Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Ada 8 prinsip etika keperawatan yang wajib diketahui oleh perawat dalam
memberikan layanan keperawatan kepada individu, kelompok/keluarga, dan
masyarakat.
PENGERTIAN KOMUNIKASI
Komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi atau proses pemberian arti
sesuatu antara dua atau lebih orang dan lingkungannya bisa melalui simbol, tanda atau
perilaku yang umum, dan biasanya terjadi dua arah
Komponen dalam komunikasi:
v Sender (pemberi pesan): individu yang bertugas mengirimkan pesan.
v Receiver (penerima pesan): seseorang yang menerima pesan. Bisa berbentuk pesan
yang diterima maupun pesan yang sudah diinterpretasikan.
v Pesan : informasi yang diterima, bisa berupa kata, ide atau perasaan. Pesan akan
efektif bila jelas dan terorganisir yang diekspresikan oleh si pengirim pesan.
v Media: metode yang digunakan dalam pesan yaitu kata, bisa dengan cara ditulis,
diucapkan, diraba, dicium. Contoh: catatan atau surat adalah kata; bau badan atau cium
parfum adalah penciuman (dicium), dan lain-lain.
v Umpan balik: penerima pesan memberikan informasi/ pesan kembali kepada pengirim
pesan dalam bentuk komunikasi yang efektif. Umpan balik merupakan proses yang
kontinyu karena memberikan respons pesan dan mengirimkan pesan berupa stimulus
yang baru kepada pengirim pesan.
KOMUNIKASI INTERPERSONAL
Komunikasi interpersonal adalah interaksi yang terjadi antara sedikitnya dua orang atau
dalam kelompok kecil. Komunikasi interpersonal yang sehat memungkinkan
penyelesaian masalah, berbagai ide, pengambilan keputusan, dan pertumbuhan
personal.
MODEL KOMUNIKASI INTERPERSONAL
Model komunikasi di atas dimulai dengan pikiran dan perasaan pengirim pesan yaitu
dunia intra-psikis dan pengetahuan bahwa pikiran dan perasaan ini harus diubah
menjadi sandi ke dalam perilaku (pesan) jika mereka ingin dikeluarkan dari dunia
internal dan berkomunikasi deangan orang lain (penerima). Pesan dalam bentuk tanda-
tanda dan symbol verbal maupun non-verbal perlu disampaikan dalam berbagai cara
agar indra penerima dapat merasakannya. Dengan indra ini, penerima mengubah sandi
dan menafsirkan isi pesan. Pikiran dan perasaanya belum tentu sesuai dengan pesan
yang ingin disampaikan pengirim. Pada interaksi manapun, penerima pesan mempunyai
pikiran dan perasaan yang akan diubah dalam bentuk sandi menurut caranya sendiri
dan dikirim kembali ke pengirim awal. Dengan demikian terjadi komunikasi dua arah
.
KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM KEPERAWATAN
Hubungan perawat-pasien
Ada tiga jenis komunikasi yaitu komunikasi verbal, tertulis, dan non-verbal yang
dimanifestasikan secara terapeutik.
1. KOMUNIKASI VERBAL
Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di rumah
sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap
muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Katakata adalah alat
atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan
respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan.
Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji minat seseorang.
Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu
untuk berespon secara langsung.
Komunikasi verbal yang efektif harus
Jelas dan ringkas
Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Kejelasan dapat
dicapai dengan berbicara secara lambat dan mengucapkannya dengan jelas.
Penggunaan contoh bisa membuat penjelasan lebih mudah untuk dipahami. Ulang
bagian yang penting dari pesan yang disampaikan. Penerimaan pesan perlu mengetahui
apa, mengapa, bagaimana, kapan, siapa dan dimana. Ringkas, dengan menggunakan
kata-kata yang mengekspresikan ide secara sederhana.
Perbendaharaan kata
Banyak istilah teknis yang digunakan dalam keperawatan dan kedokteran, dan jika ini
digunakan oleh perawat, klien dapat menjadi bingung dan tidak mampu mengikuti
petunjuk atau mempelajari informasi penting. Ucapkan pesan dengan istilah yang
dimengerti klien.
Arti denotatif dan konotatif
Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan,
sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam
suatu kata. Ketika berkomunikasi dengan klien, perawat harus hati-hati memilih kata-
kata sehingga tidak mudah untuk disalah tafsirkan, terutama sangat penting ketika
menjelaskan tujuan terapi, terapi dan kondisi klien.
Selaan dan kesempatan bicara
Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan komunikasi
verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan lain
mungkin akan menimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan sesuatu
terhadap klien. Selaan perlu digunakan untuk menekankan pada hal tertentu, memberi
waktu kepada pendengar untuk mendengarkan dan memahami arti kata.. Perawat juga
bisa menanyakan kepada pendengar apakah ia berbicara terlalu lambat atau terlalu
cepat dan perlu untuk diulang.
Waktu dan relevansi
Kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat dapat
menghalangi penerimaan pesan secara akurat. Oleh karena itu, perawat harus peka
terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi. Begitu pula komunikasi verbal akan
lebih bermakna jika pesan yang disampaikan berkaitan dengan minat dan kebutuhan
klien.
Humor
Dugan (1989) mengatakan bahwa tertawa membantu pengurangi ketegangan dan rasa
sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan keberhasilan perawat dalam
memberikan dukungan emosional terhadap klien. Sullivan dan Deane (1988)
melaporkan bahwa humor merangsang produksi catecholamines dan hormon yang
menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi
ansietas, memfasilitasi relaksasi pernapasan dan menggunakan humor untuk menutupi
rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi
dengan klien.
B. KOMUNIKASI NON-VERBAL
Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan katakata.
Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang
lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal yang disampaikan klien
mulai dari saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat non-
verbal menambah arti terhadap pesan verbal. Perawat yang mendektesi suatu kondisi
dan menentukan kebutuhan asuhan keperawatan.
Komunikasi non-verbal teramati pada:
1. Metakomunikasi.
Komunikasi tidak hanya tergantung pada pesan tetapi juga pada hubungan antara
Pembicara dengan lawan bicaranya. Metakomunikasi adalah suatu komentar terhadap
isi pembicaraan dan sifat hubungan antara yang berbicara, yaitu pesan di dalam pesan
yang menyampaikan sikap dan perasaan pengirim terhadap pendengar. Contoh:
tersenyum ketika sedang marah.
2. Penampilan Personal.
Penampilan seseorang merupakan salah satu hal pertama yang diperhatikan selama
komunikasi interpersonal. Kesan pertama timbul dalam 20 detik sampai 4 menit
pertama. Delapan puluh empat persen dari kesan terhadap seserang berdasarkan
penampilannya (Lalli Ascosi, 1990 dalam Potter dan Perry, 1993).
Bentuk fisik, cara berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadian, status sosial,
pekrjaan, agama, budaya dan konsep diri. Perawat yang memperhatikan penampilan
dirinya dapat menimbulkan citra diri dan profesional yang positif. Penampilan fisik
perawat mempengaruhi persepsi klien terhadap pelayanan/asuhan keperawatan yang
diterima, karena tiap klien mempunyai citra bagaimana seharusnya penampilan seorang
perawat. Walaupun penampilan tidak sepenuhnya mencerminkan kemampuan perawat,
tetapi mungkin akan lebih sulit bagi perawat untuk membina rasa percaya terhadap klien
jika perawat tidak memenuhi citra klien.
3. Intonasi (Nada Suara).
Nada suara pembicara mempunyai dampak yang besar terhadap arti pesan yang
dikirimkan, karena emosi seseorang dapat secara langsung mempengaruhi nada
suaranya. Perawat harus menyadari emosinya ketika sedang berinteraksi dengan klien,
karena maksud untuk menyamakan rsa tertarik yang tulus terhadap klien dapat
terhalangi oleh nada suara perawat.
4. Ekspresi wajah.
Hasil suatu penelitian menunjukkan enam keadaan emosi utama yang tampak melalui
ekspresi wajah: terkejut, takut, marah, jijik, bahagia dan sedih. Ekspresi wajah sering
digunakan sebagai dasar penting dalam menentukan pendapat interpesonal. Kontak
mata sangat penting dalam komunikasi interpersonal. Orang yang mempertahankan
kontak mata selama pembicaraan diekspresikan sebagai orang yang dapat dipercaya,
dan memungkinkan untuk menjadi pengamat yang baik. Perawat sebaiknya tidak
memandang ke bawah ketika sedang berbicara dengan klien, oleh karena itu ketika
berbicara sebaiknya duduk sehingga perawat tidak tampak dominan jika kontak mata
dengan klien dilakukan dalam keadaan sejajar.
5. Sikap tubuh dan langkah.
Sikap tubuh dan langkah menggambarkan sikap; emos, konsep diri dan keadaan fisik.
Perawat dapat mengumpilkan informasi yang bermanfaat dengan mengamati sikap
tubuh dan langkah klien. Langkah dapat dipengaruhi oleh faktor fisik seperti rasa sakit,
obat, atau fraktur.
6. Sentuhan
Sentuhan merupakan bagian yang penting dalam hubungan perawat-klien, namun harus
memperhatikan norma sosial. Sentuhan dengan berjabat tangan ketika berkenalan
dapat mendekatkan diri kita kepada pasien. Konsep sentuhan yang terapeutik adalah
dengan menggunakan sikap terbuka dalam membatu pasien yang mengalami sakit atau
memerlukan bantuan.
Empat phase hubungan perawat pasien yang berkatian dengan tanggungjawab dan
tugas perawat kesehatan terhadap pasien adalah :
1. Orientasi ( orientation ), pada phase ini seorang perawat harus mampu menangkap
bahwa pasien ingin mencari kesembuhan penyakitnya dan dia mempercayakan dirinya
dirawat oleh perawat. Dengan pengenalan.
2. Indetifikasi ( identification ), interaksi perawat pasien hendaknya berbasis pada
kepercayaan, penerimaan, pengertian, relasi yang saling membantu.
3. Eksploitasi ( exploitation ), interrrelasi perawat pasien, akan menumbuhkan
pengertian pasien terhadap proses system asuhan, sehingga pasien mempunyai
keterlibatan aktif yang muncul dari dirinya karena ingin cepat sembuh dari sakitnya.
Aspek lain pasien dapat ditimbulkan pengertian, dan kesadaran self care, sehingga
peran perawat dan pasien dalam proses keperawatan untuk mencapai penyembuhan
terjadi dengan baik ( kolaborasi ). .
4. Resolusi ( resolution ). Harapan, kebutuhan pasien dapat diketahui melalui hubungan
kesetaraan perawat pasien dengan menggunakan komunikasi efektif. Harapan,
kebutuhan pasien merupakan data yang menjadi arah tindakan apa yang perlu
dilakukan terhadap pasiennya Phase yang keempat ini sering kali disebut dengan
phase terminasi.
Caring , menurut Watson (1979) ada sepuluh faktor yang dilakukan perawat kepada
pasien :
Sharing artinya perawat senantiasa berbagi pengalaman dan ilmu atau berdiskusi
dengan kliennya.
Laughing, artinya senyum menjadi modal utama bagi seorang perawat untuk
meningkatkan rasa nyaman klien.
Crying artinya perawat dapat menerima respon emosional diri dan kliennya.
Touching artinya sentuhan yang bersifat fisik maupun psikologis merupakan
komunikasi simpatis yang memiliki makna (Barbara, 1994)
Helping artinya perawat siap membantu dengan asuhan keperawatannya
Believing in others artinya perawat meyakini bahwa orang lain memiliki hasrat dan
kemampuan untuk selalu meningkatkan derajat kesehatannya.
Learning artinya perawat selalu belajar dan mengembangkan diri dan keterampilannya.
Respecting artinya memperlihatkan rasa hormat dan penghargaan terhadap orang lain
dengan menjaga kerahasiaan klien kepada yang tidak berhak mengetahuinya.
Listening artinya mau mendengar keluhan kliennya
Doing artinya melakukan pengkajian dan intervensi keperawatan serta
mendokumentasikannya
Feeling artinya perawat dapat menerima, merasakan, dan memahami perasaan duka ,
senang, frustasi dan rasa puas klien.
Accepting artinya perawat harus dapat menerima dirinya sendiri sebelum menerima
orang lain
3. Menurunnya KTD di RS
Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) sangat Penting untuk melindungi pasien,
petugas juga pengunjung dan keluarga dari resiko tertularnya infeksi karena dirawat, bertugas
juga berkunjung ke suatu rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Keberhasilan
program PPI perlu keterlibatan lintas profesional: Klinisi, Perawat, Laboratorium, Kesehatan
Lingkungan, Farmasi, Gizi, IPSRS, Sanitasi & Housekeeping, dan lain-lain sehingga perlu wadah
berupa Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
Pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien merupakan kelompok yang
berisiko mendapat HAIs. Infeksi ini dapat terjadi melalui penularan dari pasien kepada petugas,
dari pasien ke pasien lain, dari pasien kepada pengunjung atau keluarga maupun dari petugas
kepada pasien. Dengan demikian akan menyebabkan peningkatan angka morbiditas, mortalitas,
peningkatan lama hari rawat dan peningkatan biaya rumah sakit.
Pengetahuan tentang rantai penularan infeksi sangat penting karena apabila satu mata rantai
dihilangkan atau dirusak, maka infeksi dapat dicegah atau dihentikan. Komponen yang
diperlukan sehingga terjadi penularan adalah:
1) Direct/Langsung: kontak badan ke badan transfer kuman penyebab secara fisik pada saat
pemeriksaan fisik, memandikan pasen
2) Indirect/Tidak langsung (paling sering !!!): kontak melalui objek (benda/alat) perantara:
melalui instrumen, jarum, kasa, tangan yang tidak dicuci
b. Droplet : partikel droplet > 5 m melalui batuk, bersin, bicara, jarak sebar pendek, tdk
bertahan lama di udara, deposit pada mukosa konjungtiva, hidung, mulut
contoh : Difteria, Pertussis, Mycoplasma, Haemophillus influenza type b (Hib), Virus Influenza,
mumps, rubella c. Airborne : partikel kecil ukuran < 5 m, bertahan lama di udara,
jarak penyebaran jauh, dapat terinhalasi, contoh: Mycobacterium tuberculosis, virus
campak, Varisela (cacar air), spora jamur
d. Melalui Vehikulum : Bahan yang dapat berperan dalam mempertahankan kehidupan kuman
penyebab sampai masuk (tertelan atau terokulasi) pada pejamu yang rentan. Contoh: air, darah,
serum, plasma, tinja, makanan
e. Melalui Vektor : Artropoda (umumnya serangga) atau binatang lain yang dapat menularkan
kuman penyebab cara menggigit pejamu yang rentan atau menimbun kuman penyebab pada
kulit pejamu atau makanan. Contoh: nyamuk, lalat, pinjal/kutu, binatang pengerat
5. Port of entry (Pintu masuk) adalah Tempat dimana agen infeksi memasuki
pejamu (yang suseptibel). Pintu masuk bisa melalui: saluran pernafasan,
saluran pencernaan, saluran kemih dan kelamin, selaput lendir, serta kulit
yang tidak utuh (luka).
6. Pejamu rentan (suseptibel) adalah orang yang tidak memiliki daya tahan
tubuh yang cukup untuk melawan agen infeksi serta mencegah infeksi atau
penyakit. Faktor yang mempengaruhi: umur, status gizi, status imunisasi,
penyakit kronis, luka bakar yang luas, trauma atau pembedahan, pengobatan
imunosupresan. Sedangkan faktor lain yang mungkin berpengaruh adalah
jenis kelamin, ras atau etnis tertentu, status ekonomi, gaya hidup, pekerjaan
dan herediter.
Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas penjamu, agen infeksi
(pathogenesis, virulensi dan dosis) serta cara penularan. Identifikasi factor resiko pada penjamu
dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya infeksi (HAIs),
baik pada pasien ataupun pada petugas kesehatan.
Kewaspadaan Standar
Kewaspadaan standar diberlakukan terhadap semua pasien, tidak tergantung
terinfeksi/kolonisasi. Kewaspadaan standar disusun untuk mencegah kontaminasi silang
sebelum diagnosis diketahui dan beberapa merupakan praktek rutin, meliputi:
1. Kebersihan tangan/Handhygiene
2. Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, masker, goggle (kaca mata
pelindung), face shield(pelindungwajah), gaun
3. Peralatan perawatan pasien
4. Pengendalian lingkungan
5. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
6. Kesehatan karyawan / Perlindungan petugas kesehatan
7. Penempatan pasien
8. Hyangiene respirasi/Etika batuk
9. Praktek menyuntik yang aman
10. Praktek pencegahan infeksi untuk prosedur lumbal pungsi
Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi
Tujuan untuk memutus rantai penularan mikroba penyebab infeksi. Diterapkan pada pasien
gejala/dicurigai terinfeksi atau kolonisasi kuman penyebab infeksi menular yang dapat
ditransmisikan lewat udatra, droplet, kontak kulit atau permukaan terkontaminasi.
a) Penempatan pasien :
Sarung tangan bersih non steril, ganti setelah kontak bahan infeksius,
lepaskan sarung tangan sebelum keluar dari kamar pasien dan cuci tangan
menggunakan antiseptik
Gaun, lepaskan gaun sebelum meninggalkan ruangan
c) Transport pasien
Batasi kontak saat transportasi pasien
2. Kewaspadaan transmisi droplet
a) Penempatan pasien :
a) Penempatan pasien :
c) Transport pasien
Batasi transportasi pasien, Pasien harus pakai masker saat keluar ruangan
Terapkan hyangiene respirasi dan etika batuk
Catatan :
Kohorting adalah menempatkan pasien terinfeksi atau kolonisasi patogen yang sama di ruang
yang sama, pasien lain tanpa patogen yang sama dilarang masuk.
Jika tangan terlihat kotor, mencuci tangan air bersih mengalir dan sabun
harus dilakukan
Handrub antiseptik tidak menghilangkan kotoran atau zat organik, sehingga
jika tangan kotor harus mencuci tangan sabun dan air mengalir
Setiap 5 kali aplikasi Handrub harus mencuci tangan sabun dan air mengalir
Mencuci tangan sabun biasa dan air bersih mengalir sama efektifnya mencuci
tangan sabun antimikroba (Pereira, Lee dan Wade 1997.
Sabun biasa mengurangi terjadinya iritasi kulit
Enam langkah kebersihan tangan :
Langkah 2 : Gosok punggung tangan kiri dengan telapak tangan kanan, dan lakukan
sebaliknya
Langkah 3 : Gosokkan kedua telapak tangan dengan jari-jari tangan saling menyilang
Langkah 4 : Gosok ruas-ruas jari tangan kiri dengan ibu jari tangan kanan dan lakukan
sebaliknya
Langkah 5 : Gosok Ibu Jari tangan kiri dengan telapak tangan kanan secara memutar,
dan lakukan sebaliknya
Langkah 6 : Gosokkan semua ujung-ujung jari tangan kanan di atas telapak tangan kiri,
dan lakukan sebaliknya
2. Ekstrinsik : berhubungan dengan lingkungan Selain itu faktor risiko juga dapat
dikelompokkan menjadi kategori dapat diperkirakan (anticipated) dan tidak dapat
diperkirakan (unanticipated).
Tujuan Pencegahan Jatuh Sebagai suatu proses untuk mencegah kejadian jatuh pada
pasien, dengan cara :
4. Menetapkan standar pencegahan dan penanganan risiko jatuh secara komprehensif. IV.
Ruang Lingkup Risiko pasien jatuh terutama dapat terjadi pada pasien yang dirawat di
ruangan :
TERAPI OKSIGEN
Terapi O2 merupakan salah satu dari terapi pernafasan dalam mempertahankan oksigenasi
jaringan yang adekuat. Secara klinis tujuan utama pemberian O 2 adalah (1) untuk mengatasi
keadaan Hipoksemia sesuai dengan hasil Analisa Gas Darah, (2) untuk menurunkan kerja nafas
dan menurunkan kerja miokard.
Syarat-syarat pemberian O2 meliputi :
(1) Konsentrasi O2 udara inspirasi dapat terkontrol,
(2) Tidak terjadi penumpukan CO2,
(3) mempunyai tahanan jalan nafas yang rendah,
(4) efisien dan ekonomis, (5) nyaman untuk pasien.
Dalam pemberian terapi O2 perlu diperhatikan Humidification. Hal ini penting
diperhatikan oleh karena udara yang normal dihirup telah mengalami humidfikasi sedangkan
O2 yang diperoleh dari sumber O2 (Tabung) merupakan udara kering yang belum terhumidifikasi,
humidifikasi yang adekuat dapat mencegah komplikasi pada pernafasan.
INDIKASI PEMBERIAN O2
Berdasarkan tujuan terapi pemberian O2 yang telah disebutkan, maka adapun indikasi
utama pemberian O2 ini adalah sebagai berikut :
(1) Klien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil analisa gas darah,
(2) Klien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap keadaan
hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta adanya kerja otot-otot
tambahan pernafasan,
(3) Klien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk mengatasi
gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat.
Berdasarkan indikasi utama diatas maka terapi pemberian O2 dindikasikan kepada klien
dengan gejala :
(1) sianosis,
(2) hipovolemi,
(3) perdarahan,
(4) anemia berat,
(5) keracunan CO,
(6) asidosis,
(7) selama dan sesudah pembedahan,
(8) klien dengan keadaan tidak sadar.
1. Pemberian oksigen
Pemberian oksigen merupakan tindakan memberikan oksigen kedalam paru-paru
melalui saluran pernapasan dengan alat bantu oksigen. Pemberian oksigen pada pasien
dapat melalui tiga cara yaitu, : melalui kanula, nasal, dan masker.
1.Cuci tangan
2.Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
3.Cek flowmeter dan humidifier
4.Hidupkan tabung oksigen
5.Atur posisi semifowler atau posisi yang telah disesuaikan
dengan kondisi pasien
6.Berikan oksigen melalui kanula atau masker
7.Apabila menggunakan kateter, ukur dulu jarak hidung dengan
telinga, setelah itu berikan lubrikan dan masukkan
8.Catat pemberian dan lakukan observasi pada pasien
9.Cuci tangan anda
Tujuan
1. Memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit.
2. Infus pengobatan dan pemberian nutrisi.
Prosedur kerja
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2. Cuci tangan.
3. Hubungkan cairan dan infus set dengan menusuk ke bagian karet atau akses slang
ke botol infus.
4. Isi cairan ke dalam set infus dengan menekan ruang tetesan hingga terisi sebagian
dan buka klem slang hingga cairan memenuhi slang dan udara slang keluar.
5. Letakkan pengalas di bawah tempat (vena) yang akan dilakukan penginfusan.
6. Lakukan pembendungan dengan torniket (karet pembendung) 10-12 cm di atas
tempat penusukan dan anjurkan pasien untuk menggenggam dengan gerakan
sirkular (bila sadar).
7. Gunakan sarung tangan steril.
8. Desinfeksi daerah yang akan ditusuk dengan kapas alkohol.
9. Lakukan penusukan pada vena dengan meletakkan ibu jari di bagian bawah vena
dan posisi jarum (abocath) mengarah ke atas.
10. Perhatikan keluarnya darah melalui jarum (abocath/surflo). Apabila saat
penusukkan terjadi pengeluaran darah melalui jarum (abocath/surflo) maka tarik
keluar bagian dalam (jarum) sambil meneruskan tusukan ke dalam vena.
11. Setelah jarum infus bagian dalam dilepaskan/keluarkan, tahan bagian atas vena
dengan menekan menggunakan jari tangan agar darah tidak keluar. Kemudian
bagian infus dihubungkan/disambungkan dengan slang infus.
12. Buka pengatur tetesan dan atur kecepatan sesuai dengan dosis yang diberikan.
13. Lakukan fiksasi dengan kasa steril.
14. Tuliskan tanggal dan waktu pemasangan infus serta catat ukuran jarum.
15. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan.
16. Catat jenis cairan, letak infus, kecepatan aliran, ukuran, dan tipe jarum infus.
Tanda-tanda vital adalah ukuran dari berbagai fisiologi statistik, sering diambil
oleh profesional kesehatan, dalam rangka untuk menilai fungsi tubuh yang paling
dasar.
Ada empat tanda-tanda vital yang standar dalam sebagian besar pengaturan medis:
1. Benar Pasien, Obat yang akan diberikan hendaknya benar pada pasien yang
diprogramkan dengan cara mencocokkan program pengobatan pada pasien,
nama, nomor register, alamat untuk mengidentifikasi kebenaran obat. Hal ini
penting untuk membedakan dua klien dengan nama yang sama, karena klien
berhak untuk menolak penggunaan suatu obat, dan klien berhak untuk
mengetahui alasan penggunaan suatu obat.
2. Benar Obat
Obat memiliki nama dagang dan nama generik dan pasien harus mendapatkan
informasi tersebut atau menghubungi apoteker untuk menanyakan nama generik
dari nama dagang obat yang asing. Jika pasien meragukan obatnya, maka
perawat harus memeriksanya lagi dan perawat harus mengingat nama dan obat
kerja dari obat yang diberikan. Sebelum mempersiapkan obat ke tempatnya,
perawat harus memperhatikan kebenaran obat sebanyak 3 kali yaitu saat
mengembalikan obat ke tempat penyimpanan, saat obat diprogramkan, dan
ketika memindahkan obat dari tempat penyimpanan obat. Jika labelnya tidak
terbaca, isinya tidak boleh dipakai dan harus dikembalikan ke bagian farmasi.
3. Benar Dosis
Untuk menghindari kesalahan pemberian obat dan agar perhitungan obat benar
untuk diberikan kepada pasien maka penentuan dosis harus diperhatikan dengan
menggunakan alat standar seperti alat untuk membelah tablet, spuit atau sendok
khusus, gelas ukur, obat cair harus dilengkapi alat tetes. Beberapa hal yang harus
diperhatikan:
b. Perawat harus teliti dalam menghitung secara akurat jumlah dosis yang akan
diberikan dengan mempertimbangkan berat badan klien (mg/BB/hari), dosis
obat yang diminta/diresepkan, dan tersedianya obat. Jika ragu-ragu, dosis obat
harus dihitung kembali dan diperiksa oleh perawat lain.
c. Dosis yang diberikan dalam batas yang direkomendasikan untuk obat yang
bersangkutan.
Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda dan rute obat yang
diberikan diantaranya inhalasi, rektal, topikal, parenteral, sublingual, peroral.
Faktor yang menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh tempat kerja
obat yang diinginkan, sifat fisik dan kimiawi obat, kecepatan respon yang
diinginkan, dan keadaan umum pasien.
a. Inhalasi yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan yang memiliki epitel
untuk absorpsi yang sangat luas sehingga berguna untuk pemberian obat secara
lokal pada salurannya.
b. Rektal yaitu pemberian obat melalui rektum yang berbentuk enema atau
supositoria yang memiliki efek lebih cepat dibandingkan pemberian obat dalam
bentuk oral. Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh efek lokal seperti
pasien yang tidak sadar/kejang (stesolid supp), hemoroid (anusol), konstipasi
(dulcolax supp).
c. Topikal yaitu pemberian obat melalui membran mukosa atau kulit misalnya
tetes mata, spray, krim, losion, salep.
d. Parenteral yaitu pemberian obat yang tidak melalui saluran cerna atau diluar
usus yaitu melalui vena (perinfus/perset).
e. Oral adalah rute pemberian obat yang paling banyak dipakai karena aman,
nyaman, dan ekonomis dan obat juga dapat diabsorpsi melalui rongga mulut
seperti Tablet ISDN.
5. Benar Waktu
Untuk dapat menimbulkan efek terapi dari obat dan berhubungan dengan kerja
obat itu sendiri, maka pemberian obat harus benar-benar sesuai dengan waktu
yang diprogramkan. Beberapa hal yang harus diperhatikan sesuai dengan prinsip
benar waktu yaitu:
d. Pemberian obat harus sesuai dengan waktu paruh obat (T ). Obat yang
memiliki waktu paruh pendek diberikan beberapa kali sehari dengan selang
waktu tertentu, sedangkan obat yang memiliki waktu paruh panjang diberikan
sehari sekali.
e. Dosis obat harian diberikan pada waktu tertentu dalam sehari untuk
mempertimbangkan kadar obat dalam plasma tubuh. Misalnya dua kali sehari,
tiga kali sehari, empat kali sehari, atau enam kali sehari.
6. Benar Dokumentasi
Pemberian obat harus sesuai dengan standar prosedur yang berlaku di rumah
sakit. Perawat harus selalu mencatat informasi yang sesuai mengenai obat yang
telah diberikan serta respon klien terhadap pengobatan. Perawat harus
mendokumentasikan kepada siapa obat diberikan, waktunya, rute, dan dosis
setelah obat itu diberikan
7. Benar Evaluasi
Setelah pemberian obat, perawat selalu memantau atau memeriksa efek kerja
obat kerja tersebut
1. Mencuci tangan
2. Lakukan inform consent lisan pada klien/keluarga dan intruksikan
klien untuk tidak menyentuh area luka atau peralatan steril.
3. Menjaga privacy dan kenyamanan klien dan mengatur
kenyamanan klien
4. Atur posisi yang nyaman bagi klien dan tutupi bagian tubuh
selain bagian luka dengan selimut mandi.
5. Siapkan plester untuk fiksasi (bila perlu)
6. Pasang alas/perlak
7. Dekatkan nierbekken
8. Paket steril dibuka dengan benar
9. Kenakan sarung tangan sekali pakai
10. Membuka balutan lama
Basahi plester yang melekat dengan was bensin dengan lidi
kapas.
Lepaskan plester menggunakan pinset anatomis ke 1
dengan melepaskan ujungnya dan menarik secara perlahan,
sejajar dengan kulit ke arah balutan.
Kemudian buang balutan ke nierbekken.
Simpan pinset on steril ke nierbekken yang sudah terisi
larutan chlorin 0,5%
11. Kaji Luka:
Jenis, tipe luka, luas/kedalaman luka, grade luka, warna dasar luka,
fase proses penyembuhan, tanda-tanda infeksi perhatikan kondisinya,
letak drain, kondisi jahitan, bila perlu palpasi luka denga tangan
non dominan untuk mengkaji ada tidaknya puss.
1. DOKUMENTASI
2. Hasil observasi luka
3. Balutan dan atau drainase
4. Waktu melakukan penggantian balutan
5. Respon klien
2.8. Perawatan Luka Basah
Balutan basah kering adalah tindakan pilihan untuk luka yang
memerlukan debridemen (pengangkatan benda asing atau jaringan
yang mati atau berdekatan dengan lesi akibat trauma atau infeksi
sampai sekeliling jaringan yang sehat)
Prosedur :
Pengertian :
Tranfusi darah merupakan tindakan yang dilakukan bagi klien yang memerlukan darah dan
atau produk darah dengan memasukkan darah melalui vena dengan menggunakan set
tranfusi.cairan melalui intravena (infus).nutrisi bagi klien yang tidak mampu memenuhi
kebutuhan nutrisi per oral atau adanya gangguan fungsi menelan, Tindakan ini dilakukan
dengan didahului pemasangan pipa lambung.
Tujuan :
Kebijakan :
1. Standar Infus.
2. Set tranfusi.
3. Botol berisi cairan NaCl 0,9 %.
4. Produk darah yang benar sesuai program medis.
5. Pengalas.
6. Torniket.
7. Kapas alkohol.
8. Plester.
9. Gunting.
10. Kasa steril
11. Betadine
12. Sarung tangan.
Prosedur :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
Cuci tangan
Gantung larutan NaCl 0,9 % dalam botol untuk digunakan setelah
tranfusi darah.
Gunakan selang infus yang mempunya filter (selang Y atau tunggal).
Lakukan pemberian infus NaCl 0,9 % (lihat prosedur pemasangan
infus) terlebih dahulu sebelum pemberian tranfusi darah.
Sebelum dilakukan tranfusi darah terlebih dahulu memeriksa
identifikasi kebenaran produk darah: periksa kompatibilitas dalam
kantong darah, periksa kesesuaian dengan identifikasi pasien, periksa
kadaluwarsa, dan periksa adanya bekuan.
Buka set pemberian darah.
o Untuk selan Y, atur ketiga klem.
o Untuk selang tunggal, klem pengatur pada posisi off.
Cara tranfusi darah dengan selang Y:
o Tusuk kantong NaCl 0,9 %
o Isi selang dengan NaCl 0,9 %
o Buka klem pengatur pada selang Y dan hubungkan ke kantong NaCl
0,9 %.
o Tutup/klem pada slang yang tidak digunakan.
o Tekan/klem sisi balik dengan ibu jari dan jari telunjuk (biarkan ruang
filter terisi sebagian).
o Buka klem pengatur bagian bawah dan biarkan selang terisi NaCl 0,9
%.
o Kantong darah perlahan-lahan dibalik-balik 1 2 kali agar sel-selnya
tercampur. Kemudian tusuk kantong darah dan buka klem pada selang
dan filter terisi darah.
Cara tranfusi darah dengan selang tunggal:
o Tusuk kantong darah
o Tekan sisi balik dengan ibu jari dan jari telunjuk (biarkan ruang filter
terisi sebagian).
o Buka klem pengatur biarkan selang terisi darah.
Hubungkan selang tranfusi ke kateter IV dengan membuka klem
pengataur bawah.
Setelah darah masuk, pantau tanda vital setiap 5 menit selama 15
menit pertama, dan setiap 15 menit selama 1 jam berikutnya.
Setelah darah diinfuskan, bersihkan selang infus dengan NaCl 0,9 %.
Catat tipe, jumlah dan komponen darah yang diberikan.
Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.