Вы находитесь на странице: 1из 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Material Komposit

Material komposit merupakan kombinasi dua atau lebih material yang


berbeda, dengan syarat adanya ikatan permukaan antara kedua material tersebut.
Komposit tidak hanya digunakan untuk sifat struktural tetapi dapat juga
dimanfaatkan untuk berbagai sifat yang lainnya seperti listrik, panas, atau
material-material yang memperhatikan aspek lingkungan. Komposit pada
umumnya diklasifikasikan menjadi 2 bagian yang berbeda, dimana fasa kontinyu
disebut matrik, dan fasa diskontinyu disebut sebagai penguat (Surdia, 1999).
Komposit bermatrik aluminium atau dikenal dengan AMC (Aluminium
Matrix Composite) adalah salah satu jenis material yang memiliki potensi besar
untuk dikembangkan. Pada pemanfaatannya AMC banyak digunakan dalam
industri otomotif, penerbangan, pertahanan dan lain sebagainya. AMC banyak
digunakan pada aplikasi yang membutuhkan performa tinggi, seperti aplikasi
dalam permesinan pesawat terbang, juga aplikasi dalam industri otomotif. (Sahin
dan Murphy, 1996).
Bahan komposit memiliki banyak keunggulan, diantaranya berat yang
lebih ringan, kekuatan dan ketahanan yang lebih tinggi, tahan korosi dan
ketahanan aus (Smallman, Bishop, & Djaprie, 2000).
Komposit berdasarkan jenis matriksnya dapat dibedakan menjadi tiga yaitu
(Gibson, 1994):

a. Polymer Matrix Composites (PMC)


Komposit jenis ini menggunakan polimer dengan resin sebagai matriknya,
dan suatu jenis serat seperti kaca, karbon dan aramid sebagai
penguatnya.Polimer (resin) diklasifikasikan dalam dua jenis yaitu
termoplastik (polyethylene (PE), polypropylene (PP), polieter eter keton
(PEEK), polivinil clorida (PVC), polistirena (PS), poliolefin dll) dan termoset
(epoxy, polyester, dan fenol-formaldehida resin, dll)
b. Metal Matrix Composites (MMC)
5

Universitas Sriwijaya
6

Ditemukan berkembang pada industri otomotif, bahan ini menggunakan suatu


logam seperti aluminium, magnesium, besi, kobalt, tembaga sebagai matriks
dan penguatnya dengan serat seperti silikon karbida.
c. Ceramic Matrix Composites (CMC)
Digunakan pada lingkungan bertemperatur sangat tinggi, bahan ini
menggunakan keramik sebagai matrik dan diperkuat dengan serat pendek,
atau serabut-serabut (whiskers) dimana terbuat dari silikon karbida atau boron
nitride.

2.2 Aluminium
Aluminium ditemukan oleh Sir Humphrey Davy dalam tahun 1809
sebagai suatu unsur, dan pertama kali direduksi sebagai logam oleh H. C. Oersted
tahun 1825. Secara industri tahun 1886, Pault Heroult di Perancis dan C. M. Hall
di Amerika Serikat secara terpisah telah memperoleh logam aluminium dari
alumina dengan cara elektrolisa dari garamnya yang terfusi. Sampai sekarang
proses Heroult Hall masih dipakai untuk memproduksi aluminium. Penggunaan
aluminium sebagai logam setiap tahunnya adalah pada urutan yang kedua setelah
jenis logam besi dan baja, yang tertinggi diantara logam non ferro (Surdia, 1999).
Produksi aluminium tahunan di dunia mencapai 25 juta ton pertahun pada tahun
2016 (Haffiyan, 2016)
Aluminium merupakan logam ringan mempunyai ketahanan korosi yang
baik dan hantaran listrik yang baik dan sifat-sifat yang baik lainnya sebagai
logam. Sebagai tambahan terhadap, kekuatan mekaniknya yang sangat meningkat
dengan penambahan Cu, Mg, Si, Mn, Zn, Ni, dsb, secara satu persatu atau
bersama-sama, memberikan juga sifat-sifat baik lainnya seperti ketahanan korosi,
ketahanan aus, koefisien pemuaian rendah dan sebagainya. Material ini
dipergunakan di dalam bidang yang luas bukan saja untuk peralatan rumah tangga
tapi juga dipakai untuk keperluan material pesawat terbang, mobil, kapal laut,
kontruksi dan sebagainya (Surdia, 1999). Sifatsifat fisik, mekanik, dan panas
yang dimiliki oleh aluminium dapat dilihat pada tabel 2.1 dibawahini :

Tabel 2.1 Sifatsifat fisik dan mekanik aluminium (Surdia, 1999).

Universitas Sriwijaya
7

Sifat-sifat fisik Kemurnian Al Kemurnian Al


99,996 % >99,0 %
Massa jenis (20C) 2,6989 2,71
Titik cair 660,2 653-657
Hantaran listrik 64,94 59 (dianil)
Koefisien 23,8610-6 23,510-6
pemuaian
Kemurnian Al Kemurnian Al
Sifat-sifat mekanik 99,996 % >99,0 %
Dianil / 75% dirol Dianil /H18
dingin
Kekuatan tarik (kg/mm) 4,9 / 11,6 9,3 / 16,9
Kekuatan mulur (0,2%) (kg/mm) 1,3 / 11,0 3,5 / 16,9
Perpanjangan (%) 48,8 / 5,5 35 / 5
Kekerasan Brinnel 17 / 27 23 / 44

Aluminium memiliki berat jenis 2,7 gram/ cm3, kira-kira sepertiga dari
berat jenis baja (7,83 gram/ cm3), tembaga (8,93gram/ cm3), atau kuningan.
Selain itu aluminum menunjukan ketahanan korosi yang baik pada kebanyakan
lingkungan termasuk udara, air (air garam), petrokimia dan lingkungan kimia
lainya. Dilihat dari konduktivitas thermalnya adalah antara 50-60 % dari tembaga,
bersifat nonmagnetic dan tidak beracun (Surdia, 1995).
Pada penelitian ini, alumunium yang akan digunakan sebagai bahan utama
adalah aluminium bekas potongan etalase (scrap). Berikut ini beberapa manfaat
dan kelebihan dari aluminium adalah (Capral Ltd, 2013):

1. Ringan
2. Tahan terhadap korosi
3. Kuat
4. Tahan terhadap suhu rendah
5. Mudah diolah
6. Penghantar panas yang baik
7. Penghantar listrik yang baik
8.Non-magnetic
9. Konduktor panas yang baik
10. Mudah di daur ulang
11. Perawatan yang mudah

Universitas Sriwijaya
8

12.Non-sparking (tidak menimbulkan percikan api ketika material saling


digosokkan)

2.2.1 Aluminium Matrix Composites/AMC


Keuntungan utama dari Aluminium Matrix Composites dibandingkan
dengan logam-logam lain yang tanpa penguat (Surappa. M. K.,2003).
a. Memiliki kekuatan yang lebih besar.
b. Meningkatkan kekakuan.
c. Mengurangi densitas.
d. Sifatnya meningkat pada temperatur yang tinggi
e. Mengontrol koefisien peningkatan arus panas.
f. Management arus panas.
g. Meningkatkan dan menyesuaikan performansi listrik.
h. Meningkatkan resistensi keausan dan goresan/abrasi.
i. Sangat banyak mengontrol.
j. Meningkatkan kemampuan lembab / damping.

2.3. Alumina (Al2O3)


Alumina (Al2O3) merupakan material keramik nonsilikat yang paling
penting. Alumina mempunyai ketahanan listrik yang tinggi dan tahan terhadap
kejutan termal dan korosi salah satu jenis dari keramik yang sering digunakan
sebagai penguat (reinforcement) pada pembuatan komposit. Aluminium oksida
(Al2O3) atau yang lebih dikenal dengan alumina adalah insulator (penghambat)
panas dan listrik yang baik. Aluminium oksida (Al 2O3) berperan penting dalam
ketahanan logam aluminium terhadap perkaratan dengan udara. Logam aluminium
sebenarnya amat mudah bereaksi dengan oksigen di udara. Aluminium bereaksi
dengan oksigen membentuk aluminium oksida, yang terbentuk sebagai lapisan
tipis yang dengan cepat menutupi permukaan aluminium. Lapisan ini melindungi
logam aluminium dari oksidasi lebih lanjut (Johan, A.,2009).

Tabel 2.2 Data sifat fisik dan sifat mekanik Alumina (Al2O3) (Johan, A.,2009).
Sifat Fisik Satuan SI Nilai
Densitas g/cm3 3,95

Universitas Sriwijaya
9

Berat atom g/mol


Warna -
0
Titik Lebur C 2050
Sifat Mekanik Satuan SI Nilai
Modulus Elastisitas Gpa 40
Kekerasan BHN
Kekuatan Luluh Mpa 260
Ketangguhan MPa m 2100

.4 Magnesium
Magnesium merupakan logam yang ringan, putih keperak-perakan dan
cukup kuat. Magnesium sifatnya sepertiga lebih ringan dibandingkan aluminium,
yaitu 1,74 gr/cm3.Magnesium mempunyai susunan atom heksagonal dan
mempunyai kekuatan tarik 19 kgf/mm2 setelah penganilan, kekuatan mulur 9,8
kgf/mm2 dan perpanjangannya 16% (Surdia, 1985, dalam Arifin, 2009).
Magnesium mudah terurai di udara, dan magnesium yang terbelah-belah secara
halus dapat dengan mudah terbakar di udara dan mengeluarkan api putih. Dalam
pembuatan komposit ini menggunakan penambahan unsur Mg, walaupun unsur
Mg mudah terbakar setidaknya berfungsi meningkatkan wettability terhadap
partikel Alumina dan Fly ash. Wettability merupakan kemampuan suatu cairan
untuk membasahi seluruh permukaan zat padat (Pech chanul dan Makhlouf,
2000). Sehinggga Mg mampu membasahi partiket Alumina dan Fly ash sehingga
berdampak meningkatnya sifat mekanis yang dihasilkan.

2.5 Fly Ash (Abu Terbang)


Fly ash merupakan material yang memiliki ukuran butiran yang halus,
berwarna keabu-abuan dan diperoleh dari hasil pembakaran batubara. Pada
pembakaran batubara dalam PLTU, terdapat limbah padat yaitu abu layang (fly
ash) dan abu dasar (bottom ash). Partikel abu yang terbawa gas buang disebut fly
ash, sedangkan abu yang tertinggal dan dikeluarkan dari bawah tungku disebut
bottom ash (Wardani, 2008). Secara umum fly ash mengandung unsur kimia
antara lain silika (SiO2), alumina (Al2O3), fero oksida (Fe2O3) dan kalsium oksida
(CaO), juga mengandung unsur tambahan lain yaitu magnesium oksida (MgO),
titanium oksida (TiO2), alkalin (Na2O dan K2O), sulfur trioksida (SO3), pospor

Universitas Sriwijaya
10

oksida (P2O5) dan carbon. Di Indonesia, produksi limbah abu dasar dan abu
terbang dari tahun ke tahun meningkat sebanding dengan konsumsi penggunaan
batubara sebagai bahan baku pada industri PLTU (Harijono D, 2006, dalam
Irwanto, 2010
Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat fisik, kimia dan teknis dari fly ash
adalah tipe batubara, kemurnian batubara, tingkat penghancuran, tipe pemanasan
dan operasi, metoda penyimpanan dan penimbunan. Adapun komposisi kimia dan
klasifikasinya seperti dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Komposisi dan klasifikasi Fly ash (Nanda, 2010)


Komponen Bituminus Subbtumins Lignit
(%)
SiO2 20 - 60 40 - 60 15 - 45
Al2O3 5 - 35 20 - 30 20 - 25
Fe2O3 10 - 40 4 - 10 4 - 15
CaO 1 - 12 5 - 30 15 - 40
MgO 0-5 1-6 3 - 10
SO3 0-4 0-2 0 - 10
Na2O 0-4 0-2 0-6
K2O 0-3 0-4 0-4
LOI 0 - 15 0-3 0-5

Menurut ASTM C618 fly ash dibagi menjadi dua kelas yaitu fly ash kelas F
dan kelas C. Perbedaan utama dari kedua ash tersebut adalah banyaknya calsium,
silika, aluminium dan kadar besi di ash tersebut.
1. Kelas F : fly ash yang dihasilkan dari pembakaran batubara antrasit dan
bituminous.

Gambar 2.1 : fly ash kelas F (Nji, 2016)

Universitas Sriwijaya
11

2. Fly ash kelas C merupakan yang dihasilkan dari pembakaran batu bara
jenis lignite dan subbituminous.

Gambar 2.2 : Fly ash kelas C (http://lauwtjunnji.weebly.com)

2. 6 Stir Casting

Proses stir casting merupakan salah satu proses pembuatan komposit


dalam kondisi cair yang paling sederhana. Prinsip dari proses stir casting adalah
penyatuan partikel penguat kedalam logam cair dengan pengadukan secara
mekanik, lalu dituangkan ke dalam cetakan (Kartaman, 2010).
Metode stir casting pada logam cair sangat menguntungkan untuk digunakan,
karena bentuk casting yang dihasilkan hampir sama dengan produk akhir yang
diinginkan, dan biaya produksi yang relatif rendah. Pada proses stir casting,
partikel penguat yang biasanya berbentuk serbuk dimasukan ke dalam alumunium
cair, kemudian diaduk secara mekanik. Pada metode stir casting parameter yang
berpengaruh terhadap hasil coran adalah ukuran serbuk atau partikel keramik,
kemampuan dan ukuran impeler pengaduk, temperatur logam cair, waktu
pengadukan, kecepatan pengadukan, kecepatan pemakanan partikel kedalam
campuran secara continue dan dengan laju yang seragam, serta suhu cetakan (Seo
dan Kang,1995).

Keuntungan dari penggunaan stir casting antara lain:

1. Proses ini mampu menggabungkan partikel penguat ke dalam logam cair


dikarenakan adanya gaya pengadukan secara mekanik yang
menyebabkanpartikel padatan terperangkap dalam logam cair.

2. Dengan adanya proses pengadukan pada suhu diatas temperatur cair makaudara
yang terperangkap memungkinkan untuk naik ke atas permukaan logam cair
sehingga cacat yang diakibatkan oleh terperangkapnya udara dalam logam cair
dapat dihindari.

Universitas Sriwijaya
12

3. Proses stir casting menghasilkan produk yang hasilnya relatif lebih baik
dibandingkan hasil casting yang lainnya karena pencampuran logam dapat
lebih homogen.
Selain itu keuntungan dari proses ini adalah mampu menggabungkan partikel
penguat yang tidak dibasahi oleh logam cair. Bahan yang tidak dibasahi tersebut
terdistribusi oleh adanya gaya pengadukan secara mekanik yang menyebabkan
pertikel penguat terperangkap dalam logam cair. Metode pembuatan ini
merupakan metode yang paling sederhana, relatif lebih murah dan tidak
memerlukan peralatan tambahan.

Gambar 2.3 Skema proses stir casting (Dwivedi, 2014)

2.7 Pengujian Sifat-Sifat Mekanik


Pada penelitian ini pengujian hanya difokuskan pada karakter yang
dihasilkan oleh hasil uji kekerasan dan uji densitas.

2.7.1 Uji Kekerasan Vickers


Pengujian kekerasan Vickers menggunakan indentor piramid intan yang
dasarnya berbentuk bujur sangkar. Besar sudut antara piramid yang saling

Universitas Sriwijaya
13

berhadapan adalah 136 dan beban 30 kg. Mesin uji kekerasan Vickers yang

ada adalah Vickers Hardness dengan tipe VKH-2E. Mesin mengacu pada JIS
B7725 dan standart pengujian JIS Z 2244. Antara dua bidang berhadapan adalah

136 . Skala kekerasan Vickers adalah :

beban N
VHN =
luas penekanan
=1,854 2
d mm( )
2 (2.1)

Gambar 2.4 Pengujian kekerasan Vickers (Degarmo, E. Paul, 2003)

Gambar 2.5 Bentuk indentor Vickers (Callister, 2001)

2.7.2 Uji Densitas


Pengujian densitas merupakan pengujian sifat fisis terhadap spesimen,
yang bertujuan untuk mengetahui nilai kerapatan massa dari spesimen yang diuji.
Rapat massa (mass density) suatu zat adalah massa zat per satuan volume
(Goerge, 2003).

Universitas Sriwijaya
14

m
=
v
(2.2)

Dimana :
= densitas benda (gram/cm3)
m = massa benda (gram)
v = volume benda (cm3)

Pada benda dengan bentuk yang tidak beraturan, dimana kita kesulitan
untuk menentukan volumenya, kita dapat menghitung densitas dengan hukum
Archimedes. Dalam pengujian densitas disini pada prinsipnya menentukan massa
spesimen diudara (mudara) dan massa spesimen diair (mair). Massa diudara (mudara)
dapat dihitung dengan timbangan digital secara normal yang merupakan massa
sesungguhnya. Massa dalam air (mair) dapat dihitung dengan cara massa diudara
(mudara) dikurangi gaya keatas, sedangkan gaya ke atas dapat dihitung dengan teori
Archimides. Pada teori Archimides dikatakan bahwa suatu benda yang dicelupkan
dalam suatu fluida akan mengalami gaya ke atas sama dengan massa fluida yang
dipindahkan oleh benda. Jadi dari teori Archimides tersebut dapat diterapkan
untuk mencari densitas dengan persamaan rumus perhitungan seperti dibawah ini
(Barsoum, 1997) :

mudara
=
( mudaramfluida ) / fluida (2.3)

Dimana :
mudara = massa spesimen diudara (gram)

mfluida = massa spesimen dalam fluida/air (gram)

fluida = densitas fluida/air (gram/cm3)

= densitas spesimen (gram/cm3)

Universitas Sriwijaya
15

Gambar 2.6 Skema Uji Densitas (George, 2003)

.8 Pengujian Fluiditas
Fluiditas didalam ilmu pengecoran diartikan sebagai kemampuan
logam cair mengalir dalam cetakan sebelum berhenti karena terjadi solidifikasi
(Flemings M.C., 1974). Fluiditas merupakan salah satu sifat fisik logam cair yang
sangat penting untuk diketahui, karena produk hasil pengecoran dapat menjadi
cacat apabilah sifat fluiditasnya jelek, atau biasa disebut misrun.
Fluiditas diukur dengan mengukur panjang cairan logam yang
mengalir ketika dituang ke dalam cetakan yang kecil, penampang saluran yang
kecil diharapkan terjadi pendinginan yang cepat dan gradien suhu besar (Sabatino,
2005). Fluiditas merupakan sifat teknik yang kompleks dan tergantung pada
banyak faktor yang dapat dikategorikan sebagai berikut (Sabatino, 2005) :
Variabel logam:
o komposisi kimia
o jangkauan pembekuan
o viskositas
o kalor peleburan
Cetakan dan variabel cetakan/logam
o koefisien transfer panas (coating)
o konduktivitas termal cetakan dan logam
o massa jenis cetakan
o panas spesifik
o tegangan permukaan
Variabel pengujian :
o diameter saluran

Universitas Sriwijaya
16

o temperatur pengecoran (superheat)


o oksida/partikel terkandung

.8.1 Mode Solidifikasi


Pemadatan dalam saluran dari cetakan uji fluiditas telah terbukti sangat
berbeda untuk logam murni dan paduan. Ketika logam murni atau paduan pada
komposisi eutektik memasuki saluran, pemadatan dimulai pada dinding dan terus
oleh pertumbuhan butir columnar dengan permukaan planar sebagai logam
mengalir melalui saluran. Aliran dihentikan pada saat butir columnar bertemu dan
menjepit dengan butir dari dinding saluran berhenti aliran seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.7.
a)

b)

Gambar 2.7 Skema representasi dari pemadatan dalam logam murni dan eutectics:
a) pemadatan dimulai pada dinding saluran; b) penjepitan dari aliran dengan butir
dari dinding saluran. Butir bertambarakan satu sama lain dan aliran berhenti.

.8.2 Metode Pengujian Fluiditas

Universitas Sriwijaya
17

Ada beberapa jenis pengujian fluiditas logam cair. Namun metode yang
umumnya digunakan dalam penelitian adalah metode pengujian spiral, yang
ditunjukkan dengan gambar dibawah ini :

Gambar 2.8 : Pengukuran fluiditas (Campbell. J., 1994)

Pengujian fluiditas dengan menggunakan cetakan spiral merupakan jenis


pengujian fluiditas yang paling lama digunakan. Pengujiam fluiditas dengan
cetakan spiral ini dilakukan dengan cara menuangkan logam cair ke alat uji
fluiditas kemudian logam membeku, panjang sampel yang berbentuk spiral (yang
menyerupai bentuk cetakannya) diukur dengan menggunakan tali kabel kemudian
panjang tali kabel diukur dengan penggaris (Nanda, 2010).

Universitas Sriwijaya

Вам также может понравиться