Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
DIABETES MELLITUS
1
Diabetes tipe 1, yang dulu dikenal sebagai diabetes juvenile atau diabetes insulin-
dependent, adalah kondisi kronis di mana pankreas memproduksi sedikit insulin atau
tidak memproduksi sama sekali, suatu hormon yang diperlukan untuk memungkinkan
gula (glukosa) untuk memasuki sel untuk menghasilkan energi. Diabetes tipe 2 jauh lebih
umum terjadi ketika tubuh menjadi resisten terhadap efek insulin atau tidak membuat
cukup insulin.
Berbagai faktor dapat berkontribusi untuk diabetes tipe 1, termasuk genetika dan
paparan virus tertentu. Meskipun diabetes tipe 1 biasanya muncul selama masa kanak-
kanak atau remaja, juga dapat berkembang pada orang dewasa. Meskipun dari hasil
penelitian, diabetes tipe 1 tidak dapat disembuhkan, meskipun dapat dikendalikan.
Dengan pengobatan yang tepat, orang yang memiliki diabetes tipe 1 dapat berharap untuk
hidup lebih lama, hidup sehat daripada yang mereka lakukan di masa lalu.
Perkembangan diabetes mellitus tipe 1 didasarkan pada kombinasi dari
predisposisi genetik dan proses autoimun yang menyebabkan kerusakan bertahap dari
sel-sel beta pankreas , menyebabkan kekurangan insulin absolut. Biasanya ada tahap pra-
diabetes di mana autoimunitas telah dikembangkan tetapi tanpa ketergantungan insulin
klinis jelas. Autoantibodi insulin dapat dideteksi pada individu genetik cenderung sedini
6-12 bulan.
Kemungkinan pemicu untuk proses tersebut dapat mencakup virus, faktor
makanan, racun lingkungan, dan stres emosional atau fisik. Penghentian awal menyusui
juga telah dikaitkan dengan peningkatan risiko diabetes tipe 1, namun asosiasi ini belum
terbukti dan kontroversial.
Sekitar 15 % dari mereka dengan diabetes memiliki diabetes tipe 1, yang biasanya
menyerang remaja, tetapi bisa terjadi pada usia berapa pun . Ini mungkin terkait dengan
penyakit autoimun lainnya. Hal ini ditandai dengan defisiensi insulin.
2
atau tidak menghasilkan insulin yang cukup untuk mempertahankan tingkat glukosa
normal. Apabila tidak diobati, diabetes tipe 2 dapat mengancam jiwa.
Faktor resiko terjadinya diabetes mellitus gestasional yaitu usia tua, etnik,
obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat gestasional terdahulu. Karena
terjadi peningkatan sekresi beberapa hormon yang mempunyai efek metabolik
terhadap toleransi glukosa, maka kehamilan adalah suatu keadaan diabetogenik.
2. Etiologi
3
Faktor-faktor penyebab diabetes melitus antara lain genetika, faktor keturunan
memegang peranan penting pada kejadian penyakit ini. Apabila orang tua menderita
penyakit diabetes mellitus maka kemungkinan anak-anaknya menderita diabetes
mellitus lebih besar.
Virus hepatitis B yang menyerang hati dan merusak pankreas sehingga sel beta
yang memproduksi insulin menjadi rusak. Selain itu peradangan pada sel beta dapat
menyebabkan sel tidak dapat memproduksi insulin.
Faktor lain yang menjadi penyebab diabetes melitus yaitu gaya hidup, orang
yang kurang gerak badan, diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat, kegememukan dan
kesalahan pola makan. Kelainan hormonal, hormon insulin yang kurang
jumlahnya atau tidak diproduksi.
a) Diabetes Tipe 1
Tidak ada banyak faktor risiko yang diketahui untuk diabetes tipe 1, meskipun
para peneliti terus menemukan kemungkinan-kemungkinan baru. Beberapa faktor
risiko yang diketahui antara lain:
1) Sebuah Riwayat Keluarga.
Siapapun dengan orang tua atau saudara dengan diabetes tipe 1 memiliki
sedikit peningkatan risiko mengembangkan kondisi .
2) Keturunan
Kehadiran gen tertentu menunjukkan peningkatan risiko diabetes tipe 1
berkembang. Dalam beberapa kasus, biasanya melalui uji klinis, pengujian
genetik dapat dilakukan untuk menentukan apakah seseorang yang memiliki
riwayat keluarga diabetes tipe 1 adalah pada peningkatan risiko mengembangkan
kondisi.
3) Geografi
Insiden diabetes tipe 1 cenderung meningkat saat tubuh melakukan
perjalanan jauh dari khatulistiwa. Masyarakat yang tinggal di Finlandia dan
Sardinia memiliki insiden tertinggi dari diabetes tipe 1. Sekitar dua sampai tiga
kali lebih tinggi daripada tingkat di Amerika Serikat dan 400 kali dari orang yang
tinggal di Venezuela.
Faktor risiko yang mungkin untuk diabetes tipe 1 meliputi:
Paparan virus
4
Vitamin D
Faktor makanan lainnya
Beberapa faktor risiko lain berupa :
Memiliki seorang ibu muda dari usia 25 ketika ia melahirkan.
Memiliki ibu yang memiliki preeclampsia selama kehamilan.
Dilahirkan dengan penyakit kuning.
Memiliki infeksi saluran pernapasan hanya setelah lahir.
b) Diabetes Tipe 2
1) Berat
Kelebihan berat badan merupakan faktor risiko utama untuk diabetes tipe 2.
Semakin banyak jaringan lemak yang dimiliki, sel-sel lebih kebal terhadap
insulin.
2) Distribusi lemak
Jika tubuh menyimpan lemak terutama di perut, resiko diabetes tipe 2 lebih besar
daripada jika tubuh menyimpan lemak di tempat lain, seperti pinggul dan paha.
3) Ketidakaktifan
Semakin sedikit bergerak, risiko mengalami diabetes tipe 2 akan semakin besar.
Aktivitas fisik membantu mengendalikan berat badan dan akan menggunakan
glukosa sebagai energi dan membuat sel-sel lebih sensitif terhadap insulin.
4) Riwayat keluarga
Risiko diabetes tipe 2 meningkat jika orang tua atau saudara memiliki diabetes
tipe 2 .
5) Ras
Meskipun tidak jelas mengapa, orang-orang dari ras tertentu, termasuk kulit
hitam, Hispanik, Indian Amerika dan Asia-Amerika lebih mungkin untuk
mengalami diabetes tipe 2 dibandingkan kulit putih.
6) Umur
Risiko diabetes tipe 2 meningkat seiring bertambahnya usia, terutama setelah usia
45 tahun. Itu mungkin karena orang cenderung kurang berolahraga, kehilangan
massa otot dan berat badan dengan bertambahnya usia mereka. Tapi diabetes tipe
5
2 juga meningkat secara dramatis di kalangan anak-anak, remaja dan orang
dewasa muda .
7) Pradiabetes
Pradiabetes adalah suatu kondisi di mana kadar gula darah lebih tinggi dari
normal, tetapi tidak cukup tinggi harus diklasifikasikan sebagai diabetes. Jika
tidak diobati, pradiabetes sering berkembang menjadi diabetes tipe 2.
8) Gestational diabetes
Jika mengalami diabetes gestational ketika sedang hamil, risiko diabetes
meningkat kemudian mengembangkan tipe 2 Jika melahirkan bayi dengan berat
lebih dari 9 pon (4 kg) juga berisiko diabetes tipe 2.
c) Diabetes Gestasional
Setiap wanita bisa mengalami diabetes gestational , namun beberapa wanita
berada pada risiko yang lebih besar . Faktor risiko untuk diabetes gestasional
meliputi:
1. Usia lebih dari 25
Wanita lebih tua dari usia 25 lebih mungkin untuk mengembangkan diabetes
gestational .
2. Keluarga atau riwayat kesehatan pribadi
Resiko terkena diabetes meningkat pada kehamilan jika memiliki pradiabetes
atau gula darah sedikit lebih tinggi yang mungkin menjadi pelopor untuk diabetes
tipe 2, atau jika anggota keluarga dekat, seperti orang tua atau saudara, telah
diabetes tipe 2. Juga lebih mungkin untuk mengembangkan diabetes gestational
jika memilikinya selama kehamilan sebelumnya, jika melahirkan bayi yang
beratnya lebih dari 9 pon (4,1 kilogram), atau jika Anda memiliki lahir mati yang
tidak dapat dijelaska .
3. Kelebihan berat badan
Lebih mungkin untuk mengembangkan diabetes gestational jika kelebihan berat
badan secara signifikan dengan indeks massa tubuh (BMI) 30 atau lebih tinggi.
4. Ras Non kulit putih
Untuk alasan yang tidak jelas, perempuan yang hitam, Hispanik, Indian Amerika
atau Asia lebih mungkin untuk mengalami diabetes gestational.
6
dan haus, berat badan turun, kelelahan, penglihatan kabur, infeksi pada kulit yang
berulang, meningkatnya kadar gula dalam darah dan air seni, cenderung terjadi pada
mereka yang berusia dibawah 20 tahun.
Sedangkan diabetes mellitus tipe II muncul secara perlahan lahan sampai
menjadi gangguan kulit yang jelas, dan pada tahap permulaannya seperti gejala pada
diabetes mellitus type I, yaitu cepat lemah, kehilangan tenaga, dan merasa tidak fit,
sering buang air kecil, terus menerus lapar dan haus, kelelahan yang berkepanjangan dan
tidak ada penyebabnya, mudah sakit yang berkepanjangan, biasanya terjadi pada mereka
yang berusia diatas 40 tahun tetapi prevalensinya kini semakin tinggi pada golongan
anak anak dan remaja.
Mansjoer; Kuspuji; Rakhmi; Wahyu; Wiwiek (2008) mengatakan, diabetes
melitus memiliki gejala khas awal berupa polifagia (banyak makan), poliuria (banyak
kencing), polidipsi (banyak minum), lemas, dan berat badan turun. Gejala lain yang
mungkin dikeluhkan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur, dan impotensi pada
pria, serta pruritus vulva pada wanita. Menurut PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia), gejala khas diabetes melitus terdiri dari poliuria, polidipsi, polifagi, dan berat
badan menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala yang tidak khas diabetes
melitus diantaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur,
disfungsi ereksi (pria) dan pruritus vulva (wanita).
Adapun manifestasi klinis DM menurut Brunner & Suddart (2002):
a. Poliuria
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam
sel menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau
hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau
cairan intravaskuler, aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari
hiperosmolariti dan akibatnya akan terjadi diuresis osmotic (poliuria).
b. Polidipsia
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler
menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel.
Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi
menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia).
c. Poliphagia
7
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar
insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa
lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan
(poliphagia).
d. Penurunan berat badan
Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan
cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan
menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan
secara otomatis.
e. Malaise atau kelemahan.
8
b. GDS
c. Tes Glukosa Urin:
1) Tes konvensional (metode reduksi/Benedict)
2) Tes carik celup (metode glucose oxidase/hexokinase
5. TES UNTUK MENDETEKSI KOMPLIKASI
Tes-tes untuk mendeteksi komplikasi adalah:
a) Mikroalbuminuria : urin
b) Ureum, Kreatinin, Asam Urat
c) Kolesterol total : plasma vena (puasa)
d) Kolesterol LDL : plasma vena (puasa)
e) Kolesterol HDL : plasma vena (puasa)
f) Trigliserida : plasma vena (puasa)
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut
dan kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah kalori
dipakai rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB-100)-10%, sehingga didapatkan
=
1) Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal
2) Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal
3) Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal
4) Gemuk = > 120% dari BB Ideal.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori
basal yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB, kemudian
ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (10-30% untuk pekerja berat). Koreksi
status gizi (gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk menghadapi stress
akut sesuai dengan kebutuhan. Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi
tersebut diatas dibagi dalam beberapa porsi yaitu :
9
1) Makanan pagi sebanyak 20%
2) Makanan siang sebanyak 30%
3) Makanan sore sebanyak 25%
4) 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya.
b. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang
lebih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta.
Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olehraga
sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging.
c. Obat Hipoglikemik
1) Sulfonilurea
Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara :
Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan.
Menurunkan ambang sekresi insulin.
Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB normal dan
masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih. Klorpropamid kurang
dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan orangtua karena resiko
hipoglikema yang berkepanjangan, demikian juga gibenklamid. Glukuidon juga
dipakai untuk pasien dengan gangguan fungsi hati atau ginjal.
2) Biguanid
Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin. Sebagai obat tunggal
dianjurkan pada pasien gemuk (imt 30) untuk pasien yang berat lebih (imt 27-30)
dapat juga dikombinasikan dengan golongan sulfonylurea.
3) Golongan Inhibitor Alfa Glikosidase
Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula di saluran pencernaan
sehingga dapat menurunkan kadar gula sesudah makan. Bermanfaat untuk pasien
dengan kadar gula puasa yang masih normal.
4) Insulin
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM) dalam
keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis.
DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet
(perencanaan makanan).
DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosis
maksimal. Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah dan
dinaikkan perlahan lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien. Bila
10
sulfonylurea atau metformin telah diterima sampai dosis maksimal tetapi
tidak tercapai sasaran glukosa darah maka dianjurkan penggunaan kombinasi
sulfonylurea dan insulin.
d. Pendidikan Kesehatan
Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan
hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu pendidikan dan pelatihan
mengenai pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan menunjang perubahan
perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan
untuk mencapai keadaan sehat yang optimal. Penyesuaian keadaan psikologik
kualifas hidup yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan
keperawatan diabetes (Bare & Suzanne, 2002).
e. Kontrol gula darah secara rutin
6. Komplikasi
Klasifikasi komplikasi yang dapat ditemukan pada pasien diabetes melitus
terdapat dua jenis, yaitu :
1) Komplikasi akut diabetes
Ada tiga komplikasi akut pada diabetes yang penting dan berhubungan dengan
gangguan keseimbangan kadar glukosa darah jangka pendek. Ketiga komplikasi
tersebut adalah: hipoglikemia, ketoasidosis diabetic dan sindrom HHNK (juga
disebut koma hiperglikemik hiperosmoler nonketotik atau HONK [hiperosmoler
nonketotik]).
2) Komplikasi Jangka Panjang Diabetes
Angka kematian yang berkaitan dengan ketoasidosis dan infeksi pada pasien-pasien
diabetes tampak terus menurun, tetapi kematian akibat komplikasi kardiovaskuler
dan renal mengalami kenaikan yang mengkhawatirkan. Komplikasi jangka panjang
atau komplikasi kronis semakin tampak pada penderita diabetes yang berumur
panjang. Komplikasi jangka panjang diabetes dapat menyerang semua sistem organ
dalam tubuh. Kategori komplikasi kronis diabetes yang lazim digunakan adalah,
penyakit makrovaskuler, penyakit mikrovaskuler, dan neuropati (Smeltzer dan Bare,
2002).
11
1) Komplikasi akut adalah komplikasi pada DM yang penting dan berhubungan
dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka pendek, ketiga
komplikasi tersebut adalah:
a) Diabetik Ketoasedosis(DKA)
Ketoasedosis diabetic merupakan difesiensi insulin berat dan akut dari suatu
perjalanan penyakit DM. Diabetik ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya
insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata.
b) Koma Hiperosmolar
Koma Hiperosmolar Nonketotik(KHHN)
Koma Hipermosolar Nonketonik merupakan keadaan yang didominasi oleh
hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran.
Salah satu perubahan utamanya dengan DKA adalah tidak tepatnya ketosis
dan asidosis pada KHHN.
c) Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi kalau kadar gula dalam darah turun dibawah 50-60
mg/dl keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian preparat insulin atau preparat
oral berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit
2) Komplikasi Kronik
Efek samping DM pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah
diseluruh bagian tubuh(Angiopati Diabetik) dibagi menjadi 2:
a) Komplikasi Mikrovaskular
Penyakit ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahan-perubahan mikrovaskular adalah
perubahan pada stuktural dan fungsi ginjal. Bila kadar glukosa dalam darah
meningkat, maka sirkulasi darah ke ginjal menjadi menurun sehingga pada
akhirnya bisa terjadi nefropati.
Penyakit mata
Penderita DM akan mengalami gejala penglihatan sampai kebutaan keluhan
penglihatan kabur tidak selalu disebabkan retinopati. Katarak juga dapat
disebabkan karena hiperglikemia yang berkepanjangan menyebabkan
pembengkakan lensa dan kerusakan lensa
Neuropati
12
Diabetes dapat mempengaruhi saraf-saraf perifer, sistem saraf otonom
medulla spinalis atau system saraf pusat. Akumulasi sorbital dan perubahan-
perubahan metabolic lain dalam sintesa fungsi myelin yang dikaitkan dengan
hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan kondisi saraf.
b) Komplikasi Makrovaskular
Penyakit jantung koroner
Akibat diabetes maka aliran darah melambat sehingga terjadi penurunan
kerja jantung untuk memompakan darahnya ke seluruh tubuh sehingga
tekanan darah akan naik. Lemak yang menumpuk dalam pembuluh darah
menyebabkan mengerasnya arteri(arteriosclerosis) dengan penderita
penyakit jantung koroner atau stroke.
Pembuluh darah kaki
Timbulnya karena adanya anesthesia fungsi saraf-saraf sensorik keadaan ini
berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi yang
menyebabkan ganggren. Infeksi di mulai dari celah-celah kulit yang
mengalami hipertopi, pada sel-sel kuku kaki yang menebal dan kalus
demikian juga pada daerah-daerah yang terkena trauma.
13
psikologis, dan kesehatan sosial serta kesejahteraan pasien diabetes melitus yang
didefinisikan sebagai kualitas hidup (Isa dan Baiyewu, 2008).
7. Patofisiologi
Menurut Brunner & Sudddart (2002) patofisiologi terjadinya penyakit diabetes
mellitus tergantung kepada tipe diabetes yaitu :
a) Diabetes Tipe 1
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel
pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut
diekskresikan dalam urin (glukosuria). Ekskresi ini akan disertai oleh pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik.
Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi).
b) Diabetes Tipe 2
Resistensi insulin menyebabkan kemampuan insulin menurunkan kadar gula
darah menjadi tumpul. Akibatnya pankreas harus mensekresi insulin lebih banyak
untuk mengatasi kadar gula darah. Pada tahap awal ini, kemungkinan individu
tersebut akan mengalami gangguan toleransi glukosa, tetapi belum memenuhi kriteria
sebagai penyandang diabetes mellitus. Kondisi resistensi insulin akan berlanjut dan
semakin bertambah berat, sementara pankreas tidak mampu lagi terus menerus
meningkatkan kemampuan sekresi insulin yang cukup untuk mengontrol gula darah.
Peningkatan produksi glukosa hati, penurunan pemakaian glukosa oleh
otot dan lemak berperan atas terjadinya hiperglikemia kronik saat puasa dan setelah
makan. Akhirnya sekresi insulin oleh beta sel pankreas akan menurun dan kenaikan
kadar gula darah semakin bertambah berat.
c) Diabetes Gestasional
Terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum kehamilannya.
Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormon-hormon plasenta.
Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada wanita yang menderita diabetes
gestasional akan kembali normal. (Brunner & Suddarth, 2002).
14
Gestasional diabetes adalah kadar gula darh tinggi yang terjadi semasa masa
kehamilan pada wanita yang tidak mempunyai diabetes mellitus. Wanita yang
mempunyai gestasional diabetes bisa mendapat diabetes mellitus tipe 2 dan penyakit
kardiovaskuler (David Zieve, 2009).
Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM
yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Neuropati,
baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan mengakibatkan
berbagai perubahan pada kulit dan otot yang kemudian menyebabkan terjadinya
perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermuda
terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah
merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih
lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki diabetes.
d) WOC (terlampir)
15
B. Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1) Identitas Pasien
Lakukan pengkajian pada identitas pasien dan isi identitasnya, yang meliputi : nama,
jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama, dan tanggal pengkajian.
2) Keluhan Utama
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal pada kulit yang
disertai bisul/luka yang tidak kunjung sembuh, kesemutan/rasa berat, mata kabur,
kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga mengeluh poliuri, polidipsi, polifagia,
anorexia, mual dan muntah, BB menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri perut,
kram otot, gangguan tidur/istirahat, pusing/sakit kepala.
3) Riwayat Kesehatan Sekarang
Bisanya pasien juga mengeluh poliuri, polidipsi, polifagia, anorexia, mual dan
muntah, BB menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri perut, kram otot, gangguan
tidur/istirahat, pusing/sakit kepala.
4) Riwayat Kesehatan Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, Infark Miokard Akut, Diabetes Gestasional, ISK berulang.
Riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat berlebihan.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat adanya penyakit Diabetes Mellitus atau penyakit keturunan lainnya pada
uanggota keluarga yang lain.
6) Data Dasar Pengkajian Pasien
a. Neurosensori
Disorientasi, mengantuk, stupor (koma), gangguan memori, kekacauan mental,
reflek tendon menurun, kejang
b. Kardiovaskuler
Takikardi/bradikardi, perubahan TD postural, hipertensi disritmia.
c. Pernafasan
Takipnea pada keadaan istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas, batuk dengan tanpa
sputum purulent dan tergantung ada/tidaknya infeksi, panastesia/paralise otot
pernapasan (jika kadar kalium menurun tajam), nafas berbau aseton.
d. Gastro intestinal
Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, bising usus lemah/menurun.
e. Eliminasi
Urin encer, pucat, kuning, poliuria, urin berkabut, bau busuk, diare.
f. Muskulo skeletal
Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki, reflek tendon
menurun, kesemutan atau rasa berat pada tungkai.
g. Integumen
16
Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor jelek, demam,
pembesaran tiroid, diaphoresis, lesi/ulserasi, ulkus.
Ventilasi
Indikator :
- Pengembangan dada simetris
- Kenyamanan dalam bernafas
- Frekuensi nafas normal
- Suara nafas normal
- Tidak ada suara nafas tambahan
17
- Menilai factor penyebab
- Menilai gejala dari nyeri
- Gunakan tanda tanda vital memantau perawatan
- Laporkan tanda / gejala nyeri pada tenaga kesehatan professional
- Gunakan catatan nyeri
Tingkat Kenyamanan
Indikator:
Tingkatan Nyeri
Indikator:
- Melaporkan Nyeri
- Ekspresi nyeri lisan
- Ekspresi wajah saat nyeri
- Melindungi bagian tubuh yang nyeri
- Perubahan frekuensi pernapasan
18
- Buka jalan nafas dengan teknik mengangkat dagu atau dengan mendorong rahang
sesuai keadaan
Monitor pernafasan
Aktivitas :
- Monitor frekuensi, rata-rata, irama, kedalaman dan usaha bernafas
Manajemen Nyeri
Aktivitas :
- Lakukan penilaian nyeri secara komprehensif dimulai dari lokasi,
karakteristik, - Evaluasi bersama pasien dan tenaga kesehatan lainnya
dalam menilai efektifitas pengontrolan nyeri yang pernah dilakukan
- Bantu pasien dan keluarga mencari dan menyediakan dukungan.
- Gunakan metoda penilaian yang berkembang untuk memonitor perubahan
nyeri serta mengidentifikasi faktor aktual dan potensial dalam
mempercepat penyembuhan
Pemberian Obat Penenang
Aktivitas :
- Kaji riwayat kesehatan pasien dan riwayat pemakaian obat penenang
- Tanyakan kepada pasien atau keluarga tentang pengalaman pemberian obat
penenang sebelumnya
19
- Lihat kemungkinan alergi obat
- Tinjau ulang tentang contraindikasi pemberian obat penenang
Pemberian Analgesic
Aktivitas:
- Tentukan lokasi , karakteristik, mutu, dan intensitas nyeri sebelum
mengobati pasien
- Periksa order/pesanan medis untuk obat, dosis, dan frekuensi yang
ditentukan analgesik
- Cek riwayat alergi obat
c) Ketidakseimbangan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral, status hipermetabolisme
Nutrition Management
Aktivitas:
- Kaji adanya alergi makanan
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
- Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
- Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
- Berikan substansi gula
- Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
- Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli
gizi)Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
- Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
- Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
- Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
Aktivitas:
- B pasien dalam batas normal
- Monitor adanya penurunan berat badan
- Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
- Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
- Monitor lingkungan selama makan
- Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
- Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
- Monitor turgor kulit
- Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
- Monitor mual dan muntah
- Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
20
- Monitor makanan kesukaan
- Monitor pertumbuhan dan perkembangan
- Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
- Monitor kalori dan intake nuntrisi
- Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
- Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
5. Evaluasi
Menurut Zaidin Ali (2009), evaluasi keperawatan adalah suatu proses menentukan
nilai keberhasilan yang diperoleh dari pelaksanaan tindakan keperawatan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Marilyn E Doenges (Zaidin Ali, 2009) ada 3 komponen penting dalam
evaluasi keperawatan, yakni :
a. Pengkajian Ulang
Pengkajian ulang merupakan pemantauan status klien yang konstan dengan melihat
respons klien terhadap intervensi keperawatan dan kemajuan kearah pencapaian hasil
yang diharapkan dan dilaksanakan terus menerus sampai klien pulang dari rumah
sakit/sembuh.
b. Modifikasi rencana keperawatan
Hasil pengkajian ulang merupakan informasi yang sangat penting dalam
memodifikasi rencana keperawatan. Apabila telah terpenuhi kebutuhan fisiologis
dasar, seperti udara, air, makanan, dan keamanan, asuhan keperawatan beralih ke
tingkat yang lebih tinggi, misalnya harga diri. Apabila kebutuhan dasar belum
terpenuhi, kebutuhan dasar dipenuhi dahulu dan kebutuhan yang lebih tinggi
ditunda.
c. Penghentian pelayanan
Apabila hasil yang diharapkan telah tercapai dan tujuan yang lebih luas telah
terpenuhi, penghentian pelayanan keperawatan dapat direncanakan. Akan tetapi, hal
ini agak sulit bagi pemecah masalah yang lama, misalnya perubahan nutrisi. Apabila
penghentian pelayanan keperawatan selesai, perhatian pelayanan berfokus pada
kemandirian klien dalam mengatasi masalah sendiri.
Ada dua macam evaluasi keperawatan, yakni evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif.
a. Evaluasi formatif, yakni hasil observasi/pengamatan dan analisis perawat terhadap
respons klien pada saat pelaksanaan asuhan keperawatan atau sesudahnya.
21
b. Evaluasi sumatif, yaitu rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisis status
kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang telah ditetapkan. Kesimpulan
evaluasi sumatif menunjukkan adanya perkembangan kesehatan klien atau adanya
masalah baru.
Referensi
22