Вы находитесь на странице: 1из 32

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Salmonella sp
2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi
Salmonella sp. merupakan

kingdom

Bacteria,

phylum

Proteobacteria, class Gamma Proteobacteria, ordo Enterobacteriales,


Salmonella sp. family dari Enterobacteriaceae, genus Salmonella dan
species yaitu e.g. S. enteric (Todar, 2008).

Gambar 2.1. Morfologi Sallmonella sp. (Todar, 2008)

Salmonella sp. pertama ditemukan (diamati) pada penderita demam


typhoid pada tahun 1880 oleh Eberth dan dibenarkan oleh Robert Koch
dalam budidaya bakteri pada tahun 1881 (Todar, 2008). Salmonella sp.
adalah bakteri bentuk batang, pada pengecatan gram berwarna merah
muda (gram negatif). Salmonella sp. berukuran 2 sampai 4 0;6 ,
mempunyai flagel (kecuali S. gallinarum dan S. pullorum), dan tidak
berspora (Greenwood, 2007). Habitat Salmonella sp. adalah di saluran
pencernaan (usus halus) manusia dan hewan. Suhu optimum pertumbuhan
Salmonella sp. ialah 37oC dan pada pH 6-8 (Levinson, 2004).

Dalam skema kauffman dan white tatanama Salmonella sp. di


kelompokkan berdasarkan antigen atau DNA yaitu kelompok I enteric, II
salamae, IIIa arizonae, IIIb houtenae, IV diarizonae, V bongori, dan VI
indica. Komposisi dasar DNA Salmonella sp adalah 50-52 mol% G+C,
mirip dengan Escherichia, Shigella, dan Citrobacter (Todar, 2008).
Namun klasifikasi atau penggunaan tatanama yang sering dipakai pada
Salmonella sp. berdasarkan epidemiologi, jenis inang, dan jenis struktur
antigen (misalnya S.typhii, S .thipirium). Jenis atau spesies Salmonella sp.
yang utama adalah S. typhii (satu serotipe), S. choleraesuis, dan S.
enteritidis (lebih dari 1500 serotipe). Sedangkang spesies S. paratyphi A,
S. paratyphi B, S. paratyphi C termasuk dalam S. enteritidis (Jawetz,
2006).
Beberapa jenis media telah direkomendasikan untuk mengisolasi
Salmonella. Beberapa media bersifat diferensial dan non selektif, media
tersebut mengandung laktosa dan pH indikator (bromocresol purple
lactose agar). Media lain bersifat lebih diferensial dan selektif karena
selain mengandung laktosa dan pH indikator juga mengandung zat zat
inhibitor terhadap bakteri non Salmonella (agar MacConkey, agar eosinmethylene blue). Media yang paling sering digunakan untuk mengisolasi
Salmonella adalah agar Salmonella Shigella (SS),agar bismuth sulfite,
media Hektoen enteric (HE), agar brilliant green dan agar.xylose-lisinedeoxycholate (XLD) (Todar, 2008).
Ada lebih dari 2400 serotipe Salmonella yang pembagiannya
berdasar atas epidemiologi, jenis inang, reaksi biokimia, dan struktur
antigen O, H dan Vi. Pada bakteri gram negatif dinding sel terdiri dari

lapisan peptidoglikan dan membran luar yang terdiri dari lipoprotein dan
lipopolisakarida (LPS) . LPS yang sangat toksin disebut endotoksin
karena dia melekat erat pada permukaan sel dan hanya dikeluarkan jika sel
mengalami lisis (Brooks, 2005).
Tabel 2.1 Biochemical identification
Organisme

Kligers Iron Agar

Motillity, Indol, and Urea

Citrat
e

Sal. paratyphi A

Slant
Alk

Butt
Acid

H2S
Wk+

Gas
-

Motillity
+

Indol
-

Urea
-

Sal. typhii

Alk

Acid

Other
Salmonella spp.
E. coli

Alk

Acid

Acid

Acid

Klebsiella spp.

Acid

Acid

++

Citrobacter spp.

Acid

+++

Proteus spp.

Alk

Acid

++

Alk= Alkaline, Wk= Weak -=negative +=positive


V=Variable result (WHO, 2003)
2.2. Salmonella typhii
2.2.1 Morfologi Salmonella typhii
Salmonella bakteri bentuk batang, gram negative, aerob atau

fakultatif anaerob, bergerak dengan flagel peritrik, berukuran 0,5-08 x 13m memfermentasi glukosa, maltose, manitol menghasilkan asam atau
asam dan gas serta menghasilkan H2S atau tidak, tidak memfermentasikan
laktosa dan sukrosa, tidak membentuk indol (Sjoekoer, 2003; Supari,
2006). Salmonella sp. yang pathogen terhadap manusia adalah Salmonella
typhii, Salmonella paratyphi A, Salmonella paratyphi B.(Levinson, 2004)

Gambar 2.2 Salmonella typhii setelah kultur 24 jam dalam agar Mac.Conkey
(laboratorium Mikrobologi FK UNDIP)

2.2.2 Sifat Biokimia

Salmonella sp. bersifat aerob dan anaerob falkultatif, pertumbuhan


Salmonella sp. pada suhu 37o C dan pada pH 6-8. Salmonella sp. memiliki
flagel jadi pada uji motilitas hasilnya positif , pada media BAP (Blood
Agar Plate) menyebabkan hemolisis. Pada media MC (Mac Conkay) tidak
memfermentasi laktosa atau disebut Non Laktosa Fermenter (NLF) tapi
Salmonella sp. memfermentasi glukosa , manitol dan maltosa disertai
pembentukan asam dan gas kecuali S. typhii yang tidak menghasikkan gas.
Kemudian pada media indol negatif, MR positif, Vp negatif dan sitrat
kemungkinan positif. Tidak menghidrolisiskan urea dan menghasilkan H2S
(Sjoekoer, 2003).
2.2.3 Struktur Antigen
Salmonella sp. mempunyai tiga macam antigen utama untuk
diagnostik atau mengidentifikasi yaitu : somatik antigen (O), antigen
flagel (H) dan antigen Vi (kapsul) (Todar, 2008; Sjoekoer, 2003). Antigen
O (Cell Wall Antigens ) merupakan kompleks fosfolipid protein
polisakarida yang tahan panas (termostabil), dan alkohol asam
(Greenwood et al., 2007). Namun antigen O kurang imunogenik dan
aglutinasi berlangsung lambat (Supari, 2006). Maka kurang bagus untuk
pemeriksaan serologi karena terdapat 67 faktor antigen, tiap-tiap spesies
memiliki beberapa faktor (Todar, 2008). Antigen H pada Salmonella sp.
dibagi dalam 2 fase yaitu fase I : spesifik dan fase II : non spesifik.
Antigen H adalah protein yang tidak tahan panas (termolabil), dapat
dirusak dengan pemanasan di atas 60C dan alkohol asam. Antigen H
sangat imunogenik dan antibodi yang dibentuk adalah IgG (Supari, 2006).
Sedangkan Antigen Vi adalah polimer dari polisakarida yang bersifat

asam. Terdapat dibagian paling luar dari badan kuman bersifai termolabil.
Dapat dirusak dengan pemanasan 60oC selama 1 jam (Supari, 2006;
Sjoekoer, 2003).
2.2.4 Epidemiologi Salmonella typhii
Pertemuan manusia untuk Salmonella typhii dilakukan melalui rute
fecal-oral dari individu yang terinfeksi kepada orang sehat. Kebersihan
miskin pasien shedding organisme dapat menyebabkan infeksi sekunder,
serta konsumsi kerang dari badan air tercemar. Sumber yang paling umum
infeksi, bagaimanapun, adalah minum air tercemar oleh urin dan kotoran
individu yang terinfeksi. Ukuran inokulum estimasi untuk infeksi adalah
100.000 bakteri. Demam typhoid juga merupakan infeksi laboratorium
kedua yang paling sering dilaporkan.(Soegijanto, 2002)
Masuknya spesies bakteri ini ke dalam tubuh manusia yang paling
sering dicapai dengan konsumsi, dengan pentingnya diketahui transmisi
aerosol. Setelah tertelan, organisme berkembang biak di usus kecil selama
periode 1-3 minggu, sungsang dinding usus, dan menyebar ke sistem
organ dan jaringan lain. Masa inkubasi bergantung jumlah masuknya
kuman dan keadaan penderita.(Davey, 2005; Halim, 2007)
Transmisi Salmonella typhii hanya terbukti terjadi dengan rute
fecal-oral, sering dari individu asimtomatik. 2-5% dari individu yang
terinfeksi sebelumnya menjadi carrier kronis yang tidak menunjukkan
tanda-tanda penyakit, tetapi organisme aktif mampu menginfeksi orang
lain. Sebuah contoh yang terkenal adalah "Tifus" Maria Mallon, yaitu
seorang penangan makanan yang bertanggung jawab sebagai penyebab
infeksi sedikitnya 78 orang, menewaskan 5. Pembawa ini sangat menular

10

menimbulkan risiko besar bagi kesehatan masyarakat karena kurangnya


gejala penyakit terkait (Timmreck, 2005).
Kerusakan yang disebabkan oleh demam typhoid adalah reversibel
dan terbatas jika pengobatan dimulai pada awal infeksi. Hal ini
menyebabkan angka kematian kurang dari 1% di antara individu-individu
diperlakukan yang memiliki strain antibiotik-rentan Salmonella typhii,
membuat hasil dan prognosis untuk pasien yang positif (Schoenstadt,
2006).
2.2.5 Patogenitas Salmonella typhii
Salmonellosis adalah istilah yang menunjukkan adanya infeksi
Salmonella sp. Manifestasi klinik Salmonellosis pada manusia ada 4
sindrom yaitu (Sjoekoer, 2003):
a. Gastroenteritis atau keracunan makanan merupakan infeksi usus dan
tidak ditemukan toksin sebelumnya (Greenwood, 2007). Terjadi karena
menelan makanan yang tercemar Salmonella sp. misalnya daging dan
telur (Greenwood, 2007). Masa inkubasinya 8-48 jam, gejalanya mual,
sakit kepala, muntah, diare hebat, dan terdapat darah dalam tinja
(Sjoekoer, 2003). Terjadi demam ringan yang akan sembuh dalam 2-3
hari. Bakterimia jarang terjadi pada penderita (2-4%) kecuali pada
penderita yang kekebalan tubuhnya kurang (Jawetz, 2006).
b. Demam typhoid yang disebabkan oleh S. typhi, dan demam paratifoid
disebabkan S. paratyphi A, B, dan C (Sjoekoer, 2003). Kuman yang
masuk melalui mulut masuk kedalam lambung untuk mencapai usus
halus, lalu ke kelenjar getah bening. Kemudian memasuki ductus
thoracicus. Kemudian kuman masuk dalam saluran darah (bakterimia)
timbul gejala dan sampai ke hati, limpa, sumsum tulang, ginjal dan

11

lain-lain (Sjoekoer, 2003). Selanjutnya di organ tubuh tersebut


Samonella sp. berkembang biak (Greenwood, 2007).
c. Bakterimia (septikimia) dapat ditemukan pada demam typhoid dan
infeksi Salmonella non-typhii. Adanya Salmonella dalam darah
beresiko tinggi terjadinya infeksi. Gejala yang menonjol adalah panas
dan bakterimia intermiten. Dan timbul kelainan-kelainan local pada
bagian tubuh misalnya osteomielitis, pneumonia, abses paru-paru,
meningitis dan lain-lain. Penyakit ini tidak menyerang usus dan biakan
tinjanya negatif (Greenwood, 2007).
d. Carrier yang asomatik adalah semua individu yang terinfeksi
Salmonella sp. akan mengekskresi kuman dalam tinja untuk jangka
waktu yang bervariasi disebut carrier convalesent, jika dalam 2-3
bulan penderita tidak lagi mengekskresi Salmonella. Dan jika dalam 1
tahun penderita masih mengekskresi Salmonella disebut carrier kronik
(Greenwood, 2007).

2.2.6 Sumber Infeksi Salmonella typhii


Makanan dan minuman terkontaminasi merupakan mekanisme
transmisi kuman Salmonella dan carrier adalah sumber infeksi.
Salmonella typhii bisa berada dalam air, es, debu, sampah kering yang bila
organisme ini masuk ke dalam vehicle yang cocok (daging, kerang dan
sebagainya) akan berkembang bila mencapai dosis infektif (Hartono,
2005; Greenwood, 2007).
2.3 Anatomi dan Fisiologi Saluran Pencernaan

12

Sistem pencernaan manusia terdiri atas saluran dan kelenjar


pencernaan. Saluran pencernaan merupakan saluran yang dilalui bahan
makanan. Kelenjar pencernaan adalah bagian yang mengeluarkan enzim
untuk membantu mencerna makanan. Saluran pencernaan antara lain
sebagai berikut (Evelyn, 2010):
1. Mulut

Di dalam rongga mulut, terdapat gigi, lidah, dan kelenjar air liur
(saliva). Gigi terbentuk dari tulang gigi yang disebut dentin. Struktur gigi
terdiri atas mahkota gigi yang terletak diatas gusi, leher yang dikelilingi
oleh gusi, dan akar gigi yang tertanam dalam kekuatan-kekuatan rahang.
Mahkota gigi dilapisi email yang berwarna putih. Kalsium, fluoride, dan
fosfat merupakan bagian penyusun email. Untuk perkembangan dan
pemeliharaan gigi yang bai, zat-zat tersebut harus ada di dalam makanan
dalam jumlah yang cukup. Akar dilapisi semen yang melekatkan akar pada
gusi. Ada tiga macam gigi manusia, yaitu gigi seri (insisor) yang berguna
untuk memotong makanan, gigi taring (caninus) untuk mengoyak
makanan, dan gigi geraham (molar) untuk mengunyah makanan. Dan
terdapat pula tiga buahkelenjar saliva pada mulut, yaitu kelenjar parotis,
sublingualis, dan submandibularis. Kelenjar saliva mengeluarkan air liur
yang mengandung enzim ptialin atau amilase, berguna untuk mengubah
amilum menjadi maltosa. Pencernaan yang dibantu oleh enzim disebut
pencernaan kimiawi. Di dalam rongga mulut, lidah menempatkan
makanan di antara gigi sehingga mudah dikunyah dan bercampur dengan
air liur. Makanan ini kemudian dibentuk menjadi lembek dan bulat yang

13

disebut bolus. Kemudian bolus dengan bantuan lidah, didorong menuju


faring.
2. Faring dan esofagus

Setelah melalui rongga mulut, makanan yang berbentuk bolus akan


masuk kedalam tekak (faring). Faring adalah saluran yang memanjang
dari bagian belakang rongga mulut sampai ke permukaan kerongkongan
(esophagus). Pada pangkal faring terdapat katup pernapasan yang disebut
epiglottis. Epiglotis berfungsi untuk menutup ujung saluran pernapasan
(laring) agar makanan tidak masuk ke saluran pernapasan. Setelah melalui
faring, bolus menuju ke esophagus; suatu organ berbentuk tabung lurus,
berotot lurik, dan berdinding tebal. Otot kerongkongan berkontraksi
sehingga menimbulkan gerakan meremas yang mendorong bolus ke dalam
lambung. Gerakan otot kerongkongan ini disebut gerakan peristaltik.
3. Lambung

Otot lambung berkontraksi mengaduk-aduk bolus, memecahnya


secara mekanis, dan mencampurnya dengan getah lambung. Getah
lambung mengandung HCl, enzim pepsin, dan renin. HCl berfungsi untuk
membunuh kuman-kuman yang masuk berasama bolus akan mengaktifkan
enzim pepsin. Pepsin berfungsi untuk mengubah protein menjadi peptone.
Renin berfungsi untuk menggumpalkan protein susu. Setelah melalui
pencernaan kimiawi di dalam lambung, bolus menjadi bahan kekuningan
yang disebut kimus (bubur usus). Kimus akan masuk sedikit demi sedikit
ke dalam usus halus.
4. Usus Halus

14

Usus halus memiliki tiga bagian yaitu, usus dua belas jari
(duodenum), usus tengah (jejunum), dan usus penyerapan (ileum). Suatu
lubang pada dinding duodenum menghubungkan usus 12 jari dengan
saluran getah pancreas dan saluran empedu. Pankreas menghasilkan enzim
tripsin, amilase, dan lipase yang disalurkan menuju duodenum. Tripsin
berfungsi merombak protein menjadi asam amino. Amilase mengubah
amilum menjadi maltosa. Lipase mengubah lemak menjadi asam lemak
dan gliserol. Getah empedu dihasilkan oleh hati dan ditampung dalam
kantung empedu. Getah empedu disalurkan ke duodenum. Getah empedu
berfungsi untuk menguraikan lemak menjadi asam lemak dan gliserol.
Selanjutnya pencernaan makanan dilanjutkan di jejunum. Pada bagian ini
terjadi pencernaan terakhir sebelum zat-zat makanan diserap. Zat-zat
makanan setelah melalui jejunum menjadi bentuk yang siap diserap.
Penyerapan zat-zat makanan terjadi di ileum. Glukosa, vitamin yang larut
dalam air, asam amino, dan mineral setelah diserap oleh vili usus halus;
akan dibawa oleh pembuluh darah dan diedarkan ke seluruh tubuh. Asam
lemak, gliserol, dan vitamin yang larut dalam lemak setelah diserap oleh
vili usus halus; akan dibawa oleh pembuluh getah bening dan akhirnya
masuk ke dalam pembuluh darah.
5. Usus Besar
Bahan makanan yang sudah melalui usus halus akhirnya masuk ke
dalam usus besar. Usus besar terdiri atas usus buntu (appendiks), bagian
yang menaik (ascending colon), bagian yang mendatar (transverse colon),
bagian yang menurun (descending colon), dan berakhir pada anus. Bahan

15

makanan yang sampai pada usus besar dapat dikatakan sebagai bahan sisa.
Sisa tersebut terdiri atas sejumlah besar air dan bahan makanan yang tidak
dpat tercerna, misalnya selulosa.
Usus besar berfungsi mengatur kadar air pada sisa makanan. Bila
kadar air pada sisa makanan terlalu banyak, maka dinding usus besar akan
menyerap kelebihan air tersebut. Sebaliknya bila sisa makanan kekurangan
air, maka dinding usus besar akan mengeluarkan air dan mengirimnya ke
sisa makanan. Di dalam usus besar terdapat banyak sekali mikroorganisme
yang membantu membusukkan sisa-sisa makanan tersebut. Sisa makanan
yang tidak terpakai oleh tubuh beserta gas-gas yang berbau disebut tinja
(feses) dan dikeluarkan melalui anus.
2.4 Demam Typhoid
2.4.1 Definisi
Demam thypoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan terutama
oleh Salmonella typhii yang hanya ditemukan dalam manusia. Hal ini
ditandai dengan demam terus menerus selama 3-4 minggu, relatif
bradikardi, dengan keterlibatan limfoid jaringan dan gejala konstitusional
yang cukup (Khan, 2004).
Demam thypoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan
pada saluran cerna dan gangguan kesadaran (Mansjoer, 2001).
Demam thypoid adalah penyakit infeksi yang akut yang biasanya
mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1
minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran (Ngastiyah,
2005).
Demam typoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat
pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhii,

16

secara klinis ditandai dengan demam yang lebih dari 1 minggu disertai
gangguan pencernaan dalam berbagai bentuk dan gangguan kesadaran
dalam berbagai tingkat (Rampengan, 2008).
2.4.2 Epidemiologi
Demam typhoid merupakan penyakit infeksi sistemik, bersifat
endemis dan merupakan masalah kesehatan di Negara berkembang seperti
di Indonesia. Terutama dari golongan masyarakat dengan standar hidup
dan kebersihannya rendah (Muliawan, 1999). Angka kejadian demam
typhoid di Indonesia masih sangat tinggi dengan rata rata setiap
tahunnya 500/100.000 penduduk (Supari, 2006).
Demam typhoid merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella typhii, yang gejala klinisnya berupa panas tinggi hingga
gangguan kesadaran, anoreksia, malaise, nyeri otot, sakit kepala, batuk
dan konstipasi. Dapat dijumpai pula bradikardi relative, pembesaran hati
dan limpa, serta beberapa komplikasi. Komplikasi yang terjadi antara lain
ensefalitis, hepatitis, serta komplikasi pada usus berupa perdarahan dan
perforasi(Grenwood, 2007). Port dentre Salmonella typhii adalah usus,
dengan cara penularan fekal-oral melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi. Seseorang bisa menjadi sakit bila menelan organisme ini ;
sebanyak 50% orang dewasa menjadi sakit bila menelan sebanyak 107
kuman. Dosis di bawah 105 tidak menimbulkan penyakit (Sjoekoer, 2003).
Makanan dan minuman yang terkontaminasi merupakan transmisi
Salmonella sp khususnya S. typhii, carrier pada manusia adalah sumber
infeksi. S. typhii bisa berada di air, es, debu, sampah kering, dan bila
masuk kedalam vehicle yang cocok misalnya daging, kerang dan
sebagainya. S. typhii akan berkembangbiak mencapai dosis infektif. Maka

17

perlu diperhatikan faktor kebersihan lingkungan, pembuangan sampah,


cara memasak air dan bahan makanan secara benar untuk pencegahan
Salmonellosis terutama demam typhoid (Grenwood, 2007).
2.4.3 Etiologi
Penyebab demam typhoid adalah Salmonella typhii, basil gram
negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora, mempunyai
sekurang-kurangnya empat macam antigen yaitu antigen O (somatic), H
(flagella), Vi, dan protein membran hialin (Mansjoer, 2001; Sjoekoer,
2003).
2.4.4 Manifestasi Klinik
a. Demam
Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat febris
remiten dan suhu tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh
berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua pasien terus
berada dalam keadaan demam, pada minggu ketiga suhu berangsur turun
dan normal kembali pada akhir minggu kedua (Agarwal, 2004; Sjoekoer,
2003).
b. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan
pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue),
ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen dapat
ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limfa
membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi
tetapi juga dapat diare atau normal (Agarwal, 2004; Sjoekoer, 2003).
c. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berapa dalam,
yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopos, koma atau gelisah

18

(kecuali penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan pengobatan).


Disamping gejala-gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya. Pada
punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik-bintik
kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit, yang dapat ditemukan
pada minggu pertama demam. Kadang-kadang ditemukan pula bradikardi
dan epistaksis pada anak besar (Agarwal, 2004).
Tabel 2.2 Manifestasi Klinik

Minggu ke-1

Minggu ke-2
Minggu ke-3

Gejala
Demam, sakit seperti
influenza, pusing di
daerah
frontal,
malaise
Demam tingkatan
lebih berat
Perbaikan atau jika
infeksi berat

Tanda - Tanda
Lidah tertutup selaput putih,
tender
abdomen,
hepatosplenomegali,
bradikardi
relatif
Rose spots terlihat 5-30%
Penurunan demam, lidah terlihat
bersih, tampak bingung, apatis,
dan pasien stupor

(Agarwal, 2004)
2.4.5 Patofisiologi Demam Typhoid
Bakteri (Salmonella thypii) masuk ke tubuh manusia melalui saluran
cerna. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung sebagian lagi
masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum
terminalis yang mengalami hipertrofi. Di tempat ini komplikasi
perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi. Kuman Salmonella thypii
kemudian menembus ke lamina propia, masuk aliran limfe dan mencapai
kelenjar limfe mesentirial yang juga mengalami hipertrofi. Setelah
melewati kelenjar-kelenjar limfe ini Salmonella thypii lain mencapai hati
melalui sirkulasi portal dari usus Salmonela thypii bersarang di plaque
peyeri, limfa, hati, dan bagian-bagian lain sistem retikulo endoterial.
Semula disangka demam dan gejala-gejala toksemia pada demam thypoid

19

disebabkan oleh endotoksemia. Tapi kemudian berdasarkan penelitian


eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan
penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia pada demam thypoid,
karena membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan tempat
S. thypii berkembangbiak. Demam pada thypoid disebabkan karena S.
thypii dan endotoksinnya merangsang sintesis dan penglepasan zat
pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang (Widodo, 2009;
Grenwood, 2007; Sjoekoer, 2003).
2.4.6 Diagnosa dan Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis demam thypoid ada beberapa metode yaitu diagnosis
klinik, diagnosis mikrobiologik (kultur) dan diagnosis serologic (Sjoekoer,
2003). Yang merupakan pemeriksaan atau diagnosis gold standart demam
thypoid dengan diagnosis mikrobiologik yaitu kultur darah, feses, urin dan
sum-sum tulang penderita demam thypoid (Sjoekoer, 2003). Berikut
beberapa pemeriksaan laboratorium :
1. Pemeriksaan Mikrobiologi (kultur)

Metode diagnosis mikrobiologik atau kultur merupakan gold


standart untuk diagnosis demam thypoid (Mandal, 2003). Spesifikasinya
lebih dari 90% pada penderita yang belum diobati, kultur darahnya positif
pada minggu pertama. Jika sudah diobati hasil positif menjadi 40% namun
pada kultur sumsum tulang hasil positif tinggi 90%. Pada minggu
selanjutnya kultur tinja dan urin meningkat yaitu 85% dan 25%, berturutturut positif pada minggu ke-3 dan ke-4. Selama 3 bulan kultur tinja dapat
positif kira-kira 3% karena penderita tersebut termasuk carrier kronik.

20

Carrier kronik sering terjadi pada orang dewasa dari pada anak-anak dan
lebih sering pada wanita daripada laki-laki (Grenwood, 2007).
2. Pemeriksaan Klinik (darah)

a. Hitung leukosit total pada demam thypoid menunjukkan


leukopenia, kemungkinan 3.000 sampai 8.000 per mm3.
b. Hitung jenis leukosit : Kemungkinan limfositosis dan
monositosis (Julius,1990)

Gambar 2.3 Pengambilan spesimen darah laboratorium (Supari, 2006)

3. Pemeriksaan Serologi

a. Tes Widal
Merupakan uji yang medeteksi anti bodi penderita yang timbul
pada minggu pertama. Uji ini mengukur adanya antibodi yang ditimbulkan
oleh antigen O dan H pada Salmonella sp. (Sjoekoer, 2003). Hasil
bermakna jika hasil titer O dan H yaitu 1:160 atau lebih (Jawetz, 2006).
Sebagian besar rumah sakit di Indonesia menggunakan uji widal untuk
mendiagnosis demam thypoid (Muliawan, 1999; Sabir, 2003)

Gambar 2.4 Pemeriksaan serologis Widal (Supari, 2006)

b.

Tubex test
Tubex test pemeriksaan yang sederhana dan cepat. Prinsip

pemeriksaannya adalah mendeteksi antibodi pada penderita. Serum yang


dicampur 1 menit dengan larutan A. Kemudian 2 tetes larutan B dicampur

21

selama 12 menit. Tabung ditempelkan pada magnet khusus. Kemudian


pembacaan hasil didasarkan pada warna akibat ikatan antigen dan
antibodi. Yang akan menimbulkan warna dan disamakan dengan warna
pada magnet khusus (WHO, 2003).
c. Typhidot test
Uji serologi ini untuk mendeteksi adanya IgG dan IgM yang
spesifik untuk S. typhii. Uji ini lebih baik dari pada uji Widal dan
merupakan uji Enzyme Immuno Assay (EIA) ketegasan (75%), kepekaan
(95%). Studi evaluasi juga menunjukkan Typhidot-M lebih baik dari
pada metoda kultur. Walaupun kultur merupakan pemeriksaan gold
standart. Perbandingan kepekaan Typhidot-M dan metode kultur adalah
>93%. Typhidot-M sangat bermanfaat untuk diagnosis cepat di daerah
endemis demam thypoid (WHO, 2003).
d. IgM dipstick test
Pengujian IgM dipstick test

demam

thypoid

dengan

mendeteksi adanya antibodi yang dibentuk karena infeksi S. typhii dalam


serum penderita. Pemeriksaan IgM dipstick dapat menggunakan serum
dengan perbandingan 1:50 dan darah 1 : 25. Selanjutnya diinkubasi 3 jam
pada suhu kamar. Kemudian dibilas dengan air biarkan kering.. Hasil
dibaca jika ada warna berarti positif dan Hasil negatif jika tidak ada warna.
Interpretasi hasil 1+, 2+, 3+ atau 4+ jika positif lemah (WHO, 2003).
2.4.7 Komplikasi Demam Typhoid
Komplikasi yang dapat terjadi pada demam thypoid dibagi dalam
dua bagian yaitu :(Juwono, 2003)
a. Komplikasi intestinal / pada usus halus

22

1)

Perdarahan usus : Bila sedikitnya hanya ditemukan jika


dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzedin. Bila perdarahan banyak terjadi
melena dan bila berat dapat disertai dengan perasaan nyeri perut dengan tanda
tanda renjatan.(Darmowandowo, 2004)
2) Perforasi usus

: Timbul biasanya pada minggu ketiga atau

setelah itu dan terjadi pada bagian distal ileum dengan tanda
tanda nyeri perut kuadran kanan bawah kemudian menyebar
keseluruh perut, nadi cepat, dan tekanan darah turun (Hasan,
2007 & Sudoyo, 2009).
3) Peritonitis

: Biasanya bersamaan dengan perforasi usus.

Gejalanya nyeri perut hebat, dinding abdomen tegang, dan


nyeri pada penekanan.(Sudoyo, 2009; Darmowandowo, 2004)
b. Komplikasi ekstra intestinal / komplikasi di luar usus(Juwono, 2003)
1)

Komplikasi kardiovaskuler
Kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis), miokarditis,
trombosis, dan tromboflebitis)
2) Komplikasi darah
Anemia hemolitik, trombositopenia, dan atau disseminated
intravaskulan coagulation (DIC) dan sindrom uremia
hemolitik.
3) Komplikasi paru
Pneumonia, empiema dan pleuritis.
4) Komplikasi hepar dan kandung empedu
Hepatitis dan kolesistitis.

23

5) Komplikasi ginjal
Glumerolonefritis, prelonefritis dan perinofritis.
6) Komplikasi tulang
Osteomielitis, perrostitis, spondilitis, dan artritis.
7) Komplikasi neuronsikratrik
Delirium, meningitis, polinevritis perifer, sindrom guiliain
barr, psikosis dan sindrom katatonia.
2.4.8 Penatalaksanaan Demam Typhoid
Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam typhoid,
yaitu (Widodo, 2009):
2.4.8.1 Istirahat dan Perawatan
Tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk
mencegah komplikasi (Darmowandowo, 2005). Tirah baring dengan
perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi, buang air
kecil, dan buang air besar akan membantu dan mempercepat proses
kesembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur,
pakaian, dan perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk
mencegah dekubitus dan penumonia ortostatik serta higiene perorangan
harus tetap diperhatikan dan dijaga (Widodo, 2009).
2.4.8.2 Diet dan Terapi Penunjang
Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses
penyembuhan penyakit demam typhoid, karena makanan yang kurang gizi
akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun
dan proses penyembuhan akan menjadi lebih lama.(Hasan, 2007;
Nursalam, 2005)

24

Di masa lampau penderita demam typhoid diberi diet bubur


saring, kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan
nasi, yang perubahan diet tersebut ditujukan untuk menghindari
komplikasi pendarahan saluran cerna atau perforasi usus. Hal ini
disebabkan ada pendapat bahwa usus harus diistirahatkan. Beberapa
peneliti menunjukkan bahwa pemberian makan padat dini yaitu nasi
dengan lauk pauk rendah selulosa dapat diberikan dengan aman pada
pasien demam typhoid (Widodo, 2009).
2.4.8.3 Pemberian Antimikroba
Obat obat antimikroba yang sering digunakan untuk
mengobati demam typhoid adalah sebagai berikut (Widodo, 2009):
a. Kloramfenikol
Di indonesia kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama
untuk mengobati demam typhoid (Musnelina, 2004b). Dosis yang
diberikan adalah 4 x 500 mg per hari dapat diberikan secara per
oral atau intravena. Diberikan sampai 7 hari bebas panas.
Penyuntikan intramuskular tidak dianjurkan oleh karena hidrolisis
ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri.
Dari pengalaman penggunaan obat ini dapat menurunkan demam
rata rata 7,2 hari.
b. Tiamfenikol
Dosis dan efektifitas tiamfenikol pada demam typhoid hampir sama
dengan kloramfenikol, akan tetapi komplikasi hematologi seperti
kemungkinan

terjadinya

anemia

aplastik

lebih

rendah

dibandingkan kloramfenikol. Dosis tiamfenikol adalah 4 x 500 mg,


demam rata rata menurun pada hari ke-5 sampai ke-6.
c. Kotrimoksazol

25

Efektifitas obat ini dilaporkan hampir sam dengan kloramfenikol.


Dosis untuk orang dewasa adalah 2 x 2 tablet ( 1 tablet
mengandung sufametoksazol 400 mg dan 80 mg trimetoprim )
diberikan selama 2 minggu.
d. Ampisilin dan Amoksisilin
Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah
dibandingkan dengan kloramfenikol, dosis yang dianjurkan
berkisar antara 50 150 mg/KgBB dan digunakan selama 2
minggu.
e. Sefalosporin Generasi Ketiga
Hingga saat ini golongan sefalosporin generasi ketiga yang
terbukti

efektif

untuk demam

typhoid

adalah

seftriakson

(Musnelina, 2004a), dan sebagai obat pilihan utama untuk pasien


demam typhoid akut (Hammad, 2011). Dosis yang dianjurkan
adalah antara 3 4 gram dalam dextrosa 100 cc diberikan selama
jam perinfus sekali sehari, diberikan selama 3 hingga 5 hari.
f. Golongan Fluorokuinolon
Golongan ini terdiri dari beberapa jenis bahan sediaan dan aturan
pemberiannya :
Norfloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
Siprofloksasin dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
Ofloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
Pefloksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari
Fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari
Tabel 2.3 Terapi Antimikroba
Obat
Antibiotik
Pertama

Lini

Antibiotik
Lini
Kedua:
(Fluoroquinolon)

Kloramfenikol
TrimetoprimSulfametoxazole
Ampisilin
/Amoksisilin
Siprofloksasin
Norfloksasin

Dosis
Durasi Sehari
Mg/Kg/hari
500 mg Qid 50 mg/kg
dalam 4 dosis
160/800 mg bid 4-20
mg/kg: dalam 2 dosis
1000-2000 mg qid 50-100
mg/kg: dalam 4 dosis
500 mg bid/200 mg bid
untuk 10-14 hari
400 mg bid untuk 10 hari

Rute
Oral, IV
Oral, IV
Oral, IM, IV
Oral/IV
Oral

26

Sefalosporin

Pefloksasin
Ofloksasin
Levofloksasin
Seftriakson
Sefotaksim
Sefoperazone
Cefiksim

Antibiotik lainnya

Aztreonam
Azithromisin

400 mg bid untuk 10 hari


400 mg bid untuk 14 hari
500 mg bid untuk 14 hari
1-2 gm bid 50-75 mg/kg:
dalam 1-2 dosis untuk 710 hari
1-2 gm bid 40-80 mg/kg:
dalam 2-3 dosis untuk 14
hari
1-2 gm bid 50-100 mg/kg:
dalam 2 dosis untuk 14
hari
200-400 mg od/bid 10
mg/kg: dalam 1-2 dosis
untuk 14 hari
1 gm/bd-qid 50-70 mg/kg:
2-4 5-7
1 gm OD 5-10 mg/kg:1 5

Oral, IV
Oral
Oral
IM, IV
IM, IV
IM, IV
Oral
IM
Oral

(Khan, 2004)
Sebagai pencegahan demam typhoid terdapat vaksin Ty21a
yang berlisensi dan vaksin polisakarida Vi yang berkhasiat untuk
mencegah demam typhoid. Faktor-faktor seperti biaya, ketersediaan, dan
kemudahan administrasi dapat menentukan vaksin yang dipilih untuk
digunakan (Fraser, 2009).
2.5 Standar Makanan Umum Rumah Sakit
2.5.1 Makanan Biasa
Makanan biasa sama dengan makanan sehari hari yang beraneka
ragam, bervariasi dengan bentuk, tekstur, dan aroma yang normal.
Susunan makanan mengacu pada Pola Menu Seimbang dan Angka
Kecukupan Gizi ( AKG ) yang dianjurkan bagi orang dewasa sehat.
Makanan Biasa diberikan kepada pasien yang berdasarkan penyakitnya
tidak memerlukan makanan khusus ( diet ). Walau tidak ada pantangan
khusus, makanan sebaiknya diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna
dan tidak merangsang pada saluran cerna. Cara untuk memesan makanan
di RS adalah Makanan Biasa ( MB ) (Almatsier, 2010).

27

Tujuan diet makanan biasa adalah memberikan makanan sesuai


kebutuhan gizi untuk mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh
(Almatsier, 2010).
Syarat syarat Diet Makanan Biasa adalah sebagai berikut
(Almatsier, 2010):
1. Energi sesuai kebutuhan normal orang dewasa sehat dalam
keadaan istirahat.
2. Protein 10 15% dari kebutuhan energi total.
3. Lemak 10 25% dari kebutuhan energi total.
4. Karbohidrat 60 75% dari kebutuhan energi total.
5. Cukup mineral, vitamin, dan kaya serat.
6. Makanan tidak merangsang saluran cerna.
7. Makanan sehari hari beraneka ragam dan bervariasi.
Makanan Biasa diberikan kepada pasien yang tidak memerlukan diet
khusus berhubungan dengan penyakitnya (Almatsier, 2010).
Tabel 2.4 Bahan Makanan Sehari MB

Bahan Makanan

Berat (g)

Ukuran Rumah
Tangga
4 gelas nasi
2 potong sedang
1 butir
4 potong sedang
2 sendok makan
2 gelas
2 potong sedang
2 sendok makan
3 sendok makan

Beras
300
Daging
100
Telur Ayam
50
Tempe
100
Kacang Hijau
25
(3)
Sayuran
200
Buah Pepaya
200
Gula Pasir
25
Minyak
30
(Almatsier, 2010)
2.5.2 Makanan Lunak
Makanan lunak adalah makanan yang memiliki tekstur yang mudah
dikunyah, ditelan, dan dicerna dibandingkan Makanan Biasa. Makanan ini
mengandung cukup zat zat gizi, asalkan pasien mampu mengkonsumsi
makanan dalam jumlah yang cukup. Menurut keadaan penyakit, Makanan
Lunak dapat diberikan langsung kepada pasien atau sebagai perpindahan

28

dari Makanan Saring ke Makanan Biasa. Cara memesan makanan di RS


adalah Makanan Lunak ( ML ) (Almatsier, 2010).
Tujuan diet Makanan Lunak adalah memberikan makanan dalam
bentuk lunak yang mudah ditelan dan dicerna sesuai kebutuhan gizi dan
keadaan penyakit (Almatsier, 2010).
Syarat syarat diet Makanan Lunak adalah sebagai berikut
(Almatsier, 2010):
1. Energi, protein dan zat gizi yang lain cukup
2. Makanan diberikan dalam bentuk cincang atau lunak, sesuai
dengan keadaan penyakit dan kemampuan makan pasien.
3. Makanan diberikan dalam porsi sedang, yaitu 3x makan lengkap
dan 2x makan selingan.
4. Makanan mudah dicerna, rendah serat, dan tidak mengandung
bumbu yang tajam.
Makanan Lunak diberikan kepada pasien sesudah operasi tertentu,
pasien dengan penyakit infeksi dengan kenaikan suhu tubuh tidak terlalu
tinggi, pasien dengan kesulitan mengunyah dan menelan, serta sebagai
perpindahan dari Makanan Saring ke Makanan Biasa (Almatsier, 2010).
Tabel 2.5 Bahan Makanan Sehari ML
Bahan Makanan
Berat (g)
Ukuran Rumah Tangga
Beras
250
5 gelas nasi tim
Daging
100
2 potong sedang
Telur Ayam
50
1 butir
Tempe
100
4 potong sedang
Kacang Hijau
25
2 sendok makan
Sayuran(3)
200
2 gelas
Buah Pepaya
200
2 potong sedang
Gula Pasir
50
5 sendok makan
Minyak
25
2 sendok makan
Susu
200
1 gelas
(Almatsier, 2010)
2.5.3 Makanan Saring
Makanan Saring adalah makanan semipadat yang mempunyai tekstur
lebih halus daripada Makanan Lunak, sehingga lebih mudah ditelan dan

29

dicerna. Menurut keadaan penyakit, Makanan Saring dapat diberikan


langsung kepada pasien atau merupakan perpindahan dari Makanan Cair
Kental ke Makanan Lunak (Almatsier, 2010). Cara memesan makanan di
RS adalah Makanan Saring ( MS ) (Almatsier, 2010).
Tujuan diet Makanan Saring adalah memberikan makanan dalam
bentuk semipadat sejumlah yang mendekati kebutuhan gizi pasien untuk
jangka waktu pendek sebagai proses adaptasi terhadap bentuk makanan
yang lebih padat (Almatsier, 2010).
Syarat syarat diet Makanan Saring adalah (Almatsier, 2010):
1. Hanya diberikan untuk jangka waktu singkat selama 1 3 hari,
karena kurang memenuhi kebutuhan gizi, terutama energi dan
tiamin.
2. Rendah serat, diberikan dalam bentuk disaring atau diblender.
3. Diberikan dalam porsi kecil dan sering yaitu 6 8x sehari.
Makanan Saring diberikan kepada pasien sesudah mengalami operasi
tertentu, pada infeksi akut termasuk infeksi saluran cerna, serta kepada
pasien dengan kesulitan mengunyah dan menelan, atau sebagai
perpindahan dari Makanan Cair Kental ke Makanan Lunak. Karena
makanan ini kurang serat dan vitamin C, maka sebaiknya diberikan dalam
jangka waktu pendek, yaitu 1 3 hari saja (Almatsier, 2010).
Tabel 2.6 Bahan Makanan Sehari MS
Bahan Makanan
Tepung Beras
Maizena
Telur Ayam
Daging Sapi
Tahu
Kacang Hijau
Margarin
Buah Pepaya
Gula Pasir
Santan
Gula Merah

Berat (g)
90
15
50
100
100
25
10
300
60
100
50

Ukuran Rumah Tangga


15 sendok makan
3 sendok makan
1 butir
2 potong sedang
1 buah besar
2 sendok makan
1 sendok makan
3 potong sedang
6 sendok makan
gelas
5 sendok makan

30

Susu

500
(Almatsier, 2010)

2 gelas

2.5.4 Makanan Cair


Makanan Cair adalah makanan yang mempunyai konsistensi cair
hingga kental. Makanan ini diberikan kepada pasien yang mengalami
gangguan mengunyah dan menelan, dan mencernakan makanan yang
disebabkan oleh menurunnya kesadaran, suhu tinggi, rasa mual, muntah,
pasca perdarahan saluran cerna, serta pra dan pasca bedah. Makanan yang
diberikan secara oral atau parenteral (Almatsier, 2010).
Menurut konsistensi makanan, Makanan Cair terdiri atas tiga jenis,
yaitu Makanan Cair Jernih, Makanan Cair Penuh, dan Makanan Cair
Kental (Almatsier, 2010).
2.5.4.1 Makanan Cair Jernih
Makanan Cair Jernih adalah makanan yang disajikan dalam
bentuk cairan jernih pada suhu ruang dengan kandungan sisa ( residu )
minimal dan tembus pandang bila diletakkan dalam wadah bening. Jenis
cairan yang diberikan tergantung pada keadaan penyakit atau jenis operasi
yang dijalani (Almatsier, 2010). Cara memesan makanan di RS adalah
Makanan Cair Jernih (MCJ) (Almatsier, 2010).
Tujuan diet Makanan Cair Jernih adalah untuk memberikan
makanan dalam bentuk cair, yang memenuhi kebutuhan cairan tubuh yang
mudah diserap dan hanya sedikit meninggalkan sisa ( residu ) serta
mencegah dehidrasi dan menghilangkan rasa haus (Almatsier, 2010).
Syarat syarat diet Makanan Cair Jernih adalah sebagai
berikut (Almatsier, 2010):
1. Makanan diberikan dalam bentuk cair jernih yang tembus
2.
3.
4.
5.

pandang.
Bahan makanan hanya terdiri dari sumber karbohidrat.
Tidak merangsang saluran cerna dan mudah diserap.
Sangat rendah sisa ( residu ).
Diberikan hanya selama 1 2 hari

31

6. Porsi kecil dan diberikan sering.


Makanan Cair Jernih diberikan kepada pasien sebelum dan
sesudah operasi tertentu, keadaan mual dan muntah, dan sebagai makanan
tahap awal pasca pendarahan saluran cerna. Nilai gizinya sangat rendah
karena hanya terdiri dari sumber karbohidrat (Almatsier, 2010).
Bahan makanan yang boleh diberikan antara lain teh, sari
buah, sirop, air gula, kaldu jernih, serta cairan mudah cerna seperti cairan
yang mengandung maltodekstrin. Makanan dapat ditambahkan dengan
suplemen energi tinggi dan rendah sisa ( residu ) (Almatsier, 2010).
2.5.4.2 Makanan Cair Penuh
Makanan cair penuh adalah makanan yang berbentuk cair
atau semicair pada suhu ruang dengan kandungan serat minimal dan tidak
tembus pandang bila diletakkan dalam wadah bening. Jenis makanan
yang diberikan bergantung pada keadaan pasien. Makanan ini dapat
langsung diberikan kepada pasien atau sebagai perpindahan makanan dari
Makanan Cair Jernih ke Makanan Cair Kental (Almatsier, 2010). Cara
memesan makanan di RS adalah Makanan Cair Penuh Oral/Enteral
( MCPO/MCPE) (Almatsier, 2010).
Tujuan diet Makanan Cair Penuh adalah untuk memberikan
makanan dalam bentuk cair dan setengah cair yang memenuhi kebutuhan
gizi serta meringankan kerja saluran cerna (Almatsier, 2010).
Syarat syarat diet Makanan Cair Penuh adalah sebagai
berikut (Almatsier, 2010):
1. Tidak merangsang saluran cerna.
2. Bila diberikan dalam waktu lebih dari 3 hari harus dapat
memenuhi kebutuhan energi dan protein.
3. Kandungan energi minimal 1 kkal/ml. Konsentrasi cairan dapat
diberikan secara bertahap dari , sampai penuh.

32

4. Berdasarkan masalah pasien, dapat diberikan formula rendah


atau bebas laktosa, formula dengan asam lemak rantai sedang
(MCT), formula dengan protein yang terhidrolisa, formula tanpa
susu, formula dengan serat, dan sebagainya.
5. Untuk memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral dapat
diberikan tambahan ferosulfat, vitamin B kompleks, dan vitamin
C.
6. Sebaiknya osmolaritas < 400 Mosml.
2.5.4.3 Makanan Cair Kental
Makanan Cair Kental Adalah makanan yang mempunyai
konsistensi kental atau semipadat pada suhu kamar, yang tidak
membutuhkan proses mengunyah dan mudah ditelan. Menurut keadaan
penyakit, Makanan Cair Kental dapat diberikan langsung kepada pasien
atau merupakan perpindahan dari makanan Cair Penuh ke Makanan
Saring. Cara memesan makanan di RS adalah Makanan Cair Kental
(MCK) (Almatsier, 2010).
Tujuan diet Makanan Cair Kental adalah memberikan
makanan yang tidak membutuhkan proses mengunyah, mudah ditelan, dan
mencegah terjadinya aspirasi, yang memenuhi kebutuhan gizi (Almatsier,
2010).
Syarat syarat diet Makanan Cair Kental adalah sebagai
berikut (Almatsier, 2010):
1. Mudah ditelan dan tidak merangsang saluran cerna.
2. Cukup energi dan protein.
3. Diberikan bertahap menuju ke Makanan Lunak.
4. Porsi diberikan kecil dan sering ( tiap 2 3 jam ).
Makanan Cair Kental diberikan kepada pasien yang tidak
mampu mengunyah dan menelan, serta untuk mencegah aspirasi ( cairan
masuk ke saluran nafas ), seperti pada penyakit yang disertai peradangan,
ulkus peptikum, atau gangguan struktural atau motorik pada rongga mulut.

33

Makanan ini dapat mempertahankan keseimbangan cairan tubuh


(Almatsier, 2010).
Tabel 2.7 Bahan Makanan Sehari MCK (Almatsier, 2010)
Bahan Makanan
Berat ( g )
Ukuran Rumah Tangga
Kentang
90
15 sendok makan
Maizena
15
3 sendok makan
Telur Ayam
50
1 butir
Sayuran
100
1 gelas
Jagung Muda
85
2 buah sedang
Margarin
10
1 sendok makan
Buah Pepaya
200
2 potong sedang
Gula Pasir
90
9 sendok makan
Susu
800
4 gelas
2.6 Diet Penyakit Lambung
2.6.1 Gambaran Umum
Penyakit lambung atau gastrointestinal meliputi Gastritis Akut dan
Kronis, Ulkus Peptikum, pasca operasi lambung yang sering diikuti
dengan Dumping Syndrome dan Kanker Lambung. Gangguan
gastrointestinal sering dihubungkan dengan emosi atau psikoneurosis
dan/atau makan terlalu cepat karena kurang dikunyah serta terlalu banyak
merokok (Almatsier, 2010).
Gangguan pada lambung umumnya berupa sindroma dispepsia, yaitu
kumpulan gejala yang terdiri dari mual, muntah, nyeri epigastrium,
kembung, nafsu makan berkurang, dan rasa cepat kenyang (Almatsier,
2010).
2.6.2 Tujuan Diet
Tujuan Diet Penyakit Lambung adalah untuk memberikan makanan
dan cairan secukupnya yang tidak memberatkan lambung serta mencegah
dan mentralkan sekresi asam lambung yang berlebihan (Almatsier, 2010).
2.6.3 Syarat Diet

34

Syarat syarat Diet Penyakit Lambung adalah (Almatsier, 2010):


1. Mudah dicerna, porsi kecil, dan sering diberikan.
2. Energi dan protein cukup, sesuai kemampuan pasien untuk
menerimanya.
3. Lemak rendah, yaitu 10 15% dari kebutuhan energi total yang
ditingkatkan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan.
4. Rendah serat, terutama serat yang tidak larut dalam air yang
ditingkatkan secara bertahap.
5. Cairan cukup, terutama bila ada muntah.
6. Tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam,
baik secara termis, mekanis, maupun kimia ( disesuaikan dengan
daya terima perorangan ).
7. Laktosa rendah apabila ada gejala intoleransi laktosa; umumnya
tidak dianjurkan minum susu terlalu banyak.
8. Makan secara perlahan di lingkungan yang tenang.
9. Pada fase akut dapat diberikan makanan parenteral saja selama
24 48 jam untuk memberi fase istirahat pada lambung.
2.6.4 Macam Diet dan Indikasi Pemberian
Diet Lambung diberikan kepada pasien dengan Gastritis, Ulkus
Peptikum, demam typhoid, dan pasca bedah saluran cerna atas
(Almatsier, 2010).
2.6.4.1 Diet Lambung I
Diet Lambung I diberikan kepada pasien dengan Gastritis
Akut, Ulkus Peptikum, Pasca Pendarahan, dan demam typhoid berat.
Makanan diberikan dalam bentuk saring dan merupakan perpindahan dari
Diet Pasca Hematemesis Melena, atau setalah fase akut teratasi.
Makanan diberikan setiap 3 jam selam 1 2 hari saja karena
membosankan dan kurang energi, zat besi, vitamin C, dan tiamin. Kalori
yang dihasilkan sebesar 1855 Kkal (Almatsier, 2010).
2.6.4.2 Diet Lambung II

35

Diet Lambung I diberikan sebagai perpindahan dari Diet


Lambung I, kepada pasien dengan Gastritis Kronis atau Ulkus Peptikum,
dan demam typhoid ringan. Makanan berbentuk lunak, porsi kecil serta
diberikan berupa 3 kali makanan lengkap dan 2 3 kali makanan selingan.
Makanan ini cukup energi, protein, vitamin C, tetapi kurang tiamin. Kalori
yang dihasilkan sebesar 2097 Kkal (Almatsier, 2010).
Tabel 2.8 Bahan Makanan Sehari DL II

Bahan Makanan

Berat (g)

Beras
Maizena
Telur Ayam
Daging Sapi
Roti
Tempe
Margarin
Buah
Gula Pasir
Sayuran
Susu

Ukuran Rumah
Tangga
3 gelas bubur
4 sendok makan
2 butir
2 potong sedang
2 iris
4 potong sedang
3 sendok makan
2 potong sedang
6 sendok makan
2 gelas
1 gelas

90
20
100
100
40
100
35
200
65
250
300
(Almatsier, 2010)
2.6.4.3 Diet Lambung III
Diet Lambung III diberikan sebagai perpindahan dari Diet

Lambung II pada pasien dengan Ulkus Peptikum, Gastritis Kronik, atau


demam typhoid yang hampir sembuh. Makanan berbentuk lunak atau biasa
tergantung pada toleransi pasien. Makanan ini cukup energi dan zat gizi
lainnya (Almatsier, 2010).

Tabel 2.9 Bahan Makanan Sehari DL III

Bahan Makanan
Beras
Maizena

Berat (g)
200
15

Ukuran Rumah
Tangga
4 gelas tim
3 sendok makan

36

Telur Ayam
Daging Sapi
Biskuit
Tempe
Buah
Gula Pasir
Sayuran
Minyak
Susu

50
100
20
100
200
40
250
25
200
(Almatsier, 2010)

1 butir
2 potong sedang
2 buah
4 potong sedang
2 potong sedang
4 sendok makan
2 gelas
2 sendok makan
1 gelas

Вам также может понравиться