Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
1102011289
1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Makroskopis dan mikroskopis Meningen, Sistema Ventrikularis,
Cairan serebrospinal
MENINGES
Meninges berfungsi untuk melindungi otak atau medulla spinalis dari benturan atau pengaruh gravitasi. Fungsi ini
diperkuat oleh LCS yang terdapat dalam spatium subarachnoidea.
Meninges terdiri dari:
A. Duramater
Dura = keras, mater = ibu
Merupakan pembungkus SSP plaing luar yang terdiri dari jaringan ikat padat. Dalam otak membentuk 5 sekat:
1. Falx cerebri
2. Tentorium cerebelli
3. Falx cerebelli
4. Diphragma sellae
5. Kantung Meckelli
Ditempat tertentu, antara lapisan luar dan dalam dura terbentuk ruang yaitu sinus (venosus) duraematris yang
termasuk dalam sistem pembuluh darah bail.
Berdasarkan bagian SSP yang dibungkusnya, dibedakan atas:
1) Duramater Encephali
1. Lapisan luar (lapisan endosteal = lapisan periosteal)
Melekat erat ke periosteum tengkorak (terkuat pada sutura dan basis cranii). Terdapat jonjot jaringan ikat dan vasa
ke periosteum.
Melekat erat pada foramen magnum dan tidak berhubungan dengan lapisan luar medulla spinalis. Pada tempat
tertentu, celah yang terbentuk antara lapisan duramater dengan periosteum dinamakan cavum epidural.
Isi cavum epidural encephali tidak berhubungan dengan cavum epidural spinalis, isi cavum epidural:
Antara lapisan dalam dan luar dapat terjadi:
1
WENNY ARTHA MULIA
1102011289
2
WENNY ARTHA MULIA
1102011289
Pada ruang ekstradural/epidural (antara dura dan tulang tengkorak) terdapat alur-alur A. Meningea media,
anterior dan posterior. Jika fraktur melintasi salah satu alur merusak A. Meningea (paling banyak A.
Meningea media) hematoma ekstradural/epidural
Pembuluh darah yang menembus jaringan otak darah masuk ke jaringan otak perdarahan intraserebral.
Tambahan:
Kulit kepala yang melekat pada tengkorak merupakan jaringan ikat padat fibrosa
yang dapat bergerak dengan bebas disebut galea aponeurotika yang membantu
meredam kekuatan trauma eksternal.
Diatas galea terdapat lapisan membran, yang mengandung pembuluh darah, lapisan
lemak, kulit dan rambut.
Antara galea dan permukaan luar tengkorak terdapat ruang subaponeurotika yang
berisi V. Diploika dan V. Emisaria yang bertindak sebagai suatu pengaman apabila
terjadi peningkatan intrakranial. Vena ini juga merupakan temoat potensial untuk
infeksi intrakranial.
B. Arachnoidea
Arachnoidea yaitu selaput tipis yang membentuk sebuah balon yang berisi cairan otak meliputi seluruh susunan
saraf sentral, otak, dan medulla spinalis. Arachnoidea berada dalam balon yang berisi cairan. Ruang sub arachnoid
pada bagian bawah serebelum merupakan ruangan yang agak besar disebut sistermagna. Ruangan tersebut dapat
dimasukkan jarum kedalam melalui foramen magnum untuk mengambil cairan otak, atau disebut fungsi sub
oksipitalis.
1) Arachnoidea Encephali
Permukaan yang menghadap kearah piamater punya pita-pita fibrotik halus : TRABEKULA ARACHNOIDEA
Pada beberapa tempat menonjol ke sinus daramater : VILLI ARACHNOIDEA
2) Arachnoidea Spinalis
Struktur sama dengan arachnoidea encephali
Ke kranial melalui foramen occipetale magnum lanjut mejdai arachnoidea encephali
Kaudal ikt membentuk filum terminale
3) Cavum subarachnoidea encephali
4)
C. Piameter
Merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan otak. Piameter berhubungan dengan arachnoid
melalui struktur jaringan ikat. Tepi flak serebri membentuk sinus longitudinal inferior dan sinus sagitalis inferior
yang mengeluarkan darah dari flak serebri tentorium memisahkan serebrum dengan serebelum (Willson, 2006).
1) Piamater Encephali
Membungkus seluruh permukaan otak dan cerebelum termasuk sulci dan gyri
2) Piameter spinalis
3
WENNY ARTHA MULIA
1102011289
VENTRICULUS
Terdiri dari :
1. Ventrikulus lateralis
Berbentuk huruf C panjang dan menempati hemisphareum cerebri
Berhubungan dengan ventrikulus tertius melalui foramen interventricular(Monroi) yang terletak di bagian depan
dinding medial ventrikulus.
Dibedakan :
Corpus : dalam lobus parietalis
Cornu anterior (cornu frontalis)
Cornu posterior (cornu occipitalis)
Cornu inferior (cornu temporalis)
Atrium s. Trigonus : bagian yang terletak dekat splenulum
2. Ventrikulus tertius
Antara dua thalamus kanan dan kiri. Berhubungan dengan ventrikulus quartus melalui aquaeductus cerebri
(Sylvii)
3. Ventrikulus quartus
Antara pons, medula oblongata bagian atas dengan cerebellum.
Kebawah melanjutkan diri ke canalis centralis di dalam medula spinalis.
Keatas ke cavum subarachnoidea melalui 3 lubang diatas ventriculus quartus yaitu 1 foramen magendi dan 2
foramen luscka
4. Ventrikulus terminalis
Ujung paling bawah caudalis sentralis yang sedikit melebar
LCS
Letak : systema ventriculi cerbri,cavun subarachnoidea dan canalis centralis
Pembentuk : plexus choroidalis dari systema ventriculi cerebri dan sebagian kecil berasal dari cairan
jaringan otak
ASPEK KLINIS
Jika terjadi sumbatan terjadi di hub venticuli cerebri bisa terjadi bendungan LCS dalam sistem ventrivuli
hidrocephalus
Lumbal punksi(Dx LCS spinalis) di linea mediana posterior antara Proc.spinosi VL 3 dan VL 4. Tusukan ini
tidak akan mencederai medula spinalis karena medula spinalis berakhir setinggi VL 1 atau VL 2
Sisterna punksi(Dx LCS otak) jarum ditusuk diantara atlas dan os.occipitalis sehingga mencapai cisterna
cerbeloomedularis cisterna magna
Anastesi spinalis utk memblok rasa sakit yang disarafi Nn.spinales lumbales et sacrales. Cairan anastesi
dimasukkan ke cavum subarachnoidea spinalis
ANATOMI MIKROSKOPIK
MENINGES
1. Duramater
Terdiri dari lapisan luar dan lapisan dalam. Lapisan luar atau disebut juga lapisan endosteum merupakan
jaringan ikat padat dengan banyak pembuluh darah dan saraf. Lapisan dalam atau lapisan fibrosa kurang
mengandung pembuluh darah, dilapisi epitel selapis gepeng di mesoderm.
2. Arachnoid
Membran tipis, halus non vaskuler yang melapisi dura
Membran arachnoid dan trabekulanya, tersusun dari serat-serat kolagen halus dan serat elastis
Semua permukaan dilapisi oleh lapisan yang kontinyu terdiri dari epitel selapis gepeng.
3. Piamater
4
WENNY ARTHA MULIA
1102011289
Lapisan piamater yang lebih superfisial, tersusun dari anyaman-anyaman jaring serat kolagen, yang
berhubungan dengan arachnoid dan lebih nayat pada medulla spinalis. Lapisan dalam terdiri dari serat-serat
retikular dan elastin yang halus, lapisan tersebut memberi septum median posterior yang fobrosa ke dalam
subtansia medulla spinalis. Permukaan piamater tertutup epitel selapis gepeng, yang melanjutkan diri menjadi
sel-sel yang melapisi jaringan arachnoid.
VENTRIKULUS
Sel ependim Melapisi dinding rongga ventriculus di otak dan kanalis sentralis medula spinalis
Plexus Choroidalis Mrp lipatan2 invaginasi piamater yg menembus ventrikel. Tdd jar. Peny. Piamater,
dilapisi oleh epitel selapis kuboid atau torak rendah yg berasal dr neural tube.Menghasilkan cairan
cerebrosipnalis (LCS)
6
WENNY ARTHA MULIA
1102011289
Al 0,0 g/L
bu 3 10
mi g/L g/L
n
Ig
G
Pembentukan, Sirkulasi dan Absorpsi Cairan Serebrospinal (CSS)
Cairan serebrospinal (CSS) dibentuk terutama oleh pleksus khoroideus, dimana
sejumlah pembuluh darah kapiler dikelilingi oleh epitel kuboid/kolumner yang
menutupi stroma di bagian tengah dan merupakan modifikasi dari sel ependim, yang
menonjol ke ventrikel.Pleksus khoroideus membentuk lobul-lobul dan membentuk
seperti daun pakis yang ditutupi oleh mikrovili dan silia. Tapi sel epitel kuboid
berhubungan satu sama lain dengan tigth junction pada sisi aspeks, dasar sel epitel
kuboid terdapat membran basalis dengan ruang stroma diantaranya. Ditengah villus
terdapat endotel yang menjorok ke dalam (kapiler fenestrata).Inilah yang disebut
sawar darah LCS. Gambaran histologis khusus ini mempunyai karakteristik yaitu
epitel untuk transport bahan dengan berat molekul besar dan kapiler fenestrata untuk
transport cairan aktif.
Pembentukan CSS melalui 2 tahap, yang pertama terbentuknya ultrafiltrat plasma di
luar kapiler oleh karena tekanan hidrostatik dan kemudian ultrafiltrasi diubah
menjadi sekresi pada epitel khoroid melalui proses metabolik aktif.
Mekanisme sekresi CSS oleh pleksus khoroideus adalah sebagai berikut:
Natriumdipompa/disekresikan secara aktif oleh epitel kuboid pleksus khoroideus
sehingga menimbulkan muatan positif di dalam CSS. Hal ini akan menarik ion-ion
bermuatan negatif, terutama clorida ke dalam CSS. Akibatnya terjadi kelebihan ion
di dalam cairan neuron sehingga meningkatkan tekanan somotik cairan ventrikel
sekitar 160 mmHg lebih tinggi dari pada dalam plasma.Kekuatan osmotik ini
menyebabkan sejumlah air dan zat terlarut lain bergerak melalui membran
khoroideus ke dalam CSS. Bikarbonat terbentuk oleh karbonik anhidrase dan ion
hidrogen yang dihasilkan akan mengembalikan pompa Na dengan ion penggantinya
yaitu Kalium. Proses ini disebut Na-K Pump yang terjadi dgnbantuan Na-K-ATP
ase, yang berlangsung dalam keseimbangan. Obat yang menghambat proses ini
dapat menghambat produksi CSS. Penetrasi obat-obat dan metabolit lain tergantung
kelarutannya dalam lemak. Ion campuran seperti glukosa, asam amino, amin
danhormon tyroid relatif tidak larut dalam lemak, memasuki CSS secara lambat
dengan bantuan sistim transport membran. Juga insulin dan transferin memerlukan
reseptor transport media. Fasilitas ini (carrier) bersifat stereospesifik, hanya
membawa larutan yang mempunyai susunan spesifik untuk melewati membran
kemudian melepaskannya di CSS.
Natrium memasuki CSS dengan dua cara, transport aktif dan difusi pasif. Kalium
disekresi ke CSS dgnmekanisme transport aktif, demikian juga keluarnya dari CSS
ke jaringan otak. Perpindahan Cairan, Mg dan Phosfor ke CSS dan jaringan otak
juga terjadi terutama dengan mekanisme transport aktif, dan konsentrasinya dalam
CSS tidak tergantung pada konsentrasinya dalam serum.
Perbedaan difusi menentukan masuknya protein serum ke dalam CSS dan juga
pengeluaran CO2. Air dan Na berdifusi secara mudah dari darah ke CSS dan juga
7
WENNY ARTHA MULIA
1102011289
pengeluaran CO2. Air dan Na berdifusi secara mudah dari darah ke CSS dan ruang
interseluler, demikian juga sebaliknya.Hal ini dapat menjelaskan efek cepat
penyuntikan intervena cairan hipotonik dan hipertonik.
Ada 2 kelompok pleksus yang utama menghasilkan CSS: yang pertama dan
terbanyak terletak di dasar tiap ventrikel lateral, yang kedua (lebih sedikit) terdapat
di atap ventrikel III dan IV. Diperkirakan CSS yang dihasilkan oleh ventrikel lateral
sekitar 95%. Rata-rata pembentukan CSS 20 ml/jam. CSS bukan hanya ultrafiltrat
dari serum saja tapi pembentukannya dikontrol oleh proses enzimatik.
CSS dari ventrikel lateral melalui foramen interventrikular monroe masuk ke dalam
ventrikel III, selanjutnya melalui aquaductus sylvii masuk ke dlam ventrikel IV. Tiga
buah lubang dalam ventrikel IV yang terdiri dari 2 foramen ventrikel lateral
(foramen luschka) yang berlokasi pada atap resesus lateral ventrikel IV dan foramen
ventrikuler medial (foramen magendi) yang berada di bagian tengah atap ventrikel
III memungkinkan CSS keluar dari sistem ventrikel masuk ke dalam rongga
subarakhnoid. CSS mengisi rongga subarakhnoid sekeliling medula spinalis sampai
batas sekitar S2, juga mengisi keliling jaringan otak. Dari daerah medula spinalis
dan dasar otak, CSS mengalir perlahan menuju sisterna basalis, sisterna ambiens,
melalui apertura tentorial dan berakhir dipermukaan atas dan samping serebri
dimana sebagian besar CSS akan diabsorpsi melalui villi arakhnoid (granula
Pacchioni) pada dinding sinus sagitalis superior. Yang mempengaruhi alirannya
adalah: metabolisme otak, kekuatan hidrodinamik aliran darah dan perubahan dalam
tekanan osmotik darah. CSS akan melewati villi masuk ke dalam aliran darah vena
dalam sinus. Villi arakhnoid berfungsi sebagai katup yang dapat dilalui CSS dari
satu arah, dimana semua unsur pokok dari cairan CSS akan tetap berada di dalam
CSS, suatu proses yang dikenal sebagai bulk flow. CSS juga diserap di rongga
subrakhnoid yang mengelilingi batang otak dan medula spinalis oleh pembuluh
darah yang terdapat pada sarung/selaput saraf kranial dan spinal. Vena-vena dan
kapiler pada piameter mampu memindahkan CSS dengan cara difusi melalui
dindingnya.
Perluasan rongga subarakhnoid ke dalam jaringan sistem saraf melalui perluasaan
sekeliling pembuluh darah membawa juga selaput piametr disamping selaput
arakhnoid.Sejumlah kecil cairan berdifusi secara bebas antara cairan ekstraselluler
dan css dalam rongga perivaskuler dan juga sepanjang permukaan ependim dari
ventrikel sehingga metabolit dapat berpindah dari jaringan otak ke dalam rongga
subrakhnoid.Pada kedalaman sistem saraf pusat, lapisan pia dan arakhnoid
bergabung sehingga rongga perivaskuler tidak melanjutkan diri pada tingkatan
kapiler.
8
WENNY ARTHA MULIA
1102011289
Keadaan normal dan beberapa kelainan cairan serebrospinal dapat diketahui dengan
memperhatikan:
a. Warna
Normal cairan serebrospinal warnamya jernih dan patologis bila berwarna:
kuning,santokhrom, cucian daging, purulenta atau keruh. Warna kuning muncul dari
protein. Peningkatan protein yang penting danbermakna dalam perubahan warna
9
WENNY ARTHA MULIA
1102011289
adalah bila lebih dari 1 g/L. Cairan serebrospinal berwarna pink berasal dari darah
dengan jumlah sel darah merah lebih dari 500 sdm/cm3. Sel darah merah yang utuh
akan memberikan warna merah segar. Eritrosit akan lisis dalam satu jam danakan
memberikan warna cucian daging di dalam cairan serebrospinal. Cairan
serebrospinal tampak purulenta bila jumlah leukosit lebih dari 1000 sel/ml.
b. Tekanan
Tekanan CSS diatur oleh hasil kali dari kecepatan pembentukan cairan dan tahanan
terhadap absorpsi melalui villi arakhnoid. Bila salah satu dari keduanya naik, maka
tekanan naik, bila salah satu dari keduanya turun, maka tekanannya turun. Tekanan
CSS tergantung pada posisi, bila posisi berbaring maka tekanan normal cairan
serebrospinal antara 8-20 cm H2O pada daerahh lumbal, siterna magna dan
ventrikel, sedangkan jika penderita duduk tekanan cairan serebrospinal akan
meningkat 10-30 cm H2O. Kalau tidak ada sumbatan pada ruang subarakhnoid,
maka perubahan tekanan hidrostastik akan ditransmisikan melalui ruang
serebrospinalis. Pada pengukuran dengan manometer, normal tekanan akan sedikit
naik padaperubahan nadi dan respirasi, juga akan berubah pada penekanan abdomen
dan waktu batuk.
Bila terdapat penyumbatan pada subarakhnoid, dapat dilakukan pemeriksaan
Queckenstedt yaitu dengan penekanan pada kedua vena jugularis. Pada keadaan
normal penekanan vena jugularis akan meninggikan tekanan 10-20 cm H2O dan
tekanan kembali ke asal dalam waktu 10 detik. Bila ada penyumbatan, tak terlihat
atau sedikit sekali peninggian tekanan. Karena keadaan rongga kranium kaku,
tekanan intrakranial juga dapat meningkat, yang bisa disebabkan oleh karena
peningkatan volume dalam ruang kranial, peningkatan cairan serebrospinal atau
penurunan absorbsi, adanya masa intrakranial dan oedema serebri. Kegagalan
sirkulasi normal CSS dapat menyebabkan pelebaran ven dan hidrocephalus.
Keadaan ini sering dibagi menjadi hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus
obstruktif. Pada hidrosefalus komunikans terjadi gangguan reabsorpsi CSS, dimana
sirkulasi CSS dari ventrikel ke ruang subarakhnoid tidak terganggu. Kelainan ini
bisa disebabkan oleh adanya infeksi, perdarahan subarakhnoid, trombosis sinus
sagitalis superior, keadaan-keadaan dimana viscositas CSS meningkat danproduksi
CSS yang meningkat. Hidrosefalus obstruktif terjadi akibat adanya ganguan aliran
CSS dalam sistim ventrikel atau pada jalan keluar ke ruang subarakhnoid. Kelainan
ini dapat disebabkan stenosis aquaduktus serebri, atau penekanan suatu msa
terhadap foramen Luschka for Magendi ventrikel IV, aq. Sylvi dan for. Monroe.
Kelainan tersebut bis aberupa kelainan bawaan atau didapat.
c. Jumlah sel
Jumlah sel leukosit normal tertinggi 4-5 sel/mm3, dan mungkin hanya terdapat 1 sel
polymorphonuklear saja, Sel leukosit junlahnya akan meningkat pada proses
inflamasi. Perhitungan jumlah sel harus sesegera mungkin dilakukan, jangan lebih
dari 30 menit setelah dilakukan lumbal punksi. Bila tertunda maka sel akan
mengalami lisis, pengendapan dan terbentuk fibrin. Keadaaan ini akan merubah
jumlah sel secara bermakna. Leukositosis ringan antara 5-20 sel/mm3 adalah
abnormal tetapi tidak spesifik. Pada meningitis bakterial akut akan cenderung
memberikan respon perubahan sel yang lebih besar terhadap peradangan dibanding
dengan yang meningitis aseptik. Pada meningitis bakterial biasanya jumlah sel lebih
dari 1000 sel/mm3, sedang pada meningitis aseptik jarang jumlah selnya tinggi. Jika
10
WENNY ARTHA MULIA
1102011289
jumlah sel meningkat secara berlebihan (5000-10000 sel /mm3), kemungkinan telah
terjadi rupture dari abses serebri atau perimeningeal perlu dipertimbangkan.
Perbedaan jumlah sel memberikan petunjuk ke arah penyebab peradangan.
Monositosis tampak pada inflamasi kronik oleh L. monocytogenes. Eosinophil
relatif jarang ditemukan dan akan tampak pada infeksi cacing dan penyakit parasit
lainnya termasuk Cysticercosis, juga meningitis tuberculosis, neurosiphilis,
lympoma susunan saraf pusat, reaksi tubuh terhadap benda asing.
d. Glukosa
Normal kadar glukosa berkisar 45-80 mg%. Kadar glukosa cairan serebrospinal
sangat bervariasi di dalam susunan saraf pusat, kadarnya makin menurun dari mulai
tempat pembuatannya di ventrikel, sisterna dan ruang subarakhnoid lumbar. Rasio
normal kadar glukosa cairan serebrospinal lumbal dibandingkan kadar glukosa
serum adalah >0,6. Perpindahan glukosa dari darah ke cairan serebrospinal secara
difusi difasilitasi transportasi membran. Bila kadar glukosa cairan serebrospinalis
rendah, pada keadaan hipoglikemia, rasio kadar glukosa cairan serebrospinalis,
glukosa serum tetap terpelihara. Hypoglicorrhacia menunjukkan penurunan rasio
kadar glukosa cairan serebrospinal, glukosa serum, keadaan ini ditemukan pada
derjat yang bervariasi, dan paling umum pada proses inflamasi bakteri akut,
tuberkulosis, jamur dan meningitis oleh carcinoma. Penurunan kadar glukosa ringan
sering juga ditemukan pada meningitis sarcoidosis, infeksi parasit misalnya,
cysticercosis dan trichinosis atau meningitis zat khemikal. Inflamasi pembuluh
darah semacam lupus serebral atau meningitis rhematoid mungkin juga ditemukan
kadar glukosa cairan serebrospinal yang rendah. Meningitis viral, mump, limphostic
khoriomeningitis atau herpes simplek dapat menurunkan kadar glukosa ringan
sampai sedang.
e. Protein
Kadar protein normal cairan serebrospinal pada ventrikel adalah 5-15 mg%. pada
sisterna 10-25 mg% dan pada daerah lumbal adalah 15-45 ,g%. Kadar gamma
globulin normal 5-15 mg% dari total protein. Kadar protein lebih dari 150 mg%
akan menyebabkan cairan serebrospinal berwarna xantokrom, pada peningkatan
kadar protein yang ekstrim lebih dari
1,5 gr% akan menyebabkan pada permukaan tampak sarang laba-laba (pellicle) atau
bekuan yang menunjukkan tingginya kadar fibrinogen. Kadar protein cairan
serebrospinal akan meningkat oleh karena hilangnya sawar darah otak (blood barin
barrier), reabsorbsi yang lambat atau peningkatan sintesis immunoglobulin loka.
Sawar darah otak hilang biasanya terjadi pada keadaan peradangan,iskemia baktrial
trauma atau neovaskularisasi tumor, reabsorsi yang lambat dapat terjadi pada situasi
yang berhubungan dengan tingginya kadar protein cairan serebrospinal, misalnya
pada meningitis atau perdarahan subarakhnoid. Peningkatan kadar immunoglobulin
cairan serebrospinal ditemukan pada multiple sklerosis, acut inflamatory
polyradikulopati, juga ditemukan pada tumor intra kranial dan
penyakit infeksi susunan saraf pusat lainnya, termasuk ensefalitis, meningitis,
neurosipilis, arakhnoiditis dan SSPE (sub acut sclerosing panensefalitis). Perubahan
kadar protein di cairan serebrospinal bersifat umum tapi bermakna sedikit, bila
dinilai sendirian akan memberikan sedikit nilai diagnostik pada infeksi susunan
saraf pusat.
f. Elektrolit
11
WENNY ARTHA MULIA
1102011289
Kadar elektrolit normal CSS adalah Na 141-150 mEq/L, K 2,2-3,3 mRq, Cl 120-130
mEq/L, Mg 2,7 mEq/L. Kadar elektrolit ini dalam cairan serebrospinal tidak
menunjukkan perubahan pada kelainan neurologis, hanya terdpat penurunan kadar
Cl pada meningitis tapi tidak spesifik.
g. Osmolaritas
Terdapat osmolaritas yang sama antara CSS dan darah (299 mosmol/L0. Bila
terdapat perubahan osmolaritas darah akan diikuti perubahan osmolaritas CSS.
h. PH
Keseimbangan asam bas harus dipertimbangkan pada metabolik asidosis dan
metabolik alkalosis. PH cairan serebrospinal lebih rendah dari PH darah, sedangkan
PCO2 lebih tinggi pada cairan serebrospinal. Kadar HCO3 adalah sama (23 mEg/L).
PH CSS relatif tidak berubah bila metabolik asidosis terjadi secara subakut atau
kronik, dan akan berubah bila metabolik asidosis atau alkalosis terjadi secara cepat.
Volume LCS yang diperlukan untuk pemeriksaan antara 15 sampai 20 ml dan dibagi
dalam 3 buah tabung steril :
1. Tabung pertama untuk analisa kimia, serologi, dan pemeriksaan khusus misalnya imunologi.
2. Tabung kedua untuk analisa bakteriologi.
3. Tabung ketiga untuk analisa mikroskopis sel.
Adakalanya sukar untuk menafsirkan adanya darah segar dalam specimen LCS
karena pungsi dapat melukai pembuluh darah dan menyebabkan ada darah biarpun
LCS sebetulnya jernih.. Untuk membedakannya perlu dinilai dalam hal :
1. Pada trauma pungsi menunjukkan adanya penjernihan darah yang berarti antara tabung-tabung pertama dan
ketiga. Jika darah tetap sama banyaknya dalam ketiga tabung, darah itu sangat mungkin sudah ada sebelum
dilakukan pungsi (perdarahan intraserebral/subarakhnoid).
2. Setelah tabung-tabung disentrifugasi cairan atas tidak berwarna jika darah berasal dari trauma pungsi, jika
sudah ada darah sebelum pungsi cairan atas berwarna kuning pucat sampai kuning tegas (xanthokromia) yang
terjadi karena pelepasan hemoglobin dari eritrosit yang lisis. Hal ini disebabkan kemungkinan tidak adanya
protein dan lemak yang diperlukan untuk menstabilkan membran eritrosit..
Pemeriksaan Makroskopis
Pemeriksaan makroskopis meliputi warna, kekeruhan, pH, konsistensi (bekuan), dan
berat jenis :
1. Warna
Normal warna LCS tampak jernih, ujud dan viskositasnya sebanding air.
Merah muda perdarahan trauma akibat pungsi.
Merah tua atau coklat perdarahan subarakhnoid akibat hemolisis dan akan terlihat jelas sesudah
disentrifuge.
Hijau atau keabu-abuan pus.
Coklat terbentuknya methemalbumin pada hematoma subdural kronik.
Xanthokromia mengacu pada warna kekuning-kuningan biasanya akibat pelepasan hemoglobin dari
eritrosit yang lisis (perdarahan intraserebral/subarachnoid); tetapi mungkin juga disebabkan oleh kadar
protein tinggi, khususnya jika melebihi 200 mg/dl.
2. Kekeruhan
Normal tidak ada kekeruhan atau jernih. Walaupun demikian LCS yang jernih terdapat juga pada
meningitis luetika, tabes dorsalis, poliomyelitis, dan meningitis tuberkulosa.
Keruh ringan seperti kabut mulai tampak jika jumlah lekosit 200-500/ul 3, eritrosit > 400/ml,
mikroorganisme (bakteri, fungi, amoeba), aspirasi lemak epidural sewaktu dilakukan pungsi, atau media
kontras radiografi.
12
WENNY ARTHA MULIA
1102011289
3. Konsistensi bekuan
Terjadinya bekuan menandakan bahwa banyak darah masuk ke dalam cairan pungsi pada waktu pungsi;
darah dalam LCS yang disebabkan perdarahan subarachnoid tidak membeku.
Normal tidak terlihat bekuan
Bekuan banyaknya fibrinogen yang berubah menjadi fibrin. Disebabkan oleh trauma pungsi,
meningitis supurativa, atau meningitis tuberkulosa. Jendalan sangat halus dapat terlihat setelah LCS didiamkan
di dalam almari es selama 12-24 jam.
Analisa Laboratorium
1. Metode : perbandingan dengan aquadest secara visual
2. Prinsip : pada keadaan normal ujud LSC seperti air, dengan membandingkannya dapat dinilai adanya
perubahan ujud LCS.
3. Peralatan yang dipergunakan :
a. Tabung reaksi
b. Kertas putih
4. Tata cara pemeriksaan :
a. Tabung reaksi diisi aquadest secukupnya sebagai pembanding.
b. Contoh bahan diisikan pada tabung reaksi yang sama ukurannya dengan pembanding.
c. Kedua tabung diletakkan berdekatan dengan latar belakang kertas putih.
d. Bandingkan contoh bahan dengan aquadest.
5. Tata cara pembacaan hasil :
a. Warna
b. Kejernihan / kekeruhan
0 = jernih
+ 1 = berkabut
+ 2 = kekeruhan ringan
+ 3 = kekeruhan nyata
+ 4 = sangat keruh
c. Bekuan, tidak ada (negatif) atau ada bekuan (positif)
Pemeriksaan Mikroskopis
Eritrosit dan leukosit masuk ke dalam LCS jika ada kerusakan pada pembuluh darah
atau sebagai akibat reaksi terhadap iritasi. Bilirubin yang dalam keadaan normal
tidak ada dalam LCS, mungkin dapat ditemukan dalam LCS seorang yang tidak
menderita ikterus setelah terjadi perdarahan intrakranial. Bilirubin itu adalah
bilirubin tidak dikonjugasi dan karena itu menandakan adanya katabolisme
hemoglobin setempat dalam SSP.
Perhitungan sel lekosit dan eritrosit harus segera dilakukan, hal ini dikarenakan 40%
dari lekosit dapat lisis setelah 2 jam, sedangkan eritrosit akan lisis setelah 1 jam
pada suhu ruangan. Perhitungan jumlah eritrosit LCS memiliki nilai diagnostik
terbatas yaitu untuk differensial diagnosis trama pungsi vs hemorhagi subarakhnoid
dan koreksi jumlah lekosit LCS dan protein untuk kontaminasi darah tepi yang ada
kaitannya dengan trauma pungsi.
Nilai rujukan normal pada anak dan dewasa untuk jumlah lekosit (monosit dan
limposit) adalah 0 5 sel/ul, sedangkan untuk neonatus 0 30 sel/ul. Walaupun
belum ada kesepakatan batas tertinggi normal netropil dalam LCS sebagai patokan
dapat dipergunakan sampai angka 7%, hal ini dapat disebabkan adanya kontaminasi
minimal dari darah tepi. Sedangkan monosit (14%) lebih rendah dibandingkan
13
WENNY ARTHA MULIA
1102011289
limposit (86%), tingginya perbedaan ini dapat disebabkan karena monosit sering
diklasifikasikan sebagai limposit.
Pada tahap dini meningitis bakteria akut, netrofil biasanya lebih dari 60%.
Peningkatan monosit biasanya diikuti peningkatan limposit, netropil, dan sel plasma
merupakan cirri khas meningitis tuberkulosa, meningitis fungi, dan meningitis
bakteria kronis. Sedangkan pada meningoensepalitis viruspada awalnya terjadi
netrofilia kemudian berubah ke respons limposit.
Spesimen yang Mengandung Darah
Adakalanya perlu untuk mengetahui jumlah leukosit atau kadar protein dalam LCS
yang mengandung darah oleh trauma pungsi. Satu cara kasar untuk meniadakan
pengaruh dari darah trauma ialah dengan menganggap bahwa darah itu berisi 1-2
lekosit per 1000 eritrosit; demikian kalau dalam LCS hanya ada darah yang berasal
dari trauma pungsi didapat 20.000 eritrosit/ul maka jumlah lekosit tidak lebih dari
30-40 per ul. Kecuali jika dalam darah pasien itu ada leukositosis tegas, maka
menemukan lebih dari 45 leukosit/ul menunjukkan ada pleiositosis yang sudah ada
sebelum pungsi. Selain itu perdarahan oleh trauma pungsi menambah sekitar 1 mg
protein/dl untuk setiap 1000 eritrosit/ul.
Analisa Laboratorium Jumlah Lekosit
1. Metode : bilik hitung Improved Neubauer
2. Prinsip : LCS diencerkan dalam perbandingan tertentu dan lekosit dihitung dalam volume tertentu.
3. Alat yang dipakai :
a. Pipet lekosit
b. Bilik hitung Improved Neubauer
c. Tabung reaksi kecil
d. Mikroskop
4. Reagen yang dipakai : larutan Turk
5. Tata cara pemeriksaan
a. Kocoklah dengan perlahan-lahan LCS yang akan diperiksa.
b. Isaplah larutan Turk dengan pipet lekosit sampai tanda 1 (satu).
c. Kemudian LCS dihisap sampai tanda 11 (sebelas) dan seterusnya dikocok.
d. Letakkan kaca penutup di atas bilik hitung.
e. Larutan LCS yang ada dalam pipet lekosit dibuang antara 2-3 tetes, kemudian diteteskan pada bilik hitng
hingga bidang-bidang pada bilik hitung terisi. Diamkan lebih kurang 5 menit dalam posisi datar.
f. Kemudian diperiksa dalam mikroskop cahaya dengan pembesaran lensa obyektif 10 kali.
g. Hitung semua lekosit yang terdapat pada 9 (sembilan) bidang besar.
Pemeriksaan Kimia
Analisa kimia LCS dapat banyak membantu dalam diagnosis atau menilai prognosis
terhadap penderita. Pemeriksaan rutin yang sering dilakukan adalah penetapan
protein secara kualitatif, kadar protein, dan kadar glukosa.
ANALISA LABORATORIUM PROTEIN KUALITATIF
Dalam keadaan normal, cairan otak hanya mengandung sedikit sekali protein,
karena sawar darah-otak tidak dapat ditembus oleh protein-protein plasma yang
besar molekulnya. Konsentrasi normal kurang dari 1% dari kadar protein dalam
serum yang nilainya 5-8 g/dl. Perbandingan antara albumin dan globulin lebih besar
dalam LCS daripada dalam plasma karena molekul albumin lebih kecil sehingga
lebih mudah melalui sawar endotel.
14
WENNY ARTHA MULIA
1102011289
segera dilakukan apabila ada persangkaan bahwa LCS berisi granulosit dan bakteri.
Karena semua macam mikroorganisme menggunakan glukosa, maka penurunan
kadar glukosa dapat disebabkan oleh fungi, protozoa, bakteri tuberculosis, dan
bakteri piogen. Meningitis oleh virus hanya sedikit merendahkan kadar glukosa
dalam LCS.
Asam Laktat
Konsenttrasi asam laktat mencerminkan aktifitas glikolisis setempat dan karena itu
penetapan kadarnya dapat menambah informasi apabila hasil pemeriksaan lainnya
meragukan. Kadar asam laktat lebih dari 35 mg/dl jarang terjadi kecuali pada
meningitis oleh bakteri atau fungi.
Definisi
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan
medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur
(Smeltzer,2001). Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya
ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok,
Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus) (Long,
1996). Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal
dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat
(Suriadi & Rita, 2001).
Epidemiologi
Etiologi
Bakteri
a. Streptococcus pneumoniae (50%)
Sering terjadi pada orang dewasa berusia di atas 20 tahun dan timbul karena sebelumnya pasien menderita
penyakit sinusitis, otitis media (permasalahan THT). Berhubungan dengan alkoholisme, penyakit diabetes,
hypogammaglobulinemia, dan juga trauma kepala.
b. Neisseria meningitidis (25%)
Kejadian pada anak-anak dan pada dewasa muda berusia 2-20thn sekitar 60%, paling sering merupakan
penyebaran dari infeksi nasofaring dan juga berhubungan dengan pasien yang menderita diabetes, sirosis, dan
Infeksi Saluran Kemih.
16
WENNY ARTHA MULIA
1102011289
Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, jamur, cacing dan protozoa. Penyebab
paling sering adalah virus dan bakteri. Meningitis yang disebabkan oleh bakteri berakibat lebih fatal dibandingkan
meningitis penyebab lain karena mekanisme kerusakan dan gangguan otak yang disebabkan oleh bakteri maupun
produk bakteri lebih berat.
Infectious Agent meningitis purulenta mempunyai kecenderungan pada golongan
umur tertentu, yaitu golongan neonatus paling banyak disebabkan oleh E.Coli,
S.beta hemolitikus dan Listeria
monositogenes. Golongan umur dibawah 5 tahun (balita) disebabkan oleh
H.influenzae, Meningococcus dan Pneumococcus. Golongan umur 5-20 tahun
disebabkan oleh Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis dan Streptococcus
Pneumococcus, dan pada usia dewasa (>20 tahun) disebabkan oleh Meningococcus,
Pneumococcus, Stafilocccus, Streptococcus dan Listeria.
Penyebab meningitis serosa yang paling banyak ditemukan adalah kuman Tuberculosis dan virus.
Meningitis yang disebabkan oleh virus mempunyai prognosis yang lebih baik, cenderung jinak dan bisa sembuh
sendiri. Penyebab meningitis virus yang paling sering ditemukan yaitu Mumpsvirus, Echovirus, dan Coxsackie
virus , sedangkan Herpes simplex , Herpes zooster, dan enterovirus jarang menjadi penyebab meningitis
aseptik(viral).
Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung dengan penderita dan droplet
infection yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus, cairan bersin dan cairan
tenggorok penderita.
Saluran nafas merupakan port dentree utama pada penularan penyakit ini. Bakteri-
bakteri ini disebarkan pada orang lain melalui pertukaran udara dari pernafasan dan
sekresi-sekresi tenggorokan yang masuk secara hematogen (melalui aliran darah)
ke dalam cairan serebrospinal dan memperbanyak diri didalamya sehingga
menimbulkan peradangan diselaput otak maupun di otak.
Klasifikasi Meningitis
a. Berdasarkan onset
1. Acute : <24jam
2. Subacute : 1-7hari, pasien mempunyai sakit kepala, kaku kuduk, demam yang tidak terlalu tinggi dan lethargy
untuk beberapa hari ke minggu.
3. Chronic : >7hari, mempunyai karakteristik syndrome neurologic untuk >4minggu dan berkaitan dengan
inflamasi yang persistent di CSF (WBC > 5L).
Penyebab :
infeksi meningeal, keganasan, noninfectious inflammatory disorder, meningitis kimiawi and infeksi
parameningeal.
b. Berdasarkan Penyebab dan hasil Pemeriksaan LCS
1. Meningitis purulenta (Bakterialis)
2. Meningitis Serosa :
17
WENNY ARTHA MULIA
1102011289
Meningitis Tuberkulosa
Pada meningitis serosa TBC, cairan serebrospinal berwarna jernih/opalesen/kekuningan (xantokrom).
Tekanan dan jumlah sel meninggi, terutama terdiri dari limfosit. Kadar protein meninggi, sedangkan kadar
glukosa dan klorida menurun.
Meningitis Viral / Aseptik
Meningitis Sifilitika (Lues SSP)
Mengitis Jamur
Patofisiologi
Masuknya agen penyebab (Bakteri, Viral, dan Jamur) ke dalam tubuh dapat melalui:
a. Hematogen (infeksi faring, tonsil, endocarditis, dan pneumonia)
b. Infeksi paranasal sinus, mastoid
c. Trauma kepala terbuka
d. Transplasental
Meningitis Bakterialis
Sekitar 40% pasien meningitis bakterialis mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan yang dapat
mengganggu meknisme pertahanan mukosa sehingga memudahkan timbulnya infeksi oleh organisme. Kolonisasi
bakteri di nasofaring menghasilkan IgA protease yang dapat merusak barier mukosa dan memungkinkan bakteri
menempel pada selepitel nasofaring. Bakteri akan melewati sel-sel tersebut dan selanjutnya masuk ke aliran darah.
Saat bakteri di dalam darah, bakteri berhadapan dengan sistem kekebalan tubuh tapi karena bakteri memiliki kapsul
polisakarida yang bersifat antifagosit dan anti komplemen, maka bakteri dapat masuk ke dalam sistem kapiler SSP.
Bakteri melewati sawar darah otak lalu, mencapai choroids plexus dan menginfeksi sel-sel epitel choroids plexus
sebagai akses masuk ke ruang subarachnoid yang berisi CSF. Bakteri bermultiplikasi dicairan serebrospinal karena
cairan tersebut kurang memiliki pertahanan seluler (komplemen, antibodi, sel fagosit). Kerusakan otak terjadi akibat
peningkatan reaksi inflamasi yang disebabkan peranan komponen dinding sel bakteria. Endotoksin (bagian dinding
bakteri gram negatif) dan asam teichoic (bagian dinding bakteri gram positif) akan merangsang sel-sel endotel dan
sel glial melepaskan proinflamatory cytokines: TNF dan IL-1.
Selanjutnya terjadi serangkaian proses inflamasi lanjut sehingga terjadi kerusakan sawar darah otak.
Lekosit dan komplemen mudah masuk ke dalam ruang subarakhnoid disertai masuknya albumin mengakibatkan
edema vasogenik di otak. Lekosit dan mediator-mediator lain akan menyebabkan trombosis vena dan vaskulitis
sehingga dapat pula terjadi iskemik otak dan terjadi edema sitotoksik pada jaringan otak. Proses inflamasi lebih
lanjut akan menyebabkan gangguan reabsorpsi cairan serebrospinal di granula arakhnoid yang berakibat
meningktakan tekanan intrakranial sehingga timbullah edema interstitial di otak.
18
WENNY ARTHA MULIA
1102011289
Manifestasi Klinik
Trias klasik meningitis : demam, nyeri
kepala, dan kaku kuduk
Iritasi dan kerusakan saraf kranial (selubung
saraf yang terinflamasi) :
a. N II : papil edema, kebutaan
b. N III, IV, VI : ptosis, defisit lapang pandang, diplopia
c. N V : fotofobia
d. N VII : paresis facial
e. N VIII : ketulian, tinnitus dan vertigo
Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi
dan peningkatan TIK :
1. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
2. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif,
dan koma.
3. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb:
a. Rigiditas nukal (kaku leher). Upaya untuk fleksi kepala mengalami
kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
b. Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam
keadaan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan
sempurna.
c. Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan
fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita
yang berlawanan.
d. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
e. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat purulen dan edema serebral
dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-tanda vital (melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi),
pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran.
f. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.
g. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia: demam tinggi tiba-tiba muncul, lesi purpura yang
menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata.
Diagnosis dan DD
Anamnesis
1. Apakah pasien pernah mengalami nyeri kepala ?
2. Adakah gejala penyerta : fotofobia, kaku leher, mual, muntah, demam, mengantuk, atau bingung ?
3. Adakah tanda-tanda neurologis : diplopia, kelemahan fokal atau gejala sensoris B
4. Gejala sistemik lainnya : mual, muntah, demam, atau menggigil.
5. Adakah Riwayat meningitis, kebocoran atau pirau LCS, trauma kepala berat, infeksi telinga atau sinusitis ?
6. Adakah riwayat vaksinasi ?
7. Adakah riwayat meningitis dalam keluarga atau dilingkugan sekitar
8. Apakah berpergian ke luar negeri ?
Pemeriksaan Fisik
A. Pemeriksaan Rangsangan Meningeal
Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan rotasi
kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada
pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat
disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi
kepala.
19
WENNY ARTHA MULIA
1102011289
Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah
kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala
dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila pada
pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.
Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul
(seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada
pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontra lateral.
21
WENNY ARTHA MULIA
1102011289
sangat mirip dengan absess serebri. Gejala klinis ditandai dengan peninggian
tekanan intrakranial seperti sakit kepala, muntah proyektil dan kejang. Gambaran
MRI dan CT scan akan membedakan kedua kondisi ini.
c. Lateral Sinus Thrombosis
Merupakan suatu thrombophlebitis dari lateral sinus dan merupakan komplikasi
intrakranial dari otitis media yang sangat berbahaya. Gejala klinis : demam yang
intermitten meningkat secara irreguler, kedinginan, nyeri kepala, anemia serta
adanya tanda Greisingers [adanya edema pada daerah post auricular yang melalui
vena emissary mastoid]. Pada funduscopi terlihat adanya papil edema.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein cairan
cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan
intrakranial.
1. Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan
protein normal, kultur (-).
2. Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh, jumlah sel darah putih dan protein
meningkat, glukosa menurun, kultur (+) beberapa jenis bakteri.
Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap Darah
(LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu, pada
Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED. Pada Meningitis
Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
Pemeriksaan Radiologis
a. Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin dilakukan CT Scan.
b. Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus paranasal, gigi geligi).
Tatalaksana
22
WENNY ARTHA MULIA
1102011289
Pencegahan
1. Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko meningitis bagi
individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola hidup
sehat.
Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi meningitis pada bayi
agar dapat membentuk kekebalan tubuh. Vaksin yang dapat diberikan seperti
Haemophilus influenzae type b (Hib), Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7),
Pneumococcal polysaccaharide vaccine (PPV), Meningococcal conjugate vaccine
(MCV4), dan MMR (Measles dan Rubella). Imunisasi Hib Conjugate vaccine
(HbOC atau PRP-OMP) dimulai sejak usia 2 bulan dan dapat digunakan bersamaan
dengan jadwal imunisasi lain seperti DPT, Polio dan MMR. Vaksinasi Hib dapat
melindungi bayi dari kemungkinan terkena meningitis Hib hingga 97%. Pemberian
imunisasi vaksin Hib yang telah direkomendasikan oleh WHO, pada bayi 2-6 bulan
sebanyak 3 dosis dengan interval satu bulan, bayi 7-12 bulan di berikan 2 dosis
dengan interval waktu satu bulan, anak 1-5 tahun cukup diberikan satu dosis. Jenis
imunisasi ini tidak dianjurkan diberikan pada bayi di bawah 2 bulan karena dinilai
belum dapat membentuk antibodi.
Meningitis Meningococcus dapat dicegah dengan pemberian kemoprofilaksis
(antibiotik) kepada orang yang kontak dekat atau hidup serumah dengan penderita.
Vaksin yang dianjurkan adalah jenis vaksin tetravalen A, C, W135 dan Y. Meningitis
TBC dapat dicegah dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara
memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi BCG. Hunian sebaiknya
memenuhi syarat kesehatan, seperti tidak over crowded (luas lantai > 4,5 m2/orang),
23
WENNY ARTHA MULIA
1102011289
ventilasi 10 20% dari luas lantai dan pencahayaan yang cukup. Pencegahan juga
dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak langsung dengan penderita dan
mengurangi tingkat kepadatan di lingkungan perumahan dan di lingkungan seperti
barak, sekolah, tenda dan kapal. Meningitis juga dapat dicegah dengan cara
meningkatkan personal hygiene seperti mencuci tangan yang bersih sebelum makan
dan setelah dari toilet.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat masih
tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat menghentikan
perjalanan penyakit. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini
dan pengobatan segera. Deteksi dini juga dapat ditingkatan dengan mendidik
petugas kesehatan serta keluarga untuk mengenali gejala awal meningitis.
Dalam mendiagnosa penyakit dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik,
pemeriksaan cairan otak, pemeriksaan laboratorium yang meliputi test darah dan
pemeriksaan X-ray (rontgen) paru. Selain itu juga dapat dilakukan surveilans ketat
terhadap anggota keluarga penderita, rumah penitipan anak dan kontak dekat
lainnya untuk menemukan penderita secara dini.
Penderita juga diberikan pengobatan dengan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan jenis penyebab meningitis yaitu :
a. Meningitis Purulenta
Haemophilus influenzae b : ampisilin, kloramfenikol, setofaksim, seftriakson.
Streptococcus pneumonia : kloramfenikol , sefuroksim, penisilin, seftriakson.
Neisseria meningitidies : penisilin, kloramfenikol, serufoksim dan seftriakson.
b. Meningitis Tuberkulosa (Meningitis Serosa)
Kombinasi INH, rifampisin, dan pyrazinamide dan pada kasus yang berat dapat ditambahkan etambutol
atau streptomisin. Kortikosteroid berupa prednison digunakan sebagai anti inflamasi yang dapat menurunkan
tekanan intrakranial dan mengobati edema otak.
3. Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier merupakan aktifitas klinik yang mencegah kerusakan lanjut atau
mengurangi komplikasi setelah penyakit berhenti. Pada tingkat pencegahan ini
bertujuan untuk menurunkan kelemahan dan kecacatan akibat meningitis, dan
membantu penderita untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi-kondisi yang
tidak diobati lagi, dan mengurangi kemungkinan untuk mengalami dampak
neurologis jangka panjang misalnya tuli atau ketidak mampuan untuk belajar.
Fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat.
Komplikasi
a. Ventrikulitis e. paresis
b. efusi subdural f. hidrosefalus
c. meningitis berulang g. epilepsi
d. abses otak
a. artritis
b. endokarditis bakterial akut
c. SIADH
24
WENNY ARTHA MULIA
1102011289
f. Prognosis
g. Prognosis meningitis tergantung kepada umur, mikroorganisme spesifik yang menimbulkan penyakit,
banyaknya organisme dalam selaput otak, jenis meningitis dan lama penyakit sebelum diberikan antibiotik.
Penderita usia neonatus, anak-anak dan dewasa tua mempunyai prognosis yang semakin jelek, yaitu dapat
menimbulkan cacat berat dan kematian.
h. Pengobatan antibiotika yang adekuat dapat menurunkan mortalitas meningitis purulenta, tetapi 50% dari
penderita yang selamat akan mengalami sequelle (akibat sisa). Lima puluh persen meningitis purulenta
mengakibatkan kecacatan seperti ketulian, keterlambatan berbicara dan gangguan perkembangan mental,
dan 5 10% penderita mengalami kematian.
i.
j. 5.Memahami dan Menjelaskan Kejang Demam
k. Definisi
l. Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada anak berusia 3 bulan sampai dengan 5 tahun dan
berhubungan dengan demam (suhu rectal diatas 38 0C) serta tidak didapatkan adanya infeksi atau kelainan
lain yang jelas di intrakranial. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak
termasuk dalam kejang demam.
m. Etiologi
n. Hingga kini belum diketahui dengan pasti penyebab kejang demam. Demam sering disebabkan infeksi
saluran pernafasan atas, radang telinga tengah, infeksi saluran cerna dan infeksi saluran kemih. Kejang
tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Bisa juga disebabkan oleh:
1. Efek produk toksik daripada mikroorganisme
2. Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.
3. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.
4. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak diketahui atau enselofati toksik sepintas.
o. Menurut staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI (1985: 50), faktor presipitasi kejang demam adalah
cenderung timbul 24 jam pertama pada waktu sakit demam ataudimana demam mendadak tinggi karena
infeksi pernafasan bagian atas. Demam lebih sering disebabkan oleh virus daripada bakterial.
p. Tiga faktor utama yang berperan dalam terjadinya kejang demam :
a. Demam
q. Demam merupakan faktor utama timbul bangkitan kejang demam. Demam disebabkan oleh infeksi virus
merupakan penyebab terbanyak timbul bangkitan kejang demam (80%). Demam mempunyai peranan untuk terjadi
perubahan potensial membran dan menurunkan fungsi inhibisi sehingga menurunkan nilai ambang kejang.
Penurunan nilai ambang kejang memudahkan untuk timbul bangkitan kejang demam.
r. Bangkitan kejang demam terbanyak terjadi pada kenaikan suhu tubuh berkisar 38,9C-39,9C (40-56%).
Bangkitan kejang terjadi pada suhu tubuh 37C-38,9C sebanyak 11% pendenta dan sebanyak 20% penderita kejang
demam terjadi pada suhu tubuh di atas 40C.
b. Umur
s. Pada keadaan otak belum matang reseptor untuk asam glutamat sebagai reseptor eksitator padat dan aktif,
sebaliknya reseptor GABA sebagai inhibitor kurang aktif, sehingga otak belum matang eksitasi lebih dominan
dibanding inhibisi. Corticotropin releasing hormon (CRH) merupakan neuropeptid eksitator, berpotensi sebagai
prokonvulsan. Pada otak belum matang kadar CRH di hipokampus tinggi. Kadar CRH tinggi di hipokampus
berpotensi untuk terjadi bangkitan kejang apabila terpicu oleh demam.43 Mekanisme homeostasis pada otak belum
matang masih lemah, akan berubah sejalan dengan perkembangan otak dan pertambahan usia, meningkatkan
eksitabilitas neuron.
c. Gen
25
WENNY ARTHA MULIA
1102011289
t. Tetapi nampaknya pewarisan gen secara autosomal dominan paling banyak ditemukan. Penetrasi autosomal
dominan diperkirakan sekitar 60% - 80%.52 Apabila salah satu orang tua penderita dengan riwayat pernah
menderita kejang demam mempunyai nsiko untuk terjadi bangkitan kejang demam sebesar 20%-22%. Dan apabila
ke dua orang tua penderita tersebut mempunyai riwayat pernah menderita kejang demam maka risiko untuk terjadi
bangkitan kejang demam meningkat menjadi 59-64%, tetapi sebaliknya apabila kedua orangnya tidak mempunyai
riwayat pemah menderita kejang demam maka risiko terjadi kejang demam hanya 9%.53 Pewarisan kejang demam
lebih banyak oleh ibu dibandingkan ayah, yaitu 27 % berbanding 7%.
u. Klasifikasi
v. Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Livingstone), yaitu:
1. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis sebagai berikut :
- umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun
- kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit.
- kejang bersifat umum
- kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam.
- pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
- pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukan kelainan.
- frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali
2. Kejang Demam Komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis sebagai berikut :
- biasanya dari kejang kompleks diandai dengan kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit
- fokal atau multiple ( lebih dari 1 kali dalam 24 jam).
- anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurology atau riwayat kejang dalam atau tanpa kejang dalam
riwayat keluarga.
w.
x. Epidemiologi
y. Kejang demam merupakan tipe kejang terbanyak pada kelompok usia pediatric. Angka kejadian kejang
demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Negara Asia
dilaporkan angka kejadiannya lebih tinggi meningkat menjadi 10% - 15%. Kebanyakan kasus pada usia 6
bulan hingga 3 tahun,denganPeak Incidence 18 bulan.
z. Patofisiologi
aa. Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan
gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apneu , meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia,
26
WENNY ARTHA MULIA
1102011289
asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerob, hipotensi disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu
tubuh makin meningkat karena aktifitas otot dan menyebabkan metabolisme otak meningkat. Hal ini akan
menyebabkan kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.
ab. Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel/organ otak diperlukan energi yang didapat dari
metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yaitu glukosa. Sifat proses ini adalah oksidasi dengan perantaraan
fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Dari uraian di atas, diketahui bahwa sumber
energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel yang dikelilingi oleh
membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit oleh natrium (Na+) dan
elektrolit lainnya kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan ion Na+ rendah,
sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena keadaan tersebut, maka terjadi perbedaan potensial
membran yang disebut potesial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini
diperlukan energi dan bantuan enzim Na - K Atpase yang terdapat pada permukaan sel.
ac. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi ion diruang
ekstraseluler. Rangsangan yang datangnya mendadak seperti mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya dan
perubahan patofisiologi dan membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
ad. Pada demam, kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan metabolisme basal 10 - 15 % dan kebutuhan
O2 meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan
dengan orang dewasa (hanya 15%) oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium dan natrium melalui membran listrik. Ini demikian
besarnya sehingga meluas dengan seluruh sel dan membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang tersebut
neurotransmitter dan terjadi kejang.
ae. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38 oCdan anak dengan ambang kejang
tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 400C atau lebih, kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai apnea.
Meningkatnya kebutuhan O2 dan untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, denyut
jantung yang tidak teratur dan makin meningkatny asuhu tubuh karena tingginya aktifitas otot dan selanjutnya
menyebabkan metabolisme otak meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang
mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul oedema otak yang mengakibatkan
kerusakan sel neuron otak.
27
WENNY ARTHA MULIA
1102011289
af.
ag.
ah. Faktor Resiko
ai.
aj.
28
WENNY ARTHA MULIA
1102011289
ak.
al. Kejang merupakan manifestasi klinik akibat terjadinya pelepasan muatan listrik yang berlebihan di sel neuron
otak karena gangguan fungsi pada neuron tersebut baik berupa fisiologi, biokimiawi, maupun anatomi.
am. Mekanisme terjadinya kejang ada beberapa teori:
a. Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na-K, misalnya pada hipoksemia, iskemia, dan
hipoglikemia. Sedangkan pada kejang sendiri dapat terjadi pengurangan ATP dan terjadi hipoksemia.
b. Perubahan permeabilitas membran sel syaraf, misalnya hipokalsemia dan hipomagnesemia.
c. Perubahan relatif neurotransmiter yang bersifat eksitasi dibandingkan dengan neurotransmiter inhibisi dapat
menyebabkan depolarisasi yang berlebihan. Misalnya ketidakseimbangan antara GABA atau glutamat akan
menimbulkan kejang.
an. Patofisiologi kejang demam secara pasti belum diketahui, dimperkirakan bahwa pada keadaan demam
terjadi peningkatan reaksi kimia tubuh. Dengan demikian reaksi-reaksi oksidasi terjadi lebih cepat dan akibatnya
oksigen akan lebih cepat habis, terjadilah keadaan hipoksia. Transport aktif yang memerlukan ATP terganggu,
sehingga Na intrasel dan K ekstrasel meningkat yang akan menyebabkan potensial membran cenderung turun atau
kepekaan sel saraf meningkat.
ao. Pada saat kejang demam akan timbul kenaikan konsumsi energi di otak, jantung, otot, dan terjadi gangguan
pusat pengatur suhu. Demam akan menyebabkan kejang bertambah lama, sehingga kerusakan otak makin
bertambah. Pada kejang yang lama akan terjadi perubahan sistemik berupa hipotensi arterial, hiperpireksia sekunder
29
WENNY ARTHA MULIA
1102011289
akibat aktifitas motorik dan hiperglikemia. Semua hal ini akan mengakibatkan iskemi neuron karena kegagalan
metabolisme di otak. Demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme sebagai berikut:
a. Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang belum matang/immatur.
b. Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang menyebabkan gangguan permiabilitas membran sel.
c. Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat dan CO2 yang akan merusak neuron.
d. Demam meningkatkan Cerebral Blood Flow (CBF) serta meningkatkan kebutuhan oksigen dan glukosa, sehingga
menyebabkan gangguan pengaliran ion-ion keluar masuk sel.
ap.
ar. Kebanyakan kejang demam berlangsung singkat, bilateral, serangan berupa klonik atau tonik-
klonik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak,
tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf. Kejang
30
WENNY ARTHA MULIA
1102011289
demam dapat berlangsung lama dan atau parsial. Pada kejang yang unilateral kadang-kadang diikuti oleh hemiplegi
sementara (Todds hemiplegia) yang berlangsung beberapa jam atau bebarapa hari. Kejang unilateral yang lama
dapat diikuti oleh hemiplegi yang menetap. (Lumbantobing,SM.1989:43).
as. Menurut Behman (2000: 843) kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yangtinggi dan
biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39 oC atau lebih ditanda dengan adanya kejang khas menyeluruh
tonik klonik lama beberapa detik sampai 10 menit. Kejang demam yang menetap > 15 menit menunjukkan
penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik selain itu juga dapat terjadi mata terbalik ke atas dengan disertai
kekakuan dan kelemahan serta gerakan sentakan terulang.
at.
au. Durasi kejang bervariasi, dapat berlangsung beberapa menit sampai lebih dari 30 menit, tergantung pada
jenis kejang demam tersebut.Sedangkan frekuensinya dapat kurang dari 4 kali dalam 1 tahun sampai lebih
dari 2 kali sehari.Pada kejang demam kompleks, frekuensi dapat sampai lebih dari 4 kali sehari dan
kejangnya berlangsung lebih dari 30 menit
2. EEG / Elektroensefalografi
bc. Pemeriksaan EEG dibuat 10-14 hari setelah bebas panas tidak menunjukan kelainan liquor. Gelombang
EEG lambat didaerah belakang dan unilatera lmenunjukan kejang demam kompleks. Pemeriksaan
elektroensefalogram (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau memprediksi berulangnya
kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karena itu tidak
direkomendasikan. PemeriksaanEEG dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas, misalnya kejang
demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal
3. PencitraanFoto X-ray, CT-Scan, MRI
bd. dilakukan atas indikasi :
- Kelainan neurologic fokal yang menetap (hemiparesis)
- Paresis nervus VI
- Papiledema
be.
bf. Diagnosis Banding
Terpapar toksin
Emboli sepsis
Sindroma hemolitik-uremika
Ensefalopati akut
Malaria
Syncope
Menggigil waktu demam
Epilepsi mioklonik
Tatalaksana
32
WENNY ARTHA MULIA
1102011289
Dalam penanggulangan kejang demam ada 6 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :
-Mengatasi kejang secepat mungkin -Mencegah terjadinya kejang dengan cara anak
-Pengobatan penunjang jangan sampai panas
-Memberikan pengobatan rumat -Pengobatan akut
-Mencari dan mengobati penyebab
34
WENNY ARTHA MULIA
1102011289
Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang demam sederhana
diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus diberikan kepada anak
yang bila menderita demam lagi.Antikonvulsan yang diberikan ialah fenobarbital dengan
dosis 4-5 mg/kgBB/hari yang mempunyai efek samping paling sedikit dibandingkan dengan
obat antikonvulsan lainnya.
Obat yang kini ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya kejang demam
ialah diazepam, baik diberikan secara rectal maupun oral pada waktu anak mulai terasa panas.
Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk menderita
kejang demam sedehana sangat kecil yaitu sampai sekitar umur 4 tahun.
2.Profilaksis jangka panjang
Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis teurapetik yang stabil
dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari.
Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah:
a.Fenobarbital
Dosis 4-5 mg/kgBB/hari.Efek samping dari pemakaian fenobarbital jangka panjang ialah perubahan sifat
anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur dan kadang-kadang gangguan kognitif atau fungsi luhur.
b.Sodium valproat / asam valproat
Dosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis.Namun, obat ini harganya jauh lebih mahal
dibandingkan dengan fenobarbital dan gejala toksik berupa rasa mual, kerusakan hepar, pancreatitis.
c.Fenitoin
Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat berupa hiperaktif sebagai
pengganti fenobarbital.Hasilnya tidak atau kurang memuaskan.Pemberian antikonvulsan pada profilaksis jangka
panjang ini dilanjutkan sekurang-kurangnya 3 tahun seperti mengobati epilepsi.Menghentikan pemberian
antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan dengan jalan mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan.
D.Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks biasanya infeksi traktus
respiratorius bagian atas dan otitis media akut.Pemberian antibiotik yang tepat dan kuat perlu
untuk mengobati infeksi tersebut.
Secara akademis pada anak dengan kejang demam yang datang untuk pertama kali sebaiknya
dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal.Hal ini perlu untuk menyingkirkan faktor infeksi di
dalam otak misalnya meningitis.
Apabila menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang intensif perlu
dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi lumbal, darah lengkap, misalnya gula darah, kalium,
magnesium, kalsium, natrium, nitrogen, dan faal hati.
E.Mencegah Terjadinya kejang dengan cara anak jangan sampai panas
Dalam hal ini tindakan yang perlu ialah mencari penyebab kejang demam tersebut.Misalnya
pemberian antibiotik yang sesuai untuk infeksi.Untuk mencegah agar kejang tidak berulang
kembali dapat menimbulkan panas pada anak sebaiknya diberi antikonvulsan atau menjaga
anak agar tidak sampai kelelahan, karena hal tersebut dapat terjadi aspirasi ludah atau lendir
dari mulut.
Kambuhnya kejang demam perlu dicegah karena serangan kejang merupakan pengalaman
yang menakutkan dan mencemaskan bagi keluarga.Bila kejang berlangsung lama dapat
mengakibatkan kerusakan otak yang menetap (cacat).
Ada 3 upaya yang dapat dilakukan :
1.Profilaksis intermitten
2.Profilaksis terus menerus dengan obat antikonvulsan tiap hari
3.Mengatasi segera jika terjadi serangan kejang
35
WENNY ARTHA MULIA
1102011289
F.Pengobatan Akut
Dalam pengobatan akut ada 4 prinsip, yaitu :
1.Segera menghilangkan 2.Turunkan panas
kejang 3.Pengobatan terhadap panas
4.Suportif
Diazepam diberikan dalam dosis 0,2-0,5 mg/kgBB secara IV perlahan-lahan selama 5 menit.
Bersamaan dengan mengatasi kejang dilakukan:
1. Bebaskan jalan nafas, pakaian penderita dilonggarkan kalau perlu dilepaskan
2. Tidurkan penderita pada posisi terlentang, hindari dari trauma. Cegah trauma pada bibir dan lidah dengan
pemberian spatel lidah atau sapu tangan diantara gigi
3. Pemberian oksigen untuk mencegah kerusakan otak karena hipoksia
4. Segera turunkan suhu badan dengan pemberian antipiretika (asetaminofen/parasetamol) atau dapat
diberikan kompres es
5. Cari penyebab kenaikan suhu badan dan berikan antibiotic yang sesuai
6. Apabila kejang berlangsung lebih dari 30 menit dapat diberikan kortikosteroid untuk mencegah oedem otak
dengan menggunakan cortisone 20-30 mg/kgBB atau dexametason 0,5-0,6 mg/kgBB.
Komplikasi
Hingga saat ini tidak pernah dilaporkan terjadi kecacatan atau kematian sebagai komplikasi
dari kejang demam. Terdapat beberapa faktor resiko yang meningkatkan resiko kejang demam
berkembang menjadi epilepsi. Faktor resiko tersebut adalah :
- Kelainan neurologis yang nyata sebelum kejang demam pertama
- Kejang demam kompleks
- Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umunya tidak akan meninggalkan gejala sisa. Pada
kejang demam yang lama (lebih dari 15 menit) biasanya diikuti dengan apneu, hipoksemia, (disebabkan oleh
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet), asidosis laktat (disebabkan oleh
metabolisme anaerobik), hiperkapnea, hipoksi arterial, dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat.
Rangkaian kejadian di atas menyebabkan gangguan peredaran darah di otak, sehingga terjadi hipoksemia dan edema
otak, pada akhirnya terjadi kerusakan sel neuron.
Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, perjalanan penyakitnya baik dan
tidak menimbulkan kematian. Kejang demam pada umumnya dianggap tidak berbahaya dan
sering tidak menimbulkan gejala sisa, akan tetapi bila kejang berlangsung lama sehingga
menimbulkan hipoksia pada jaringan SSP, dapat menyebabkan adanya gejala sisa dikemudian
hari. Dan apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi:
a) Kejang demam berulang (rekurensi). Faktor resiko kejang demam berulang:
- Usia < 15 bulan saat kejang demam pertama
- Riwayat kejang demam pada keluarga
- Riwayat adanya demam yang sering
- kejang pertama adalah CPS
- kejang demam terjadi segera setelah mulai demam/saat suhu sudah relatif normal
b) Epilepsi
c) Kelainan motorik
d) Gangguan mental dan belajar.
36
WENNY ARTHA MULIA
1102011289
Kejang demam dapat berulang, kejang demam berulang 30 37% dari kasus, 50% anak yang mengalami
kejang demam pertama akan berulang. Kebanyakan KD terbatas 2-3 x berulang dan hanya 9-12% pasien mengalami
> 3 x berulang. Kejang berulang kasus terjadi dalam satu tahun. Dapat pula terjadi epilepsi setelah kejang demam.
Kejadian epilepsi 2-7%. Waktu terjadinya epilepsi :
o 2% sebelum umur 5-7 tahun
o 4,5% pada umur 10 tahun
o 5,5% pada umur 11-15 tahun
o 7% pada umur 25 tahun
Definisi
Pengambilann cairan serebrospinal dapat dilakukan dengan cara Lumbal Punksi, Sisternal
Punksi atau Lateral Cervical Punksi. Lumbal Punksi
merupakan prosedure neuro diagnostik yang paling
sering dilakukan, sedangkan sisternal punksi dan lateral
hanya dilakukan oleh orang yang benar-benar ahli.
Teknik
Persiapan Lumbal Punksi:
1. Periksa gula darah 15-30 menit sebelum dilakukan LP
2.Jelaskan prosedur pemeriksaan, bila perlu diminta persetujuan
pasen/keluarga terutama pada LP dengan resiko tinggi
Teknik Lumbal pungsi :
1. Pasien diletakkan pada pinggir tempat tidur, dalam posisi lateral decubitus dengan leher, punggung, pinggul
dan tumit lemas. Boleh diberikan bantal tipis dibawah kepala atau lutut.
2. Tempat melakukan pungsi adalah pada kolumna vetebralis setinggi L 3-4, yaitu setinggi crista iliaca. Bila tidak
berhasil dapat dicoba lagi intervertebrale ke atas atau ke bawah. Pada bayi dan anak setinggi intervertebrale L4-5
3. Bersihkan dengan yodium dan alkohol daerah yang akan dipungsi
4. Dapat diberikan anasthesi lokal lidocain HCL
5. Gunakan sarung tangan steril dan lakukan punksi, masukkan jarum tegak lurus dengan ujung jarum yang mirip
menghadap ke atas. Bila telah dirasakan menembus jaringan meningen penusukan dihentikan, kemudian jarum
diputar dengan bagian pinggir yang miring menghadap ke kepala.
6. Dilakukan pemeriksaan tekanan dengan manometer dan test Queckenstedt bila diperlukan. Kemudian ambil
sampel untuk pemeriksaan jumlah dan jenis sel, kadar gula, protein, kultur baktri dan sebagainya.
Indikasi
1. Untuk mengetahui tekanan dan mengambil sampel untuk pemeriksan sel, kimia dan bakteriologi
2. Untuk membantu pengobatan melalui spinal, pemberian antibiotika, anti tumor dan spinal anastesi
3. Untuk membantu diagnosa dengan penyuntikan udara pada pneumoencephalografi, dan zat kontras pada
myelografi
Kontraindikasi
1. Adanya peninggian tekanan intra kranial dengan tanda-tanda nyeri kepala, muntah dan
papil edema
2. Penyakit kardiopulmonal yang berat
37
WENNY ARTHA MULIA
1102011289
Rukun Umrah
Adapun rukun umrah adalah sebagai berikut:
1. Niat Ihram. Setiap ibadah dimulai dengan niat, begitu pula dengan ihram jika tidak berniat maka umrahnya
tidak sah.
2. Thawaf Umrah. Berniat mengelilingi Kaabah semata-mata untuk menunaikan tawaf karena Allah S.W.T.
3. Sai. Sai dilakukan genap dan sempurna bilangan sebanyak tujuh kali perjalanan balik dari Marwah ke Safa.
4. Tahallul (Cukur / gunting rambut). Bagi umrah seseorang itu boleh bertahallul setelah selesai melaksanakan
dengan sempurna semua rukun yang lain yaitu niat, tawaf dan Saie.
5. Tertib. Rukun tidak boleh ditinggalkan (harus dilaksanakan). Bila tidak dilaksanakan umrahnya tidak sah.
Syarat Umroh
Syarat umroh harus memenuhi semua kriteria berikut:
1. Islam. Orang kafir tidak disyariatkan melaksanakan umrah dan ibadah-ibadah lainnya karena dia tidak
mengakui dan menganut agama Islam.
2. Baligh (Dewasa). Anak kecil yang belum baligh tidak disyariatkan melaksanakan umrah, meskipun umrahnya
sah jika dia telah mumayyiz.
3. Aqil (Berakal sehat). Tidak ada perintah melaksanakan umrah bagi orang gila dan tidak pula sah umroh yang
dilakukan oleh orang gila.
4. Merdeka. Hamba sahaya (budak) tidak diperintahkan melaksanakan ibadah umrah karena umrah memerlukan
waktu yang panjang sehingga kepentingan tuannya akan terabaikan.
5. Istithaah atau memiliki kemampuan dari segi fisik, harta, dan keamanan.
Tahapan-Tahapan Umroh
Tata cara pelaksanaan ibadah umroh adalah mandi, berwudhu, ihram dari miqot, shalat sunat
ihram dua rakaat, niat umroh dengan membaca Labbaik Allahumma Umratan , membaca
Talbiah serta tawaf di Masjidil Haram, Tawaf, Sai, antara Shafa dan Marwah dan Tahallul
38
WENNY ARTHA MULIA
1102011289
(cukur) dengan melaksanakan berbagai rangkaian ibadah tersebut, maka selesailah ibadah
umroh.
Wajib Umrah
Wajib Umrah hanya satu yaitu Ihram dari Miqat. Bila melanggar (tidak melaksanakan) wajib
umrah, umrahnya tetap sah tapi harus bayar dam. Selain itu bagi umrah wajib menghindari
perbuatan yang diharamkan ketika ihram.
Perbedaan Ibadah Haji dan Umrah dari Segi Waktu Pelaksanaan
Haji dan umrah adalah ibadah yang, menurut kaca mata orang awam Indonesia, sama; pergi
ke Mekkah. Namun, sejatinya keduanya memiliki perbedaan penting. Haji, sering disebut
sebagai haji besar, hanya sah \ bila dilaksanakan setahun sekali pada musim haji/bulan haji
yakni 9-13 zulhijjah. Sedangkan umrah, kapanpun anda ingin pergi beribadah umrah maka itu
bisa dan sah dilaksanakan. Artinya, Ibadah umrah dapat ditunaikan setiap waktu sepanjang
tahun.
Perbedaan Ibadah Haji dan Umrah dari Segi Tata Cara Pelaksanaan (Manasik)
Dalam prakteknya, orang yang menjalankan urutan-urutan ibadah haji berarti ia sudah
melakukan praktek umrah. Karena umrah hanya terdiri: niat, thawaf dan sai, memotong
rambut/tahallul . Sedangkan haji, meliputi semua tata cara umrah ditambah dengan (dan inilah
perbedaan mendasarnya) wuquf di Arafah, menginap di Muzdalifah dan di Mina, serta
melempar jumroh.
Perbedaan Ibadah Haji dan Umrah dari Segi Hukum
Status WAJIB telah menjadi ketetapan hukum haji. Di kalangan ulama tidak ada perbedaan
dan perselisihan dalam hal wajibnya menuaikan ibadah haji bagi orang yang mampu.
Sedangkan mengenai wajibnya umrah (bagi yang mampu melaksanakannya), para ulama
berbeda pendapat; sebagian mengatakan wajib, dan sebagian yang lain mengatakan tidak
wajib.
39