Вы находитесь на странице: 1из 10

LEPROSTATIKA

Pendahuluan

Lepra atau Kusta ( dari bahasa Sansakerta ) adalah suatu penyakit infeksi
kronis yang merusak terutama jaringan saraf dan kulit. Penyebabnya Mycobacterium
leprae, ditemukan oleh dokter Norwegia, yaitu Hansen ( 1873, wafat 1912 ). Maka,
penyakit ini juga disebut penyakit Hansen. Basil lepra mirip sifatnya dengan basil tbc,
yakni sangat ulet karena banyak mengandung lilin ( wax ) yang sukar ditembus obat,
tahan asam, dan pertumbuhannya juga lambat sekali.

Penularannya pada umumnya terjadi dalam bentuk lepra lepromateus pada


usia kanak-kanak melalui infeksi-tetes di saluran pernafasan ( batuk, bersin ), dan
terutama melalui kontak yang erat dan lama. Khususnyaterjangkit pada orang-orang
yang system imunnya tidak aktif atau lemah ( immunodeficient ) dan peka sekali
untuk penularan. Penelitian baru menunjukkan bahwa 5-10% dari semua penduduk di
suatu daerah kusta telah terinfeksi Mycobacter. Hal ini dapat mudah ditentukan
dengan dipstick, suatu batang kecil dengan kaps yang dimasukkan ke dalam liang
hidung dan lalu diperiksa di laboratorium untuk mengetahui keberadaan basil kusta.
Syukurlah bahwa kebanyakan orang yang bereaksi positif tidak menderita kusta,
karena diketahui bahwa hanya 5-10% dari penduduk memiliki system imun lemah.
Berhubung masa inkubasinya yang panjang, rata-rata 5-6 tahun, bahkan adakalanya
sampai 10 tahun lebih, penyakit ini baru diketahui dengan pasti setelah 5-6 tahun. Hal
ini berarti meskipun pada dasarnya kusta adalah penyakit yang memiliki derajat
penularan rendah, namun daya menularkannya sangat besar.
Klasifikasi Lepra

Madrid membagi penyakit ini menjadi 4 tipe yaitu tipe indeterminate,


tuberkuloid, borderline dan lepromatosa, sedangkan Ridley dan Jopling membaginya
menjdai 6 tipe yaitu tipe indeterminate (tipe I), tuberkuloid (tipe TT), borderline
tuberkuloid (tipe BT), borderline atau midborderline (tipe BB), borderline
lepromatosa (tipeBL), dan lepromatosa (tipe LL). Lepra tipe indeterminate merupakan
bentuk permulaan penyakit lepra yang memperlihatkan bermacam bentuk makula
hipopigmentasi. Sekitar 75% lesi ini sembuh spontan, yang lain mungkin menetap
sebagai tipe indertiminate atau berkembang menjadi bentuk-bentuk tuberkuloid,
borderline untuk seterusnya menjadi bentuk lepromatosa. Tanda klinik bentuk
tuberkuloid sampai bentuk lepromatosa dapat dilihat pada table.

Klasifikasi Penyakit Lepra menurut Ridley dan Jopling

Tanda-tanda TT BT BB-BL LL

Jumlah lesi Biasanya Tunggal/sedikit Beberapa Sangat banyak


kulit tunggal banyak
Besar lesi Beragam Beragam Beragam Kecil
Permukaan lesi Sangat kering/ Kering Mengkilap Mengkilap
bersisik
Pertumbuhan Tak ada Berkurang Agak Tak
rambut pada berkurang terpengaruh
lesi
Daya rasa pada Hilang sama Menurun jelas Menurun Tidak hilang
lesi sekali ringan
BTA dari apus Nol Nol/jarang Beberapa Sangat banyak
banyak
BTA dari Nol Nol Nol/jarang Sangat banyak
korekan
hidung
Tes lepromin +++ +/++ Negatif Negatif

Keterangan : TT = Lepra tipe tuberkuloid


BT = Borderline tuberculoid
BB-BL = Mid borderline-borderline lepromatous
LL = Lepra lepromatosa

Untuk kepentingan pengobatan penyakit lepra dibagi menjadi dua kelompok


berdasarkan ada tidaknya BTA dalam pemeriksaan bakteriologis yaitu bentuk
pausibasiler (tipePB) dan bentuk multibasiler (HB).

Yang tergolong bentuk BB ialah semua tipe pada pemeriksaan laboratorium


tidak ditemukan BTA yang termasuk dalam kelompok ini ialah tipe indeterminate dan
tipe tuberkuloid. Tetapi bila pada tipe ini ditemukan BTA positif, maka tipe ini
tergolong dalam bentuk multibasiler (MB).

Bentuk multibasiler (MB) secara garis besar ialah semua tipe yang pada
pemeriksaan laboratorium BTA-nya positif. Tipe borderline dan lepromatosa termasuk
bentuk multibasiler walaupun BTA negatif.

Diagnosa

Perkiraan terjangkitnya penyakit lepra harus diwaspadai bila :


Timbul bercak-bercak pada kulit yang hilang warna pigmennya dan hilang
perasaan terhadap tekanan dan suhu.
Penebalan atau pekanya urat saraf, dan
Terdapatnya basil tahan-asam dari apus kulit atau dari selaput lendir hidung
yang tidak dapat dibiakkan secara biasa.
Diagnosa definitif dicapai dengan membiakkan secara khas basil-basil ini pada
telapak kaki tikus dengan hasil positif.

Reaksi-Reaksi Lepra
Kusta bercirikan periode lama dengan gejala penyakit berkurang (remisi), yang
diselingi rentang waktu dimana penyakit menjadi aktif lagi. Reaksi lepra adalah rekasi
imunologi serius terhadap Mycobacterium leprae yang terjadi selama pengobatan, jadi
bukan disebabkan oleh obat lepra.

Dapat dibedakan menjadi 2 tipe reaksi lepra yaitu :

a. tipe I ( reaksi kebalikan = reversal )


menimbulkan exacerbasi mendadak dari luka-luka kulit dan saraf yang meradang
dan membengkak, terutama terjadi pada bentuk borderline dari LT dan LL.
b. tipe II ( erythema nodosum leprosum, ENL )
terjadi hanya pada LL sebagai reaksi imun humoral (dari antibody) terhadap
antigen basil lepra. Kompleks imun diendapkan pada endotel pembuluh dan saraf
kulit, yang berakibat bertambahnya permiabelitas dinding pembuluh dan
berkurangnya oksigen di jaringan. Gejalanya berupa demam tinggi, noduli dengan
ruam merah dan radang saraf.

Bila terjadi rekasi lepra tersebut, terapi tidak boleh dihentikan. Keluhan ringan
(tipeI) dapat diatasi dengan analgetika dan zat-zat antiradang, yang lebih serius (tipe
II) dengan imunosupresif, seperti prednisone dan talidomida.

Pencegahan

Tes lepromin digunakan untuk menetapkan apakah seseorang memiliki daya


tangkis yang cukup terhadap bentuk LL. Tes diberikan sebagai suatu injeksi
intrakutan dari basil lepra mati. Hasil negatif berarti orang tersebut memiliki system
imun lemah dan sangat peka untuk infeksi dengan basil lepra. Mereka dengan
vaksinasi BCG dapat dijadikan lepromin-positif.

Pasien LL selalu memberikan hasil negatif, sedangkan pasien LT dengan


imunrespons agak normal memberikan hasil positif.
Vaksinasi dengan vaksin BCG memberikan perlindungan yang cukup baik
terhadap infeksi bentuk LL. Khasiat ini telah dipertegas pada penelitian besar-besaran
di Malawi pada tahun 1996.

Pengobatan

Sejak dahulu, obat satu-satunya terhadap kusta adalah minyak kaulmogra,


yang seringkali efektif untuk meredakan gejala tanpa menyembuhkan penyakit.
Penelitian akan obat-obat yang lebih baik dan bekerja kausal menemui banyak
kesulitan, karena basil lepra tidak dapat dikembangbiakkan in vitro. Baru pada tahun
1962 penelitian berhasil menularkan lepra pada binatang percobaan (telapak kaki
tikus) dan kemudian pada binatang armadillo (1971). Di tahun 1975, ditemukan
bahwa Mycobacterium leprae bisa dibiakkan jika pada persemaian dibubuhi
hyaluronic acid.

Dapson diintroduksi pada tahun 1948 dan menimbulkan revolusi pada terapi
lepra. Obat ini mampu menghentikan pertumbuhan basil lepra, yang kemudian
walaupun lamadapat dimusnahkan oleh sitem tangkis tubuh sendiri. Pasien dapat
diobati secara ambulan --- artinya tidak usah dirawat di rumash sakit ---secara murah
dan efektif di rumahnya sendiri. Dengan sendirinya, tindakan biasa untuk mencegah
penularan pada keluarganya harus tetap ditaati.

Kemudian ditemukan obat-obat lepra lain dengan kerja bakterisid, antara lain
rifampisin (1965) dan klofazimin (1967). Meskipun harga obat ini jauh lebih mahal
daripada dapson, namun penyembuhan berlangsung lebih cepat dan efektif. Dapson
dan rifampisin dapat dengan cepat menimbulkan resistensi. Guna mengurangi risiko
resistensi obat-obat tersebut kini tidak dipergunakan lagi sebagai monoterapi,
melainkan dalam kombinasi dari 3 obat (Multidrug therapy).

MUltidrug therapy (MDT) yang dianjurkan WHO sebagai terapi pilihan


pertama adalah :
Lepra tuberkuloid : Dapson 100 mg 1x sehari dan rifampisin 600 mg 1x
sebulan selama 6 bulan.
Lepra lepromatosus : Dapson 100 mg 1x sehari, rifampisin 600 mg 1x sebulan,
dan klofazimin 50 mg 1x sehari + 300 mg 1x sebulan selama minimal 2 tahun
(dan maksimal 3 tahun).

WHO menganggap penderita yang telah menyelasaikan kur dan tidak usah
minum obat lagi sebagai sembuh. Akan tetapi, pasien demikian perlu dipantau
selama 8-10 tahun untuk mewaspadai timbulnya residif.

Dengan MDT, gejala kulit dan luka akan sembuh dalam beberapa bulan.
Tetapi, kuman masih tetap berada dalam selaput lender, kulit, dan saraf. Maka, terapi
harus dilanjutkan lama sekali sampai kuman lenyap seluruhnya dari jaringan tersebut,
yaitu 6 bulan untuk LT dan 2-3 tahun untuk LL.

Wanita hamil dan laktasi. Dari dapson dan klofazimin belum terdapat cukup
data keamanannya untuk janin. Obat-obat ini juga mencapai air susu ibu, maka selama
terapi tidak dianjurkan menyusui bayi. Rifampisin bila digunakan selama minggu
terakhir kehamilan dapat menimbulkan perdarahan pada ibu dan anak. Untuk
menghindarkannya diberikan vitamin K pada keduanya. Penggunaan rifampisin
selama laktasi diperbolehkan, walaupun masuk dalam air susu ibu.

Obat-Obat Lepra

Dapson ( diaminodifenilsulfon, DDS )


Dapson termasuk kelompok
sulfon dengan rumus bangun, aktivitas
antimikroba dan mekanisme kerja yang
lebih kurang sama dengan sulfonamida.
Khasiatnya lebih kurang 10x lebih kuat
dan juga lebih toksis. Kerja
leprostatisnya kuat berdasarkan
persaingan substrat dengan PABA serta pencegahan pembentukan folat dan DNA
basil. Aktivitasnya ditiadakan oleh turunan PABA. Digunakan pada lepra, tbc, dan
dermatitis herpetiformis, juga sebagai profilaksis terhadap malaria (bersama
pirimetamin). Penggunaannya selalu dalam kombinasi dengan obat-obat lain, karena
monoterapi dengan cepat menimbulkan resistensi.

Resorpsi dari usus hampir lengkap dengan kadar darah puncak dalam 1-3 jam.
PP-nya 70%, plasma t1/2 nya rata-rata 28 jam (10-50 jam). Di dalam hati, zat ini
mengalami siklus enterohepatik dan tejadi asetilasi menjadi metabolit inaktif.
Ekskresinya berlangsung 20% melalui kemih dan sebagian kecil lewat tinja.

Efek sampingnya jarang terjadi pada dosis biasa, antara lain sakit kepala,
mual, muntah, sukar tidur, dan takikardia. Pada dosis tinggi dapat terjadi kelainan
darah, antara lain hemolisis dan methemoglobinemia.

Dosis : Lepra 1 dd 100 mg, maksimum 200 mg, anak-anak 1x sehari 1-1.5 mg
per kg. Pada dermatitis 3-4 dd 50 mg, maksimum 300 mg/hari.

Rifampisin
Antibiotik ini dari kelompok rifamisin berkhasiat leprosida berdasarkan
penghambatan enzim kuman RNA-polimerase. Kerjanya lebih cepat dan efektif
daripada dapson. Dalam waktu 3-4 minggu, bentuk LL yang ganas sudah menjadi
tidak bersifat menular lagi. Resistensi dapat timbul dalam waktu singkat, sehingga
selalu digunakan bersama obat lain, terutama pada lepra dan tbc. Kemih berwarna
merah muda.

Interaksi. Akibat induksi enzim, rifampisin dapat mengurangi efek estrogen


(pil antihamil), fenitoin, siklosporin, dan turunan kumarin, mungkin juga
kortikosteroida, kinidin, dan metadon. INH dan halotan meningkatkan risikonya akan
toksisitas hati.

Dosis. Umumnya 1dd 600 mg a.c.

Klofazimin

Derivat fenazin ini (1967) juga memiliki khasiat bakterisida, berdasarkan


pengikatan pada DNA sehingga fungsinya diblokir. Kerjanya lambat dan efeknya baru
nyata sesudah lebih kurang 2 bulan. Basil-basil di dalam mukosa dan kulit
dimusnahkan, kecuali di tempat yang sulit dicapai, seperti dalam saraf dan otot, yang
memerlukan waktu lebih lama. Begitu pula untuk mengeluarkan seluruh basil dari
jaringan. Di samping itu, klofazimin juga berkhasiat anti radang dan khusus
digunakan pada bentuk LL dan terhadap benjolan (ENL). Lagipula zat ini digunakan
pada tuberkulosa yang multiresisten dan pada infeksi dengan Mycobacterium avium
(MAI) pada pasien AIDS.

Resorpsinya dari usus lambat dan kurang baik (50%), kadar puncak darah
baru dicapai setelah 8-12 jam. Zat ini bersifat lipofil kuat, ditimbun dalam jaringan
lemak dan makrofag dari system tangkis untuk kemudian dilepaskan lagi secara
berangsur-angsur. Plasma t1/2 nya lama sekali, mencapai 70 hari, maka dapat
ditakarkan secara intermitten. Ekskresinya berlangsung terutama lewat tinja.

Efek samping terpentingnya berupa pewarnaan merah yang reversible dari


kemih, keringat, air mata, dan selaput mata, ludah, dan tinja. Gangguan lambung usus
biasanya baru terjadi sesudah 6 bulan. Lebih serius adalah pengendapan kristal
klofazimin pada dinding usus dan di cairan mata pada dosis tinggi yang diperlukan
pada ENL, sehingga penggunaannya lebih dari 3 bulan tidak dianjurkan.

Dosis. Klofazimin untuk segala bentuk lepra ialah 100 mg sehari. Untuk
mengendalikan reaksi lepromatosis mungkin diperlukan dosis sampai 3x 100 mg
sehari, yang harus segera dikurangi bila timbul keluhan saluran cerna.
Amitiozon

Obat turunan tiosemikarbazon ini lebih efektif terhadap lepra jenis tuberkuloid
dibandingkan tehadap jenis lepromatosis. Resistensi dapat terjadi selama pengobatan
sehingga pada tahun kedua pengobatan perbaikan melambat dan padatahun ketiga
penyakit mungkin kambuh. Karena itu amitiozon dianjurkan penggunaannya bila
dapson tidak dapat diterima penderita.

Efek samping yang paling sering terjadi ialah anoreksia, mual, dan muntah.
Anemia karena depresi sumsum tulang terihat pada sebagian besar pasien.
Leukopenia dan agranulositosis dapat terjadi, tetapi yang berat keadaannya terdapat
pada 0,5% pasien. Anemia hemolitik akut dapat terjadi dengan dosis tinggi. Ruam
kulit dan albuminuria tidak jarang pula terlihat. Kejadian ikterus cukup tinggi dan
gejala ini menandakan obat bersifat hepatotoksik tetapi sifat reversibel.
Amitiozon mudah diserap melalui saluran cerna dan ekskresinya melalui urin.
Dosis permulaan ialah 50 mg setiap hari selama 1-2 minggu, kemudian dosis dapat
dinaikkan perlahan-lahan sampai 200 mg. Obat ini sama efektif baik pada pemberian
dosis tunggal maupun dosis terbagi.

Tiambutosin

Tiambutosin digunakan untuk penderita yang tidak tahan terhadap efek


samping dapson. Obat ini tidak seefektif dapson. Resistensi cenderung timbul setelah
penggunaan obat sekitar 2 tahun.

Talidomid

Talidomid yang dalam sejarah menimbulkan kelainan teratogenik berupa


fokomelia telah dicoba dan tampaknya efektif untuk mengobati eritema nodosum
leprosum. Dosis 100-300 mg per hari sudah efektif tetapi efek teratogenik membatasi
penggunaannya.

Вам также может понравиться