensi bisa menjadi berat.
Jika ada hipertensi menetap, hal tersebut merupakan petunjuk progresifitas ke arah lebih
kronis atau bukan merupakan GNAPS.
Hipertensi disebabkan oleh retensi natrium dan air yang eksesif.
Meskipun terdapat retensi natrium, kadar natriuretic peptida dalam plasma meningkat.
Aktivitas renin dalam plasma rendah.
Ensefalopati hipertensi ada pada 5-10% pasien,biasanya tanpa defisit neurologis.
d) Oliguria
Tampak pada 10-50% kasus, pada 15% output urin mencapai <200ml.
Oliguria mengindikasikan bentuk cresentic yang berat.
Biasanya transien, dengan diuresis 1-2 minggu.
2. Hematuria
Muncul secara umum pada semua pasien.
30% gross hematuria.
3. Disfungsi ventrikel kiri
Disfungsi ventrikel kiri dengan atau tanpa hipertensi atau efusi perikardium dapat timbul
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan kulit.
Biakan mungkin negatif apabila telah diberikan antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap
antigen streptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi streptokokus, antara lain
antistreptozim, ASTO, antihialuronidase dan anti Dnase B. Skrining antistreptozim cukup
bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen streptokokus. Titer
anti streptolosin O meningkat pada 75-80% pasien dengan glomerulonefritis akut pasca
streptokokus dengan faringitis, meskipun beberapa strain streptokokus tidak memproduksi
streptolisin O. Bila semua uji dilakukan uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus
menunjukkan adanya infeksi streptokokus.
Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus glomerulonefritis akut pascastreptokokus
atau pascaimpetigo, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen
streptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit titer antibodi streptokokus belum meningkat,
hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali lipat berarti adanya
infeksi. Tetapi , meskipun terdapat bukti adanya infeksi streptokokus, hal tersebut belum dapat
memastikan bahwa glomerulonefritis tersebut benar-benar disebabkan karena infeksi
streptokokus. Gejala klinis dan perjalanan penyakit pasien penting untuk menentukan apakah
biopsi ginjal memang diperlukan.
Titer antibodi streptokokus positif pada >95 % pasien faringitis dan 80% pada pasien
dengan
infeksi
kulit.
Antistreptolisin,
antinicotinamid
dinucleotidase
(anti-NAD),
antihyaluronidase (Ahase) dan anti-DNAse B positif setelah faringitis. Titer antibodi meningkat
dalam 1 minggu puncaknya pada satu bulan dan akan menurun setelah beberapa bulan.
Pada pemeriksaan serologi didapatkan penurunan komponen serum CH50 dan
konsentrasi serum C3. Penurunan C3 terjadi ada >90% anak dengan GNA PS. Pada pemeriksaan
kadar komplemen, C3 akan kembali normal dalam 3 hari atau paling lama 30 hari setelah onset.
Peningkatan BUN dan kreatinin. Peningkatannya biasanya transien. Bila peningkatan ini
menetap beberapa minggu atau bulan menunjukkan pasien bukan GNA PS sebenarnya. Pasien
yang mengalami bentuk kresentik GN mengalami perubahan cepat, dan penyembuhan tidak
sempurna. Adanya hiperkalemia dan asidosis metabolik menunjukkan adanya gangguan fungsi
ginjal. Selain itu didapatkan juga hiperfosfatemi dan Ca serum yang menurun.
Pada urinalisis menggambarkan abnormalitas, hematuria dan proteinuria muncul pada
semua kasus. Pada sedimen urin terdapat eritrosit, leukosit, granular. Terdapat gangguan fungsi
ginjal sehingga urin menjadi lebih terkonsentrasi dan asam. Ditemukan juga glukosuria. Eritrosit
paling baik didapatkan pada urin pagi hari, terdapat 60-85% pada anak yang dirawat di RS.
Hematuria biasanya menghilang dalam waktu 3-6 bulan dan mungkin dapat bertahan 18 bulan.
Hematuria mikroskopik dapat muncul meskipun klinis sudah membaik. Proteinuria mencapai
nilai +1 sampai +4, biasanya menghilang dalam 6 bulan. Pasien dengan proteinuria dalam
nephrotic-range dan proteinuria berat memiliki prognosis buruk.
Indikasi Relatif :
Indikasi Absolut :
G.DIAGNOSIS
Glomerulonefritis akut didiagnosis dengan menemukan riwayat hematuria, edema,
hipertensi, atau gejala nonspesifik seperti malaise, demam, nyeri abdomen. Didukung dengan
pemeriksaan fisik yang menunjukkan adanya overload cairan (edema dan hipertensi), perubahan
berat badan baru-baru ini, asites atau efusi pleura, kemerahan pada kulit, pucat, nyeri ketok pada
sudut kostovertebra, pemeriksaan neurologis yang abnormal, dan lain-lain.
Diagnosis
Clinical Manifestations
Poststreptococcal glomerulonephritis
Hemolytic-uremic syndrome
petechiae
Microscopic hematuria, palpable purpura,
abdominal pain, tender subcutaneous edema,
Immunoglobulin A nephropathy
infections
Gross hematuria microscopic, rash (malar,
Alport syndrome
H.KOMPLIKASI
Pengembangan menjadi sclerosis jarang pada pasien yang khas, namun pada 0,5-2% dari
pasien dengan GNA, tentu saja berlangsung ke arah gagal ginjal, berakibat pada kematian ginjal
dalam waktu singkat.
Urinalisis yang abnormal (yaitu, microhematuria) dapat bertahan selama bertahun-tahun.
Penurunan ditandai dalam laju filtrasi glomerulus (GFR) jarang.
Edema paru dan hipertensi dapat terjadi. Edema anasarka dan hipoalbuminemia dapat
terjadi akibat proteinuria berat.
Sejumlah komplikasi yang mengakibatkan terkait kerusakan akhir organ dalam sistem
saraf pusat (SSP) atau sistem kardiopulmoner dapat berkembang pada pasien yang hadir dengan
hipertensi berat, ensefalopati, dan edema paru.
Komplikasi GNA meliputi:
hipertensi retinopati
hipertensi ensefalopati
GN kronik
GN Progresif Cepat
Gagal ginjal akut/kronis
Sindrom nefrotik
I. TATALAKSANA
Penanganan pasien adalah suportif dan simtomatik. Perawatan dibutuhkan apabila
dijumpai penurunan fungsi ginjal sedang sampai berat (klirens kreatinin < 60 ml/mnt/1,73 m2),
BUN > 50mg/dl, anak dengan tanda dan gejala uremia, muntah letargi, hipertensi ensefalopati,
anuria atau oliguria menetap.
1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8 minggu
untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir
menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya
penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
2. Pasien hipertensi dapat diberi diuretik atau antihipertensi. Bila hipertensi ringan (sistolik
130 mmHg dan diastole 90 mmHg), umumnya diobservasi tanpa diberi terapi. Hipertensi
sedang (sistolik > 140-150 mmhg dan diastole > 100 mmHg) diobati dengan pemberian
hidralazin oral atau IM, nifedipin oral atau sublingual. Dalam prakteknya lebih baik
merawat inap pasien hipertensi 1-2 hari daripada memberi antihipertensi yang lama. Pada
hipertensi berat diberikan hidralazin 0,15-0,3 mg/kgbb IV, dapat diulang setiap 2-4 jam
atau reserpin 0,03-0,1 mg/kgbb (1-3 mg/m2) IV, natrium nitroprusid 1-8 mg/kgbb/mnt.
Pada krisis hipertensi (sistolik > 180 mmHg atau diastolic > 120 mmHg) diberi diazoxid
2-5 mg/kgbb IV secara cepat bersama furosemid 2 mgg/kgbb IV. Pilihan lain klonidin
drip 0,002 mg/kgbb/kali, diulang setiap 4-6 jam atau diberi nifedipin sublingual 0,25-0,5
mg/kgbb dan dapat diulang setiap 6 jam bila diperlukan.
3. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah
dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung dan
usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat
dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat
dikerjakan dan adakalanya menolong juga.
4. Retensi cairan ditangani dengan pembatasan cairan dan natrium. Asupan cairan
sebanding dengan invensible water loss (400-500 ml/m2 luas permukaan tubuh/hari)
ditambah setengah atau kurang dari urin yang keluar. Bila berat badan tidak berkurang
diberi diuretik seperti furosemid 2 mg/kgbb, 1-2 kali/hari.
5. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi
beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus
yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari,
sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman
penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis
seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini
sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg
BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan
eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.
6. Pembatasan bahan makanan tergantung beratnya edema, gagal ginjal dan hipertensi.
Protein tidak perlu dibatasi bila kadar urea < 75 mg/dL atau 100 mg/dL. Bila terjadi
azotemia asupan protein dibatasi 0,8-1gr/kgbb/hari. Pada edema berat dan bendungan
sirkulasi dapat diberikan NaCl 300 mg/hari, sedangkan bila edema minimal dan
hipertensi ringan diberikan 1-2 g/m2/hari. Bila disertai oliguria, maka pemberian kalium
harus dibatasi. Anuria dan oliguria yang menetap, terjadi pada 5-10% anak.
Penanganannya sama dengan GGA dengan berbagai penyebab dan jarang menimbulkan
kematian.
J. PROGNOSIS
Sebagian besar pasien akan sembuh sempurna, tetapi 5% di antaranya mengalami
perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat pembentukan kresen pada epitel glomerulus.
Angka kematian dari GNA pada kelompok usia yang paling sering terkena, pasien anak-anak,
telah dilaporkan 0-7%.
Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit, dengan
menghilangnya sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi
ginjal (ureum, kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4
minggu. Komplemen serum menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi kelainan sedimen
urin akan tetap terlihat selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pada sebagian besar
pasien.1,12
Dalam suatu penelitian pada 36 pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok yang
terbukti dari biopsi, diikuti selama 9,5 tahun. Prognosis untuk menjadi sembuh sempurna sangat
baik. Hipertensi ditemukan pada 1 pasien dan 2 pasien mengalami proteinuria ringan yang
persisten. Sebaliknya prognosis glomerulonefritis akut pascastreptokok pada dewasa kurang baik.
1,4,12
Potter dkk menemukan kelainan sedimen urin yang menetap (proteinuria dan hematuria)
pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di Trinidad. Prevalensi hipertensi
tidak berbeda dengan kontrol. Kesimpulannya adalah prognosis jangka panjang glomerulonefritis
akut pascastreptokok baik. Beberapa penelitian lain menunjukkan adanya perubahan histologis
penyakit ginjal yang secara cepat terjadi pada orang dewasa. Selama komplemen C3 belum pulih
dan hematuria mikroskopis belum menghilang, pasien hendaknya diikuti secara seksama oleh
karena masih ada kemungkinan terjadinya pembentukan glomerulosklerosis kresentik ekstrakapiler dan gagal ginjal kronik.1,4,12
Kasus sporadis nefritis akut sering berkembang menjadi bentuk yang kronis.
Perkembangan ini terjadi pada sebanyak 30% dari pasien dewasa dan 10% dari pasien anak. GN
merupakan penyebab paling umum dari gagal ginjal kronis (25%).
Pada GNAPS, prognosis jangka panjang yang umumnya baik. Lebih dari 98% dari
individu tidak menunjukkan gejala setelah 5 tahun, dengan gagal ginjal kronis dilaporkan 1-3%.
Dalam seminggu atau lebih onset, kebanyakan pasien dengan GNAPS mulai mengalami
resolusi spontan retensi cairan dan hipertensi. Tingkat C3 dapat kembali normal dalam waktu 8
minggu setelah tanda pertama GNAPS. Proteinuria dapat bertahan selama 6 bulan dan hematuria
mikroskopik hingga 1 tahun setelah onset nefritis.
Sekitar 15% dari pasien pada 3 tahun dan 2% dari pasien pada 7-10 tahun mungkin
memiliki proteinuria persisten ringan. Prognosis jangka panjang belum tentu berbahaya.
Beberapa pasien mungkin mengembangkan hipertensi, proteinuria, dan insufisiensi ginjal selama
10-40 tahun setelah penyakit awal. Imunitas terhadap protein M adalah tipe-spesifik, tahan lama,
dan pelindung. Episode berulang dari GNAPS karena itu tidak biasa.
Prognosis untuk GN pasca infeksi nonstreptococcal tergantung pada agen yang
mendasari, yang harus diidentifikasi dan ditangani. Umumnya, prognosis yang lebih buruk pada
pasien dengan proteinuria berat, hipertensi berat dan peningkatan yang signifikan dari tingkat
kreatinin. Nefritis terkait dengan methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) dan
infeksi kronis biasanya sembuh setelah pengobatan infeksi. Penyebab lain GNA memiliki hasil
yang bervariasi dari pemulihan lengkap untuk menyelesaikan gagal ginjal. Prognosis tergantung
pada penyakit yang mendasarinya dan kesehatan keseluruhan dari pasien. Terjadinya komplikasi
kardiopulmoner atau neurologis memperburuk prognosis.
BAB III
KESIMPULAN
bagian besar, yaitu kelompok infeksi (yang paling sering adalah infeksi streptokokus), dan
kelompok non-infeksi.
Gejala-gejala umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit adalah hematuria,
oliguria,edema,hipertensi dan beberapa gejala non-spesifik seperti rasa lelah, anoreksia dan
kadang demam,sakit kepala, mual, muntah.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisis,
bakteriologis, serologis, imunologis, dan histopatologis. Pengobatan hanya bersifat suportif dan
simtomatik.
Tujuan utama dalam penatalaksanaan glomerulonefritis adalah untuk meminimalkan
kerusakan pada glomerulus, meminimalkan metabolisme pada ginjal, dan meningkatkan fungsi
ginjal.
Tidak ada pengobatan khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan glomerulus.
Pemberian pinisilin untuk memberantas semua sisa infeksi, tirah baring selama stadium akut, diet
bebas bila terjadi edema atau gejala gagal jantung dan antihipertensi kalau perlu, sementara
kortikosteroid tidak mempunyai efek pada glomerulofritis akut pasca infeksi strepkokus.
Prognosis umumnya baik, namun ditentukan pula oleh faktor penyebab terjadinya GNA
itu sendiri, dapat sembuh sempurna pada lebih dari 90% kasus. Observasi jangka panjang
diperlukan untuk membuktikan kemungkinan penyakit menjadi kronik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Shrier RW, Gottschalk CW, eds. Diseases of the Kidney. Vol 2. 6th ed. Boston, Mass:
Little, Brown & Company; 1997:1579- 84.
2. Silva FG. Acute postinfectious glomerulonephritis and glomerulonephritis complicating
persistent bacterial infection. In: Jennette JC, Olson JL, Schwartz MM, eds. Heptinstall's
Pathology of the Kidney. Vol 1. 5thed. Philadelphia, Pa: Lippincott-Raven; 1998:389-455.
streptococcal
glomerulonephritis.
Available
at:
http://www.childrensdayton.org/cms/resource_library/nephrology_files/8473d3ae4f1f545
a/psgn.pdf. Accesed on July, 4th 2014, at 8.00 PM.
5. Poststreptococcal
Glomerulonephritis.
Available
at:
http://emedicine.medscape.com/article/981898-overview.
disease
primer.
Available
at:
http://www2.niddk.nih.gov/NIDDKLabs/Glomerular_Disease_Primer/KidneyDisease.ht
m. Accesed on July, 4th 2014, at 10.35 PM.
10. Acute
streptococcal
glomerulonephritis.
Available
at:
http://emedicine.medscape.com/article/982811-
streptococcal
glomerulonephritis.
Available
at:
Associated
with
Nonstreptococcal
Infection.
Available
at: