Вы находитесь на странице: 1из 11

Sistem pembelajaran elektronik atau e-pembelajaran (Inggris: Electronic learning disingkat

E-learning) dapat didefinisikan sebagai sebuah bentuk teknologi informasi yang diterapkan di
bidang pendidikan berupa website yang dapat diakses dimana saja[1]. E-learning merupakan dasar
dan konsekuensi logis dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Dengan elearning, peserta ajar (learner atau murid) tidak perlu duduk dengan manis di ruang kelas untuk
menyimak setiap ucapan dari seorang guru secara langsung. E-learning juga dapat
mempersingkat jadwal target waktu pembelajaran, dan tentu saja menghemat biaya yang harus
dikeluarkan oleh sebuah program studi atau program pendidikan.

Plus Minus E-learning[sunting | sunting sumber]


Seperti Sebagaimana yang disebutkan di atas, e-learning telah mempersingkat waktu
pembelajaran dan membuat biaya studi lebih ekonomis. E-learning mempermudah interaksi
antara peserta didik dengan bahan/materi, peserta didik dengan dosen/guru/instruktur maupun
sesama peserta didik. Peserta didik dapat saling berbagi informasi dan dapat mengakses bahanbahan belajar setiap saat dan berulang-ulang, dengan kondisi yang demikian itu peserta didik
dapat lebih memantapkan penguasaannya terhadap materi pembelajaran.
Dalam e-learning, faktor kehadiran guru atau pengajar otomatis menjadi berkurang atau bahkan
tidak ada. Hal ini disebabkan karena yang mengambil peran guru adalah komputer dan panduanpanduan elektronik yang dirancang oleh "contents writer", designer e-learning dan pemrogram
komputer.
Dengan adanya e-learning para guru/dosen/instruktur akan lebih mudah :
1. melakukan pemutakhiran bahan-bahan belajar yang menjadi tanggung jawabnya sesuai
dengan tuntutan perkembangan keilmuan yang mutakhir
2. mengembangkan diri atau melakukan penelitian guna meningkatkan wawasannya
3. mengontrol kegiatan belajar peserta didik.
Kehadiran guru sebagai makhluk yang hidup yang dapat berinteraksi secara langsung dengan
para murid telah menghilang dari ruang-ruang elektronik e-learning ini. Inilah yang menjadi ciri
khas dari kekurangan e-learning yang tidak bagus. Sebagaimana asal kata dari e-learning yang
terdiri dari e (elektronik) dan learning (belajar), maka sistem ini mempunyai kelebihan dan
kekurangan.

Sejarah dan Perkembangan E-learning[sunting | sunting


sumber]
E-pembelajaran atau pembelajaran elektronik pertama kali diperkenalkan oleh universitas Illinois
di Urbana-Champaign dengan menggunakan sistem instruksi berbasis komputer (computerassisted instruction ) dan komputer bernama PLATO. Sejak itu, perkembangan E-learning dari

masa ke masa adalah sebagai berikut:


(1) Tahun 1990 : Era CBT (Computer-Based Training) di mana mulai bermunculan aplikasi elearning yang berjalan dalam PC standlone ataupun berbentuk kemasan CD-ROM. Isi materi
dalam bentuk tulisan maupun multimedia (Video dan AUDIO) DALAM FORMAT mov, mpeg-1,
atau avi.
(2) Tahun 1994 : Seiring dengan diterimanya CBT oleh masyarakat sejak tahun 1994 CBT
muncul dalam bentuk paket-paket yang lebih menarik dan diproduksi secara massal.
(3) Tahun 1997 : LMS (Learning Management System). Seiring dengan perkembangan teknologi
internet, masyarakat di dunia mulai terkoneksi dengan internet. Kebutuhan akan informasi yang
dapat diperoleh dengan cepat mulai dirasakan sebagai kebutuhan mutlak , dan jarak serta lokasi
bukanlah halangan lagi. Dari sinilah muncul LMS. Perkembangan LMS yang makin pesat
membuat pemikiran baru untuk mengatasi masalah interoperability antar LMS yang satu dengan
lainnya secara standar. Bentuk standar yang muncul misalnya standar yang dikeluarkan oleh
AICC (Airline Industry CBT Commettee), IMS, SCORM, IEEE LOM, ARIADNE, dsb.
(4) Tahun 1999 sebagai tahun Aplikasi E-learning berbasis Web. Perkembangan LMS menuju
aplikasi e-learning berbasis Web berkembang secara total, baik untuk pembelajar (learner)
maupun administrasi belajar mengajarnya. LMS mulai digabungkan dengan situs-situs informasi,
majalah, dan surat kabar. Isinya juga semakin kaya dengan perpaduan multimedia , video
streaming, serta penampilan interaktif dalam berbagai pilihan format data yang lebih standar, dan
berukuran kecil.
Slogan yang selalu diangkat dalam penerapan e-learning, yaitu Content is King, Conversation
is Queen. Sudah sepantasnya bagi Penggiat e-learning, untuk selalu berusaha menyajikan
konten yang bisa diterima dengan baik, bisa diakses dengan mudah, dan bisa diiikuti dengan
menyenangkan.[2]
Dalam dunia e-learning, SDM merupakan faktor yang sangat vital dalam implementasi elearning. Mengapa demikian? Karena e-learning muncul justru untuk meningkatkan kualitas
SDM, baik itu di perusahaan, instansi, institusi/dunia pendidikan, maupun di dalam kehidupan
bermasyarakat. Oleh karena itu SDM yang ada perlu dipersiapkan dengan sebaik-baiknya
sebelum e-learning dijalankan.
SDM suatu perusahaan/institusi harus mempunyai pola pikir yang menyatakan bahwa e-learning
menjadi kebutuhan perusahaan/institusi untuk mencapai visi dan misi perusahaan/institusi itu
sendiri, sehingga e-learning harus dilakukan. Cara pandang ini tentunya membawa konsekuensi
dan menuntut adanya perubahan, diantaranya adalah perubahan budaya kerja di
perusahaan/institusi tersebut. Dalam hal ini manajemen SDM sebagai pengelola SDM yang ada
tentunya akan membuat kebijakan-kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan untuk menjalankan
e-learning di perusahaan/institusi tersebut.[3]

E-Learning 2.0[sunting | sunting sumber]

Istilah e-Learning 2.0 digunakan untuk merujuk kepada cara pandang baru terhadap
pembelajaran elektronik yang terinspirasi oleh munculnya teknologi Web 2.0. Sistem
konvensional pembelajaran elektronik biasanya berbasis pada paket pelajaran yang disampaikan
kepada siswa dengan menggunakan teknologi Internet (biasanya melalui LMS). Peran siswa
dalam pembelajaran terdiri dari pembacaan dan mempersiapkan tugas. Kemudian tugas
dievaluasi oleh guru. Sebaliknya, e-learning 2.0 memiliki penekanan pada pembelajaran yang
bersifat sosial dan penggunaan perangkat lunak sosial (social networking) seperti blog, wiki,
podcast dan Second Life. Fenomena ini juga telah disebut sebagai Long Tail learning.
Selain itu juga, E-learning 2.0 erat hubungannya dengan Web 2.0, social networking (Jejaring
Sosial) dan Personal Learning Environments (PLE).

E-learning : Konsep, dan Strategi Pembelajaran di Era


Digital (Implementasi pada Pendidikan Tinggi)
20Nov
Pernah dipublikasi pada Jurnal Ilmiah Visioner Pada Tahun 2007
I. PENDAHULUAN
Seiring dengan perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang semakin pesat,
kebutuhan akan suatu konsep dan mekanisme belajar mengajar (pendidikan) berbasis TI menjadi
tidak terelakkan lagi. Konsep yang kemudian terkenal dengan sebutan e-learning ini membawa
pengaruh terjadinya proses transformasi pendidikan konvensional ke dalam bentuk digital, baik
secara isi (contents) dan sistemnya. Saat ini konsep e-learning sudah banyak diterima oleh
masyarakat dunia, terbukti dengan maraknya implementasi e-learning khususnya di lembaga
pendidikan (sekolah, training dan universitas).Beberapa perguruan tinggi menyelenggarakan
kegiatan pembelajaran elektronik sebagai suplemen (tambahan) terhadap materi pelajaran yang
disajikan secara reguler di kelas (Wildavsky, 2001; Lewis, 2002). Namun, beberapa perguruan
tinggi lainnya menyelenggarakan e-learning sebagai alternatif bagi mahasiswa yang karena satu
dan lain hal berhalangan mengikuti perkuliahan secara tatap muka. Dalam kaitan ini, e-learning
berfungsi sebagai option (pilihan) bagi mahasiswa.
Kecenderungan untuk mengembangkan e-learning sebagai salah satu alternatif pembelajaran di
berbagai lembaga pendidikan dan pelatihan semakin meningkat sejalan dengan perkembangan di
bidang teknologi komunikasi dan informasi. Infrastruktur di bidang telekomunikasi yang
menunjang penyelenggaraan e-learning tidak lagi hanya menjadi monopoli kota-kota besar,
tetapi secara bertahap sudah mulai dapat dinikmati oleh mereka yang berada di kota-kota di
tingkat kabupaten. Artinya, masyarakat yang berada di kabupaten telah dapat menggunakan
fasilitas internet.

Pemanfaatan teknologi telekomunikasi untuk kegiatan pembelajaran di perguruan tinggi di


Indonesia semakin kondusif dengan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Departemen
Pendidikan Nasional (SK Mendiknas) tahun 2001 yang mendorong perguruan tinggi
konvensional untuk menyelenggarakan pendidikan jarak jauh (dual mode). Dengan iklim yang
kondusif ini, beberapa perguruan tinggi telah melakukan berbagai persiapan, seperti penugasan
para dosen untuk (a) mengikuti pelatihan tentang pengembangan bahan belajar elektronik, (b)
mengidentifikasi berbagai platform pembelajaran elektronik yang tersedia, dan (c) melakukan
eksperimen tentang penggunaan platform pembelajaran elektronik tertentu untuk menyajikan
materi perkuliahan.
II. PENGERTIAN DAN MANFAAT E-LEARNING
Pembelajaran elektronik atau e-learning telah dimulai pada tahun 1970-an (Waller and Wilson,
2001). Berbagai istilah digunakan untuk mengemukakan pendapat/gagasan tentang pembelajaran
elektronik, antara lain adalah: on-line learning, internet-enabled learning, virtual learning, atau
web-based learning.
Ada 3 (tiga) hal penting sebagai persyaratan kegiatan belajar elektronik (e-learning), yaitu: (a)
kegiatan pembelajaran dilakukan melalui pemanfaatan jaringan (jaringan dalam uraian ini
dibatasi pada penggunaan internet. Jaringan dapat saja mencakup LAN atau WAN). (Website
eLearners.com), (b) tersedianya dukungan layanan belajar yang dapat dimanfaatkan oleh peserta
belajar, misalnya CD-ROM, atau bahan cetak, dan (c) tersedianya dukungan layanan tutor yang
dapat membantu peserta belajar apabila mengalami kesulitan (Newsletter of ODLQC, 2001). Di
samping ketiga persyaratan tersebut di atas masih dapat ditambahkan persyaratan lainnya, seperti
adanya: (a) lembaga yang menyelenggarakan/mengelola kegiatan e-learning, (b) sikap positif
dari peserta didik dan tenaga kependidikan terhadap teknologi komputer dan internet, (c)
rancangan sistem pembelajaran yang dapat dipelajari/diketahui oleh setiap peserta belajar, (d)
sistem evaluasi terhadap kemajuan atau perkembangan belajar peserta belajar, dan (e)
mekanisme umpan balik yang dikembangkan oleh lembaga penyelenggara.
Dengan demikian, secara sederhana dapatlah dikatakan bahwa pembelajaran elektronik (elearning) merupakan kegiatan pembelajaran yang memanfaatkan jaringan (Internet, LAN, WAN)
sebagai metode penyampaian, interaksi, dan fasilitasi serta didukung oleh berbagai bentuk
layanan belajar lainnya (Brown, 2000; Feasey, 2001).
Manfaat pembelajaran elektronik menurut Bates (1995) dan Wulf (1996) terdiri atas 4 hal, yaitu:
(1) Meningkatkan kadar interaksi pembelajaran antara peserta didik dengan guru atau instruktur
(enhance interactivity).
(2) Memungkinkan terjadinya interaksi pembelajaran dari mana dan kapan saja (time and place
flexibility).
(3) Menjangkau peserta didik dalam cakupan yang luas (potential to reach a global audience).
(4) Mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan materi pembelajaran (easy updating of
content as well as archivable capabilities).
Dengan demikian diharapkan penerapan e-learning di perguruan tinggi dapat memberikan
manfaat antara lain :
Adanya peningkatan interaksi mahasiswa dengan sesamanya dan dengan dosen
Tersedianya sumber-sumber pembelajaran yang tidak terbatas
E-learning yang dikembangkan secara benar akan efektif dalam meningkatkan kualitas lulusan

dan kualitas perguruan tinggi


Terbentuknya komunitas pembelajar yang saling berinteraksi, saling memberi dan menerima
serta tidak terbatas dalam satu lokasi
Meningkatkan kualitas dosen karena dimungkinkan menggali informasi secara lebih luas dan
bahkan tidak terbatas
III. PROGRAM E-LEARNING
Konsep keberhasilan program e-learning selain ditunjang oleh perangkat teknologi informasi,
juga oleh perencanaan, administrasi, manajemen dan ekonomi yang memadai. Perlu juga
diperhatikan peranan dari para fasilitator, dosen, staf, cara implementasi, cara mengadopsi
teknologi baru, fasilitas, biaya, dan jadwal kegitan (Natakusumah, 2002).
Secara konsep, dosen e-learning harus mempunyai kemampuan pemahaman pada materi yang
disampaikannya, memahami strategi e-learning yang efektif, bertanggung jawab pada materi
pelajaran, persiapan pelajaran, pembuatan modul pelajaran, penyeleksian bahan penunjang,
penyampaian materi pelajaran yang efektif, penentuan interaksi mahasiswa, penyeleksian dan
pengevaluasian tugas secara elektronik. Studio pengajar perlu dikelola lebih baik dari pada
ruangan kelas biasa. Dosen harus dapat menggunakan peralatan, antara lain menggunakan audio,
video materials, dan jaringan komputer selama pembelajaran berlangsung. Menurut Koswara
(2006) kemampuan baru yang diperlukan dosen untuk e-learning, antara lain perlu:
a. Mengerti tentang e-learning,
b. Mengidentifikasi karakteristik mahasiswa,
c. Mendesain dan mengembangkan materi kuliah yang interaktif sesuai dengan perkembangan
teknologi baru,
d. Mengadaptasi strategi mengajar untuk menyampaikan materi secara elektronik,
e. Mengorganisir materi dalam format yang mudah untuk dipelajari,
f. Melakukan training dan praktek secara elektronik,
g. Terlibat dalam perencanaan, pengembangan, dan pengambilan keputusan,
h. Mengevaluasi keberhasilan pembelajaran, attitude dan persepsi para mahasiswanya.
Sementara itu untuk menghindari kegagalan e-learning, program-program yang perlu
dikembangkan berkaitan dengan kebutuhan pengguna khususnya mahasiswa antara lain :
Berkaitan dengan informasi tentang unit-unit terkait dengan proses pembelajaran : tujuan dan
sasaran, silabus, metode pengajaran, jadwal kuliah, tugas, jadwal dosen, daftar referensi atau
bahan bacaan dan kontak pengajar
Kemudahan akses ke sumber referensi : diktat dan catatan kuliah, bahan presentasi, contoh
uian yang lalu, FAQ (frequently ask question), sumber-sumber referensi untuk pengerjaan tugas,
situs-situs bermanfaat dan artikel-artikel dalam jurnal online
Komunikasi dalam kelas : forum diskusi online, mailing list diskusi, papan pengumuman yang
menyediakan informasi (perubahan jadwal kuliah, informasi tugas dan batas waktu
pengumpulannya
Salah satu contoh perguruan tinggi yang telah menerapkan e-learning secara baik dan
berorientasi pada implementasi kampus digital adalah Universitas Bina Nusantara (Ubinus).
Sistem yang dikembangkan disebut dengan Multi Canel Learning (MCL), dan e-learning
merupakan salah satu chanelnya. MCL di Universitas Bina Nusantara merupakan model sistem
pembelajaran berbasis teknologi informasi yang terdiri dari 3 aktivitas utama yaitu : (1) aktifitas
dalam kelas (classroom); (2) aktifitas belajar mandiri (self study); dan (3) aktifitas e-learning.
Saat ini, seluruh mata kuliah telah menggunakan MCL dengan komposisi aktifitas classroom dan

e-learning yang terus diatur mengarah pada e-learning. Untuk mendukung operasional MCL,
Ubinus menggunakan Learning Management System buatan sendiri yang dapat diakses melalui
alamat http://www.ubinus.ac.id (lihat gambar 1 berikut).
Gambar 1.
Learning Management System UBINUS (http://www.ubinus.ac.id)

IV. EFEKTIFITAS E-LEARNING


Program e-learning yang efektif dimulai dengan perencanaan dan terfokus pada kebutuhan bahan
pelajaran dan kebutuhan mahasiswa. Teknologi yang tepat hanya dapat diseleksi ketika elemenelemen ini dimengerti secara detil. Kenyataannya, kesuksesan program e-learning berhubungan
dengan usaha yang konsisten dan terintegrasi dari mahasiswa, fakultas, falilitator, staf penunjang,
dan administrator.
Mahasiswa. Sehubungan dengan konteks pendidikan, peran utama dari mahasiswa adalah
untuk belajar dengan sukses, merupakan tugas yang penting, sehingga perlu didukung oleh
keadaan lingkungan yang baik, membutuhkan motivasi, perencanaan dan kemampuan untuk
menganalisa dengan menggunakan instruksi atau modul yang terbaik. Ketika instruksi
disampaikan pada suatu jarak tertentu, menghasilkan tantangan tambahan karena mahasiswa
sering terpisah dari kebersamaan latar belakang dan interes lainnya, mempunyai hanya sedikit
kesempatan untuk berinteraksi dengan dosen diluar kelas, dan harus bergantung pada hubungan
teknis untuk menjembatani gap pemisah mahasiswa di dalam kelas.
Lembaga/Universitas. Kesuksesan semua usaha e-learning bergantung juga pada tanggung
jawab lembaga/universitas. Fakultas bertanggung jawab pada pemahaman materi dan
pengembangan pemahaman tersebut sesuai dengan kebutuhan para mahasiswa.
Fasilitator. Fakultas merasa lebih efisien bila berhubungan dengan fasilitator setempat yang
bertindak sebagai jembatan antara mahasiswa dan fakultas. Supaya lebih efektif, seorang
fasilitator harus mengerti kebutuhan para mahasiswa yang dilayani dan harapan yang diinginkan
fakultas. Lebih penting lagi, fasilitator harus mengikuti arahan yang sudah ditentukan oleh
fakultas. Mereka perlu menyiapkan peralatan, mengumpulkan tugas para mahasiswa, melakukan
tes, dan bertindak sebagai instruktur setempat.
Staf Penunjang. Kebayakan kesuksesan program e-learning berhubungan juga dengan
penunjangan fungsi-fungsi pelayanan seperti registrasi mahasiswa, perbanyakan dan
penyampaian materi kuliah, pemesanan buku teks, penjagaan copyright, penjadwalan,
pemrosesan laporan, pengelolaan sumber daya teknis, dll. Staf penunjang merupakan kebutuhan
utama untuk menciptakan keadaan, sehingga e-learning tetap pada jalur yang benar.
Administrator. Meskipun administrator biasanya ikut dalam perencanaan suatu program elearning, mereka sering kehilangan kontak dengan manajer teknis ketika program sedang

beroperasi. Administrator e-learning yang efektif bukan hanya sekedar memberikan ide, tetapi
perlu juga bekrjasama dan membuat konsensus dengan para pembangun, pengambil keputusan,
dan pengawas. Mereka harus bekerja sama dengan personel teknis dan staf penunjang,
meyakinkan bahwa sumberdaya teknologi perlu dikembangkan secara efektif untuk keperluan
misi akademis kedepan. Lebih penting lagi bahwa didalam mengelola suatu akademik perlu
merealisasikan bahwa kebutuhan dan kesuksesan para mahasiswa e-learning merupakan
tanggung jawab utama.
V. STRATEGI E-LEARNING
Strategi penggunaan e-learning untuk menunjang pelaksanaan proses belajar, diharapkan dapat
meningkatkan daya serap dari mahasiswa atas materi yang diajarkan; meningkatkan partisipasi
aktif dari mahasiswa; meningkatkan kemampuan belajar mandiri mahasiswa; meningkatkan
kualitas materi pendidikan dan pelatihan, meningkatkan kemampuan menampilkan informasi
dengan perangkat teknologi informasi, dengan perangkat biasa sulit untuk dilakukan;
memperluas daya jangkau proses belajar-mengajar dengan menggunakan jaringan komputer,
tidak terbatas pada ruang dan waktu. Untuk mencapai hal-hal tersebut di atas, dalam
pengembangan suatu aplikasi e-learning perlu diperhatikan bahwa materi yang ditampilkan harus
menunjang penyampaian informasi yang benar, tidak hanya mengutamakan sisi keindahan saja;
memperhatikan dengan seksama teknik belajar-mengajar yang digunakan; memperhatikan teknik
evaluasi kemajuan mahasiswa dan penyimpanan data kemajuan mahasiswa.
Materi dari pendidikan dan pelatihan dapat diambil dari sumber-sumber yang valid dan dengan
teknologi e-learning, materi bahkan dapat diproduksi berdasarkan sumber dari tenaga-tenaga ahli
(experts). Misalnya, tampilan video digital yang menampilkan seorang ahli mekanik
menunjukkan bagaimana caranya memperbaiki suatu bagian dari mesin mobil. Dengan animasi 3
dimensi dapat ditunjukkan bagaimana cara kerja dari mesin otomotif dua langkah.
Menurut Koswara (2006) ada beberapa strategi pengajaran yang dapat diterapkan dengan
menggunakan teknologi e-learning adalah sebagai berikut :

Learning by doing. Simulasi belajar dengan melakukan apa yang hendak dipelajari;
contohnya adalah simulator penerbangan (flight simulator), dimana seorang calon
penerbang dapat dilatih untuk melakukan penerbangan suatu pesawat tertentu seperti ia
berlatih dengan pesawat yang sesungguhnya

Incidental learning. Mempelajari sesuatu secara tidak langsung. Tidak semua hal menarik
untuk dipelajari, oleh karena itu dengan strategi ini seorang mahasiswa dapat
mempelajari sesuatu melalui hal lain yang lebih menarik, dan diharapkan informasi yang
sebenarnya dapat diserap secara tidak langsung. Misalnya mempelajari geografi dengan
cara melakukan perjalanan maya ke daerah-daerah wisata.

Learning by reflection. Mempelajari sesuatu dengan mengembangkan ide/gagasan


tentang subyek yang hendak dipelajari. Mahasiswa didorong untuk mengembangkan
suatu ide/gagasan dengan cara memberikan informasi awal dan aplikasi akan

mendengarkan dan memproses masukan ide/gagasan dari mahasiswa untuk kemudian


diberikan informasi lanjutan berdasarkan masukan dari mahasiswa.

Case-based learning. Mempelajari sesuatu berdasarkan kasus-kasus yang telah terjadi


mengenai subyek yang hendak dipelajari. Strategi ini tergantung kepada nara sumber ahli
dan kasus-kasus yang dapat dikumpulkan tentang materi yang hendak dipelajari.
Mahasiswa dapat mempelajari suatu materi dengan cara menyerap informasi dari nara
sumber ahli tentang kasus-kasus yang telah terjadi atas materi tersebut.

Learning by exploring. Mempelajari sesuatu dengan cara melakukan eksplorasi terhadap


subyek yang hendak dipelajari. Mahasiswa didorong untuk memahami suatu materi
dengan cara melakukan eksplorasi mandiri atas materi tersebut. Aplikasi harus
menyediakan informasi yang cukup untuk mengakomodasi eksplorasi dari mahasiswa.
Mempelajari sesuatu dengan cara menetapkan suatu sasaran yang hendak dicapai (goaldirected learning). Mahasiswa diposisikan dalam sebagai seseorang yang harus mencapai
tujuan/sasaran dan aplikasi menyediakan fasilitas yang diperlukan dalam melakukan hal
tersebut. Mahasiswa kemudian menyusun strategi mandiri untuk mencapai tujuan
tersebut.

VI. DISTANCE LEARNING


Mason R. (1994) berpendapat bahwa pendidikan mendatang akan lebih ditentukan oleh jaringan
informasi yang memungkinkan berinteraksi dan kolaborasi, bukannya gedung sekolah. Namun,
teknologi tetap akan memperlebar jurang antara di kaya dan si miskin.
Bates (1995) menyatakan bahwa teknologi dapat meningkatkan kualitas dan jangkauan bila
digunakan secara bijak untuk pendidikan dan latihan, dan mempunyai arti yang sangat penting
bagi kesejahteraan ekonomi.
Romiszowski & Mason (1996) memprediksi penggunaan Computer-based Multimedia
Communication (CMC) sebagai cara penyampaian materi e-learning bersifat sinkron
(synchronous) dan asinkron (asynchronous). Sinkron artinya bahwa dosen dan mahasiswa
berinteraksi secara waktu nyata (real time), beberapa perlatan yang menggunakan cara ini
harganya relatif mahal. Penyampaian materi dengan asinkron tidak secara bersamaan, dosen
menyampaikan instruksi melalui video, komputer atau lainnya, dan mahasiswa merespon pada
lain waktu. Misalnya instruksi disampaikan melalui web atau dan feedback disampaikan melalui
e-mail. Pengelompokan sinkron dan asinkron dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1.
Pengelompokan Penyampaian Materi Pembelajaran
Nama Sinkron Asinkron
Video Videoconferencing Videotape, Broadcast video
Audio Audioconferencing Audiotape, Radio
Data Internet chat, desktop videoconferencing E-mail, CD-ROM
Dengan menggunakan pendekatan yang terintegrasi , salah satu kegiatan dosen adalah
menyeleksi dengan cermat berbagai teknologi yang akan digunakan sehingga dapat memenuhi

kebutuhan para mahasiswa dalam memahami materi secara efektif dan ekonomis
Dari ramalan dan pandangan para cendekiawan di atas masuknya pengaruh globalisasi,
pendidikan masa mendatang akan lebih bersifat terbuka dan dua arah, beragam, multidisipliner,
serta terkait pada produktivitas kerja saat itu juga dan kompetitif. Demikian juga di Indonesia
arah penyerapan tenaga kerja akan ditentukan oleh kompetensi yang dibuktikan oleh sertifikat
kompetensi, yang diberikan oleh penyelenggara satuan pendidikan yang terakreditasi atau
lembaga sertifikasi kepada peserta didik dan masyarakat yang dinyatakan lulus setelah mengikuti
uji kompetensi tertentu (pasal 61 ayat 3). Dalam mengantisipasi perkembangan global dan
kemajuan teknologi komunikasi, maka pendidikan jarak jauh diakomodasikan dalam sisdiknas,
sebagai paradigma baru pendidikan. Pendidikan jarak jauh tersebut dapat diselenggarakan pada
semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan yang berfungsi untuk memeberi layanan pendidikan
kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau
regular (pasal 31 ayat 1 dan 2).
Penerapan awal e-learning di Indonesia dimulai ketika universitas terbuka (UT) muncul (dapat
diakses pada alamat http://www.ut.ac.id sebagaimana dapat dilihat pada gambar 2), saat itulah elearning dimulai. Faktor utama dalam distance learning yang selama ini dianggap masalah adalah
tidak adanya interaksi antara dosen dan mahasiswanya. Namun demikian, dengan media internet
sangat dimungkinkan untuk melakukan interaksi antara dosen dan siswa baik dalam bentuk real
time (waktu nyata) atau tidak. Dalam bentuk real time dapat dilakukan misalnya dalam suatu
chatroom, interaksi langsung dengan real audio atau real video, dan online meeting. Yang tidak
real time bisa dilakukan dengan mailing list, discussion group, newsgroup, dan buletin board.
Dengan cara di atas interaksi dosen dan mahasiswa di kelas mungkin akan tergantikan walaupun
tidak 100%.
Bentuk-bentuk materi, ujian, kuis dan cara pendidikan lainnya dapat juga diimplementasikan ke
dalam web, seperti materi dosen dibuat dalam bentuk presentasi di web dan dapat di download
oleh siswa. Demikian pula dengan ujian dan kuis yang dibuat oleh dosen dapat pula dilakukan
dengan cara yang sama. Penyelesaian administrasi juga dapat diselesaikan langsung dalam satu
proses registrasi saja, apalagi di dukung dengan metode pembayaran online.
Gambar 1.
Pembelajaran Online Universitas Terbuka (http://www.ut.ac.id)
Suatu pendidikan jarak jauh berbasis web antara lain harus memiliki unsur sebagai berikut:
1. Pusat kegiatan siswa; sebagai suatu community web based distance learning harus
mampu menjadikan sarana ini sebagai tempat kegiatan mahasiswa, dimana mahasiswa
dapat menambah kemampuan, membaca materi kuliah, mencari informasi dan
sebagainya.
2. Interaksi dalam group; Para mahasiswa dapat berinteraksi satu sama lain untuk
mendiskusikan materi-materi yang diberikan dosen. Dosen dapat hadir dalam group ini
untuk memberikan sedikit ulasan tentang materi yang diberikannya.
3. Sistem administrasi mahasiswa; dimana para mahasiswa dapat melihat informasi
mengenai status mahasiswa, prestasi mahasiswa dan sebagainya.

4. Pendalaman materi dan ujian; Biasanya dosen sering mengadakan quis singkat dan tugas
yang bertujuan untuk pendalaman dari apa yang telah diajarkan serta melakukan test pada
akhir masa belajar. Hal ini juga harus dapat diantisipasi oleh web based distance learning.
5. Perpustakaan digital; Pada bagian ini, terdapat berbagai informasi kepustakaan, tidak
terbatas pada buku tapi juga pada kepustakaan digital seperti suara, gambar dan
sebagainya. Bagian ini bersifat sebagai penunjang dan berbentuk database.
6. Materi online diluar materi kuliah; Untuk menunjang perkuliahan, diperlukan juga bahan
bacaan dari web lainnya. Karenanya pada bagian ini, dosen dan siswa dapat langsung
terlibat untuk memberikan bahan lainnya untuk di publikasikan kepada mahasiswa
lainnya melalui web.
VII. KESIMPULAN

Keberhasilan e-learning ditunjang oleh adanya interaksi maksimal antara dosen dan
mahasiswa, antara mahasiswa dengan berbagai fasilitas pendidikan, antara mahasiswa
dengan mahasiswa lainnya, dan adanya pola pembelajaran aktif dalam interaksi tersebut.

Bila pembelajaran bebasis pada web, maka diperlukan adanya pusat kegiatan mahasiswa,
interaksi antar kelompok, administrasi penunjang sistem, pendalaman materi, ujian,
perpustakan digital, dan materi online. Dari sisi Teknologi informasi; dunia Internet
memungkinkan perombakan total konsep-konsep pembelajaran yang selama ini berlaku.

Teknologi informasi dan telekomunikasi yang murah dan mudah akan menghilangkan
batasan ruang dan waktu yang selama ini membatasi dunia pendidikan. Beberapa
konsekuensi logis yang terjadi antara lain adalah: (1) Mahasiswa dapat dengan mudah
mengambil matakuliah dimanapun tanpa terbatas lagi pada batasan institusi & negara; (2)
Mahasiswa dapat dengan mudah berguru dan berdiskusi dengan para tenaga ahli atau
pakar di bidang yang diminatinya; (3) Materi kuliah bahkan dapat dengan mudah diambil
di berbagai penjuru dunia tanpa tergantung pada perguruan tinggi dimana mahasiswa
belajar. Berbagai peluang tersebut diatas masih menghadapi tantangan baik dari biaya,
kesiapan infrastuktur teknologi informasi, masyarakat, dan peraturan yang mendukung
terhadap kelangsungan e-learning.

DAFTAR PUSTAKA
Ali, M.. 2004. E-learning in Indonesian Education System. A paper presented at SeminarWorkshop on E-learning : The Seventh Programming Cycle of APEID Activities, 30 August-6
September 2004 in Tokyo and Kyoto, Japan
Bates, A. W. (1995). Technology, Open Learning and Distance Education. London: Routledge.
Brown, Mary Daniels. 2000. Education World: Technology in the Classroom: Virtual High
Schools, Part 1, The Voices of Experience. http://www.educationworld.com/a_tech/tech052.shtml ( 16 September 2002).
Koswara, E. 2005. Konsep Pendidikan Tinggi Berbasis E-learning : Peluang dan Tantangan.
Prosiding Konferensi Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi Indonesia ITB, 3-4 Mei
2005

Moore, M.G. & Kearsley, G. (1996). Distance education: A sistems view. New York: Wadsworth
Publishing Company.
Moore, M.G.; et al. (1990). The effects of distance learning: A summary of the literature.
Research Monograph No. 2. University Park, PA: The Pennsylvania State University, American
Center for the Study of Distance Education. (ED 330 321)
Natakusumah, E.K. (2002); Multimedia sebagai sarana pembelajaran; Lokakayra Multimedia
sebagai sarana pembelajaran metode learning based; DUE-Like TPB ITB, 13 Nopember 2002.
Natakusumah, E.K. (2002); Teknologi informasi pada pendidikan jarak jauh, Orasi Ilmiah pada
Wisuda STMIK Bandung, 12 Januari 2002, Grand Aquila Hotel, Nusantara Ball Room,
Bandung.
Newsletter of Open and Distance Learning Quality Council, October 2001.
http://www.odlqc.org.uk/odlqc/n19-e.html (16 September 2002)
Rosenberg, M.J. 2001. e-learning : Strategies for Delivering Knowledge in The Digital Age. The
McGraw-Hill Companies Inc.
Siahaan, S. 2004. E-learning (Pembelajaran Elektronik) Sebagai Salah Satu Alternatif
Pembelajaran http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/42/ sudirman.htm (3 November 2006)
Verduin, J.R. & Clark, T.A. (1991). Distance education: The foundations of effective practice.
San Francisco, CA: Jossey-Bass Publishers.
Willis, B. (1993). Distance education: A practical guide. Englewood Cliffs, NJ: Educational
Technology Publications.
Wulf, K. (1996). Training via the Internet: Where are We? Training and Development 50 No. 5.
(20 September 2006).

Вам также может понравиться