Вы находитесь на странице: 1из 15

A.

NAMA PROGRAM
Pemberdayaan masyarakat (petani) sekitar kawasan Taman Nasional
Ujung Kulon (TNUK), Pandeglang-Banten melalui pengelolaan madu
hutan secara lestari

B. SEJARAH SINGKAT DAN PROFIL LEMBAGA PENGUSUL


1. Nama Lembaga
Perhimpunan Hanjuang Mahardika Nusantara (PHMN)
2. Alamat Lengkap
Jl. Raya Rangkas Bitung, Kp. Tenjolaya Hilir RT:01/08 NO: 26 Kel. Kabayan, Kec. Pandeglang,
42213 Pandeglang – Banten
Tlp : (0253) 204 439
E-mail : hanjuang_mahardika@yahoo.co.id Blogg : www.hanjuang-mahardika.blogspot.com
3. Status
Lembaga Swadaya Masyarakat
4. Akta Notaris Pendirian
Nomor Notaris: 36
Nama Notaris : Syahruddin, SH
Tanggal: 05 Maret 2008

5. Susunan Pengurus

Nama Jabatan
Budi Sihabudin, S.ip Direktur
Eman Sulaeman, S.sos Program Officer
Mariyam Mulyani, S.E Finance
Irwan Dani Dep. Koperasi dan Pengembangan Usaha
Endi Fachrudin, S.H Dep. Advokasi
Faiji Community Organizer
Ariefah Community Organizer
Nurkamil Community Organizer

1
6. Sejarah
Keterpinggiran masyarakat pedesaan yang bercorak produksi pertanian
menjadi fenomena umum di negeri ini. Terlebih pada masyarakat pedesaan
sekitar hutan yang karena ketiadaan akses pada pengelolaan sumber daya
hutan, tidak heran jika konflik agraria antara masyarakat pedesaan sekitar hutan
dengan pihak pengelola hutan sering kali terjadi. Hal tersebut tergambar pula di
tengah masyarakat Banten, dimana sumber daya alam terlihat potensial tetapi
rata-rata masyarakatnya berada pada garis kemiskinan. Akses pada sumber-
sumber daya hutan yang masih kurang terbuka, Konflik pengelolaan hutan,
kerawanan pangan serta kurangnya akses pendidikan dan kesehatan adalah
variabel utama dari potret kemiskinan struktural yang ada di desa-desa sekitar
hutan Banten.
Bersandar pada realitas diatas, dilakukanlah kerja-kerja pengorganisasian
masyarakat desa-desa sekitar hutan (petani) yang kurang lebih telah berjalan 5
tahun sehingga telah memunculkan beberapa serikat tani diwilayah tersebut.
Maka, untuk mendorong lebih maju atas kerja-kerja pengorganisasian-
pemberdayaan masyarakat pedesaan sekitar hutan tersebut, beberapa pegiat
reforma agraria dan Community Organizer dari serikat-serikat tani menggagas
pembentukan sebuah perhimpunan. Pada 2 Februari 2008 di Pandeglang
(setelah mengadakan Workshop) didirikanlah Perhimpunan Hanjuang Mahardika
Nusantara, atau disingkat PHMN.

7. Nilai-nilai
a) Inklusif, yaitu PHMN merupakan bagian dari masyarakat/publik.
b) Berkeadilan, yaitu PHMN menghindari hak-hak istimewa diperlakukan
sama dan semua pihak mendapatkan kesempatan sama.
c) Berkesetaraan, yaitu PHMN kerjasama dan kesamaan kedudukan
dengan mengedepankan berbagi kekuasaan, sumber daya dan tanggung
jawab.
d) Transparan dan akuntabel, yaitu setiap orang berhak mendapatkan
informasi tentang kinerja dan kegiatan PHMN.
e) Partisipatif dan demokratis, yaitu PHMN mengutamakan masyarakat
secara aktif dalam pengelolaan program.

2
8. Visi
Visi dari PHMN adalah membangun emansipasi masyarakat untuk terciptanya
tatanan masyarakat yang mandiri secara ekonomi, berkedaulatan secara politik
dan bermartabat dalam kebudayaan
9. Misi
a) Meningkatkan akses masyarakat desa sekitar hutan terhadap sumber-
sumber daya hutan secara berkelanjutan
b) Meningkatkan kesejahteraan dan partisipasi masyarakat desa sekitar
hutan terhadap konservasi hutan
10. Program-program yang pernah dan sedang dijalankan oleh lembaga
No Nama Program/Kegiatan Pemberi Periode Indikator keberhasilan
dana
1 Pendidikan organisasi Swadaya April 2008 Pemahaman organisasi
Serikat Tani Ujung Kulon rakyat bagi pengurus
serikat tani dan
penyusunan pengurus serta
program kerja.
2 Pendidikan Community Swadaya Mei 2008 Terjaringnya CO untuk
Organizer (CO) serikat tani serikat tani dari Pemuda
desa dan Mahasiswa, serta
pemahaman agenda
perjuangan pembaruan
agraria dan pemberdayaan
masyarakat desa sekitar
hutan.
3 Seminar peringatan hari BPN Kab. September Sharing pemahaman
agraria nasional 2008 Pandeglang 2008 mengenai pembaruan
agraria antara pemerintah
daerah (BPN), petani dan
LSM-LSM lokal di
Pandeglang
4 Pelatihan dan Pendampingan Swadaya Desember 1. Pengetahuan
pemetaan partisipatif desa 2008 s/d masyarakat (pemuda
Ujung Jaya, Kec. Sumur- Februari 2009 desa) dalam melakukan
Pandeglang pemetaan desa.
2. Pelaksanaan pemetaan
desa secara partisipatif,
adanya peta desa.

5 Pendataan potensi sumber Swadaya Februari s/d Tersusunnya database


daya hutan non-kayu di Maret 2009 potensi sumber daya hutan
wilayah TNUK non-kayu
6 Pengorganisiran dan Swadaya Mei 2009 Terbentuknya kelompok
pembentukan kelompok madu hutan Ujung Kulon,
madu hutan Ujung Kulon di pengurus dan program

3
Desa Ujung Jaya, Kec. kerja
Sumur-Pandeglang
7 Pelatihan teknik panen PHMN dan Juli 2009 1. Pengetahuan teknis pola
lestari dan pasca panen JMHI panen lestari pasca
higienis madu hutan panen higienis madu
hutan pada Kelompok
Madu Hutan Ujung
Kulon
2. Diterima sebagai
anggota JMHI (Jaringan
Madu Hutan Indonesia)
3. Kontrak penjualan
dengan PD. Dian Niaga-
Jakarta

8 Fasilitasi pertemuan Jaker PO Agustus 2009 Perumusan kedai organik


Jaringan Kerja Pertanian Jaker PO
Organik (Jaker PO) untuk
pembentukan kedai organik
9 Peningkatan Kapasitas JEEF (Japan April 2010 s/d 1. Meningkatkan kapasitas
Kelompok Madu Hutan Enviromental Maret 2011 kelompok madu hutan
Ujung Kulon Education dalam pengelolaan
Forum) madu secara lestari dan
higienis, di Kp.
Cikawung Girang, Desa
Ujung Jaya-Sumur
2. Sensus pohon nectar dan
sarang lebah madu hutan
3. Peningkatan sarana
panen untuk jaminan
keamanan kelompok
madu hutan dalam
melakukan pemanenan

4
C. LATAR BELAKANG
Profil kawasan Taman Nasional Ujung Kulon
Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) merupakan salah satu kawasan
konservasi yang terletak di ujung barat pulau Jawa, berada pada posisi 6º30’-
6º52’ Lintang Selatan dan 102º02’-105º37’ Bujur Timur. Secara administrasi,
TNUK terletak di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Tipe ekosistem TNUK
terdiri dari; Hutan Hujan, Hutan Pantai, Hutan Mangrove, Hutan Rawa Air Tawar
dan Padang Rumput. Fauna yang khas di wilayah TNUK, adalah Badak Jawa (
Rhinoceros sondaicus Desmarest, 1822). Luas kawasan TNUK saat ini
mencapai 121.551 Ha yang terdiri atas 63% daratan dan 36,7% perairan laut.
Kawasan semenanjung Ujung Kulon merupakan kawasan terluas.
Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 284/Kpts-II/92 tanggal 26 Februari
1992, Cagar Alam Ujung Kulon secara resmi berstatus Taman Nasional.
Ditingkat internasional, pada tanggal 1 Februari 1992, TNUK ditetapkan sebagai
The Natural World Heritage Site oleh Komisi Warisan Alam Dunia UNESCO
berdasarkan Surat Keputusan No. SC/Eco/5867.2.409. Seluruh kawasan TNUK
dibagi ke dalam tiga wilayah pengelolaan, yaitu :
1) Seksi Konservasi wilayah I Panaitan, yang berkedudukan di Pulau
Panaitan, tepatnya di daerah Legon Butun
2) Seksi Konservasi wilayah II Handeuleum, yang berkedudukan di desa
Ujung Jaya, tepatnya di daerah Tanjung Lame
3) Seksi Konservasi wilayah III Sumur, yang berkedudukan di Kecamatan
Sumur, tepatnya di daerah Cibayoni
Pada zona penyangga TNUK terdapat 15 desa penyangga yang
berbatasan langsung dengan kawasan TNUK, desa-desa tersebut terdiri dari dua
kecamatan yaitu Kecamatan Sumur yang terdiri dari 6 desa dan Kecamatan
Cimanggu yang terdiri dari 9 desa. Penduduk di desa-desa sekitar kawasan
TNUK, hingga saat ini masih masuk dalam daftar kategori desa berpenduduk
miskin. Berdasarkan Surat Keputusan Kementrian Negara Pembangunan
Daerah Tertinggal RI No.B.038/M/PDT/IV/2006 Tanggal 17 April 2006 tentang
Penentuan Desa Tertinggal Seluruh Indonesia, hampir semua desa-desa yang
berada disekitar kawasan TNUK masuk dalam kategori desa tertinggal, di
Kecamatan Sumur hanya Desa Kertajaya yang tidak termasuk kategori desa

5
tertingal, sedangkan Kecamatan Cimanggu seluruh desanya masuk dalam
kategori desa tertinggal. Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Pandeglang
Nomor 440/Kep. 19-Huk/2005 Jumlah penduduk miskin di Kecamatan Sumur
adalah 8.437 jiwa dari 3.327 KK miskin dengan peringkat 5, sedangkan jumlah
penduduk miskin di Kecamatan Cimanggu adalah 10.531 jiwa dari 3.250 KK
miskin dengan peringkat 22.
Masyarakat di desa-desa sekitar kawasan TNUK bermata pencaharian
sebagai petani. Pada sisi lain, fasilitas infrastruktur pertanian masih sangat
lemah, di Kecamatan Sumur hanya ada 993Ha sawah beririgasi sederhana dan
di Kecamatan Cimanggu hanya ada 857Ha irigasi sederhana, selain itu jarak
yang jauh ke pusat pertumbuhan dengan infrastruktur jalan yang tidak memadai
menyebabkan ekonomi biaya tinggi dengan margin yang rendah. Permasalahan
lainnya adalah, jumlah lahan pertanian produktif yang rendah, sebagian besar
lahannya merupakan lahan kering atau tadah hujan, sehingga hanya dapat
digarap dimusim penghujan. Keterbatasan masyarakat atas sumber daya
pertanian itu mendorong masyarakat untuk mencari alternatif sumber daya lain
yang salah satunya adalah pemanfaatan sumber daya hutan. Salah satu
alternatif sumber penghidupan bagi masyarakat sekitar kawasan hutan TNUK
adalah mengambil madu hutan di kawasan hutan TNUK pada musim tidak
menggarap sawah.

Profil singkat masyarakat Kp. Cikawung girang, Desa Ujung Jaya, Kec.
Sumur
Kampung Cikawung girang, dihuni oleh 314 jiwa dari 67 Kepala Keluarga
(KK), mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani, sama hal nya dengan
kampong Legon pakis, masyarakat menggarap sawah untuk padi hanya disaat
musim penghujan, dimana pada musim kemarau masyarakat harus
mendapatkan penghasilan alternative selain menanam tanaman pangan beras,
yaitu dengan ; menjual hasil berkebun, menangkap ikan, buruh tani, dan
sebagainya. Di Kampung Cikawung girang, masyarakat mencari pendapatan
alternative melalui pengambilan madu di hutan Taman Nasional Ujung Kulon
(TNUK). Rata-rata pendidikan di Kampung Cikawung Girang ini hanya sampai
tingkat Sekolah Dasar (SD).

6
Masyarakat disini masih telah memiliki ikatan sejarah yang kuat dengan
hutan sebelum Negara ini berdiri. Sejak awal masyarakat telah mengenal
pembagian Hutan ; Leuweung Tutupan dan Leuweung Titipan. Masyarakat disini
masih memiliki “etika berhutan” yang masih baik, masyarakat meyakini banyak
kejadian yang tidak baik bagi pelanggar yang mendapatkan “imbalan” seperti;
dimakan harimau, buaya, sakit-sakitan dan lain-lainnya. Hal ini seperti
disampaikan oleh Abah Suhaya, sesepuh di Kampung Legon Pakis. Di seluruh
kampung Desa Ujung Jaya ini tidak ada fasilitas kesehatan, jarak tempuh ke
Puskesmas Pembantu sangat jauh.

Kondisi Program Pendampingan Kelompok Madu Hutan Ujung Kulon


oleh PHMN saat ini
Kelompok madu hutan Ujung Kulon digagas oleh Perhimpunan Hanjuang
Mahardika Nusantara (PHMN) sebagai upaya untuk menaungi masyarakat yang
mengambil madu di hutan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Masyarakat
sebagian besar bekerja sebagai petani. Pengambilan madu di hutan dilakukan
oleh masyarakat untuk mendapatkan penghasilan alternative, ketika tidak
menggarap sawah, karena sawah hanya digarap dimusim penghujan dan madu
hutan mulai diambil di penghabisan dan awalan musim penghujan yang belum
hujan lebat / aktif.
Pendampingan Kelompok Madu Hutan Ujung Kulon yang dilakukan oleh
PHMN bertujuan agar masyarakat / petani yang mengambil madu di hutan
mendapatkan penghasilan yang lebih baik melalui stabilitas harga dan perluasan
akses pasar, pengelolaan madu hutan yang berbasis konservasi melalui pola
panen lestari, serta pasca panen higienis yang lebih meningkatkan mutu madu
hutan. Saat ini kelompok masyarakat / petani madu hutan Ujung Kulon yang
didampingi oleh PHMN terdiri dari 32 orang anggota yang berada di Kampung
Cikawung Girang, Desa Ujung Jaya, Kec. Sumur – Pandeglang. Upaya
peningkatan kapasitas Kelompok Madu Hutan Ujung Kulon dilakukan oleh
PHMN melalui berjejaring dengan Jaringan Madu Hutan Indonesia (JMHI).
Peningkatan kapasitas Kelompok Madu Hutan Ujung Kulon yang dilakukan
oleh PHMN saat ini masih banyak kekurangan, karena kemampuan PHMN yang
masih terbatas dan belum luasnya dukungan dari pihak-pihak lain dalam

7
pengelolaan madu hutan Ujung Kulon untuk peningkatan kesejahteraan serta
partisipasi masyarakat sekitar kawasan hutan TNUK terhadap konservasi hutan.
Kendala yang dihadapi oleh masyarakat yang biasa mengambil madu hutan
dikawasan TNUK adalah, belum adanya pengakuan secara legal dari Balai
TNUK atas kegiatan pengambilan madu hutan, citra yang kurang baik dari Balai
TNUK kepada masyarakat yang mengambil madu hutan, kapasitas produk madu
hutan yang selalu menurun karena teknik pemanenan yang tidak berkelanjutan
dengan mengambil anakan lebahnya, serta akses pasar yang masih lemah.
Setelah dilakukan pendampingan oleh PHMN pada kelompok madu hutan
Ujung Kulon di Desa Ujung Jaya, terjadi beberapa kemajuan, diantaranya;
perubahan pola panen madu hutan secara lestari, jaminan pemasaran yang lebih
baik dan dapat mendorong masyarakat untuk memberikan kontribusi nyata pada
konservasi hutan dengan melakukan pembudidayaan-penanaman tanaman
nectar madu hutan setiap melakukan pemanenan. Sedangkan, di desa-desa lain
masyarakat yang mengambil madu hutan dikawasan TNUK masih menggunakan
pola pemanenan yang lama, sehingga ancaman terhadap keberlangsungan
koloni lebah madu hutan (Apis Dorsata) dikawasan TNUK tetap berlangsung.
Pendampingan yang dilakukan oleh PHMN sampai saat ini sudah berjalan
1,5 tahun pada kelompok madu hutan di 1 (satu) Desa di wilayah Kecamatan
Sumur, Pandeglang yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan TNUK
yaitu Desa Ujung Jaya. Kelompok madu hutan di Desa Ujung Jaya berjumlah 32
orang (belum dengan anggota keluarganya yang turut membantu). Kapasitas
produksi yang dicapai pada tahun 2009 adalah 1,5 ton, yang dijual dalam 2
(jenis) produk, yaitu curah bekerjasama dengan PD. Dian Niaga dan jenis produk
kemasan lokal dengan merk ”Madu hutan Ujung Kulon”. Madu yang dihasilkan
dari penjualan tahun 2009 sebanyak 1,5 tersebut semuanya telah dihasilkan
melalui pola pengelolaan panen lestari dan pasca panen higienis, sesuai dengan
kontrak.
Dalam kontrak jual-beli madu hutan di Ujung Kulon, juga disertakan dengan
kewajiban kelompok memenuhi jumlah budi-daya tanaman nectar lebah yang
telah ditetapkan dalam musyawarah kelompok, atas pendanaan swadaya hasil
dari keuntungan penjualan madu yang dilakukan.

8
D. DESKRIPSI PENGELOLAAN MADU HUTAN LESTARI-HIGIENIS
Dari sekian jenis lebah yang terdapat di Indonesia, Apis dorsata
merupakan lebah madu yang paling produktif menghasilkan madu dengan
sarang bisa mencapai 1 x 2 meter seberat 15 kg. Tubuhnya memang paling
besar dibandingkan lebah jenis lainnya.
Lebah Apis dorsata hanya ditemukan di kawasan sub-tropis dan tropis
Asia, dan sejak berabad-abad silam madunya telah menjadi komoditas
perdagangan yang terkenal dari Asia. Di Indonesia sendiri, ia bisa ditemukan di
semua pulau, dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara
Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Jawa.
Penduduk Sumatera Barat menyebutnya labah gadang (lebah besar),
sedang penduduk Jawa menyebutnya tawon gong. Sementara itu penduduk
Danau Sentarum (Kalbar) menamai manye/muanyi, di Meratus (Kalsel) disebut
wanyi, di Ueesi (Sultra) disebut soema, di Sumbawa (NTB) disebut Aning, di
Palopo (Sulsel) disebut wani, di Tapanuli (Sumut) disebut harinuan di Ketapang
Songat. Orang Inggris pun menyebutnya giant honey bee (lebah raksasa). Dan
di daerah sunda (Jabar) termasuk di Ujung Kulon, Banten, disebut tawon
odeng.
Sementara lebah Apis dorsata sendiri merupakan lebah liar yang
hidupnya sangat tergantung dengan kualitas hutan yang menjadi habitatnya.
Keterkaitan yang kuat antara lebah Apis dorsata dan hutannya itulah yang
membuatnya menjadi sangat penting dalam mendukung pengelolaan hutan
yang berkelanjutan.
Sebagai jenis yang mampu menghasilkan banyak madu, lebah ini tentu
menjadi sangat potensial sebagai sumber penghidupan masyarakat sekitar
hutan. Sementara ketergantungannya dengan berbagai jenis tumbuhan hutan
menjadikan keberadaannya sebagai salah satu ukuran kualitas kondisi hutan.
Maka, tak akan ada manfaat ekonomi dan kesehatan dari lebah ini, jika terjadi
illegal dan legal logging pada hutannya. Melalui pengelolaan madu hutan
secara lestari, masyarakat juga dapat meningkatkan partisipasinya atas
ekosistem hutan dengan melakukan penanaman dan budi daya tanaman
nectar lebah madu hutan, hal ini telah dilaksanakan kurang lebih 1 tahun di
Desa Ujung Jaya, Sumur.

9
1) Prinsip pemanenan madu hutan adalah:
a) Lestari, yaitu suatu sistim panen yang hanya mengambil bagian madu
dan menyisahkan sedikit untuk anakan atau 25% dari bagian kepala
madu yang harus di tinggalkan.
b) Higienis, dimana peralatan yang digunakan tidak merusak kualitas
madu.
2) Proses Panen Lestari dilakukan dengan cara berikut :
a) Tidak menebang atau merusak pohon tempat lebah biasa bersarang
b) Tidak menggunakan sembarangan alat saat panen.
c) Tidak panen sembarang waktu
d) Menanam tanaman pakan lebah (nectar)
e) Menggunakan asap, dengan tidak nyala api besar supaya terhindar
dari
f) kebakaran dan terbunuhnya koloni-koloni lebah
g) Potong hanya kepala sarang, di sisakan sedikit bagian madu.
h) Tidak mengambil bagian larva untuk bagian komersil
i) Membersihkan sisa sarang dibagian kepala madu yang melekat di
dahan
j) Hindari kerusakan bagian sarang yang tertinggal.
k) Pisau yang di gunakan adalah stailess steel.
l) Menggunakan sarung tangan pada saat panen
m) Dahan bekas sarang dibersihkan setelah pengambilan sarang lebah.
n) Jerigen penampung berwarna putih dan bersih
o) Disarankan supaya panen di siang hari
3) Pembagian Peran
a) Lembaga Pendamping, berperan dalam hal :
 Penguatan organisasi.
 Peningkatan mutu produk.
 Pemasaran dan promosi di tingkat lokal.
 Penyediaan data dan informasi.
 Melakukan berbagai kegiatan untuk meningkatkan kapasitas
anggota.
 Advokasi untuk perdagangan yang adil dan kelestarian hutan alam.

10
 Melakukan penggalangan aliansi strategis dengan jaringan lain,
termasuk membuka akses pasar.
 Melakukan penggalangan dana (fundraising).
b) Kelompok Petani Madu Hutan, berperan dalam hal :
 Melakukan produksi madu sesuai standar dalam pedoman ini.
 Berkontribusi memenuhi target (kuota) penjualan.
 Menjaga kualitas panen madu (dipanen lestari dan higienis)
 Melakukan Budi daya tanaman nectar lebah madu hutan
 Mempromosikan sistem panen lestari dan higienis di daerahnya

E. ISU STRATEGIS
1) Kemiskinan
Berdasarkan Surat Keputusan Kementrian Negara Pembangunan
Daerah Tertinggal RI No.B.038/M/PDT/IV/2006 Tanggal 17 April 2006
tentang Penentuan Desa Tertinggal Seluruh Indonesia, hampir semua
desa-desa yang berada disekitar kawasan TNUK masuk dalam kategori
desa tertinggal, di Kecamatan Sumur hanya Desa Kertajaya yang tidak
termasuk kategori desa tertingal, sedangkan Kecamatan Cimanggu
seluruh desanya masuk dalam kategori desa tertinggal.
Penduduk di desa-desa sekitar kawasan TNUK, hingga saat ini
masih masuk dalam daftar kategori desa berpenduduk miskin oleh
Pemerintah Kabupaten Pandeglang. Berdasarkan Surat Keputusan Bupati
Pandeglang Nomor 440/Kep. 19-Huk/2005 Jumlah penduduk miskin di
Kecamatan Sumur adalah 8.437 jiwa dari 3.327 KK miskin dengan
peringkat 5, sedangkan jumlah penduduk miskin di Kecamatan Cimanggu
adalah 10.531 jiwa dari 3.250 KK miskin dengan peringkat 22.
Kondisi masyarakat sekitar hutan itu semestinya memperoleh
prioritas dalam layanan publik. Namun, kondisi kemiksinan pada
masyarakat sekitar hutan belum menjadi fokus dalam menanggulangi
kemiskinan. Semestinya, isu kemiskinan di sekitar hutan menjadi agenda
dalam strategi penanggulangan kemiskinan, misalnya melalui mekanisme
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD).

11
2) Deforestasi kawasan hutan TNUK
Hingga medio 2010 ini lahan kritis di wilayah hutan Pandeglang telah
mencapai 52.000 Ha. Hal ini merupakan tantangan sekaligus peluang
dalam pengembangan pengelolaan serta pendampingan kelompok madu
hutan. Karena melalui pola panen lestari madu hutan, kelompok
masyarakat akan merasa memiliki terhadap ekosistem hutannya serta
mengurangi potensi pengrusakan hutan oleh masyarakat sekitar hutan.
Selain itu, dengan pengelolaan madu hutan secara lestari juga dapat
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam hal peningkatan atau
perbaikan kualitas ekosistem hutan dengan budi daya serta penanaman
tanaman nectar lebah yang menjadi syarat keanggotaan kelompok madu
hutan.

3) Pola panen dan pasca panen madu hutan


Pola panen lestari madu hutan, hingga saat ini belum banyak
diterapkan di wilayah hutan TNUK khususnya dan wilayah hutan
Kabupaten Pandeglang pada umumnya. Hal ini berkenaan dengan
kurangnya promosi / publikasi dan pendampingan pada kelompok madu
hutan di wilayah Kabupaten Pandeglang.

4) Kelembagaan kelompok madu hutan


Pendampingan kelompok madu hutan Ujung Kulon oleh PHMN
masih banyak kelemahan-kelemahan. Kapasitas kelompok madu hutan
Ujung Kulon yang didampingi oleh PHMN masih memiliki banyak kendala
kelembagaan, diantaranya adalah; manajemen kelompok dan keuangan
serta sumber daya fisik pendukung kelompok untuk pemanenan dan
pasca panen.
Kelemahan kapasitas kelompok madu hutan tersebut, salah satunya
dikarenakan masih lemahnya pula kapasitas PHMN sebagai lembaga
pendamping, kelemahan itu diantaranya; pembiayaan pendampingan dan
belum meluasnya dukungan dari berbagai pihak.

12
F. TUJUAN PROGRAM
1) Meningkatkan kesejahteraan petani sekitar kawasan hutan TNUK,
melalui pengelolaan madu hutan secara lestari dengan mekanisme
perdagangan yang adil (fair trade)
2) Meningkatkan peran serta masyarakat dalam menjaga keanekaragaman
hayati ekosistem hutan TNUK

G. HASIL YANG DIHARAPKAN


1) Meningkatnya tingkat pendapatan keluarga anggota kelompok madu
hutan Ujung Kulon melalui pengelolaan usaha madu hutan
2) Pengelolaan usaha madu hutan sebagai sumber pendapatan ketika
musim kemarau dimana sawah tidak bisa dikelola
3) Lestarinya ekosistem hutan TNUK oleh peran serta Kelompok Madu
Hutan Ujung Kulon melalui pola panen lestari untuk melindungi koloni
lebah dan budi-daya serta penanaman tanaman nectar, sarang lebah
madu hutan

H. KELOMPOK SASARAN
Kelompok Madu Hutan Ujung Kulon, Kp. Cikawung Girang, Desa Ujung Jaya,
Kec. Sumur – Pandeglang

I. MITRA – MITRA STRATEGIS PHMN


1) Jaringan Madu Hutan Indonesia (JMHI)
Sebagai organisasi jaringan madu hutan tingkat nasional, banyak
memberikan bantuan dalam hal penguatan kapasitas pada lembaga
pendamping dan kelompok petani madu hutan.
2) PD. DIAN NIAGA, Jakarta
Sebagai lembaga dagang yang berorientasi pada Social Enterprise
banyak membantu dalam hal pembelian produk madu hutan Ujung
Kulon melalui mekanisme perdagangan yang adil.
3) Balai-TNUK
Sebagai lembaga negara pengelola kawasan TNUK telah banyak
memberikan bantuan akses pada informasi dan data serta pembagian

13
peranan dengan PHMN dalam pengelolaan madu hutan di kawasan
TNUK

J. PROGRAM KEGIATAN YANG TELAH DAN SEDANG


DIJALANKAN
Selama ini telah dilakukan program pendampingan kelompok madu
hutan Ujung Kulon oleh PHMN di Desa Ujung Jaya, Kec. Sumur, setidaknya
ada beberapa program yang telah dijalankan dan relevan untuk dilanjutkan
pada program yang diusulkan ini, program-program yang telah dilaksanakan
sebelumnya adalah :
1) Pelatihan pola panen lestari dan pasca panen higienis madu hutan
Ujung Kulon
2) Pelatihan manajemen keuangan kelompok madu hutan
3) Pembudi-dayaan tanaman nectar lebah madu hutan Ujung Kulon dan
penyusunan kesepakatan kelompok untuk penanaman tanaman nectar
setiap melakukan pemanenan madu hutan
4) Bantuan fasilitas fisik
5) Bantuan modal
6) Perluasan akses pasar melalui kontrak penjualan dengan sistem fair
trade dan stabilisasi harga yang menguntungkan anggota kelompok
madu
7) Perluasan kelompok dampingan ke beberapa desa lain sekitar kawasan
TNUK

14
K. PENUTUP
Demikian deskripsi program ini kami sampaikan semoga dapat menjadi
bahan informasi yang bermanfaat bagi semua, besar harapan kami atas
dukungan dan kerjasama program pengelolaan madu hutan di wilayah Ujung
Kulon dan Kabupaten Pandeglang khusunya, agar kita secara bersama-sama
dapat meningkatkan daya dukung lingkungan ekosistem hutan dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan hutan melalui pengelolaan madu
hutan secara lestari. Amin...

Pandeglang, 22 Februari 2009

Perhimpunan Hanjuang Mahardika Nusantara

Budi Sihabudin, S,ip


Direktur Eksekutif

15

Вам также может понравиться