Вы находитесь на странице: 1из 4

Beredarnya isu saat ini tentang vaksin palsu yang sudah menjalani praktik sejak tahun 2003

membuat para orangtua yang sadar imunisasi adalah masa depan anak-anak menjadi bingung
dan cemas terhadap jenis vaksin yang telah diberikan kepada anaknya. Walaupun sebenarnya
tidak semua ibu mendapatkan imunisasi dengan vaksin palsu. Adanya isu tentang vaksin
palsu membuat masyarakat dirugikan seperti adanya kecemasan
Terbayangkan berapa banyak para ibu yang antri di tempat-tempat imunisasi, kalau lah
mereka melakukan imunisasi dasar di puskesmas tentu gratis tapi imunisasi yang tidak
dicover pemerintah seperti MMR, misalnya. Berapa mereka keluar uang, lalu dengan berita
vaksin palsu, meski belum tentu vaksin yang diberikan ke anaknya palsu tapi bisa jadi palsu
(tebak-tebakan yang menyiksa sebenarnya). Rakyat dirugikan berlipat-lipat: Kehilangan
biaya, kecemasan menduga-duga (asli atau palsu vaksin yang sudah terlanjur masuk ke tubuh
anak-anak mereka)-spekulasi masa depan kesehatan yang tidak jelas dan semua ini tidak
dapat dituntut ke siapa-siapa, bukan?

Atau apakah negara akan mempertanggungjawabkan kerugian ini kelak, karena kami rakyat
kecil konon dalam perlindungan negara, terutama anak-anak. Bukan kah kasus vaksin palsu
kerugian terbesar adalah masa depan anak-anak bangsa ini?

Saya tidak bisa melupakan kasus seorang anak berusia 5 tahun yang terkena tetanus,
kemudian tidak tetolong karena tidak mendapat vaksin DPT sebelumnya, kasus seorang ibu
hamil yang terkena rubella karena tidak divaksin MMR sehingga bayi yang dikandungnya
menderita sindrom rubella kongenital: dimana si bayi menderita katarak-tuli-penyakit
jantung, dll. Lalu saya sendiri yang nyaris tidak tertolong karena terkena pertusis (batuk 1000
hari) karena saat itu tidak divaksin DPT.

Mungkin tidak semua anak-anak akan terkena penyakit-penyakit berbahaya seperti itu,
sehingga beberapa orangtua yang memutuskan tidak mengimunisasi buah hatinya tetap
merasa diambang aman, tapi begitu banyak orangtua yang tidak berani berspekulasi dengan
pernyakit berbahaya itu dan memilih untuk mengimunisasi buah hatinya. Bukankah Allah
SWT menginginkan hamba-hambanya berusaha, selain berdoa. Jadi, bagi saya memberi
imunisasi pada anak-anak saya adalah sebagian dari usaha untuk kesehatan masa depan
mereka.

Jadi adanya kejahatan vaksin palsu ini benar-benar menghancurkan hati kami para orangtua.
Susanto, wakil ketua KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) mengatakan kepada pers-
Sabtu-25 Juni 2016, Praktik ini merupakan kejahatan yang tidak bisa ditolerasi. Dan
mendesak Bareskrim Polri untuk membongkar praktik pembuatan vaksin palsu untuk bayi
serta menghukum seberat-beratnya.

Hukuman seberat-beratnya kira-kira seperti apa? Kita tunggu saja keputusan akhirnya, tapi
bagi saya seorang ibu dengan 4 anak (1 alm), kejahatan Praktik Membuat Vaksin
Palsu=Pembunuhan Berencana. Dan tidak tanggung-tanggung, mereka melakukan
pembunuhan berencana secara massal. Hitung, berapa banyakkah korban vaksin palsu? Kalau
beberapa dari mereka terjadi sesuatu karena vaksin tersebut palsu sehingga tidak berfungsi
seperti sebenarnya vaksin asli, belum lagi efek bahaya lainnya dari vaksin palsu itu
(http://www.duniaeni.com/2016/06/praktik-membuat-vaksin-palsupembunuhan.html)
aksin palsu juga berpontensi menyebabkan gangguan kesehatan serius bagi
anak penerima vaksin palsu tersebut. Yang menjadi masalah bagi masyarakat
awam adalah sulitnya membedakan antara vaksin asli dan palsu, terlebih
masyarakat awam cenderung memiliki kepercayaan penuh kepada petugas
medis, sehingga mereka terkadang tidak terlalu peduli untuk memahami sebuah
proses medis itu sendiri. Tulisan ini mengajak pembaca untuk memiliki wawasan
tentang apa itu vaksinasi dan semoga kita semua terhindar dari vaksin palsu.(
http://mediakonsumen.com/2016/07/04/wawasan/bahaya-vaksin-palsu-dan-
memahami-vaksinasi-bena)

Pada tanggal 21 Juni 2016, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan
Reserse Kriminal Polri (Bareskrim Polri) menemukan adanya dugaan vaksin palsu
yang beredar di masyarakat berdasarkan hasil patrol cyber atas penjualan
vaksin dengan harga tak sesuai harga pasar.
Dengan komitmen kuat Kementerian Kesehatan, hingga pertengahun tahun
2016, cakupan imunisasi di Indonesia berhasil mencapai 92,5% atau di atas
target untuk tahun 2016 yaitu 90%.

Peredaran vaksin palsu di masyarakat tentunya membuat resah orang tua. Di


lain sisi, orang tua tahu bahwa pemberian vaksin sangat berkonstribusi dalam
kesehatan anak dimana dapat melindungi anak dari wabah, kecacatan dan
kematian. Tetapi masih terdapat keraguan pada beberapa orang tua akan
manfaat dari vaksin tersebut, karena itu mari kita mengenal lebih dekat
imunisasi melalui pemberian vaksin.
Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, penyelenggaraan
imunisasi terus berkembang antara lain dengan pengembangan vaksin baru
(Rotavirus, Japanese Encephalitis, Pneumococcus, Dengue Fever dan lain-lain)
serta penggabungan beberapa jenis vaksin sebagai vaksin kombinasi misalnya
DPT-HB-Hib. Pemberian vaksin secara umum bertujuan untuk menurunkan angka
kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat penyakit. Secara khusus, vaksin
bertujuan untuk tercapainya Global eradikasi polio pada tahun 2018, tercapainya
eliminasi campak pada tahun 2015 dan pengendalian penyakit rubella 2020,
dan terselenggaranya pemberian imunisasi yang aman serta pengelolaan limbah
medis (safety injection practise and waste disposal management).

Daftar Pustaka 1. Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2014. Informatorium Obat
Nasional Indonesia. Jakarta 2. IDAI. 2015. Pentingnya Imunisasi Untuk Mencegah
Wabah Sakit Berat, Cacat. dan Kematian Bayi Balita (Bagian 1). Jakarta 3. IDAI.
2014. Jadwal Imunisasi IDAI 2014. Jakarta 4. Kementerian Kesehatan. 2013.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 tahun 2013 tentang
Penyelenggraan Imunisas

Selama dalam proses tumbuh kembang, bayi memerlukan asupan gizi yang
adekuat, penanaman nilai agama dan budaya, pembiasaan disiplin yang
konsisten, dan upaya pencegahan penyakit. Salah satu pencegahan penyakit
yaitu melalui pemberian imunisasi. Pemahaman tentang imunisasi di perlukan
sebagai dasar dalam memberikan asuhan kebidanan terutama pada bayi sehat
dan implikasi konsep imunisasi pada saat merawat bayi sakit, khususnya pada
kasus tuberculosis, difteri, pertusis, tetanus, polio, campak dan hepatitis.
(Supartini, 2004). Perlu ditekankan bahwa pemberian imunisasi pada bayi tidak
hanya memberikan pencegahan terhadap bayi tersebut tetapi akan memberikan
dampak yang jauh lebih luas karena akan mencegah terjadi penularan yang luas,
dengan adanya peningkatan imunitas secara umum dimasyarakat, oleh karena
itu pandangan orang tua tentang imunisasi yang benar adalah sangat penting
dan difahami. Menurunya angka cakupan imunisasi dan tingginya dropout
imunisasi bisa disebabkan karena hal-hal sebagai berikut antara lain faktor
predisposising yaitu pengetahuan, pendidikan, sikap persepsi, faktor enabling
yaitu ketersediaan fasilitas kesehatan yang memadai serta faktor
reinforcingyaituperilakutokohmasyarakatdanpetugaskesehatan.
(Notoatmodjo,2005) Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia 2007 (IDAI)
Imunisasi dasar yang di wajibkan sesuai program pengembangan imunisasi (PPI)
adalah hepatitis B, BCG, DPT, polio, campak. Hepatitis B 3kali pada bayi usia 0-4
bulan untuk mencegah penyakit hepatitis B. BCG 1kali pada bayi usia 0-1 bulan
untuk mencegah penyakit TBC. DPT 3 kali pada bayi usia 2-6 bulan untuk
mencegah penyakit difteri, pertusis, dan tetanus. Polio
3
4kali pada bayi usia 1-9 bulan untuk mencegah penyakit polio. Campak 1kali
pada bayi usia9bulanuntukmencegahpenyakitcampak(Ranuh,dkk,2007).

enurut data kementrian kesehatan RI tahun 2012 yang di rilis oleh Perkumpulan
Pemberantasan Tuberculosis Indonesia (PPTI) setiap hari 175 orang Indonesia
meninggal dunia akibat penyakit TB. Tujuan program ini adalah mencapai target
2014 untuk memberikan imunisasi menyeluruh bagi semua anak baik di kota
maupun di desa dimana jumlah anak mendapatkan imunisasi lengkap di tingkat
nasional paling sedikit mencapai 90 persen sementara di tingkat kabupaten
setidaknya mencapai 80 persen. Cakupan imunisasi BCG di Indonesia pada tahun
2011 masih sebesar 97%. Cakupan ini telah mencapai target renstra tahun 2010
cakupan desa/kelurahan UCI yaitu 90% (Kemenkes RI, 2012).

Timbulnya kejadian ikutan pasca imunisasi membuat masyarakat selalu bersikap


menolak untuk pemberian imunisasi berikutnya, ini menyebabkan anak tersebut
akan rentan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, sehingga
timbul kecacatan/kematian (Ranuh, dk, 2012
Cemas merupakan respon yang paling umum yang dialami orang tua ketika ada
masalah kesehatanpadaanaknya (Sukoco,2012).
Upaya penangulangan kecemasan ibu untuk mengatasi efek samping dari
imunisasi bidan harus memberikan pendidikan kesehatan ini sebelum imunisasi
diberikan pada anak dengan cara memberikan informasi atau penyuluhan pada
orang tua tentang imunisasi, dan memberikan penjelasan pada ibu yang
berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan anak melalui pencegahan penyakit
dengan imunisasi supaya dapat memberikan pemahaman yang tepat. Pada
akhirnya diharapkan adanya kesadaran orang tua untuk memelihara kesehatan
anak sebagai upaya meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak
khususnya. (Kemenkes RI, 2010).
Kecemasan adalah sinyal yang menyadarkan seseorang untuk memperingatkan
adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil
tindakan guna mengatasi ancaman (Ayub, 2007). Imunisasi adalah suatu
pemindahan atau transfer antibodi secara pasif, sedangkan vaksinasi adalah
pemberian vaksin (antibodi) yang dapat merangsang pembentukan imunitas
(antibodi) dari sistem imun dalam tubuh (Muslihatun, 2010).

Teori kebutuhan (teori Maslow) mengemukakan nilanya 5 tingkat kebutuhan


pokok manusia. Kelima tingkat ilmiah yang kemudian dijadikan pengertian guna
dalam mempelajari motivasi manusia. Kelima tingkatan tersebut adalah
kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman dan perlindungan, kebutuhan sosial,
kebutuhan penghargaan, kebutuhan aktivitas diri. Ibu yang mempunyai
pekerjaan itu demi mencukupi kebutuhan keluarga (kebutuhan pertama) akan
mempengaruhi kegiatan imunisasi yang termasuk kebutuhan rasa aman dan
perlindungan sehingga ibu lebih mengutamakan pekerjaan dari
padamengantarkanbayinya untukdiimunisasi(Suparyanto,2011).

Вам также может понравиться