Вы находитесь на странице: 1из 4

ARTIKEL TENTANG UPACARA ADAT

KASADA DI SUKU TENGGER


ARTIKEL TENTANG UPACARA ADAT KASADA DI SUKU TENGGER
Saya di sini mencoba membahas bagaimana adat istiadat dari sekitar daerah saya yang
berlangsung terus menerus setiap tahunnya yang di laksanakan oleh masyarakat tengger yaitu
melakukan suatu upacara yang di namakan kasada untuk menghormati leluhur dan gunung
bromo.
Suku Tengger adalah pemeluk agama Hindu lama dan tidak seperti pemeluk agama
Hindu umumnya yang memiliki candi-candi sebagai tempat peribadatan. Untuk melakukan
peribadatan maka mereka akan melakukannya di punden, danyang dan poten. Poten sendiri
merupakan sebidang lahan di lautan pasir di kaki Gunung Bromo sebagai tempat
berlangsungnya upacara Kasada. Poten terdiri dari beberapa bangunan yang ditata dalam
suatu komposisi di pekarangan yang dibagi menjadi tiga mandala. Bagi masyarakat Suku
Tengger, Upacara adat adalah salah satu wujud rasa syukur masyarakat Tengger kepada
tuhan.
Upacara kasada ini adalah upacara untuk memperingati pengorbanan seorang Raden
Kusuma anak Jaka Seger dan lara Anteng. Selain itu upacara ini dilaksanakan oleh
masyarakat tengger untuk meminta keselematan dan berkah. Upacara ini dilaksanakan padat
tanggal 14 s.d. 16 bulan Kasada atau saat bulan purnama tampak di langit secara utuh setiap
setahun sekali. Pada saat upacara ini berlangsung masyarakat suku tengger berkumpul dengan
membawa hasil bumi, ternak peliharaan dan ayam sebagai sesaji yang disimpan dalam tempat
yang bernama ongkek. Pada saat sudah mencapai di kawah gunung Bromo, seluruh sesaji
tersebut dilemparkan ke tempat tersebut. Adapun upacara ini merupakan jalan ujian bagi
pulun mulenen atau dukun baru untuk disahkan sebagai dukun, jika dukun baru keliru dalam
melaksanakan proses upacara Kasada maka dukun tersebut gagal menjadi dukun. Upacara
Kasada sebagai peringatan pengorbanan Raden Kusuma merupakan penghormatan kepada
Raden Kusuma yang rela berkorban untuk keselamatan masyarakat tengger. Dalam legenda
upacara Kasada di Gunung Bromo terdapat mahkluk halus yang tidak memiliki nama akan
tetapi dipanggil Sang Yang Widi yang digambarkan sebagai asal-usulnya dari kerajaan
Majapahit sebelum keturunan kerajaan Hindu-Budha di Jawa. Ada perjanjian antara roh
Dewa Kusuma dengan masyarakat Tengger yang harus memberi sesajian setiap tanggal 14
bulan
Kasada.
Dalam upacara Kasada masyarakat Tengger terdapat beberapa tahapan upacara
yang harus dilaksanakan agar upacara Kasada berlangsung dengan khidmat yaitu Puja
purkawa, Manggala upacara, Ngulat umat, Tri sandiya, Muspa, Pembagian bija, Diksa widhi,
Penyerahan sesaji di kawah Bromo. Proses berjalannya upacara Kasada dimulai pada Sadya
kala puja dan berakhir sampai Surya puja dimana seluruh masyarakat Tengger menuju
Gunung Bromo untuk menyampaikan korban. Upacara Kasada dimulai dengan pengukuhan
sesepuh Tengger dan pementasan sendratari Rara Anteng Jaka Seger di panggung terbuka
Desa Ngadisari. Tepat pada pukul 24.00 diadakan pelantikan dukun dan pemberkatan
masyarakat di lautan pasir Gunung Bromo. Bagi masyarakat Tengger, dukun merupakan
pemimpin dalam bidang keagamaan yang biasanya memimpin upacara-upacara ritual

perkawinan dll. Pada saat ini sebelum dukun dilantik, para dukun harus lulus ujian dengan
cara menghafal dan membacakan mantra-mantra. Setelah selesai upacara, ongkek yang berisi
sesaji dikorbankan di Puden Cemara Lawang dan kawah Gunung Bromo. Seluruh ongkek
tersebut dilemparkan ke dalam kawah sebagai simbol pengorbanan yang dilakukan nenek
moyang mereka. Upacara Kasada Bromo sendiri telah digelar sejak masa Kerajaan Majapahit
dan Gunung Bromo memang dianggap sebagai tempat suci.
Upacara Kasada Masyarakat Tengger telah membawa manfaat bagi masyarakat
tengger. Selain untuk meminta keselamatan, upacara ini mampu menyedot banyak perhatian
seluruh kalangan masyarakat. Ada nilai politik dalam upacara Kasada ini dimana upacara
Kasada merupakan upacara yang juga bertujuan untuk menancapkan kekuatan politik di
daerah tersebut.
Makna Dibalik Upacara Kasada
Upacara tradisional merupakan salah satu bentuk ungkapan budaya, banyak
mengandung nilai-nilai yang dapat diteladani dan diinternalisasi oleh generasi penerus. Pada
hakekatnya sistem nilai merupakan posisi sentral dari struktur budaya suatu masyarakat, dan
sistem nilai merupakan fenomena dan problem dasar kehidupan manusia, karena sistem nilai
merupakan perangkat struktur dalam kehidupan manusia baik secara individu maupun secara
sosial. Demikian pula nilai-nilai yang terkandung dalam upacara Kasada, merupakan
fenomena dan problematik dasar dalam kehidupan masyarakat pendukungnya, sehingga
upacara ini senantiasa dilaksanakan oleh masyarakat pendukungnya di kawasan Tengger
pada khususnya, dan masyarakat umum yang menganggap upacara tersebut mempunyai
makna atau keunikan bagi dirinya.
Perwujudan upacara tradisi tersebut direncanakan dan diatur segala sesuatunya lebih
dahulu yang tidak hanya memecahkan masalah manusia saja tetapi juga memmpunyai nilainilai yang membangun suatu peradaban. Dengan demikian selalu mengalami perubahan
sejalan dengan roda peradaban itu sendiri, serta mempunyai arti penting dalam kebudayaan
manusia yang memberi nilai tertentu sepanjang perjalanan sejarah manusia.
Nilai budaya yang dapat dipetik untuk diteladani yang diwariskan oleh nenek
moyang melalui upacara tradisional Kasada antara lain adalah sebagai berikut :

1. Sebagai Penghormatan terhadap Leluhur


Upacara tradisional Kasada merupakan sarana ucapan rasa syukur dari masyarakat
kawasan gunung Bromo kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan perlindungannya
karena keberhasilannya, tidak hanya menjadikan masyarakat meningkatkan sektor pertanian,
juga perdagangan, kerajinan dan kesejahteraan hidup mereka. Pada perkembangan
selanjutnya upacara ini dikaitkan dengan cikal bakal atau sesepuh desa sebagai pepunden-nya
dalam memimpin seluruh kegiatan terkait dengan pelaksanaan upacara tradisional, serta

penghormatan terhadap perjuangan nenek moyang (cikal bakal) masyarakat Tengger yang
telah membangun dan memberikan perlindungan terhadap hidup mereka.
2. Sebagai Kepatuhan
Dalam upacara radisional Kasada, faktor kepatuhan nampak pada masyarakat
pendukungnya secara patuh melaksanakan upacara tersebut yang pada hakekatnya
merupakan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Mereka tidak mau melanggar
pelaksanaan upacara ini seperti misalnya mengganti hari pelaksanaan atau bahkan
meniadakan upacara itu sendiri. Faktor kepatuhan juga nampak pada persiapan pembuatan
sesaji upacara. Mereka secara teliti mempersiapkan macam-macam sesaji dengan lengkap,
karena kalau salah satu sesaji ada yang kurang lengkap, maka mereka mempunyai
kepercayaan akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Dengan adanya faktor kepatuhan seperti tersebut di atas secara tidak langsung
masyarakat pendukung upacara ini telah mempunyai kesadaran akan arti dari kepatuhan
terhadap lingkungannya. Hal ini apabila direfleksikan apa yang telah diperbuat oleh
masyarakat pendukung upacara tersebut, bisa dikatakan sebagai suatu pelajaran bagi
masyarakat untuk belajar mematuhi segala aturan yang ada di lingkungannya.
3. Sebagai Unsur Kebersamaan dan Kerukunan
Sejak persiapan upacara sampai dengan akhir upacara banyak melibatkan masyarakat
di lingkungannya. Keterlibatan berbagai pihak dalam pelaksanaan upacara, menunjukkan
bahwa di antara mereka terjalin hubungan saling membutuhkan untuk bisa bersama-sama
melaksanakan upacara. Hal ini nampak pada saat pengumpulan bahan-bahan sesaji,
pembuatan kerangka bambu untuk pembuatan ongkek, serta pembersihan tempat di rumah
Carik. Hal ini menunjukkan adanya kebersamaan dan kerukunan di antara masyarakat, karena
di samping mereka membuat sesaji secara perorangan juga membuat sesaji desa yang
berfungsi sebagai unsur utama.
4. Sebagai Aset Wisata
Upacara tradisional Kasada banyak mendapat perhatian dari masyarakat luas, Hal ini
terbukti dengan banyaknya pengunjung yang datang ingin menyaksikan upacara tersebut,
tidak hanya seluruh masyarakat setempat melainkan mereka yang bukan pemeluk agama
Hindu pun hadir. Pengunjung selain mengikuti upacara mereka datang untuk menyaksikan
keindahan alam pada saat malam purnama maupun pagi hari saat matahari terbit di ufuk
timur. Banyaknya pengunjung yang datang untuk menghadiri atau menyaksikan upacara
tradisional tersebut secara tidak langsung merupakan wisatawan domestik maupun
mancanegara. Kondisi demikian akan menambahan penghasilan bagi masyarakat setempat
karena di antara mereka terjadi transaksi jual beli barang-barang dagangannya. Dengan
demikian upacara tradisional Kasada yang dilaksanakan di kawasan gunung Bromo secara

tidak langsung merupakan salah satu aset wisata budaya bagi pemerintah maupun masyarakat
di kawasan tengger.
Dalam adat tradisi kasada ini masyarakat tengger terus melsetarikan kebudayaan
nenek moyang yang menjadikan masyarakat tengger mersa aman dari hal-hal yang tidak di
inginkan, selain itu bamyak manfaat yang di rasakan masyarakat pedalaman suku tengger
dalam upacara ini yaitu selain melemparkan sesajen ke kawah G.BROMO masyarakat
pedalaman bisa mengambil sesajen itu di sekitar kawah G.BROMO,mereka sangat
berterimakasaih pada masyarakat tenngger yang sudah melemparkan sesajen karena isi dari
sesajen tersebut bisa di bawa pulang dan bisa di pergunakan untuk sedikit mengurangi
pengeluran perekonomian nya, serta bisa mendekat kan persaudaraan masyarakat tengger
pedalam dengan masyarakat lain nya.

Вам также может понравиться