Вы находитесь на странице: 1из 17

BAB I

PENDAHULUAN

Kerongkongan sebagai jalan masuknya makanan dan minuman


secara anatomis terletak di belakang tenggorokan (jalan nafas). Kedua
saluran ini sama- sama berhubungan dengan lubang hidung maupun
mulut. Agar tidak terjadi salah masuk, maka diantara kerongkongan
dan tenggorokan terdapat sebuah katup (epiglotis) yang bergerak
secara bergantian menutup tenggorokan dan kerongkongan seperti
layaknya daun pintu. Saat bernafas, katup menutup kerongkongan
agar udara menuju tenggorokan, sedangkan saat menelan makanan,
katup menutup tenggorokan agar makanan lewat kerongkongan.
Tersedak dapat terjadi bila makanan yang seharusnya menuju
kerongkongan, malah menuju tenggorokan karena berbagai sebab.
Obstruksi jalan nafas oleh benda asing pada orang dewasa
sering terjadi pada saat makan, daging merupakan penyebab utama
obstruksi jalan nafas meskipun demikian berbagai macam bentuk
makanan yang lain berpotensi menyumbat jalan nafas pada anak-
anak dan orang dewasa.
Benda asing dalam suatu organ dapat terbagi atas benda
asing eksogen (berasal dari luar tubuh) dan benda asing endogen
(berasal dari dalam tubuh) yang dalam keadaan normal seharusnya
benda tersebut tidak ada. Secara statistik, presentase aspirasi benda
asing berdasarkan letaknya masing- masing adalah hipofaring 5%,
laring/ trakea 12%, dan bronkus sebanyak 83%. Rasio laki- laki banding
wanita 1.4 : 1 Kebanyakan kasus aspirasi benda asing terjadi pada
anak usia <15 tahun; sekitar 75% aspirasi benda asing terjadi pada
anak usia 1-3 tahun. Hal ini terjadi karena anak seumur itu sering tidak
terawasi, lebih aktif, dan cenderung memasukkan benda apapun
kedalam mulutnya.
Benda asing eksogen terdiri dari zat organik seperti kacang-
kacangan, tulang, dan zat anorganik seperti peniti, jarum, batu dan
lain lain. Benda asing eksogen cair dibagi dalam benda cair yang
bersifat iritatif, seperti zat kimia, dan benda cair non- iritatif, yaitu
cairan dengan pH 7,4. Benda asing endogen contohnya sekret kental,
darah atau bekuan darah, nanah, krusta, perkijuan, membrane difteri,
bronkolit, cairan amnion, dan mekonium.
Benda asing ada yang dapat ditembus sinar X seperti; biji
kacang, kedele, kayu, duri, atau daging dan yang tidak tembus sinar X
seperti logam. Gejala klinik tergantung jenis dan letak, ditemukan
stridor dan sumbatan jalan nafas.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Corpus alienum (benda asing) di dalam suatu organ adalah


benda yang berasal dari luar tubuh atau dari dalam tubuh, yang dalam
keadaan normal tidak ada. Benda asing pada saluran nafas dapat
terjadi pada semua umur terutama anak- anak karena anak-anaka
sering memasukkan benda ke dalam mulutnya bahkan sering bermain
atau menangis pada waktu makan.

2.2 Etiologi Dan Faktor Predisposisi

Faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda asing pada


saluran nafas adalah:
1. Usia yaitu pada anak- anak, dimana mereka sering memasukkan
segala sesuatu ke dalam mulut, gigi geligi yang belum lengkap
dan refleks menelan yang belum sempurna.
2. Jenis kelamin, lebih sering pada laki- laki
3. Faktor kejiwaan (emosi, dan gangguan psikis)
4. Kegagalan mekanisme proteksi, misalnya penurunan kesadaran,
keadaan umum buruk, penyakit serebrovaskuler, dan kelainan
neurologik
5. Faktor kecerobohan, misalnya kebiasaan menaruh benda di
mulut, makan dan minum tergesa- gesa
6. Faktor medikal dan surgikal

Faktor fisiologik dan sosiologik lain yang juga merupakan


faktor predisposisi antara lain; pertumbuhan gigi belum lengkap,
belum termasuk gigi molar, belum dapat menelan makanan padat
secara baik, kemampuan anak membedakan makanan yang dapat di
makan dan todak dapat dimakan belum sempurna. Benda tersangkut
pada saat makan sambil tertawa, bicara, menangis, dan berlari. Pada
orang tua, terutama yang mempunyai gangguan neurologis dan
berkurangnya refleks menelan dapat disebabkan oleh pengaruh
alkohol, stroke, parkinson, trauma, dementia juga mempunyai resiko
yang besar untuk terjadinya aspirasi
2.3 Anatomi dan Fisiologi

Gambar 2.1 Anatomi Sistem Pernafasan

Anatomi Sistem Pernafasan


Pernafasan atau respirasi merupakan suatu proses
pengambilan oksigen dan pengeluaran karbon dioksida didalam tubuh.
Sistem pernafasan terdiri dari alat- alat pernafasan yang berfungsi
memasukan udara yang mengandung mengandung oksigen dan
mengeluarkan udara yang mengandung karbon dioksida dan uap air.

Sistem pernafasan manusia dimulai dari:


a. Rongga Hidung (Cavum Nasalis)
Udara dari luar akan masuk lewat rongga gidung (cavum
nasalis). Rongga hidung belapis selaput lendir, di dalamnya terdapat
kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar
sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang
masuk lewat saluran pernafasan. Selain itu, terdapat juga rambut
pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang
masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak
kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk. Di
sebelah belakang rongga hidung terhubung dengan nasofaring melalui
dua lubang yang disebut choanae. Pada permukaan rongga hidung
terdapat rambut- rambut halus dan selaput lendir yang berfungsi untuk
menyaring udara yang masuk ke dalam rongga hidung.

b. Faring
Udara dari hidung masuk ke faring. Faring merupakan
percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernafasan (nasofaring) pada
bagian depan dan saluran pencernaan (orofaring) pada bagian
belakang. Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat
laringm(tekak) tempat terletaknya pita suara ( pita vocalis) . Masuknya
udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan
terdengar sebagai suara.
Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan
masuk ke saluran pernafasan karena saluran pernafasan pada saat
tersebut sedang tebuka. Walaupun demikian , saraf kita akan
mengatur agar peristiwa menelan, bernafas, dan berbicara tidak
terjadi bersamaan.
Fungsi utama faring adalah menyediakan saluran bagi udara
yang keluar masuk dan juga sebagai jalan makanan dan minuman
yang ditelan, faring juga menyediakan ruang dengung ( resonansi)
untuk suara percakapan.
c. Trakea (Batang tenggorok)
Berupa pipa yang panjangny + 10 cm, terletak sebagian di
leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding trakea tipis dan
kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam
rongga bersilia. Silia- silia ini berfungsinmenyaring benda- benda asing
yang masuk saluran pernafasan.
Trakea terletak di sebelah depan kerongkongan (faring). Di
dalam rongga dada, trakea bercabang menjadi dua cabang bronkus. Di
dalam paru- paru, bronkus bercabang- cabang lagi menjadi salurang
yang sangatkecil disebut bronkiolus. Ujung bronkiolus berupa
gelombang kecil yang disebut gelombang paru- paru (alveolus).

d. Laring
Merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan.
Laring berada diantara orofaring dan trakea, didepan lariofaring. Salah
satu tulang rawan pada laring disebut epiglotis. Epiglotis terletak
diujung bagian pangkal laring. Laring diselaputi oleh membrane
mukosa yang terdiri dari epitel berlapis pipih yang cukup tebal
sehingga kuat untuk menahan getaran- getaran suara pada laring.
Fungsi utama laring adalah menghasilkan suara dan juga sebagai
tempat keluar masuknya udara.
Pangkal tenggorok disususn oleh beberapa tulang rawan yang
membentuk jakun. Pangkal tenggorok dapat ditutup oleh katup
pangkal tenggorok ( epiglotis). Pada waktu menelan makanan, katup
tersebut menutup pangkal tenggorok dan pada waktu bernafas katup
membuka. Pada pangkal tenggorok terdapat selaput suara yang akan
bergetar bila ada udara dari paru- paru, misalnya pada waktu kita
bicara.
Ketika benda asing masuk dalam laring, maka secara reflek
laring akan menutup, karena ada rangsangan melalui n. IX.
Perangsangan n. IX tersebut juga menyebabkan penutupan glotis,
reflek batuk, dan henti nafas akibat penutupan laring. Reflek tersebut
merupakan perlindungan yang dilakukan faring terhadap benda asing
agar tidak masuk ke saluran pernafasan yang lebih bawah. Fungsi lain
dari laring adalah untuk produksi suara (fonasi), respirasi, dan fiksasi
dada. Maksud dari fiksasi dada di sini misalnya ketika mengejan saat
melahirkan ataupun BAB, maka laring akan menutup. Jika laring
terbuka, maka tidak bisa mengejan dengan kuat.

e. Bronkus
Trakea bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan
dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan
trakea, hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada
bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya melingkari
lumen dengan sempurna. Bronkus bercabang- cabang lagi menjadi
bronkiolus.
Bronkus sebelah kanan (bronkus primer) bercabang menjadi
tiga bronkus lobaris (bronkus sekunder), sedangkan bronkus sebelah
kiri bercabang menjadi dua bronkiolus. Cabang- cabang yang paling
kecil masuk ke dalam gelembung paru- paru atau alveolus. Dinding
alveolus mengandung kapiler darah, melalui kapiler- kapiler darah
dalam alveolus inilah oksigen berdifusi ke dalam darah. Fungsi utama
bronkus adalah menyediakan jalan bagi udara yang masuk dan keluar
paru- paru

g. Paru-paru
Paru- paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di
bagian samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan dibagian bawah
dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru- paru ada dua bagian
yaitu paru- paru kanan (pulmo dekstra) yang terdiri atas 3 lobus dan
Paru- paru kiri (pulmo sinistra) yang terdiri dari 2 lobus. Paru- paru
dibungkus oleh dua selaput yang tipis disebut pleura. Selaput bagian
dalam yang langsung menyelaputi paru- paru disebut pleura dalam
( pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang
bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar ( pleura
parietalis). Paru- paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan
elastik, dan pembuluh darah. Bronkiolus tidak mempunyai tulang
rawan tetapi rongga bronkus masih berilia dan dibagian ujungnya
mempunyai epitelium berbentuk kubus berilia. Setiap bronkiolus
terminalis bercabang- cabang menjadi bronkiolus respirasi kemudian
menjadi duktus alveolaris. Pada dinding duktus alveolaris mengandung
gelembung- gelembung yang disebut alveolus.

2.4 Patofisiologi

Tujuan refleks menelan adalah mencegah masuknya makanan


atau cairan ke dalam trakea. Impuls motoris dari pusat menelan yang
menuju ke faring dan bagian atas esofagus diantar oleh saraf kranial V,
IX, X dan XII dan beberapa melalui saraf cervical. Menelan memiliki
beberapa stadium yaitu stadium volunter, faringeal dan oesofageal.
Pada stadium volunter, benda ditekan atau didorong ke bagian
belakang mulut oleh tekanan lidah ke atas dan belakang terhadap
palatum, sehingga lidah memaksa benda ke pharing. Pada stadium
faringeal, palatum mole didorong keatas untuk menutup nares
posterior, sehingga mencegah makanan balik ke rongga hidung.
Lipatan palatofaringeal saling mendorong ke arah tengah, kemudian
pita suara laring berdekatan dan epiglotis mengayun ke belakang,
sehingga mencegah makanan masuk ke trakea. Pada orang dewasa
tertelan benda asing sering dialami oleh pemabuk atau pemakai gigi
palsu yang telah kehilangan sensasi rasa (tactile sensation) dari
palatum dan pada penderita gangguan jiwa.
Bronkus dan trakea sangat peka dengan benda asing ataupun
iritasi lain, sehingga bisa menimbulkan refleks batuk. Lapisan mukus
pada saluran nafas mengandung faktor- faktor yang efektif sebagai
pertahanan, yaitu immunoglobulinterutama IgA, PMNs, inetrferon dan
antibodi spesifik. Gerakan silia menyapu saluran nafas. Silia dan mucus
menjebak debu dan kuman, kemudian memindahkannya ke pharing,
karena silia bergetar ke arah pharing. Partikel asing dan mucus
digerakkan dengan kecepatan 1cm/ menit sepanjang permukaan
trakea ke pharing. Setelah benda asing teraspirasi, maka benda asing
tersebut dapat tersangkut pada tiga tempat anatomis yaitu; laring,
trakea, dan bronkus. Dari semua aspirasi benda asing 80- 90%
diantaranya terperangkap di bronkus dan cabang- cabangnya. Pada
orang dewasa benda asing bronkus cenderung tersangkut di bronkus
utama kanan, karena sudut konvergensinya lebih kecil dibandingkan
bronkus utama kiri. Benda asing yang lebih besar lebih banyak
tersangkut di laring atau trakea.
Tujuh puluh lima persen dari benda asing dibronkus ditemukan
pada anak umur kurang dari 2 tahun, dengan riwayat yang khas, yaitu
saat benda atau makanan berada di dalam mulut, anak menjerit atau
tertawa sehingga saat inspirasi, laring terbuka dan benda asing masuk
ke dalam laring. Pada saat benda asing itu terjepit di sfingter laring
pasien batuk berulang- ulang (paroksikmal), sumbatan di trakea,
mengi, dan sianosis. Bila benda asing telah masuk ke dalam trakea
atau bronkus kadang terjadi fase asimptomatik selama 24 jam atau
lebih, diikuti gejala pulmonum yang bergantung pada derajat
sumbatan bronkus.
Benda asing organik, seperti kacang-kacangan, mempunyai
sifat higroskopik sehingga mudah menjadi lunak dan mengembang
oleh air. Bisa juga terjadi jaringan granulasi di sekitar benda asing
sehingga gejala sumbatan bronkus makin menghebat, akibatnya
timbul gejala laringotrakeobronkitis, toksemia, batuk, dan demam yang
tidak terus menerus (irreguler).
Benda asing anorganik menimbulkan reaksi jaringan yang
lebih ringan dan lebih mudah didiagnosis dengan pemeriksaan
radiologik. Benda asing yang terbuat dari metal dan tipis, seperti peniti
atau jarum dapat masuk ke dalam bronkus yang lebih distal dengan
gejala batuk spasmodik.

2.5 Gejala Klinik


Apirasi benda asing adalah suatu hal yang sering ditemukan
dan ditangani dalam situasi gawat darurat. Aspirasi benda asing dapat
menyebabkan berbagai perubahan mulai dari gejala yang minimal dan
bahkan tidak disadari, sampai gangguan jalan nafas dan dapat
menimbulkan kematian.
Gejala sumbatan benda asing di dalam saluran nafas
bergantung pada lokasi benda asing, derajat sumbatan (total atau
sebagian), sifat, bentuk dan ukuran benda asing. Benda asing yang
masuk melalu hidung dapat tersangkut di hidung, nasofaring, laring,
trakea dan bronkus. Benda yang masuk melalui mulut dapat
tersangkut di orofaring, hipofaring, tonsil, dasar lidah, sinus piriformis,
esofagus atau dapat juga tersedak masuk ke dalam laring, trakea, dan
bronkus. Gejala yang timbul bervariasi, dari tanpa gejala hingga
kematian sebelum diberikan pertolongan akibat sumbatan total.
Seseorang yang mengalami aspirasi benda asing saluran nafas
akan mengalami 3 stadium. Stadium pertama merupakan gejala
permukaan yaitu batuk- batuk hebat secara tiba- tiba ( violet
paroxysms of coughing), rasa tercekik ( choking), rasa tersumbat di
tenggorok (gagging) dan obstruksi jalan nafas yang terjadi dengan
segera. Pada stadium kedua, gejala stadium permukaan diikuti oleh
interval asimptomatis. Hal ini karena benda asing tersebut tersangkut,
refleks- refleks akan melemah dan gejala rangsangan akut
menghilang. Stadium ini berbahaya, sering menyebabkan
keterlambatan diagnosis atau cenderung mengabaikan kemungkinan
aspirasi benda asing karena gejala dan tanda yang tidak jelas. Pada
stadium ketiga, telah terjadi gejala komplikasi dengan obstruksi, erosi
atau infeksi sebagai akibat reaksitehadap benda asing, sehingga
timbul batuk- batuk, hemoptisis, pneumonia dan abses paru.
Benda asing di laring dapat menutup laring, tersangkut
diantara pita suara atau berada di subglottis. Gejala sumbatan laring
tergantung besar, bentuk, dan letak (posisi) benda asing.
Sumbatan total di laring akan menimbulkan keadaan yang
gawat biasanya kematian mendadak karena terjadi asfiksia dalam
waktu singkat. Hal ini disebabkan timbulnya spasme laring dengan
gejala antara lain disfonia sampai afonia, apnea dan sianosis.
Sumbatan tidak total di laring dapat menyebabkan disfonia
sampai afonia, batuk yang disertai serak (croupy cough), odinofagia,
mengi, sianosis, hemoptisis dan rasa subjektif dari benda asing
(penderita akan menunjuk lehernya sesuai dengan letak benda asing
tersebut tersangkut) dan dispnea dengan derajat bervariasi. Gejala ini
jelas bila benda asing masih tersangkut di laring, dapat juga benda
asing sudah turun ke trakea, tetapi masih menyisakan reaksi laring
oleh karena adanya edema.
Benda asing yang tersangkut di trakea akan
menyebabkan stridor, dapat ditemukan dengan auskultasi (audible
stridor) dan palpasi di daerah leher (palpatory thud). Jika benda asing
menyumbat total trakea akan timbul sumbatan jalan nafas akut yang
memerlukan tindakan segera untuk membebaskan jalan nafas. Gejala
pada dewasa umumnya sama dengan gejala pada anak. Bila anak
batuk atau dengan wheezing yang dicurigai terjadi aspirasi benda
asing di saluran nafas.
Benda asing di bronkus kebanyakan memasuki bronkus
kanan karena lebih lebar dan lebih segaris dengan lumen trakea.
Benda asing dapat menyumbat secara total bronkus lobaris atau
segmental dan mengakibatkan atelektasis atau obstruksi parsial yang
berfungsi seperti katup satu arah dimana udara dapat masuk ke paru-
paru tetapi tidak dapat keluar, sehingga menyebabkan emfisema
obstruktif. Pasien pada benda asing di bronkus umumnya datang pada
fase asimptomatik kemudia benda asing bergerak ke perifer, sehingga
udara yang masuk terganggu dan pada auskultasi terdengar ekspirasi
memanjang dengan mengi. Gejala fisik dapat bervariasi karena
perubahan benda asing, keluhan batuk kronik dan sesak napas
menyerupai gejala pasien asma atau bronkopneumonia.
Benda asing organik menyebabkan reaksi yang hebat pada
saluran nafas dengan gejala laringotrakeobronkitis, batuk dan demam
irreguler. Tanda fisik benda asing di bronkus bervariasi, karena
perubahan posisi dari satu sisi ke sisi lain dalam paru. Benda asing di
orofaring dan hipofaring dapat tersangkut di tonsil, dasar lidah,
valekula, sinus piriformis menimbulkan rasa nyeri pada saat menelan.
Anak bisa kemasukan suatu benda ke dalam hidung karena
ulahnya sendiri, bisa juga oleh kakak atau temannya yang
memasukkan benda tersebut. Bisa jadi hal tersebut lolos dari
pengamatan orang tua dan baru ketahuan setelah 2-3 hari. Ujung-
ujungnya orang tua baru menyadari setelah timbul gejala seperti
keluar cairan yang berdarah, atau lendir seperti pilek dan berbau
busuk dari lubang hidung, hidung tampak merah dan bengkak, dan
nafas anak berbau busuk. Bau ini mungkin karena infeksi atau benda
yang masuk itu misalnya kacang tanah, jadi membusuk.

2.6 Diagnosis

Diagnosis benda asing di saluran nafas di tegakkan berdasarkan atas


anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik, radiologis dan tindakan
bronkoskopi.

Anamnesis

Anamnesa yang teliti mengenai riwayat aspirasi dan gejala


inisial sangat penting dalam diagnosis aspirasi benda asing.
Kecurigaan adanya benda asing dan gejala timbul (choking) adalah
dua hal yang signifikan berhubungan dengan kasus aspirasi benda
asing. Pada anka- anak kadang episode inisial belum dapat
diungkapkan dengan baik oleh anak itu sendiri dan tidak disaksikan
oleh orang tua atau pengasuhnya sehingga gejalanya mirip dengan
penyakit paru yang lain. Gejala yang sering ditemukan pada kasus
aspirasi benda asing yang telah berlangsung lama antara lain batuk,
sesak nafas, wheezing, demam dan stridor. Perlu ditanyakan juga telah
berapa lama, batuk, ukuran dan jenis benda asing untuk mengetahui
simptomalogi dan perencanaan tindakan bronkoskopi.
Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang menyeluruh pada kasus aspirasi benda


asing sangat diperlukan. Kegawatan nafas atau sianosis memerlukan
penanganan yang segera. Pada jam- jam pertama setelah terjadinya
aspirasi benda asing, tanda yang bisa ditemukan di dada penderita
adalah akibat perubahan aliran udara di traktus trakeobronkial yang
dapat dideteksi dengan stetoskop. Benda asing disaluran nafas akan
menyebabkan suara nafas melemah atau timbul suara abnormal
seperti wheezing pada satu sisi paru- paru.

Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan radiologis penderita aspirasi benda asing harus dilakukan.


Dianjurkan untuk membuat foto berikut;
1. Foto jaringan lunak leher PA dan lateral posisi ekstensi
Dapat memperlihatkan benda asing radioopak dan kadang- kadang
bahkan benda asing radiolusen pada faring dan trakea.
2. Foto torak PA lateral
3. Foto torak akhir inspirasi dan ekspirasi
Dapat memperlihatkan atelektasis dan emfisema obstruktif. Juga dapat
terlihat bukti tidak langsung adanya benda asing radiolusen.
4. Fluoroskopi/ videofluoroskopi
Dilakukan pemeriksaan selama inspirasi dan ekspirasi pada kasus yang
meragukan untuk melihat adanya obstruksi parsial paru.
5. Bronkogram
Untuk memastikan adanya benda asing radiolusen atau untuk
mengevaluasi bronkiektasis.

Diagnosis benda asing di saluran nafas dapat ditegakkan pada


hampir 70% kasus. Harus diingat bahwa tidak terdapatnya kelainan
radiologis tidak berarti adanya benda asing dapat disingkirkan. Foto
torak cenderung memberikan gambaran normal pada 1/3 pasien yang
didiagnosa sebagai aspirasi benda asing dalam 24 jam pertama
kejadian. CT Scan berguna pada kasus yang tidak terdeteksi dengan
foto sinar X, seperti benda asing kacang yang bersifat radiolusen.
Anamnesis dan pemeriksaan radiologis sering menunjukkan
dugaan aspirasi benda asing, tetapi bukan diagnosa pasti. Pada
keadaan ini harus dibuktikan adanya benda asing dengan bronkoskopi
untuk diagnosis dan terapi. Bahkan Barrios et al menyarankan
bronkoskopi harus dilakukan pada anak- anak dengan riwayat gejala
inisial aspirasi benda asing (choking crisis).

2.7 Penatalaksanaan.
Benda asing Di hidung. Bila ketahuan anak memasukkan
benda kecil seperti biji- bijian, orang tua tidak perlu panik. Nila
bendanya masuk terlalu dalam dan sulit dikeluarkan, jangan
sembarang menggunakan alat karena bisa timbul luk. Bila benda yang
masuk tidak telalu dalam dan masih bisa terlihat, bisa diambil dengan
sebatang kawat berujung tumpul yang dibengkokkan sperti kail.
Secara perlahan kail tersebut dimasukkan kedalam hidung kemudian
tarik biji tersebut pelan- pelan keluar. Bisa juga dengan menggunakan
pinset. Jika tidak berhasil, segera bawa ke dokter. Jika benda dapat
dikeluarkan dengan mudahtentunya tidak akan menimbulkan akibat
lebih jauh. Tapi bisa menjadi gawat jika benda terisap masuk ke paru-
paru, jalan nafas akan tersumbat dan terjadi sesak nafas, tersedak
atausuara sengau.
Benda asing dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas
sebagian (parsial) atau komplit (total). Pada obstruksi jalan naafas
partial korban mungkin masih mampu melakukan pernafasan, namun
kualitas pernafasan dapat baik atau buruk. Pada korban dengan
pernafasan yang masih baik, korban biasanya masih dapat melakukan
tindakan batuk dengan kuat sampai benda asing tersebut dapat keluar.
Bila sumbatan jalan nafas partial menetap, maka aktifkan sistem
pelayanan medik darurat. Obstruksi jalan nafas partial dengan
pernafasan yang buruk harus diperlakukan sebagai obstruksi jalan
nafas komplit.
Obstruksi jalan nafas komplit (total), korban biasanya tidak
dapat berbicara, bernafas, atau batuk. Biasanya korban memegang
lehernya diantara ibu jari dan jari lainnya. Saturasi oksigen akan
dengan cepat menurun dan otak akan mengalami kekurangan oksigen
sehingga menyebabkan kehilangan kesadaran, dan kematian akan
cepat terjadi jika tidak diambil tindakan segera.
Untuk dapat menanggulangi kasus aspirasi benda asing
dengan cepat dan tepat, perlu diketahui dengan baik lokasi
tersangkutnya benda asing tersebut. Secara prinsip benda asing
disaluran nafas dapat ditangani dengan pengangkatan segera secara
endoskopik dengan trauma minimum. Umumnya penderita dengan
aspirasi benda asing datang ke rumah sakit setelah melalui fase akut,
sehingga pengangkatan secara endoskopik harus dipersiapkan
seoptimal mungkin, baik dari segi alat maupun personal yang terlatih.
Penderita dengan benda asing di laring harus mendapat
pertolongan segera, karena asfiksia dapat terjadi dalam waktu hanya
beberapa menit. Cara lain untuk mengeluarkan benda asing yang
menyumbat laring secara total ialah dengan cara parasat dari Heimlich
(Heimlich Maneuver), dapat dilakukan pada anak maupun dewasa.
Menurut teori Heimlich, benda asing yang masuk ke dalam laring ialah
pada saat inspirasi. Dengan demikian paru penuh dengan udara,
diibaratkan sebagai botol plastik yang tertutup, dengan menekan botol
itu, maka sumbatnya akan terlempar keluar. Maneuver Heimlich
(hentakan subdiafragmaabdomen), suatu hentakan yang
menyebabkan peningkatan tekanan pada diafragma sehingga
memaksa udara yang ada di dalam paru- paru untuk keluar dengan
cepat sehingga diharapkan dapat mendorong atau mengeluarkan
benda asing yang menyumbat jalan nafas. Setiap hentakan harus
diberikan dengan tujuan menghilangkan obstruksi, mungkin
dibutuhkan hentakan 6-10 kali untuk membersihkan jalan nafas.
Komplikasi perasat Heimlich adalah kemungkinan terjadinya
ruptur lambung atau hati dan fraktur kosta. Oleh karena itu pada anak
sebaiknya cara menolongnya tidak dengan menggunakan kepalan
tangan tetapi cukup dengan dua buah jari kiri dan kanan.
Pada sumbatan benda asing tidak total di laring perasat Heimlich tidak
dapat digunakan. Dalam hal ini penderita dapat dibawa ke rumah sakit
terdekat yang memiliki fasilitas endoskopik berupa laringoskop dan
bronkoskop.
Penderita dengan benda asing di trakea harus rujuk ke
rumah sakit dengan fasilitas bronkoskopi. Benda dikeluarkan dengan
bronkoskopi secara segera pada pasien tidur telentang dengan posisi
Trendelenburg supaya tidak lebih turun ke bronkus, benda asing
dipegang dengan cunam yang sesuai dan dikeluarkan melalui laring,
nila bronkoskopi tidak tersedia, dilakukan trakeostomidan benda asing
dikeluarkan memakai cunam atau alat penghisap melalui stoma
tersebut, jika tidak berhasil dirujuk ke rumah sakit dengan fasilitas
endoskopi.
Benda asing di bronkus di keluarkan dengan bronkoskopi
kaku atau serat optik dan cunam yang sesuai, Tindakan ini harus
segera di lakukan, apalagi benda asing bersifat organik, bila tidak
dapat di keluarkan, misalnya tajam, tidak rata, dan tersangkut pada
jaringa, dapat dilakukan servikotomi atau tarakotomi, antibiotik dan
kortikosteroid tidak rutin diberikan sectelah endoskopi, Dilakukan
fisioterapi dada pada kasus pnemonia, brokitis purulenta, dan
atelektasis,Pasien dipulangkan setelah 24 jam setelah tindakan paru
bersih dan tidak demam, Pasca bronkoskopi dibuat foto torak hanya
bila gejala pulmonum tidak menghilang pada keadaan tersebut perlu di
selidiki lebih lanjut dan diobati secara tepat dan ade kuat.
Benda asing di dasar lidah di lihat dengan kaca
tenggorokan yang besar, pasien diminta menarik lidahnya sendiri dan
pemeriksa memegang kaca tenggorokan dengan tangn kiri, cunam
dengan tangan kanan untuk mengambil benda tersebut, Bila perlu
dapat disemprotkan dengan silokain dan pantokain, Untuk
mengeluarkan benda asing di velekula dan sinus piriformis dilakukan
laringoskopi langsung. Di Instalasi Gawat Darurat, terapi suportif awal
termasuk pemberian oksigen, monitor jantung dan pulse oxymetri dan
pemasangan IV dapat dilakukan. Bronkoskopi merupakan terapi pilihan
untuk kasus aspirasi. Pemberian steroid dan antibiotik preoperatif
dapat mengurangi komplikasi seperti edema saluran napas dan infeksi.
Metilprednisolon 2 mg/kg IV dan antibiotik spektrum luas yang cukup
mencakup Streptokokus hemolitik dan Staphylococcus aureus dapat
dipertimbangkan sebelum tindakan bronkoskopi.
Sebenarnya tidak ada kontraindikasi absolut untuk tindakan
bronkoskopi, selama hal itu merupakan tindakan untuk
menyelamatkan nyawa (life saving). Pada keadaan tertentu dimana
telah terjadi komplikasi radang saluran napas akut, tindakan dapat
ditunda sementara dilakukan pengobatan medikamentosa untuk
mengatasi infeksi. Pada aspirasi benda asing organik yang dalam
waktu singkat dapat menyebabkan sumbatan total, maka harus segera
dilakukan bronkoskopi, bahkan jika perlu tanpa anestesi umum.
Benda asing di bronkus dapat dikeluarkan dengan bronkoskopi
kaku maupun bronkoskopi serat optik. Pada bayi dan anak-anak
sebaiknya digunakan bronkoskopi kaku untuk mempertahankan jalan
napas dan pemberian oksigen yang adekuat, karena diameter jalan
napas pada bayi dan anak-anak sempit. Pada orang dewasa dapat
dipergunakan bronkoskop kaku atau serat optik, tergantung kasus
yang dihadapi. Ukuran alat yang dipakai juga menentukan
keberhasilan tindakan. Keterampilan operator dalam bidang endoskopi
juga berperan dalam penentuan pelaksanaan tindakan bronkoskopi.
Bronkoskop kaku mempunyai keuntungan antara lain
ukurannya lebih besar variasi cunam lebih banyak, mempunyai
kemampuan untuk mengekstraksi benda asing tajam dan kemampuan
untuk dilakukan ventilasi yang adekuat. Selain keuntungan di atas,
penggunaan bronkoskop kaku juga mempunyai kendala yaitu tidak
bisa untuk mengambil benda asing di distal, dapat menyebabkan
patahnya gigi geligi, edema subglotik, trauma mukosa, perforasi
bronkus dan perdarahan. Pada pemakaian teleskop maupun cunam
penting diperhatikan bahwa ruang untuk pernapasan menjadi sangat
berkurang, sehingga lama penggunaan alat-alat ini harus dibatasi
sesingkat mungkin. Bronkoskop serat optik dapat digunakan untuk
orang dewasa dengan benda asing kecil yang terletak di distal,
penderita dengan ventilasi mekanik, trauma kepala, trauma servikal
dan rahang.

Persiapan yang adekuat untuk ekstraksi benda asing antara lain;


1. Pendekatan pada orang tua/ keluarga, diantaranya untuk
memberikan informasi mengenai resiko tindakan, kemungkinan trauma
dan kegagalan ekstraksi.
2. Persiapan pasien;
- foto torak: PA saat inspirasi dan ekspirasi, lateral
- puasa 6 jam sebelum tindakan
- pemberian cairan yang adekuat
- pemeriksaan laboratorium
(darah lengkap, skrinning perdarahan/ pembekuan darah)
3. Persiapan alat: harus tersedia bronkoskop dengan ukuran yang
sesuai dengan umur penderita
4. Penilaian duplikatbenda asing untuk menentukan pilihan cunam
yang akan dipakai, apak cunam dapat memegang dengan baik saat
benda asing ditarik keluar.
5. Analisis masalah: perlu dilakukandiskusi antara ahli THT, paru
dan anestesi sebelum dilakukan ekstraksi mengenai kemungkinan
resiko tindakan. Ekstraksi benda asing di traktus trakeobronkial
merupakan problemmekanis yang memerlukan perencanaan yang baik
6. Persiapan tim; kerjasama tim yang lengkap terdiridari operator,
ahli anestesi dan perawat yang berpengalaman sangat penting.

Beberapa faktor penyulit mungkin dijumpai dan dapat


menimbulkan kegagalan bronkoskopi antara lain adalah faktor
penderita, saat dan waktu melakukan bronkoskopi, alat, cara
mengeluarkan benda asing, kemampuan tenaga medis dan para
medis, dan jenis anestesia. Sering bronkoskopi pada bayi dan anak
kecil terdapat beberapa kesulitan yang jarang dijumpai pada orang
dewasa, karena lapisan submukosa yang longgar di daerah subglotik
menyebabkan lebih mudah terjadi edema akibat trauma. Keadaan
umum anak capet menurun, dan cepat terjadi dehidrasi dan renjatan.
Demam menyebabkan perubahan metabolisme, termasuk pemakaian
oksigen dan metabolisme jaringan, vasokontriksi umum dan perfusi
jaringan terganggu. Adanya benda asing di saluran napas akan
mengganggu proses respirasi, sehingga benda asing tersebut harus
segera dikeluarkan.
Pemberian kortikosteroid dan bronkodilator dapat mengurangi
edema laring dan bronkospasme pascatindakan bronkoskopi. Pada
penderita dengan keadaaan sakit berat, maka sambil menunggu
tindakan keadaan umum dapat diperbaiki terlebih dahulu, misalnya:
rehidrasi, memperbaiki gangguan keseimbangan asam basa, dan
pemberian antibiotika. Keterlambatan diagnosis dapat terjadi akibat
kurangnya pengetahuan dan kewaspadaan penderita maupun orang
tua mengenai riwayat tersedak sehingga menimbulkan keterlambatan
penanganan.
Kesulitan mengeluarkan benda asing saluran napas meningkat
sebanding dengan lama kejadian sejak aspirasi benda asing. Pada
benda asing yang telah lama berada di dalam saluran napas atau
benda asing organik, maka mukosa yang menjadi edema dapat
menutupi benda asing dan lumen bronkus, selain itu bila telah terjadi
pembentukkan jaringan granulasi dan striktur maka benda asing
menjadi susah terlihat.
Pada kasus yang tidak terdapat gejala sumbatan jalan napas
total, maka tindakan bronkoskopi dilakukan dengan persiapan
operator, alat dan keadaan umum penderita sebaik mungkin. Holinger
menyatakan bahwa lebih baik dengan persiapan 2 jam, maka benda
asing dapat dikeluarkan dalam waktu 2 menit daripada persiapan
hanya 2 menit tetapi akan ditemui kesulitan selama 2 jam. Bila benda
asing menyebabkan sumbatan jalan napas total, misalnya benda asing
di laring atau trakea, maka tindakan harus segera dilakukan untuk
menyelamatkan penderita, bila perlu dilakukan krikotirotomi atau
trakeostomi lebih dahulu. Jika timbul kesulitan dalam mengeluarkan
benda asing, maka dapat didorong ke salah satu sisi bronkus. Snow
menyatakan bahwa tindakan bronkoskopi tidak boleh lebih dari 30
menit.

2.8. Komplikasi

Komplikasi dapat disebabkan oleh benda asing itu sendiri atau


trauma tindakan bronkoskopi. Komplikasi akut akibat tersangkutnya
benda asing antara lain sesak nafas, hipoksia, asfiksia sampai henti
jantung. Gangguan ventilasi ditandai dengan adanya sianosis.
Komplikasi kronis antara lain pneumonia, dapat berlanjut dengan
pembentukan kavitas dan abses paru, bronkiektasis, fistel
bronkopleura, pembentukan jaringan granulasi atau polip akibat
inflamasi pada mukosa tempat tersangkutnya benda asing. Dapat juga
terjadi pneumomediastinum, pneumotorak.
Komplikasi akibat aspirasi benda asing adalah infeksi paru,
dimana perjalanan penyakitnya berhubungan dengan adanya obstruksi
baik parsial atau total pada saluran nafas yang mengakibatkan
peningkatan sekresi lendir dan pertumbuhan bakteri. Telah banyak
kasus dilaporkan bahwa anak-anak yang dirawat karena pneumonia
berulang atau abses paru kronik dengan penyebab awal adalah
aspirasi benda asing. Sehingga perlu dipikirkan aspirasi benda asing
sebagai etiologi pada infeksi paru kronik, bronkiektasis dan asma.
Keterlambatan diagnosis aspirasi benda asing yang
berlangsung lebih dari 3 hari akan menambah komplikasi seperti
emfisema obstruktif, pergeseran mediastinum, pneumonia dan
atelektasis. Komplikasi tindakan bronkoskopi antara lain aritmia
jantung akibat hipoksia, retensi CO2 atau tekanan langsung selama
manipulasi bronkus utama kiri.
Komplikasi teknis yang paling mungkin terjadi pada operator
yang kurang berpengalaman adalah benda asing yang masuk lebih
jauh sampai ke perifer sehingga sulit dicapai oleh skop, laserasi
mukosa, perforasi atau benda asing masuk ke segmen yang tidak
tersumbat pada saat dikeluarkan. Bisa juga terjadi edema laring dan
reflek vagal. Komplikasi pasca bronkoskopi antara lain demam, infiltrat
paru dan pneumotorak, yang memerlukan bantuan ventilasi
BAB III
KESIMPULAN

Corpus alienum atau benda asing dalam suatu organ dapat


tergbagi atas benda asing eksogen (dari luar tubuh) dan benda asing
endogen (dari dalam tubuh) yang dalam keadaan normal benda
tersebut tidak ada pada saluran nafas .
Benda asing eksogen terdiri dari benda padat, cair atau gas.
Benda asing eksogen padat dapat berupa zat organik seperti kacang-
kacangan dan tulang, ataupun zat anorganik seperti paku, jarum,
peniti, batu dan lain sebagainya.
Benda asing endogen dapat berupa secret kental, darah atau
bekuan darah, nanah, krusta, cairan amnion, atau mekonium yang
dapat masuk ke dalam saluran nafas bayi pada saat persalinan.
Faktor yang mempemudah terjadinya aspirasi benda asing
pada saluran nafas adalah usia, jenis kelamin, faktor kejiwaan (emosi,
dan gangguan psikis), kegagalan mekanisme proteksi, faktor
kecerobohan misalnya kebiasaan menaruh benda dimulut, makan dan
minum tergesa- gesa.
Gejala sumbatan benda asing di dalam saluran napas
tergantung pada lokasi benda asing, derajat sumbatan (total atau
sebagian), sifat, bentuk dan ukuran benda asing.
Diagnosis benda asing di saluran nafas ditegakkan
berdasarkan atas anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik,
radiologis dan tindakan bronkoskopi.
Secara prinsip benda asing di saluran napas dapat ditangani
dengan pengangkatan segera secara endoskopik dengan trauma
minimum. Umumnya penderita dengan aspirasi benda asing datang ke
rumah sakit setelah melalui fase akut, sehingga pengangkatan secara
endoskopik harus dipersiapkan seoptimal mungkin, baik dari segi alat
maupun personal yang telah terlatih.
Komplikasi dapat disebabkan oleh benda asing itu sendiri atau
trauma tindakan bronkoskopi. Komplikasi akut akibat tersangkutnya
benda asing antara lain sesak nafas, hipoksia, asfiksia sampai henti
jantung.

DAFTAR PUSTAKA

Almazini, P. Penatalaksanaan Benda Asing di Saluran Nafas. Available


from URL: http://myhealing.wordpress.com/2010/02/02/penanganan-
benda-asing-di-saluran-napas/

Asroel,H. Ekstraksi Benda Asing di Bronkus dan Esofagus. Available


from URL:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18786/1/mkn-jun2007-
40%20(9).pdf

Darmawan. Corpus Alienum. Available from URL:


http://loveyaya.multiply.com/journal/item/16/corpus-aleneum?
&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem
Dwipriangga, Satria. Corpus Alienum. Available from URL:
http://satriadwipriangga.blogspot.com/2011/11/corpus-alienum.html?
m=0

Soepardi, Efianty Arsyad, dkk 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,
Hidung,Tenggorok, Kepala dan Leher. Balai Penetbit FK. UI. Jakarta.

Вам также может понравиться