Вы находитесь на странице: 1из 4

Jenis-Jenis Bottom Up Synthesis

Disusun Oleh :

Kevin Valiant Cahya

NIM : 150514604019

Dosen Pengampu :

Rr. Poppy Puspitasari, M.T., Ph.D

ABSTRAK

Secara garis besar, pembentukan nanopartikel logam dapat dilakukan


dengan metoda top down (fisika) dan bottom up (kimia). Metoda fisika (top
down) yaitu dengan cara memecah padatan logam menjadi partikel-partikel kecil
berukuran nano. Sedangkan metoda kimia (bottom up) dilakukan dengan cara
menumbuhkan partikelpartikel nano mulai dari atom logam yang didapat dari
prekursor molekular atau ionik. Sintesis nanopartikel logam dengan metoda
kimia dilengkapi dengan penggunaan surfaktan atau polimer yang membentuk
susuna teratur (self-assembly) pada permukaan nanopartikel logam. Bagian
surfaktan atau polimer yang hidrofob langsung teradsorpsi pada permukaan
nanoprtikel dan bagian hidrofilnya berada pada bulk larutan. Bahan organik
tersebut (surfaktan dan polimer) dapat mengontrol kecepatan reduksi dan
agregasi nanopartikel logam.

Kata Kunci : top down, bottom up, nano, polimer, reduksi

PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi nano tidak terlepas dari riset mengenai material


nano. Dalam pengembangannya, material nano diklasifikasikan menjadi tiga
kategori, yaitu: material nano berdimensi nol (nano particle), material nano
berdimensi satu (nanowire), dan material nano berdimensi dua (thin films).
Pengembangan metoda sintesis nanopartikel merupakan salah satu bidang yang
menarik minat banyak peneliti. Nanopartikel dapat terjadi secara alamiah
ataupun melalui proses sintesis oleh manusia. Sintesis nanopartikel bermakna
pembuatan nanopartikel dengan ukuran yang kurang dari 100 nm dan sekaligus
mengubah sifat atau fungsinya.

Bagian Inti
Nanopartikel logam mempunyai struktur 3 dimensi berbentuk seperti bola
(solid). Partikel ini dibuat dengan cara mereduksi ion logam menjadi logam yang
tidak bermuatan (nol). Reaksi yang terjadi adalah

Mn+ adalah ion logam yang akan dibuat menjadi nanopartikel. Contoh: Au, Pt, Ag,
Pd, Co, Fe. Sedangkan contoh dari zat pereduksi adalah natrium sitrat,
borohidrat, NaBH4 dan alkohol. Proses ini terjadi karena adanya transfer elektron
dari zat pereduksi menuju ion logam. Faktor yang mempengaruhi dalam sintesis
nanopartikel antara lain: konsentrasi reaktan, molekul pelapis (capping agent),
temperatur dan pengadukan.

Dalam pendekatan bottom-up, material dibuat dengan menyusun dan


mengontrol atom demi atom atau molekul demi molekul sehingga menjadi suatu
bahan yang memenuhi suatu fungsi tertentu yang diinginkan. Sintesa
nanomaterial dilaku-kan dengan mereaksikan berbagai larutan kimia dengan
langkah-langkah tertentu yang spesifik sehingga terjadi suatu proses nukleasi
yang meng-hasilkan nukleus-nukleus sebagai kandidat nanpar-tikel setelah
melalui proses pertumbuhan. Laju pertumbuhan nukleus dikendalikan sehingga
menghasilkan nanopartikel dengan distribusi uku-ran yang relatif homogen

Jenis Bottom Up Synthesis :

Metoda Kopresipitasi

Metode kopresipitasi merupakan salah satu metode sintesis senyawa anorganik


yang didasarkan pada pengendapan lebih dari satu substansi secara bersama
sama ketika melewati titik jenuhnya. Kopresipitasi merupakan metode yang
menjanjikan karena prosesnya menggunakan suhu rendah dan mudah untuk
mengontrol ukuran partikel sehingga waktu yang dibutuhkan relatif lebih singkat.
Beberapa zat yang paling umum digunakan sebagai zat pengendap dalam
kopresipitasi adalah hidroksida, karbonat, sulfat dan oksalat.

Metoda Sol-Gel

Proses sol gel dapat didefinisikan sebagai proses pembentukan senyawa


anorganik melalui reaksi kimia dalam larutan pada suhu rendah, dimana dalam
proses tersebut terjadi perubahan fasa dari suspensi koloid (sol) membentuk
fasa cair kontinyu (gel).

Metoda sol gel memiliki beberapa keuntungan, antar lain:

1. Tingkat stabilitas termal yang baik.

2. Stabilitas mekanik yang tinggi.

3. Daya tahan pelarut yang baik.

4. Modifikasi permukaan dapat dilakukan dengan berbagai kemungkinan.


Metoda Mikroemulsi

Diawal tahun 1943, Hoar dan Schulman melaporkan bahwa kombinasi dari air,
minyak, surfaktan, dan alkohol atau amina yang merupakan kosurfaktan
menghasilkan larutan yang jernih dan homogen, yang dinamakan dengan
mikroemulsi. Ketika surfaktan (biasanya memiliki gugus kepala hidrofilik dan
gugus ekor yang bersifat hidrofobik) ditambahkan kedalam campuran air dan
minyak (yang merupakan rantai panjang hidrokarbon), maka agregat-agregat
sperik akan terbentuk, yang mana ujung polar dari surfaktan akan mengarah
kedalam, dan ujung nonpolar akan mengarah keluar.

Secara umum, mikroemulsi dapat dibedakan atas 2 tipe, yaitu:

1. Mikroemulsi langsung (minyak dalam air, o/w).

2. Mikroemulsi balik (air dalam minyak, w/o).

Ketika dua fasa yang saling tidak bercampur ada dalam satu sistem, maka
molekul-molekul surfaktan membentuk sebuah monolayer disepanjang
antarmuka air dan minyak. Dimana ujung hidrofobik dari molekul surfaktan
melarut dalam fasa minyak, dan ujung hidrofilik larut dalam fasa cairan. Dalam
sistem biner (air/surfaktan atau minyak/surfaktan), penataan sendiri
nanostruktur bisa terjadi, rangenya dari struktur sperik dan silinder menjadi
lamelar.

Metoda Hidrotermal/Solvotermal

Pada tahun 1839, ahli kimia Jerman Robert Whilhelm Bunsen menggunakan
larutan encer sebagai media dan menempatkannya dalam tabung pada keadaan
temperatur diatas 200oC dan tekanan diatas 100 barr. Hal tersebut digunakan
untuk proses hidrotermal pada suatu material. Material yang digunakan adalah
barium karbonat dan stronsium karbonat. Kristal yang terbentuk pada material
dalam kondisi tersebut merupakan proses hidrotermal yang pertama kali
dilakukan dengan menggunakan larutan encer sebagai media

Sintesis Menggunakan Cetakan (Templated Synthesis)

Material mesopori dan aluminium oksida teranoda (AAO) yang memiliki


keseragaman ukuran pori merupakan suatu template/ cetakan yang sangat
bagus untuk menyintesis nanopartikel. Template ini juga bisa dinamakan dengan
nanoreaktor, yang makan reaksi-reaksi kimia bisa terjadi didalamnya. Ukuran
pori yang halus dan seragam akan membantu nanopartikel terbentuk sesuai
dengan ukurannya, dan mengontrol distribusi ukuran pada produk akhir. Sebagai
contoh, material mesopori bisa menghasilkan nanopartikel dalam skala 20-50
nm. Umumnya, mengintroduksi semikonduktor kedalam pori dari material
mesopori mampu menghasilkan nanopartikel yang lebih seragam dengan control
ukuran dan distribusi yang bagus.

Dua macam metoda yang biasa digunakan untuk memasukkan nanopartikel


semikonduktor kedalam pori dari material mesopori, adalah:
1. Proses in situ atau post-treatment, yaitu mencampurkan prekursor
nanopartikel dengan misel sebelum terbentuknya material mesopori.

2. Grafting/ penempelan secara langsung nanopartikel kedalam permukaan pori.

Nanopartikel Semikonduktor Organik

Semikonduktor organik adalah semikonduktor yang menggunakan material


organik sebagai material aktifnya. Material aktif ini bisa berasal dari berbagai
macam molekul. Jika dibandingkan dengan semikonduktor anorganik, maka
semikonduktor organik lebih mudah untuk disintesis dan lebih fleksibel secara
mekanik. Nanopartikel semikonduktor organik dari monomer (molekul tunggal),
oligomer (monomer yang bergabung sehingga membentuk sebuah rantai yang
tidak terlalu panjang), dan polimer (gabungan monomer-monomer sehingga
berantai panjang) merupakan semikonduktor.

Mekanisme utama dari semikonduktor ini yaitu melibatkan hantaran yang


melalui elektron pi atau elektron yang tidak berpasangan. Metoda yang
digunakan untuk membuat nanopartikel organik, adalah metoda represipitasi
denga mekanismenya: larutan zat terlarut dari starting material didalam air
diinjeksikan kedalam air yang distirer. Maka kelarutan zat terlarut akan berubah
secara mendadak, mengakibatkan zat terlarut akan mengendap dalam bentuk
nanokristal.

Penutup

Kesimpulan

Daftar Rujukan

Вам также может понравиться