Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TINJAUAN PUSTAKA
16
17
oksigen dari seluruh tubuh dan sebagai penyalur darah dari vena-vena
sirkulaasi sistemik yang mengair ke ventrikel kanan. Atrium kiri berfungsi
menerima darah teroksigenasi dari paru-paru melalui keempat vena
pulmonalis dan mengalirkan darah tersebut ke paru-paru. Ventrikel kanan
berfungsi menerima darah dari atrium kanan dan memompakannya ke paru-
paru. ventrikel kiri berfungsi untuk memompakan darah yang kaya oksigen
keseluruh tubuh. 1
Siklus jantung merupakan kejadian yang terjadi dalam jantung selama
peredaran darah. Gerakan jantung terdiri dari 2 jenis yaitu kontraksi (sistolik)
dan relaksasi (diastolik). Sistolik merupakan sepertiga dari siklus jantung.
Kontraksi dari ke-2 atrium terjadi secara serentak yang disebut sistolik atrial
dan relaksasinya disebut diastolik atrial. Kontraksi kedua atrium pendek,
sedangkan kontraksi ventrikel lebih lama dan lebih kuat. Daya dorong
ventrikel kiri harus lebih kuat karena harus mendorong darah keseluruh tubuh
untuk mempertahankan tekanan darah sistemik. Ventrikel kiri harus
menghasilkan tekanan yang cukup tinggi untuk mengatasi tahanan sirkulasi
sistemik, dan mempertahankan aliran darah ke jaringan perifer. Ventrikel kiri
memiliki otot-otot yang tebal dengan bentuk yang menyerupai lingkaran
sehingga mempermudah pembentukan tekanan tinggi selama ventrikel
berkontraksi. Meskipun ventrikel kanan juga memompakan darah yang sama
tapi tugasnya hanya mengalirkan darah ke sekitar paru-paru ketika tekanannya
lebih rendah.1
Curah jantung merupakan volume darah yang di pompa tiap ventrikel
per menit. Pada keadaan normal (fisiologis) jumlah darah yang dipompakan
oleh ventrikel kanan dan ventrikel kiri sama besarnya. Bila tidak demikian
akan terjadi penimbunan darah di tempat tertentu. Jumlah darah yang
dipompakan pada setiap kali sistolik disebut volume sekuncup. Dengan
demikian curah jantung = volume sekuncup x frekuensi denyut jantung per
menit. Umumnya pada tiap sistolik ventrikel tidak terjadi pengosongan total
ventrikel, hanya sebagian dari isi ventrikel yang dikeluarkan. Jumlah darah
yang tertinggal ini dinamakan volume residu. Besar curah jantung seseorang
tidak selalu sama, bergantung pada keaktifan tubuhnya. Curah jantung orang
19
dewasa pada keadaan istirahat lebih kurang 5 liter dan dapat meningkat atau
menurun dalam berbagai keadaan. 1,2
Pada saat jantung normal dalam keadaan istirahat, maka pengaruh sistem
parasimpatis dominan dalam mempertahankan kecepatan denyut jantung
sekitar 60 hingga 80 denyut per menit. Kecepatan denyut jantung dalam
keadaan sehat dipengaruhi oleh pekerjaan, tekanan darah, emosi, cara hidup
dan umur. Pada waktu banyak pergerakan, kebutuhan oksigen (O2) meningkat
dan pengeluaran karbondioksida (CO2) juga meningkat sehingga kecepatan
jantung bisa mencapai 150x/menit dengan daya pompa 20-25 liter/menit. Pada
keadaan normal jumlah darah yang dipompakan oleh ventrikel kanan dan
ventrikel kiri sama sehingga tidak teradi penimbunan. Apabila pengembalian
dari vena tidak seimbang dan ventrikel gagal mengimbanginya dengan daya
pompa jantung maka vena-vena dekat jantung jadi membengkak berisi darah
sehingga tekanan dalam vena naik dalam jangka waktu lama, bisa menjadi
edema. 1,2
20
21
3.2.2 Epidemiologi
Di Eropa kejadian gagal jantung kongestif berkisar 0,4% - 2%
dan meningkat pada usia yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74
tahun. Prevalensi gagal jantung di Amerika Serikat mencapai 4,8 juta
orang dengan 500 ribu kasus baru per tahunnya. Di Indonesia belum
ada angka pasti tentang prevalensi penyakit gagal jantung, di RS
Jantung Harapan Kita, setiap hari ada sekitar 400-500 pasien berobat
jalan dan sekitar 65% adalah pasien gagal jantung. 1,2 Sekitar 3 - 20 per
1000 orang mengalami gagal jantung, angka kejadian gagal jantung
meningkat seiring pertambahan usia (100 per 1000 orang pada usia di
atas 65 tahun).4,5
Saat ini gagal jantung kongestif merupakan satu-satunya penyakit
kardiovaskuler yang terus menerus meningkat insiden dan
prevalensinya. Berdasarkan data dari di Amerika terdapat 3 juta
penderita gagal jantung dan setiap tahunnya bertambah dengan
400.000 orang. Sedangkan untuk di Indonesia angka kejadian gagal
jantung menyebab kematian nomor satu, padahal sebelumnya
menduduki peringkat ketiga.5
Umur, jenis kelamin dan keturunan merupakan faktor risiko
gagal CHF yang tidak bisa dihindarkan. Faktor risiko lainnya yaitu
kebiasaan merokok, diabetes, hipertensi, kolesterol, kelebihan berat
badan hingga stress. Umur berpengaruh terhadap kejadian gagal
jantung walaupun gagal jantung dapat dialami orang dari berbagai
golongan umur tetapi semakin tua seseorang maka akan semakin besar
kemungkinan menderita gagal jantung karena kekuatan pembuluh
darah tidak seelastis saat muda dan juga timbulnya penyakit jantung
yang lain pada usia lanjut yang merupakan faktor resiko gagal
jantung.3 Di Wales (2008), insidens gagal jantung pada laki-laki
sebesar 10 per 1.000 pada usia 45-54 tahun, 20 per 1.000 pada usia 55-
64 tahun, 40 per 1.000 pada usia 65-74 tahun, 90 per 1.000 pada usia >
75 tahun dan penyakit ini terjadi pada laki-laki sebesar 20 per 1.000
orang sedangkan perempuan sebesar 10 per 1.000 orang insidens gagal
23
jantung pada perempuan 10 per 1.000 pada usia 55-64 tahun, 20 per
1.000 pada usia 65-74 tahun, 60 per 1.000 pada usia > 75 tahun dan
pada semua umur yang berjenis kelamin perempuan sebesar 10 per
1.000 orang.5 Menurut penelitian Siagian di Rumah Sakit Haji Adam
Malik (2009) proporsi penderita gagal jantung semakin meningkat
sesuai dengan bertambahnya usia yaitu 9,6% pada usia 15 tahun,
14,8% pada usia 16-40 tahun dan 75,6% pada usia >40 tahun. 7 Pada
umumnya laki-laki lebih beresiko terkena gagal jantung daripada
perempuan. Menurut menurut panelitian Whelton, dkk di Amerika
(2001) laki-laki mamiliki resiko relatif sebesar 1,24 kali (P=0,001)
dibandingkan dengan perempuan untuk terjadinya gagal jantung,
prevalensi gagal jantung sebesar 2,6 % dimana 3,1% pada laki-laki dan
2,1% pada perempuan.5
Resiko kematian akibat gagal jantung kongestif dalam 5-10 tahun
tetap tinggi, sekitar 5-10% pertahun pada gagal jantung ringan yang
akan meningkat menjadi 30-40% pertahun pada gagal jantung berat. 5
Setengah dari populasi pasien gagal jantung kongestif akan meninggal
dalam 4 tahun sejak diagnosis ditegakkan, dan pada gagal jantung
berat lebih dari 50% akan meninggal dalam tahun pertama. Kematian
akibat penyakit kardiovaskuler khususnya gagal jantung adalah 27 %.
Dari hasil penelitian Framingham pada tahun 2000 menunjukkan
angka kematian dalam 5 tahun terakhir sebesar 62% pada pria dan
42% wanita.4,5
3.2.3 Klasifikasi
Berdasarkan tingkat keparahan dan kemampuan fungsional,
gagal jantung kongestif diklasifikasikan sebagai berikut
a. Menurut NYHA (New York Heart Association)
New York Heart Association membagi klasifikasi gagal
jantung kongestif berdasarkan tingkat keparahan dan keterbatasan
aktifitas fisik:3,6
Tabel 1. Klasifikasi Gagal Jantung menurut NYHA
Kelas I Tidak terdapat batasan dalam melakukan aktifitas fisik.
24
b. Menurut AHA
ACC/AHA membagi klasifikasi gagal jantung kongestif menjadi: 6
Tabel 2. Klasifikasi Gagal Jantung menurut ACC/AHA
A Pasien mempunyai resiko tinggi terhadap
perkembangan gagal jantung tetapi tidak menunjukkan
Gambar
struktur abnormal dari jantung.
5. Skema B Pasien yang telah mengalami penyakit jantung
struktural, yang menyebabkan gangguan jantung tapi
belum pernah menunjukkan tanda-tanda atau gejala
gagal jantung.
C Pasien yang memiliki atau sebelumnya pernah memiliki
gejala-gejala gagal jantung, yang disebabkan penyakit
jantung struktural.
D Pasien dengan penyakit jantung struktural tingkat lanjut
dan gejala-gejala gagal jantung pada istirahat, walaupun
telah diberi terapi medis maksimal dan membutuhkan
intervensi khusus.
Klasifikasi AHA
25
3.2.4 Etiologi
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung meliputi
keadaan-keadaan yang (1) meningkatkan beban awal (preload/derajat
peregangan serabut miokardium pada akhir pengisian ventrikel atau
diatolik), (2) meningkatkan beban akhir (afterload/besarnya tegangan
dinding ventrikel yang harus dicapai selama sistol untuk mengejeksi
darah), (3) menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan
yang meningkatkan preload meliputi regurgitasi aorta, dan defek
septum ventrikel; dan afterload meningkat pada keadaan seperti
stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat
menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati.3
Selain ketiga mekanisme fisiologis yang menyebabkan CHF,
terdapat faktor-faktor fisiologis lain yang dapat menyebabkan jantung
27
11. Lain-lain
Merokok merupakan faktor resiko yang kuat dan independen
untuk menyebabkan penyakit gagal jantung kongestif. Merokok
mempercepat denyut jantung, merendahkan kemampuan jantung
dalam membawa dan mengirimkan oksigen,menurunkan level
HDL-C (kolesterol baik) di dalam darah, serta menyebabkan
pengaktifan platelet, yaitu sel-sel penggumpalan darah.
Pengumpalan cenderung terjadi pada arteri jantung, terutama jika
sudah ada endapan kolesterol di dalam arteri.
Diabetes merupakan faktor independen dalam mortalitas dan
kejadian rawat inap ulang pasien gagal jantung kongestif melalui
mekanisme perubahan struktur dan fungsi dari miokardium. Selain
itu, obesitas menyebabkan peningkatan kolesterol yang
meningkatkan resiko penyakit jantung koroner yang merupakan
penyebab utama dari gagal jantung kongestif. Berdasarkan studi
Framingham disebutkan bahwa diabetes merupakan faktor resiko
yang untuk kejadian hipertrofi ventrikel kiri yang berujung pada
gagal jantung. 4
3.2.5 Patofisiologi
Mekanisme Dasar
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung meliputi
keadaan-keadaan:
a. Preload
Jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan
tekanan yang ditimbulkn oleh panjangnya regangan serabut
jantung.
b. Kontraktilitas
Perubahan kekuatan kontraksi berkaitan dengan panjangnya
regangan serabut jantung.
c. Afterload
Besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa
darah melawan tekanan yang diperlukan oleh tekanan arteri.2,4
33
Respon Kompensatorik
Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme
primer yang dapat dilihat: (1) meningkatnya aktivitas adrenergic
simpatis, (2) meningkatnya beban awal akibat aktivitas renin-
angiotensin-aldosteron, dan (3) hipertrofi ventrikel. Ketiga
kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah
jantung. Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan
curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada awal
perjalanan gagal jantungm dan pada keadaan istirahat. Namun,
kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya
tampak saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung,
kompensasi menjadi semakin kurang efektif. 4
1. Peningkatan aktivitas adrenergik simpatis :
Menurunnya volume sekuncup/curah jantung akan
membangkitkan respon stimulus simpatis kompensatorik berupa
peningkatan aktivitas sistem adrenergik simpatis. Meningkatnya
35
3.2.7 Diagnosis
Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada gejala-gejala
yang ada dan penemuan klinis disertai dengan pemeriksaan penunjang
antara lain foto thorax, EKG, ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium
rutin, dan pemeriksaan biomarker. 4,5,6
Kriteria Diagnosis : 3,4
Kriteria Framingham dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif
Kriteria Major :
1. Paroksismal nokturnal dispnea
2. Distensi vena leher
3. Ronki paru
4. Kardiomegali
5. Edema paru akut
6. Gallop S3
7. Peninggian tekana vena jugularis
8. Refluks hepatojugular
Kriteria Minor :
1. Edema eksremitas
2. Batuk malam hari
3. Dispnea deffort
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
7. Takikardi(>120/menit)
Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2
kriteria minor.
Klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA), merupakan
pedoman untuk pengklasifikasian penyakit gagal jantung kongestif
berdasarkan tingkat aktifitas fisik, antara lain: 4,6
NYHA class I, penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam
kegiatan fisik serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung
seperti cepat lelah, sesak napas atau berdebar-debar, apabila
melakukan kegiatan biasa.
40
b. Pemeriksaan Penunjang
2. Elektrokardiogram (EKG)
3. Radiologi :
41
3.2.9 Tatalaksana
Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi
penalaksanaan secara non farmakologis dan secara farmakologis.
Penatalaksanaan gagal jantung baik akut maupun kronik ditujukan untuk
mengurangi gejala dan memperbaiki prognosis, meskipun penatalaksanaan
secara individual tergantung dari etiologi serta beratnya kondisi.
Terapi :
42
a. Non Farmakalogi :
- Anjuran umum :
Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan
pengobatan.
Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan
seperti biasa. Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang
masih bisa dilakukan.
Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang.
- Tindakan Umum :
Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung
ringan dan 1 g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada
gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.
Hentikan rokok
Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada
yang lainnya.
Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama 20-
30 menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan
beban 70-80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung
ringan dan sedang).
Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi
akut.
b. Farmakologi
Terapi farmakologik terdiri atas ; panghambat ACE, Antagonis
Angiotensin II, diuretik, Antagonis aldosteron, -blocker, vasodilator
lain, digoksin, obat inotropik lain, anti-trombotik, dan anti-aritmia.
a. Diuretik.
Kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan
paling sedikit diuretik reguler dosis rendah. Permulaan dapat
digunakan loop diuretik atau tiazid. Bila respon tidak cukup baik,
43
g. Antiaritmia
Tidak direkomendasikan untuk pasien yang asimptomatik
atau aritmia ventrikel yang menetap. Antiaritmia klas I harus
dihindari kecuali pada aritmia yang mengancam nyawa.
Antiaritmia klas III terutama amiodaron dapat digunakan untuk
terapi aritmia atrial dan tidak digunakan untuk terapi aritmia atrial
dan tidak dapat digunakan untuk mencegah kematian
mendadak.4,6
3.2.10 Komplikasi
1. Syok Kardiogenik
2. Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena karena statis
darah (thrombosis vena dalam atau deep venous thrombosis dan
emboli paru atau EP) dan emboli sistemik tinggi, terutama pada
CHF berat. Bisa diturunkan dengan pemberian warfarin.
3. Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa
menyebabkan perburukan dramatis. Hal tersebut indikasi
pemantauan denyut jantung (dengan digoxin atau blocker dan
pemberian warfarin).
4. Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan
diuretik dengan dosis ditinggikan.
5. Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau
sudden cardiac death (25-50% kematian CHF). Pada pasien yang
berhasil diresusitasi, amiodaron, blocker, dan vebrilator yang
ditanam mungkin turut mempunyai peranan.
6. Efusi dan tamponade pericardium
7. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.4,6
3.2.11 Prognosis
Meskipun banyak kemajuan terbaru dalam evaluasi dan
pengelolaan CHF, pengembangan gejala CHF masih membawa
45