Вы находитесь на странице: 1из 6

2.

3 Monitoring Setelah Operasi


Periode setelah anestesi merupakan periode gawat. Untuk itu pasien harus

dipantau dengan jeli dan harus mendapat bantuan fisik dan psikologis yang

intensif sampai pengaruh utama dari anestesi mulai berkurang dan kondisi umum

mulai stabil. Pemantauan yang efektif mengurangi kemungkinan outcomes

(akibat) buruk yang bisa terjadi setelah anesthesia melalui pengidentifikasian

kelainan sebelum menimbulkan kelainan yang serius atau tidak dapat diubah.

Pemantauan dilakukan segera setelah pasien masuk di ruang pemulihan yang

meliputi montoring kesadaran, tekanan darah, denyut jantung, fungsi ginjal dan

saluran kencing, saluran cerna, aktivitas motorik, suhu tubuh, masalah nyeri,

posisi, dan pernafasan.

2.3.1 Kesadaran

Pemanjangan pemulihan kesadaran, merupakan salah satu penyulit yang

sering dihadapi di ruang pulih. Banyak faktor yang terlibat dalam penyulit ini.

Apabila hal ini terjadi diusahakan memantau tanda vital yang lain dan

mempertahankan fungsinya agar tetap adekuat. Disamping itu pasien belum sadar

tidak merasakan adanya tekanan, jepitan atau rangsangan pada anggota gerak,

mata atau pada kulitnya sehingga mudah mengalami cedera, oleh karena itu posisi

pasien diatur sedemikian rupa, mata ditutup dengan plester atau kasa yang basah

sehingga terhindar dari cedera sekunder selama durasi operasi.

Masalah gelisah dan berontak, seringkali mengganggu suasana ruang pulih

bahkan bisa membahayakan dirinya sendiri. Penyebab gaduh gelisah pasca bedah

adalah pemakaian ketamin sebagai obat anestesia, nyeri yang hebat, hipoksia,
buli-buli yang penuh, stres yang berlebihan prabedah, pasien anak-anak,

seringkali mengalami hal ini.


Diantara pasien pasca anestesia tanda lambat bangun yaitu yang terjadi bila

ketidaksadaran selama 60 90 menit setelah anestesi umum. Hal ini bisa

diakibatkan sisa obat anestesi, sedatif, obat analgetik, penderita dengan kegagalan

organ (disfusi hati, ginjal, hipoproteinemia).


2.3.2 Tekanan darah

Pengukuran tekanan darah merupakan suatu hal yang harus dilaksanakan

pada setiap pasien selama anestesi. Tekanan darah dapat diukur secara manual

atau otomatis dengan manset yang harus tepat ukurannya, karena terlalu lebar

menghasilkan nilai lebih rendah dan terlalu sempit menghasilkan nilai lebih

tinggi. Tekanan sistolik diastolic diketahui dengam cara auskultasi, palpas,

sedangkan tekanan arteri rata-rata ddiketahui secara langsung dengan monitor

tekanan darah elektronik atau dengan menghitungnya yaitu: 1/3 (tekanan sistolik

tekanan diastolik) atau tekanan diastolic + 1/3 (tekanan sistolik tekanan

diastolik). Selama operasi, peningkatan tekanan darah bisa disebabkan karena

overload cairan atau anestesi yang kurang dalam, sebaliknya tekanan darah dapat

turun misalnya apabila terjadi perdarahan.

Usia Frekuensi nadi Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik

(permenit) (mmHg) (mmHg)


Prematur 150 20 50 3 30 2
Cukup bulan 133 18 67 3 42 4
6 bulan 120 20 89 29 60 10
12 bulan 120 20 96 30 66 25
2 tahun 105 25 99 25 64 25
5 tahun 90 10 94 14 55 9
12 tahun 70 17 109 16 58 9
Dewasa 65 8 120 10 80 10
2.3.3 Denyut Jantung
Denyut jantung normal berkisar 55 120 x/menit (tergantung usia) dengan

irama yang teratur. Sebab-sebab gangguan irama jantung :


1) Takikardia, disebabkan oleh hipoksia, hipovolumia, akibat obat

simpatomimetik, demam, dan nyeri.


2) Brakikardia, disebabkan oleh blok subarakhnoid, hipoksia (pada bayi) dan

reflek vagal.
3) Distrimia (diketahui dengan EKG), paling sering disebabkan karena

hipoksia.
Penanggualangannya adalah memperbaiki ventilasi dan oksigenasi. Apabila

sangat mengganggu dapat diberikan obat anti disritmia seperti lidokain.

2.3.4 Sistem Pernafasan

Monitoring sistem pernapasan dilakukan dengan cara memeriksa jalan

nafas dengan meletakan tangan di atas mulut atau hidung. Perubahan pernafasan

dikaji antara lain frekuensi pernapasan (Respiratory Rate/RR), pola pernapasan,

kemampuan nafas dalam dan batuk, dan kedalaman pernapasan. Pernapasan

pendek dan cepat mungkin akibat nyeri, balutan yang terlalu ketat, dilatasi

lambung, atau obesitas. Pernapasan yang bising mungkin karena obstruksi oleh

sekresi atau lidah. Selama 2 jam pertama, nadi dan pernafasan diperiksa setiap 15

menit, lalu setiap 30 menit selama 2 jam berikutnya. Setelah itu bila keadaan tetap

baik, pemeriksaan dapat diperlambat. Bila tidak ada penyulit, pemeriksaan

dilakukan setiap 30 menit. RR dibawah 10 kali permenit diduga terjadinya

gangguan kardiovaskuler atau metabolisme yang meningkat. Auskultasi paru

dilakukan untuk mengkaji keadekwatan expansi paru, dan kesimetrisan paru.

Monitoring pernapasan juga dilakukan melalui inspeksi pergerakan dinding dada,


penggunaan otot bantu pernafasan (diafragma, retraksi sterna), efek anestesi yang

berlebihan, dan adanya obstruksi.

2.3.5 Fungsi ginjal dan saluran kencing


Perhatikan produksi urin, terutama pada pasien yang dicurigai risiko tinggi

gagal ginjal akut pasca bedah/anestesia. Pada keadaan normal produksi urin

mencapai >0,5 cc/KgBB/jam, bila terjadi oliguria atau anuria, segera dicari

penyebabnya, apakah pre renal, renal atau salurannya.


2.3.6 Fungsi saluran cerna
Kemungkinan terjadi regurgitasi atau muntah pada periode pasca

anestesia/bedah, terutama pada kasus bedah akut, senantiasa harus diantisipasi.

Untuk mengatisipasi hal ini, pencegahan regurgitasi/muntah lebih penting artinya

daripada menangani kejadian tersebut. Akan tetapi bila terjadi penyulit seperti ini

maka tindakan yang cepat dan tepat sangat diperlukan untuk mengatasi jalan

napas. Walaupun demikian kemungkinan terjadi aspirasi asam lambung senantiasa

mengancam. Bila hal ini terjadi, pasien dirawat secara intensif di Unit Terapi

Intensif karena pasien akan mengalami ancaman gagal napas akut.


2.3.7 Aktivitas motorik
Pemulihan aktivitas motorik pada penggunaan obat pelumpuh otot,

berhubungan erat dengan fungsi respirasi. Bila masih ada efek sisa pelumpuh otot,

pasien mengalami hipoventilasi dan aktivitas motorik yang lain juga belum

kembali normal.
Petunjuk yang sangat sederhana untuk menilai pemulihan otot adalah

menilai kemampuan pasien untuk membuka mata atau kemampuan untuk

menggerakkan anggota gerak terutama pada pasien menjelang sadar. Kalau sarana
memadai, dapat dilakukan uji kemampuan otot rangka dengan alat perangsang

saraf.
2.3.8 Suhu tubuh
Penyulit hipotermi pasca bedah, tidak bisa dihindari terutama pada pasien

bayi/anak dan usia tua. Beberapa penyebab hipotermi di kamar operasi adalah

suhu kamar operasi yang dingin, penggunaan desinfektan, cairan infus dan

transfusi darah, cairan pencuci rongga-rongga pada daerah operasi, kondisi pasien

(bayi dan orang tua), penggunaan halotan sebagai obat anestesia.


Usaha-usaha untuk meghangatkan kembali diruang pulih adalah dengan cara pada

bayi, segera dimasukkan dalam inkubator, pasang selimut penghangat, lakukan

penyinaran dengan lampu.


Hipertermi pun harus diwaspadai terutama menjurus pada hipertermia

malignan. Beberapa hal yang bisa menimbulkan hipertermi adalah septikhemia,

terutama pada pasien yang menderita infeksi pembedahan, penggunaan obat-

obatan, seperti: atropin, suksinil, kholin dan halotan.


Usaha penanggulangannya dengan pasien didinginkan secara konduksi

menggunakan es, infus dengan cairan infus dingin, oksigenasi adekuat, antibiotika

(bila diduga sepsis), bila dianggap perlu, rawat di Unit Terapi Intensif
2.3.9 Masalah nyeri
Trauma akibat luka operasi sudah pasti akan menimbulkan nyeri. Hal ini

harus disadari sejak awal dan bila pasien mengeluh rasa nyeri atau ada tanda-

tanda pasien menderita nyeri, segera berikan analgetika.


2.3.10 Posisi
Posisi pasien perlu diatur di tempat tidur ruang pulih. Hal ini perlu

diperhatikan untuk mencegah kemungkinan sumbatan jalan napas, pada pasien

belum sadar, tertindihnya/terjepitnya satu bagian anggota tubuh, terjadinya

dislokasi sendi-sedi anggota gerak, hipotensi, pada pasien dengan analgesia

regional, gangguan kelancaran aliran infus.


Posisi pasien diatur sedemikian rupa tergantung kebutuhan sehingga

nyaman dan aman bagi pasien, antara lain posisi miring stabil pada pasien operasi

tonsil, ekstensi kepal, pada pasien yang belum sadar, posisi terlentang dengan

elevansi kedua tungkai dan bahu (kepala) pada pasien blok spinal dan bedah otak.

Вам также может понравиться