Вы находитесь на странице: 1из 6

KOLONISASI BARAT DI AFRIKA.

Pada sekitar 1875 barulah 10,8% dari daerah afrika berada dibawah kekuasaan atau
pengaruh bangsa barat. Hingga perhatian barat terhadap afrika menjadi bertambah besar sesudah
rahasia kekayaan alam benua gelap itu dibuka oleh penjelajah-penjelajah terkemuka.
Diantaranya D. Livingstone dan H.M. Stanley.

Dalam usaha memeperluas tanah jajahan di afrika, para pedagang dan penjelajah
memegang peranan yang sangat penting. Pada masa imperialisme modern itu seakan-akan
muncul kembali perserikatan-perserikatan dagang yang mendapat hak-hak kenegaraan seperti
E.I.C. dan V.O.C.

1. Koloni Prancis di Afrika

Sebagian besar daerah koloni Prancis tersebut terletak di Afrika Barat-Laut, Afrika Barat
dan Afrika-Equatorial. Ketiga wilayah luas itu berhubungan satu dengan yang lainnya.

Apabila kita memperhatikan peta, maka Imperium Prancis di Afrika tersebut seakan-akan
merupakan daerah perpanjangan negeri Prancis di Eropa. Paris merupakan pusat seluruh
imperium prancis. Ibu kota ini tidak hanya menjadi pusat financial, politik, dan administrasi,
tetapi juga pusat geografis bagi Imperium Prancis, sebab jika kita membuat suatu lingkaran
dengan kota paris sebagai titik pusat dan dari tempat ini ditarik garis sebagai jari-jari sampai titik
disebelah selatan Afrika Equatorial Prancis. Maka hampir seluruh daerah vital milik perancis
masuk dalam lingkaran tersebut.

Politik Kolonial Prancis di Afrika

Sebelum perang dunia II politik kolonial prancis yang dijalankan di daerah-daerah


koloninya berdasarkan suatu doktrin asimilasi teori ini didasarkan pada dugaan bahwa orang-
orang Afrika dapat dijadikan orang prancis. Prinsip asimilasi tersebut mengandung gagasan yang
tercetus dalam zaman revolusi equality dan fraternity disamping itu juga mngandung filsafat
politik yang kemudian dianut oleh Imperium Prancis yang disebut paternalisme. Tujuan politik
asimilasi tersebut ialah mengintegrasi daerah milik diseberang lautan dengan prancis,
mengasimilasi penduduk koloni dalam kerangka prancis baik politik, ekonomi, ethis, religius,
maupun kulturil.

1
Diatas telah diterangkan bahwa pemeritahan dikoloni-koloni dikendalikan dari Paris. Secara
hirarkhis pemerintah tersebut diatur seperti piramida dengan Paris sebagai pucuk pimpinan.
kekuasaan dipegang oleh menteri tanah jajahan dan Parlemen dan melalui penguasa tertinggi
dikoloni diteruskan kepada pegawai-pegawai yang lebih rendah di daerah-daerah. Dewan-dewan
yang terdapat dikoloni-koloni hanya memiliki kekuasaan konsulatif melulu.

2. Inggris di Afrika

Sampai menjelang berkobarnya Perang Dunia I daerah Inggris terdapat di Afrika Barat,
Selatan, Tengah Timur, dan Utara, ditambah beberapa pulau disekitar benua Afrika.

Sesudah pemerintah inggris menggantikan pemerintah Royal Niger Company (1 Januari 1900),
Sir Lugard diangkat menjadi High Commissioner untuk protektorat Nigeria Utara itu. Lugard
yang menjabat High Commissioner pertama protektorat tersebut (1900-1907) sudah mengenal
situasi Nigeria, karena sebelumnya iya menjabat komandan angkatan perang Afrika Barat.

Sesuai degan program memeperluas dan memperdalam kekuasaan Inggris serta melakukan
pasifikasi keadaan, maka ia melakukan tindakan sebagai berikut:

1. Mengirim rombongan untuk melakukan penelitian terhadap erah pedalaman.


2. Memeperluas daerah kekuasaan Inggris di wilayah Nigeria.
3. Memindahkan kedudukan pemerintah, dari Lokoyake Zungeru yang terletak di tepi
sungai Kaduna, 12 mil dari Wushishi, tempat garnisun Inggris.
4. Memeperbaiki lalulintas, sehingga hubungan lalulintas tidak hanya mengambil jalan
sungai seperti sediakala, tetapi juga dengan kereta api.
5. Membuat macam-macam peraturan.
6. Mendirikan badan-badan pengadilan.

Rombongan penyelidik dengan tugas meneliti keadaan sosial dan keadaan alam Nigeria
Utara segera dikirim dan hasilnya akan besar artinya bagi pelaksanaan program tersebut diatas.
Makin luas daerah yang dikuasai Inggris makin terasa bahwa lalulintas melalui sungai tidak lagi
memadai. Demi lancarnya jalannya pemerintahan, pengangkutan barang-barang dagangan dan
terjaminnya keamanan, maka dibentuklah departemen lalulintas.

2
Sesudah perang Boer II berakhir, kekuasaan Inggris di Afrika bagian selatan meliputi
Cape Colony, Natal, Orange Colony, Transvaal dan tiga daerah ini berada dibawah kekuasaan
Inggris, sedang empat koloni lainnya mengalami perkembangan tersendiri, menjadi Uni Afrika
Selatan dan pada 1948 secara resmi mulai melaksanakan politik apartheid

Pelaksanaan system indirect rule di koloni tidak selalu sama. Hal ini sangat tergantung kepada
administrasi daerah dan masalah-masalah penduduk di daerah itu. Pada 1951-1955 sistem
indirect rule di Bechuana diganti dengan direct rule, berhubung dengan terjadinya masalah
Khama dikalangan suku Bamangwate.

Sesudah diadakan perjanjian Helgoland (1890) antara Inggris dan Jerman yang berisi
penentuan perbatasan Inggris dan Jerman di Afrika Timur, pengaruh Inggris di Uganda menjadi
makin besar. Pada 1897 Kabaka Mwnga memberontak kepada Inggris. Pemberontakan dapat
ditindas, kabaka melarikan diri dan cucunya Daudi Chwa yang masih dibawah umur diangkat
sebagai penggantinya. Pada tahun 1900 dicapai persetujuan Uganda antara pemerintah Inggris
dan pemerintah Buganda berisi ketentuan bahwa Inggris mengakui kabaka sebagai penguasa
konstititusional dinegrinya. Sebaliknya kabaka harus berjanji untuk mengadakan kerjasama loyal
dengan pemerintah Inggris dalam melakukan administrasi di Buganda.

3. Kolonial Belgia

Sebelum perang dunia I berakhir, satu-satunya Koloni Belgia di Afrika adalah Congo.
Menurut pembagian wilayah di Afrika , Congo Belgia ini termasuk Afrika Tengah. Tempat
dimana berbagai imperialis bertemu. Oleh sebab itu karena masing-masing ingin memperluas
daerah miliknya maka sering timbul ketegangan-ketegangan dan diikuti dengan macam-macam
perjanjian, persetujuan atau penentuan batas-batas.

Untuk mengetahui bagaimanakah politik kolonial Belgia terhadap Congo, kita tidak dapat
meninggalkan sejarah Congo sewaktu dikuasai Leopold II, raja Belgia, Leopold II, sebagai raja
Congo Free State (1885-1908) memiliki kekuasaan absolute terhadap Congo.

Politik kolonialnya didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan untuk mengatasi


masalaha dministrasi yang timbul dengan tiba-tiba atau didasarkan atas kepentingan-kepentingan
ekonomi. Dengan demikian maka politik kolonialnya tidak mempunyai program yang pasti

3
mengenai masa depan koloni. Segala peraturan dan tindakan raja di Congo Free State dalam
prinsipnya ditujukan untuk memperoleh keuntungan matereriil yang sebanyak-banyaknya bagi
kepentingan raja pribadi.

Setelah Congo Free State beralih ketangan pemerintah Belgia dan koloni tersebut
terkenal dengan nama Congo Belgia, maka timbul pikiran-pikiran pada pemerintah Belgia untuk
membentuk Imperium Belgia. Supaya tidak terulang lagi peristiwa skandal Congo, maka
pemerintah akan mengadakan perbaikan-perbaikan dalam melaksanakan politik koloninya.

Tidak seperti Inggris dan Prancis yang masing-masing mempunyai filsafat tersendiri
untuk politik kolonialnya. Belgia mengikuti sesuatu pragmatic course untuk memerintah
kolonialnya. Doktrin yang lengkap dan sistematis tidak dimilikinya. Tidak ada pemikiran hari
depan koloni. Administrasi di koloni melulu ditujukan untuk kemajuan materil dan sosial.

Bahwa pemeritah Belgia tidak mempunyai doktrin politik koloni tersendiri dinyatakan
oleh Guy Mallengreau, seorang professor dari Universitas Louvain dalam pidatonya di
Washington pada 1954. Ia mengatakan bahwa orang-orang Belgia adalah bangsa yang berakal
sehat, bangsa yang sangat realistis, yang menggunakan pengalamannya sebagai penunjuk jalan.
Apabila pemerintah akan mengadakan pembaharuan, maka hal itu harus dipikirkan masak-masak
supaya penduduk bumiputra tidak manjadi korban. Pembaharuan diselenggarakan bukan karena
adanya kecaman atatu kritik-kritik dari organisasi internasional, melainkan adanya suatu
keyakinan yang didapat dari pengalaman. Politik kolonial harus dapat menunjukkan bukti-bukti
tentang imaginasi yang tidak terbatas atau keberanian yang luar biasa. Apabila tidak, pasti tidak
membawa kemajuan-kemajuan yang hasilnya akan dinikmati terutama oleh penduduk
Bumiputera. Demikian antara lain pembelaan Prof. Guy Mallengreau tentang politik kolonial
negerinya.

Administrasi kolonial Belgia diatur sebagai berikut: pejabat-pejabat Belgia di Congo


adalah pelaksana-pelaksana politik yang dikendalikan dari Brusels, dalam hal ini menteri Tanah
jajahan, sebuah dewan Colonial Council beranggotakan 14 orang, bertugas memberi
pertimbangan-pertimbangan kepada menteri. Dari 14 anggota tersebut, delapan orang ditunjuk
oleh raja dan enam orang lainnya diambil dari parlemen, masing-masing kamar tiga orang.
Menteri Tanah jajahan bertanggung jawab kepada parlemen selain dapat menanyakan segala

4
sesuatu mengenai masalah Congo juga berhak mengawasi budget dan perundang-undangan di
congo.

4. KOLONI PORTUGIS

Diantara Negara-negara imperialis Barat, Portugal dan Spanyol adalah yang paling lama
menguasai daerah-daerah di Afrika. Portugal yang dikenal sebagai pionir eksplorasi pada abad
15, sampai sekarang masih memiliki koloni di Afrika, yang terpenting adalah Angola dan
Mozambique, disamping itu masih ada beberapa lainnya terletak disebelah Barat; Guenea dan
pulau-pulau Cape Verde, Sao Tome dan Principe.

Di dalam teori politik colonial Portugal berdasarkan persamaan ras dengan perbedaan
kultur. Di dalam kenyatannya Portugal memang termasuk bangsa penjajah terkecil melakukan
politik rasial. Oleh sebab itu perkawinan antara hitam dan putih Koloni Portugis merupakan hal
yang biasa. Akan tetapi politik koloni yang tidak mengenal diskriminasi ras tersebut hanyalah
suatu system yang berlaku di Portugal.

Selama 5 abad Portugal menguasai daerah-daerahnya di Afrika. Walaupun banyak


pengalaman tentang masalah koloni, koloni-koloni Portugal di Afrika merupakan daerah
terbelakang dibandingkan dengan koloni milik Bangsa-bangsa Barat lainnya. Ketika negeri-
negeri Barat melakukan politik imperialism modern di Afrika, politik colonial Portugal tetap
berjalan berdasarkan prinsip-prinsip kolonialisme antik. Baru sesudah perang Dunia II berakhir
timbul aliran-aliran baru di Portugal untuk memperbaharui politik tanah jajahannya.

Pada zaman imperialism modern, dengan munculnya Negara-negara imperialis Barat


lainnya di Afrika Tengah seringmenimbulkan ketegangan-ketegangan politik dan mengancam
kedudukan Portugal di daerah tersebut. Dan Portugal sendiri mempunyai ambisi memperluas
Angola ke timur hingga dapat digabungkan dengan Mozambique.

Pada juni 1951 pemerintah Portugaldibawah dictator Dr. Salazer, mengumumkan secara
resmi bahwa koloni-koloni dijadikan provinsi-provinsi di seberang lautan. Latar belakang
terciptanya undang-undang tersebut ialah karena pemerintah berambisi untuk membentuk

5
Greater Portugal yang terdiri atas negeri Portugal dan daerah-daerahnya di Afrika. Daerah-
daerah tersebut dijadikan provinsi diseberang lautan, berarti menjadi bagian integral negri
Portugal. Dengan Greater Portugal pemerintah bermaksud untuk membawa negerinya menjadi
Negara terkemuka seperti dimasa-masa yang lampau.

Вам также может понравиться