Вы находитесь на странице: 1из 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus var)


Klasifikasi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus var) menurut Kordi, (2010) adalah
sebagai berikut :
Phylum : Chordata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Subordo : Siluroidae
Famili : Claridae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias gariepinus var

Gambar 1. Ikan lele sangkuriang

2.2. Morfologi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus var)


Sebagaimana halnya ikan lele, lele sangkuriang (Clarias gariepinus var) memiliki ciriciri identik dengan lele dumbo sehingga sulit untuk dibedakan. Secara umum, ikan lele
sangkuriang dikenal sebagai ikan berkumis atau catfish. Tubuh ikan lele sangkuriang ini
berlendir dan tidak bersisik serta tidak memiliki mulut yang relatif lebar yakni dari panjang
total tubuhnya. Ciri khas dari lele sangkuriang adalah adanya empat pasang dan sungut yang
terletak di sekitar mulutnya. Keempat pasang sungut tersebut terdiri dari dua pasang sungut
maxiral/ rahang atas dan dua pasang sungut mandibula/rahang bawah (Lukito, 2002).
Fungsi sungut bawah adalah sebagai alat peraba ketika berenang dan sebagai sensor
ketika mencari makan. Sirip lele sangkuriang terdiri atas lima bagian yaitu sirip dada, sirip
perut, sirip dubur, sirip ekor, dan sirip punggung. Sirip dada lele sangkuriang dilengkapi dengan
patil (sirip yang keras) yang berfungsi untuk alat pertahanan diri (Lukito, 2002).
Menurut Djoko (2006) bahwa ikan lele sangkuriang mempunyai bentuk badan yang
berbeda dengan jenis ikan lainya, seperti ikan mas, gurami dan tawes. Alat pernafasan lele
sangkuriang berupa insang yang berukuran kecil sehingga lele sangkuriang sering mengalami
kesulitan dalam memenuhi kebutuhan oksigen. Bila ikan lele sangkuriang mengalami kesulitan
dan memenuhi kebutuhan oksigen, akibatnya lele sangkuriang sering mengambil oksigen dengan
muncul ke permukaan. Alat pernafasan tambahan terletak di rongga insang bagian atas, alat
berwarna kemerahan penuh kapiler darah dan mempunyai tujuk pohon rimbun yang biasa
disebut arborescent organ.
Untuk memudahkan berenang, lele sangkuriang (Clarias gariepinus var) dilengkapi sirip
tunggal dan sirip berpasangan. Sirip tunggal adalah sirip punggung, sirip ekor dan sirip dubur.

Sedangkan sirip berpasangan adalah sirip perut dan sirip dada. Sirip dada yang keras disebut
patil (Khairuman dan Amri, 2009).
2.3. Habitat
Habitat atau lingkungan hidup lele sangkuriang adalah air tawar, meskipun air yang
terbaik untuk memelihara lele sangkuriang adalah air sungai, air saluran irigasi, air tanah dari
mata air, maupun air sumur, tetapi lele sangkuriang relatif tahan terhadap kondisi air yang
menurut ukuran kehidupan ikan dinilai kurang baik. Lele sangkuriang juga dapat hidup dengan
padat penebaran tinggi maupun dalam kolam yang kadar oksigennya rendah, karena ikan lele
sangkuriang mempunyai alat pernapasan tambahan yang disebut labirin yang memungkinkan
lele sangkuriang mengambil oksigen langsung dari udara untuk pernapasan (Himawan, 2008).
Djoko (2006), faktor-faktor yang berhubungan dengan lingkungan hidup ikan senantiasa
harus dijaga dan diperhatikan. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah: suhu berkisar antara 24
300C, pH 6,5 7,5, oksigen terlarut 5 6 mg/l. Dengan kondisi perairan tersebut diatas ikan lele
dapat hidup dengan baik mengenai kepesatan tubuhnya maupun kemampuan dalam
menghasilkan benih ikan.
2.4. Pakan dan Kebiasaan Makan
Menurut Kordi (2010) bahwa ikan lele sangkuriang termasuk ikan pemakan segala bahan
makanan (omnivor), baik bahan hewani maupun nabati. Pakan alami lele sangkuriang adalah
binatang-binatang renik, seperti kutu air dari kelompok Daphnia, Cladocera, atau Copepoda.
Sementara itu, lele sangkuriang juga memakan larva jentik nyamuk, serangga atau siputsiput kecil. Meskipun demikian, jika telah dibudidayakan misalnya dipelihara di kolam lele
dapat memakan pakan buatan seperti pellet, limbah peternakan ayam, dan limbah-limbah
peternakan lainnya (Himawan, 2008).

Menurut Lukito (2002) bahwa pakan buatan pabrik dalam bentuk pellet sangat digemari
induk lele, tetapi harga pellet relatif mahal sehingga penggunaannya harus diperhitungkan agar
tidak rugi. Lele sangkuriang dapat memakan segala macam makanan, tetapi pada dasarnya
bersifat karnivora (pemakan daging), maka pertumbuhannya akan lebih pesat bila diberi pakan
yang mengandung protein hewani dari pada diberi pakan dari bahan nabati.
2.5. Musim Pemijahan
Pemijahan ikan lele sangkuriang dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu: pemijahan alami
(natural spawning), pemijahan semi alami (induced spawning) dan pemijahan buatan
(induced/artificial breeding). Pemijahan alami dilakukan dengan cara memilih induk jantan dan
betina yang benar-benar matang gonad kemudian dipijahkan secara alami di bak/wadah
pemijahan dengan pemberian kakaban. Pemijahan semi alami dilakukan dengan cara
merangsang induk betina dengan penyuntikan hormon perangsang kemudian dipijahkan secara
alami. Pemijahan buatan dilakukan dengan cara merangsang induk betina dengan penyuntikan
hormon perangsang kemudian dipijahkan secara buatan.

2.6. Pemijahan Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus var)


2.6.1. Seleksi Calon Induk
Menurut Bramasta (2009) bahwa satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah kondisi
tubuh induk-induk yang akan dipijahkan harus telah memenuhi persyaratan standar. Persyaratan
tersebut diantaranya harus matang kelamin dan berumur tidak kurang dari satu tahun. Induk lele
sangkuriang yang telah matang gonad memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Induk Jantan :
1. Alat kelamin tampak jelas dan runcing

2. Warna tubuh agak kemerahan


3. Tubuh ramping dan gerakannya lincah
Induk Betina :
1. Bagian perut tampak membesar kearah anus dan jika diraba terasa lembek
2. Lubang kelamin berwarna kemerahan dan tampak agak membesar
3. Jika bagian perut diurut ke arah anus, akan mengeluarkan telur yang berwarna kekuningkuningan dan ukurannya relative besar
4. Pergerakannya lamban dan jinak
Persyaratan reproduksi induk betina ikan lele sangkuriang antara lain: umur minimal
dipijahkan 1 tahun, berat 0,70 1,0 kg dan panjang standar 25 30 cm. Sedangkan induk jantan
antara lain: umur 1 tahun, berat 0,5 0,75 kg dan panjang standar 30 35 cm.
2.6.2. Pemeliharaan Induk
Pemeliharaan induk lele sangkuriang dapat dipelihara dalam kolam atau bak berukuran
agak besar (3 x 4 x 1 m3), sedangkan kepadatannya adalah 5 kg/m2. Induk ikan lele sangkuriang
juga dapat dipelihara dalam bak secara terpisah (jantan dan betina per generasi) dan diberi pakan
dengan kandungan protein 3%, sebanyak 4% dari biomassa/hari dengan frekuensi pemberian
pakan dua kali sehari yaitu pada pukul 08.00 dan pukul 17.00 (Bramasta, 2009).
Dalam pembesaran ikan lele sangkuriang ini dapat diberikan dedak yang dicampur
dengan ikan rucah dengan perbandingan 9:1, atau dapat pula diberikan bekatul, jagung dan
cincangan bekicot dengan perbandingan 2:1:1, berat atau jumlah makanan yang diberikan
berkisar antara 5 10 % per hari dari berat total ikan yang dipelihara (Nurhidayat, dkk., 2004).
Menurut Bramasta (2009) bahwa suhu air optimal dalam pemeliharaan ikan lele
sangkuriang adalah 25 30 0C. Suhu di luar batas tersebut tentu akan mengurangi selera makan

ikan lele sangkuriang. Untuk mendapatkan suhu itu, kolam perlu ditutup dengan tanaman air,
dengan demikian air dalam kolam tidak terkena sinar matahari secara langsung.
2.6.3. Pemberokan dan Penyuntikan
Pemberokan induk betina dilakukan dalam bak seluas 4 6m2 dan tinggi 1m,
pemberokan bertujuan untuk membuang kotoran dalam usus pencernaan dan mengurangi
kandungan lemak dalam gonad. Setelah proses pemberokan selesai, kematangan gonad induk
diperiksa kembali.
Induce breeding (kawin suntik) adalah salah satu usaha untuk memproduksi benih ikan
secara optimal yang tidak tergantung pada musim. Disamping itu, metoda ini dapat digunakan
untuk memproduksi benih dari induk yang tidak mau memijah secara alami (Bramasta, 2009).
Menurut Khairuman dan Amri (2009) bahwa untuk merangsang induk lele agar memijah
sesuai dengan yang diharapkan, sebelumnya induk disuntik menggunakan ovaprim dengan dosis
0,5 cc/kg. Dapat juga digunakan kelenjar hipofisa dari ikan mas yang telah matang kelamin.
Penyuntikan menggunakan kelenjar hipofisa cukup satu dosis. Artinya, ikan donor yang akan
diambil kelenjar hipofisanya, beratnya sama dengan induk lele sangkuriang yang akan disuntik.
2.6.4. Stripping dan Pembuahan
Telur-telur induk betina yang telah disuntik akan mengalami ovulasi sehingga dengan
mudah di stripping atau dikeluarkan dengan cara mengurut dari bagian genitalnya. Stripping
dilakukan setelah 8 jam dari penyuntikan.
Menurut Khairuman dan Amri (2009) bahwa setelah telur dan sperma dicampur dengan
sodium atau NaCL 0,90%, diaduk secara perlahan dengan menggunakan bulu ayam. Tujuan
pencampuran sodium adalah untuk mengencerkan sperma agar sperma dan telur lebih merata.
Setelah diaduk secara merata dan telur sudah terbungkus oleh sperma, langkah selanjutnnya

adalah pembuahan. Pembuahan dilakukan dengan cara memasukkan air kedalam wadah telur
yang sudah dicampur dengan sperma. Proses pembuahan ini berlangsung cepat karena sperma
hanya aktif bergerak dan bertahan hidup kurang lebih 1 menit setelah terkena air.
2.6.5. Penetasan Telur
Penetasan telur sebaiknya dilakukan pada air yang mengalir untuk menjamin ketersediaan
oksigen terlarut dan penggantian air yang kotor akibat pembusukan telur yang tidak terbuahi.
Peningkatan kandungan oksigen terlarut dapat pula diupayakan dengan pemberian aerasi. Telur
lele sangkuriang menetas 30 36 jam setelah pembuahan pada suhu 22 25 C. Larva lele
sangkuriang yang baru menetas memiliki cadangan makanan berupa kantung telur (yolksack)
yang akan diserap sebagai sumber makanan bagi larva sehingga tidak perlu diberi pakan.
Penetasan telur dan penyerapan yolksack akan lebih cepat terjadi pada suhu yang lebih tinggi.
Pemeliharaan larva dilakukan dalam hapa penetasan. Pakan dapat mulai diberikan setelah larva
umur 4 5 hari atau ketika larva sudah dapat berenang dan berwarna hitam (Bramasta, 2009).
Menurut Khairuman dan Amri (2009), telur akan menetas tergantung dari suhu perairan
dan suhu udara. Jika suhu semakin panas (tinggi), telur akan semakin cepat menetas. Begitu pula
sebaliknya, jika suhu turun atau rendah maka telur akan lama menetas. Kisaran suhu yang baik
untuk penetasan telur adalah
27 30 0C.
Selama perawatan telur sampai menetas perlu penambahan air sebagai pengganti air yang
terbuang saat melakukan penyiponan. Dapat pula ditambahkan obat (bahan kimia) Methyline
blue yang dilarutkan dalam media air dengan dosis 0,1 mg/l. Obat atau desinfektan ini akan
melindungi telur dan larva dari serangan jamur ataupun bakteri (Lukito, 2002).

Menurut Suyanto

(2006) bahwa derajat penetasan telur (Hatching Rate) adalah

perhitungan tingkat persentase penetasan telur dalam suatu kegiatan pemijahan ikan. Tujuan
dilakukannya perhitungan derajat penetasan telur yaitu untuk mengetahui berhasilnya pemijahan
yang dilakukan dan mengefaluasi kegiatan untuk pemijahan berikutnya.
2.7. Kualitas Air
Menurut Bramasta (2009) bahwa dalam pemeliharaan di kolam, lele sangkuriang tidak
memerlukan kualitas air yang jernih atau mengalir seperti ikan-ikan lainnya. Meskipun
demikian, para ahli perikanan menyebutkan syarat dari kualitas air, baik secara kimia maupun
fisika yang harus dipenuhi jika ingin sukses membudidayakan lele.
Kualitas air yang dianggap baik untuk kehidupan lele sangkuriang tersebut sebagai
berikut. Suhu air optimum dalam pemeliharaan ikan lele sangkuriang secara intensif adalah 25
30 oC. Untuk mendapatkan suhu itu, kolam perlu beri tanaman-tanaman air, sedangkan suhu
untuk pertumbuhan benih ikan lele sangkuriang 26 30oC (Himawan, 2008).
Umumnya ikan lele hidup normal di lingkungan yang memiliki kandungan oksigen terlarut 4
mg/l. Sering kandungan oksigen berubah secara mendadak, misalnya akibat penguraian bahan
organik. Keasaman atau pH yang baik bagi lele sangkuriang adalah 6,5 9, pH yang kurang dari
5 sangat buruk bagi lele sangkuriang, karena bisa menyebabkan penggumpalan lendir pada
insang, sedangkan pH 9 ke atas akan menyebabkan berkurangnya nafsu makan lele sangkuriang
(Himawan, 2008).

Вам также может понравиться