Вы находитесь на странице: 1из 3

0 Lainnya Blog Berikut ahmadsholatudin@gmail.

com Dasbor Keluar

PAGES
ASAL MUASAL JEME BESEMAH (Orang BESEMAH)
Beranda

Sampai sekarang masih belum jelas dari mana sebenarnya asal-usul suku Besemah. Apakah teori-teori tentang ASAL MUASAL JEME BESEMAH (Orang
BESEMAH)
perpindahan penduduk yang diikuti sekarang berlaku juga bagi suku besemah, masih diliputi kabut rahasia. Namun yang
PEMERINTAHAN TANAH BESEMAH
jelas, jauh berabad-abad sebelum hadirnya mitos Atung Bungsu, ditanah Besemah, dilereng Guning Dempo dan dareh DIZAMAN DULU
sekitarnya, telah ada masyarakat yang memiliki kebudayaan tradisi megalitik dan bukti-bukti budaya megalitik ditanah
besemah sampai sekarang masih ada. Tetapi permasalahannya, apakah jeme Besemah sekarang ini adalah keturunan
ARSIP BLOG
dari pendukung budaya megalitik tersebut ?
2013 (1)
Menurut Ahad, jurai tue puyang Kedung Gunung Samat di Rempasai bahwa sebelum kedatangan Atung Bungsu ke daerah
October (1)
sekitar Gunung Dempo, telah datang bergelombang dan berturut-turut suku-suku atau bangsa-bangsa yang tidak di ketahui
SEJARAH BESEMAH
asalnya.
Suku-suku atau bangsa-bangsa itu adalah jemeu Kam-kam, jemeu Nik, jemeu Nuk, jemeu Ducung, jemeu
Aking, jemeu Rebakau, jemeu Sebakas, jemeu Rejang dan jemeu Berige. Pada masa tanah disekitar Gunung Dempo di
ABOUT ME
duduki oleh jemeu Rejang dan jemeu Berige, datanglah Atung Bungsu. Dari cerita orang-orang tua (jemeu-jemeu tue),
Azimi Bae
secara fisik jemeu Nik dan jemeu Nuk memiliki badan yang tinggi besar hidung mancung dan kulit putih kemerahan. Jemeu
View my complete profile
Ducung perawakan tubuhnya kecil, pendek, tetapi memiliki kelincahan. Jemeu Aking juga tinggi besar, kekar, kulitnya
merah keputihan, dan memiliki pendirian yang keras. Jemeu Rebakau, berperawakan sedang, dan Jemeu Sebakas,
memiliki postur tubuhnya seperti kebanyakan orang-orang Melayu sekarang. Demikian pula jemeu Rejang dan jemeu
Berige tidak jauh berbeda dengan jemeu Sebakas. Ahad mengatakan bahwa orang Besemah sekarang diperkirakan
merupakan keturunan dari berbagai suku-suku diatas, namun keturunan yang paling dominan berasal dari puyang Atung
Bungsu. Menurut cerita rakyat di Besemah, Atung Bungsu datang ke
Besemah pada saat tempat ini sudah didiami oleh suku Rejang dan Berige. Ia sempat berdialog dengan
salah seorang pimpinan suku Rejang yang bernama Ratu Rambut Selake dari Lubuk Umbai yang masing-masing merasa
berhak atas tanah Besemah. Melalui sumpah, akhirnya Ratu Rambut Selake mengakui bahwa yang paling berhak adalah
Atung Bungsu. Ucapan Atung Bungsu itu kira-kira sebagai berikut jikalu bulak, jikalu buhung, tanah ini aku punye,
binaselah anak cucungku. Sedangkan M. Zoem Derahap, yang dijuluki pak Gasak, dusun Negeri Kaye, Tanjung Sakti,
bercerita bahwa rakyat Lubuk Umbay yang di pimpin Ratu Rambut Selake setelah mengakui tanah Besemah milk Atung
Bungsu mereka lalu diberi kedudukan sebagai sumbai dalam Jagad Besemah, tetapi tidak masuk dalam sistem
pemerintahan Lampik Empat Merdike Due. Sumbay mereka itu dinamakan Sumbay Lubuk Umbay. Sebagian masyarakat
Besemah percaya bahwa kedatangan Atung Bungsu itu bersama Diwe Semidang ( Puyang Serunting Sakti ) dan Diwe
Gumay. Diwe Gumay menetap di Bukit Seguntang Palembang, sedangkan Diwe Semidang pada mulanya juga tinggal
dibukit siguntang, lalu pergi menjelajah sembilan batanghari sampai akhirnya menetap disuatu tempat yang disebut
Padang Langgar ( Pelangkeniday ). Keturunan kesebelas dari Diwe Gumay yaitu puyang Panjang sebagai juray kebalik-an
baru menetap dibagian ilir tanah Besemah yaitu di Balay Buntar ( Lubuk Sepang ).
Ratu Majapahit beranak 7 (tujuh) orang: 1. Puyang Meradjo Saktie, 2. Puyang Meradjo Gantie, 3. Puyang Meradjo
Pandoe, 4. Puyang Meradjo Gandoe, 5. Puyang Meradjo Kedam, 6. Puyang Poetri Sandang Bidoek, 7. Puyang Atoeng
Bongsoe. Maka Ratu Sinuhun memberi tahu pada anak laki-lakinya bahwa Poetri Sandang Bidoek akan diambil anak
[Dikawinkan] dengan Bagus Karang di negeri Raban, serta akan dijadikan raja di Mojopahit (Majapahit). Anak laki-lakinya
kecewa sebab mengapa mereka yang laki-laki tidak dijadikan raja Mojopahit. Ada permintaan dari Atoeng Bongsoe kepada
Bagus Karang, kalau jadi raja di Mojopahit yaitu minta ayam Papak Berambai Mas, memakai jalu intan sekilan. Permintaan
dikabulkan oleh Bagus Karang. Ratu Sinuhun menyuruh ke-enam anak laki-lakinya berkarang mencari ikan. Maka Atoeng
Bongsoe berkarang digenting ulu Mana di Batanghari Cawang sampai habis ikannya. Ikan dimasukkannya dalam buloh
[Buluh=Bambu] Ritie Jadie. Sampai sekarang Batanghari itu bernama Cawang Buloh Ritie dan tidak lagi ditunggu ikan.
Ketika Atoeng Bongsoe jalan dari [melalui] tanah Besemah yang pada waktu itu bernama Rimbo Dalam. Pada wktu itu
belum ada seorang pun yang tinggal didaerah ini, turun dari bukit Serelo lantas pulang ke Mojopahit. Sampai di Mojopahit
saudara puterinya sandang Bidoek telah dikawinkan. Atoeng Bongsoe kecewa, mengapa tidak menunggu dia pulang dari
berkarang. Anak-anak Ratu Sinuhun kecewa, mereka lalu pergi kebeberapa tempat, antara lain ke Loera Belido, ke
Minangkabau, ke Bugis, ke Aji Komering dan ke Bugis. Atoeng Bongsoe kawin dengan anak ratu Benua Keling Senantan
Boewih (Boeway). Atoeng Bongsoe mendapat 2 (dua) anak laki-laki, yaitu: 1. Boejang Djawo (Bujang Jawe), 2. Rio Rakian.
Pada suatu ketika Boejang Djawo memecahkan piring Ratu Benua Keling. Anak laki-laki Ratu Benua Keling marah kepada
Boejang Bongsoe dan ia berkata bahwa ia mau pulang. Ratu Benua Keling membagi pusaka (warisan). Atoeng Bongsoe
mendapat warisan tanah bumi. Ia mengambil tanah sekepal dan setitik air dan satu biji batu dimasukkan di dalam tongkat.
Bagian Puyang Atoeng Bongsoe Pati(h) Ampat Lawangan Ampat Pepandin Delapan. Maka Atoeng Bongsoe berjalan
nunggangi (naik) kelapa balik mudik sungai sampai di Palembang. Ketemu dengan Putri Sandang Bidoek. Maka Pati
Ampat Lawangan Sandang Bidoek di Palembang. Sandang Bidoek memberi satu Bendik bernama Si Awang-Awang. Kata
Sandang Didoek Bilamana Atoeng Bongsoe sudah mendapat kepastian dimana akan bertempat tinggal pukul bendik Si
Awang-awang sampai kedengaran dari Palembang. Maka Atoeng Bongsoe meninggalkan satu meriam bernama
Segoering. Kata Atoeng Bongsoe Kalau ada musuh dari luaran, tembakkan meriam Segoering, supaya segala anak
cucunya membantu perang. Sesudah itu Atoeng Bongsoe mudik sampai muara Lematang, maka air musi ditimbang
dengan air Lematang [Ternyata setelah ditimbang lebih berat ayiek lematang], Atoeng Bongsoe [memutuskan] akan mudik
Batanghari Lematang. Ketika Boejang Djawe akan mati, dia meninggalkan pesan sama Atoeng Bongsoe, dimana tempat
Atoeng Bongsoe menjadikan jagad minta pasangkan asap kemenyan sembilan dan minta dipasangkan kelmbu tujuh lapis,
maka Boejang Djawe kembali hidup. Sesudah itu Atoeng Bongsoe naik ke darat berhenti didalam rimba. Rimba ini
dinamakannya Padoeraksa [artinya daerah yang baru diperiksa]. Ketika Atoeng berada dalam rimba ini datanglah ratu dari
dusun Lubuk Oembay bernama Ratu Rambut Selake [Pimpinan orang Rejang]. Berkatalah ratu Rambut Selake: Apa sebab
Atoeng Bongsoe menempati tanahnya ? Dijawab oleh Atoeng Bongsoe, Tanah ini tanahku nian, sebab waktu pulang
berkarang di Genting Oeloe, mendapat ini tanah dan belum ada satu orangpun yang menunggunya [menempati]. Dijawab
lagi oleh ratu Rambut Selake, Beghani sumpah, kalau beghani sumpah, ambiklah!. Maka tanah ini dikasihkan kepada
Atoeng Bongsoe. Sesudah itu Rambut Selaku mati, anak cucunya pindah ke Rejang. Setelah itu Atoeng Bongsoe pindah
dari rimba Padoekrakso dan kemudian membuat dusun Benua Keling. Suatu ketika istrinya Atong Bongsoe, putri senantan
Boewih turun membasuh beras memakai bakul, dimasuki ikan Semah, Itulah sebabnya daerah ini dinamakan Besemah
[yang berarti sungai yang banyak ikan semahnya]. Sesudah itu Atoeng Bongsoe, sesuai dengan pesan Bujang Djawe, ia
membakar kemenyan dan memasang kelambu tujuh lapis pada waktu malam 14 maka bujang Djawe turun bergelar
Puyang Dewate, dialah yang menjadikan Jagad Besemah, sampai 5 (lima) gilir tidak diperanakkan. Setelah puyang Dewate
mati, berturut-turut terdapat puyang: 1. Indiro (Indra) sakti, 2. Indira Muksa, 3. Telage Muksa, 4. Cendane Kilam, dan 5.
mandoelike. Puyang Mandoelike beranak 5 ( lima) orang, yaitu: 1. Puyang Sake Semanung (Seminung), menjadikan anak
[Sumbai] Ulu Lurah, 2. Puyang Sake Sepadi menjadikan sumbai Tanjung Ghaye, 3. Puyang Seghatus, menjadikan anak
Bayoeran, 4. Puyang Sake Saktie menjadikan marga Jati, 5. Puyang Seribu, mati bujang, tidak ada keturunan.

Keempat Puyang diatas menjumputi {sic.) Depati Lang Bidaro (Depati Karang udare= Depati Karang Widara)
dengan Pangeran Sido Kenayan [Raja Palembang] mudik [ke tanah] Besemah minta tunjuki adat dengan hukum maka
depati Lang Bidaro dengan Pangeran Sido Kenayan mudik ke tanah Besemah membawa adat dengan hukum aturan di
dalam Jagat yang ditetapkan Kerte [Aturan] delapan, bagaimana adat, siapa salah disalahkan, siapa benar dibenarkan.
Dan Jagat Besemah ditetapkan Sindang Merdike, kalau ada budak lain atau barang hilang di Palembang, timbul
di Besemah, minta pulangkan di Palembang, siapa yang menolong, di Palembang dapat Pesalin sepengadap. Dan empat
pesirah ditetapkan memerintah di Jagat Pasemah. Bila salah seorang pesirah itu mati, akan diganti orang lain. Tetapi
penggantinya harus mendapatkan persetujuan Sultan Palembang. Pangeran Sido Kenayan dengan Depati Lang Bidaro
membagi tapal batas tanah Besemah dengan Palembang. Dimulai dari Way Umpu titik di penyebrangan Bantan, terus di
Batu Banjar, laju di gunung Seminung Ranau, dari situ turun Naurebo [terletak ditengah gunung Seminung Ranau], laju di
pematang Sengang tengah Ranau, Laju terus tengah laman dusun Kuripan, mungga Bukit Nanti, turun di Muare Kemumu
[Kisam], mungga di tangan Bukit Nanti terus di Pematang Galang turun di Lubuk Muara Cendawan, laju di Batu Bindoe
Muara Enim, dari situ mungga Bukit Campang di Pagar Gunung, turun di Ayiek ijuk, terus di Lubuk Muara Senangsangan
Mulak Ulu, laju di Danau Batu, turuhan di Arahan Tungku Tiga, netak Bubungan Arahan Tiga, laju di Padang Tamba,
mungga bukit Kuantjung Berghuk, dari situ terus di Petai Campang Due Bukit Ulu Pangi (Kikim), dari situ laju di Sialang
Pating Besi di Bukit Sanggul, terus di Bukit Rindu Ati Bengkulu, turun di Padang Tjupak, terus di Ulu Tuban, titik di teluk
Merampuyan, laju di Padang Muara Selibar Ulu Bengkulu, turun di Laut Besar, sampai di Tampaan Gadak Sebelah Ulu,
yang tersebut ini tanah bumi dikasihkan oleh Pangeran Sido Kenayan pada orang Besemah. Dari situ ke sebelah ilir
Pangeran Sido Kenayan dengan Depati Lang Bidaro yang punya. Waktu itu tanah Besemah masih rimba semuanya.
Semua orang bikin ladang darat [ume]. Dibelakang ini tanah Besemah jadi padang membuat siring untuk lahan sawah. Dan
lagi aturan Pasemah kalau sawah angkitan 100 bake harganya 100 gulden. Tanah yang sudah dibuka, kemudian
ditinggalkan (talang), boleh digarap orang lain asal ada kata mufakat (berunding). Orang yang tidak bikin sawah tidak
dihukum Sultan Palembang. Jika ada tanah yang bisa dibikin sawah,bukan Pesirah yang membagi tanah itu tapi orang
yang bikin sawah sendiri, lebih dahulu dikasih tahu Pesirah. Awal sejarah pemerintahan tradisional di Besemah tidak
terlepas dari sistem pemerintahan Kesultanan Palembang. Kaitan atau hubungan antara Kesultanan Palembang dengan
daerah-daerah diwilayah kekuasaannya dikatakan oleh Robert Heine Gildern (1982). di Asia Tenggara Ibukota
Kesultanan Palembang bukan saja merupakan pusat politis dan kebudayaan dari suatu kerajaan dan masyarakat
sekitarnya, juga merupakan pusat magis dari kerajaan.

Recommend this on Google

No comments:

Post a Comment

Hmm, we can't reach this page.
Try this

Make sure youve got the right URL: https://www.blogger.com

Refresh the page

Search for what you want

Home

Subscribe to: Posts (Atom)

Picture Window template. Powered by Blogger.

Вам также может понравиться