Вы находитесь на странице: 1из 5

II.

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Agroekosistem
Agroekosistem berasal dari kata sistem, ekologi dan agro. Sistem adalah suatu
kesatuan himpunan komponen-komponen yang saling berkaitan dan pengaruh-
mempengaruhi sehingga di antaranya terjadi proses yang serasi. Ekologi adalah ilmu
tentang interaksi antara organisme dengan lingkungannya. Sedangkan ekosistem
adalah sistem yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik yang terlibat dalam
proses bersama. Pengertian agro adalah pertanian dapat berarti sebagai kegiatan
produksi/industri biologis yang dikelola manusia dengan obyek tanaman dan
ternak. Pengertian dari agroekosistem dapat meninjau sebagai lingkungan buatan
untuk kegiatan budidaya tanaman dan ternak. Agroekosistem menurut (KEPAS,1988)
adalah ekosistem yang dimodifikasi dan dimanfaatkan secara langsung ataupun tidak
langsung oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan atas pangan ataupun serat-
seratan. Agroekosistem tradisional adalah jenis usaha tani umumnya memanfaatkan
suatu kawasan dengan populasi tanamannya tidak /belum menggunakan bibit
bermutu/unggul.
Pembagian pola system penanaman pada agroekosistem (intercrop) menurut
Heddy (2010) dibagi menjadi 3 bagaian yaitu:
a. Multiple cropping, sistem penanaman dengan menanam dua atau lebih tumbuhan
pada tempat yang sama dalam satu tahun.
b. Sequential cropping, sama dengan multiple cropping. Bedanya tumbuhan ditanam
sebaris/sederet dan tidak ada kompetisi yang terjadi dalam intercropping pada
seluruh atau sebagian tanaman.
c. Intercropping, penanaman dua atau lebih tumbuhan hasil panen dalam waktu
serentak pada tempat yang sama dalam satu tahun.
Marten (1998) juga mengemukakan bahwa di dalam suatu tatanan agroekosistem,
terdapat empat aspek penting yang dapat mendukung terciptanya keseimbangan
agroekosistem, yaitu :
a. Produktivitas, didefinisikan sebagai suatu tingkat produksi atau keluaran berupa
barang atau jasa, misalnya produktivitas padi/ha/tahun. Produktifitas selalu diukur
dalam pendapatan per hektar, atau total produksi barang dan jasa per rumah
tangga atau negara.
b. Stabilitas, diartikan sebagai tingkat produksi yang dapat dipertahankan dalam
kondisi konstan normal, meskipun kondisi lingkungan berubah. Suatu sistem
dapat dikatakan memiliki kestabilan tinggi apabila hanya sedikit saja mengalami
fluktuasi ketika sistem usaha tani tersebut mengalami gangguan.
c. Keberlanjutan, kemampuan agroekosistem untuk memelihara produktifitas ketika
ada gangguan besar. Gangguan utama ini berkisar dari gangguan biasa seperti
salinasi tanah, sampai ke yang kurang biasa dan lebih besar seperti banjir,
kekeringan atau terjadinya introduksi hama baru.
d. Pemerataan (ekuitabilitas) digunakan untuk menggambarkan bagaimana hasil-
hasil pertanian dinikmati oleh segenap lapisan masyarakat. Contoh apabila suatu
sistem usaha tani dapat dikatakan memiliki suatu ekuitabilitas atau pemerataan
sosial yang tinggi apabila penduduknya memperoleh manfaat pendapatan.

2.2 Agroekosistem Karet Tradisional (Agroforest Karet)


Agrosistem Karet Tradisional atau lebih dikenal dengan agroforest karet adalah
salah satu bentuk sistem agroforestri kompleks dengan vegetasi utamanya
merupakan pohon karet (Hevea brasiliensis) yang tumbuh bersama dengan jenis-
jenis tumbuhan lain. Agroforestri karet memiliki kemiripan dengan hutan sekunder
(Gouyon et al., 1993). Agroforest karet merupakan salah satu bentuk manajemen
lahan pertanian ekstensif yang umum dilakukan oleh petani tradisional, memiliki
potensi sebagai kawasan yang dapat menampung keanekaragaman hayati dari hutan
sekelilingnya (Michon dan de Foresta, 1992).
Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari benua Amerika dan saat ini menyebar luas
ke seluruh dunia dan dikenal di Indonesia sejak masa kolonial Belanda, serta
merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memberikan sumbangan besar
bagi perekonomian Indonesia. Diperkirakan ada lebih dari 3,4 juta hektar perkebunan
karet di Indonesia, 85% di antaranya (2,9 juta hektar) merupakan perkebunan karet
yang dikelola oleh rakyat atau petani skala kecil, dan sisanya dikelola oleh
perkebunan besar milik negara atau swasta (Janudianto et al., 2013)
Agrofoforest karet memliki struktur vegetasi berlapis pada agroforest karet, selain
disebabkan oleh keragaman jenis tumbuhan penyusunnya, juga dikarenakan umur
tanaman karet yang tidak seragam, karena petani biasanya akan memelihara anakan
karet yang tumbuh sendiri pada tempat yang masih terbuka ataupun pada tempat
bekas pohon karet yang telah mati (Harti, 2009).
Agroforest karet dan hutan memliki kemiripan dikarenakan adanya suatu proses
alami secara bertahap yang terjadi selama pembentukan. Proses alami tersebut akan
terus berjalan hingga mencapai tahapan tertentu. Selama kurun waktu 8-10 tahun
karet tumbuh besar bersama jenis lainya yang tersedia maupun yang telah menyebar
dari hutan terdekat. Komponen agroforest ini membentuk sebuah vegetasi yang
menyerupai hutan sekunder (Danielsen et al., 2007).

2.3 Keanekaragaman Jenis


Keanekaragaman jenis atau spesies adalah bagian paling mendasar dalam
keanekaragaman hayati. Spesies atau jenis adalah individu yang mempunyai
persamaan secara morfologis, anatomis, fisiologis, dan memiliki kemampuan saling
kawin dengan sesamanya dan menghasilkan keturunan yang fertil (subur) untuk
melanjutkan generasinya. Keanekaragaman juga menunjukkan seluruh variasi yang
terdapat dalam mahluk hidup antar jenis. Perbedaan antar spesies organisme dalam
satu famili lebih mencolok, sehingga lebih mudah diamati dari perbedaan antar
individu dalam satu spesies. Keanekaragaman pada tingkat jenis dapat terjadi karena
adanya variasi dari spesies tersebut (Wolf, 1990).
Keanekaragaman mengarah kepada dua komponen yaitu jumlah jenis yang
mengarah pada kekayaan jenis (species richness) dan kelimpahan jenis yang
mengarah pada kemerataan jenis (species eveness) (McNoughton dan Wolf , 1998).
kekayaan jenis yang merupakan jumlah jenis dari suatu area dan kemerataan jenis
yang merupakan kelimpahan relatif suatu individu pada setiap spesies (Feldhamer et
al., 1999).
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2003) menyatakan bahwa
keanekaragaman jenis tidak diukur dari banyaknya jenis di suatu daerah tertentu,
tetapi juga dari keragaman takson yaitu kelas, famili atau ordo. Pengetahuan ini akan
memberi manfaat dalam pengelolaan suatu kawasan sebagai upaya perlindungan
terhadap lingkungan.

2.4 Analisis Vegetasi

Vegetasi pengertianya adalah kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari


beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme
kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama
individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga
merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis (Marsono, 1977).
Menurut Fachrul (2006) analiasis vegetasi adalah metode mempelajari susunan
(komposisi jenis) dan bentuk vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan.
Menurut Greig-Smit (1983) dari analisis vegetasi dapat diperoleh informasi
kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan. Berdasarkan
tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan kedalam 3 kategori
yaitu:
a. Pendugaan komposisi vegetasi dalam suatu areal dengan batas-batas jenis dan
membandingkan dengan areal lain atau areal yang sama namun waktu
pengamatan berbeda
b. Menduga tentang keanekaragaman jenis dalam suatu areal
c. Melakukan korelasi antara perbedaan vegetasi dengan faktor lingkungan tertentu
atau beberapa faktor lingkungan.
Dalam melakukan analisis vegetasi, stadium pohon dibedakan menjadi 4 yaitu
sebagai berikut (Kusmana,1997):
a. Pohon dewasa yaitu pohon yang membunyai akar, batang, dan tajuk yang jelas
dengan tinggi minimum 5 meter serta mempunyai diameter batang lebih dari 35
cm atau keliling batang >110 cm.
b. Tiang (pole) yaitu pohon muda, diameter batang 10-35 cm atau keliling batang
antara 31.4-110 cm.
c. Sapihan/pancang (sapling) seta perdu lainnya yaitu permudaan vegetasi dengan
tinggi >1.5 m sampai dengan pohon-pohon muda dengan diameter batang lebih
dari 10 cm.
d. Semai (seedling) serta tumbuhan lainnya yaitu permudaan vegetasi mulai dari
kecambah sampai mempunyai tinggi kurang dari 1.5 meter termasuk vegetasi
lantai hutan.

2.5 Dayak Kerabat

Suku Dayak Kerabat berdomisili di Desa Tapang Perodah dan Desa Nanga
Pemubuh, Kecamatan Sekadau Hulu, Kabupaten Sekadau. Suku ini sebenarnya
bukanlah penduduk asli daerah ini. Menurut tradisi lisan yang dituturkan dari mulut
ke mulut (oral tradition) secara turun temurun, suku ini berasal Mongko Semerawe
atau sepanjang Engkulunt yang di dihijrahkan oleh Raja Siak Bulun/Bahulun yang
kerajaannya pada masa itu berpusat di daerah Kerio (sekarang Kabapaten Ketapang).
Ciri khas suku Dayak Kerabat dengan suku Dayak lain terletak di bahasanya yang
digunakan. Bahasa suku Dayak Kerabat adalah Bahasa Kerabat yang rumpun
bahasanya hampir mirip dengan suku Melayu yang ada di Kabupaten Sekadau
(MDK, 2013).

Вам также может понравиться