Вы находитесь на странице: 1из 4

Pemenuhan Kebutuhan Mobilisasi Fisik Pada Pasien Fraktur Supracondylar

Humerus + Metacarpal 2,3 + Proximal Phalank Index Finger + Proximal


Tibia + Traumatic Amputation 2,3,4,5 Distal Phalanx Pedis Di Ruang RB3 B
RSUP Haji Adam Malik Medan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit muskuloskeletal saat ini telah menjadi masalah yang banyak
dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia, bahkan WHO telah
menetapkan kejadian patah tulang (fraktur) adalah penyakit yang paling sering
ditemukan. Faktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh cedera, trauma yang menyebabkan fraktur
dapat berupa trauma langsung dan tidak langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk,
gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Meskipun tulang
patah, jaringan sekitarnya juga akan terpengaruh, menyebabkan edema jaringan
lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendon, kerusakan
saraf, dan kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera
akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang (Brunner &
Suddarth, 2002).
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat terdapat lebih dari 7 juta orang
meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami
kecacatan fisik. Usman (2012) menyebutkan bahwa hasil data Riset Kesehatan
Dasar (RIKERDAS) tahun 2011, di Indonesia terjadinya fraktur yang disebabkan
oleh cedera yaitu karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma tajam/tumpul.
Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8
%), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, mengalami fraktur sebanyak 1.770
orang (8,5 %), dari 14.127 trauma benda tajam/tumpul, yang mengalami fraktur
sebanyak 236 orang (1,7 %). (Depkes 2009). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDAS) oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes RI tahun
2007 di Indonesia terjadi kasus fraktur yang disebabkan oleh cedera antara lain
karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma benda tajam/ tumpul. Dari 45.987
peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang(3,8%), dari
20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, yang mengalami fraktur sebanyak 1.770
orang (8,5%), dari 14.127 trauma benda tajam/ tumpul, yang mengalami fraktur
sebanyak 236 orang (1,7%).
Rumah Sakit H. Adam Malik Medan selama periode Januari 2008 sampai
dengan Maret 2009 terjadi kasus patah tulang (fraktur) sejumlah 864 kasus, dimana
463 kasus (53,6 %) merupakan kasus baru (yang datang belum lewat satu minggu
setelah kecelakaan), sedangkan pasien yang datang lewat dari satu minggu 401 kasus
(46,4 %) sehingga tulang yang patah mengalami penyembuhan yang abnormal yaitu
berupa malunion (nonunion)/delayed union akibat infeksi. Penderita lebih banyak
adalah kaum pria 616 kasus (71,2%) dan kaum wanita 248 kasus (28,8%). Pada
remaja usia 12-20 tahun 376 kasus (62,3%), bagian tubuh yang terbanyak mengalami
fraktur adalah anggota gerak bawah dari sendi panggul sampai ke jari kaki akibat
truma. Kemudian anggota gerak atas dari sendi bahu sampai ke jari tangan diikuti
daerah tulang panggul dan tulang belakang. Pengobatan yang dilakukan belum
mencapai keberhasilan maksimal, sekitar 184 kasus (87,2%) sembuh normal, sekitar
23 kasus (10,9%) sembuh dengan gangguan fungsi (cacat fungsi), dan 4 kasus
terpaksa dilakukan amputasi. Namun kasus yang terlantar dari 401 kasus sembuh
normal 279 kasus (69,5%), 117 kasus (29,1%) sembuh dengan cacat fungsi dan 5
kasus terpaksa dilakukan amputasi (Surbakti, 2008).
Di dalam penelitian Roby (2009) dikatakan bahwa di Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Dr. Pirngadi Medan terdapat penderita fraktur dengan jumlah
sekitar 114 penderita pada tahun 2009 dan dalam penelitian Nova (2010) di RSUP
H. Adam Malik Medan jumlah pasien paska operasi fraktur ektremitas bawah 8
bulan terakhir pada tahun 2009 mencapai 204 orang. Pada saat peneliti melakukan
survei jumlah pasien fraktur selama 1 bulan terakhir pada tahun 2013 mencapai 54
orang.
Terdapat banyak masalah kebutuhan dasar yang ditimbulkan dari fraktur.Salah
satunya adalah terjadi hambatan mobilitas fisik. Mobilitas adalah pergerakan yang
memberikan kebebasan dan kemandirian bagi seseorang.Walaupun jenis aktivitas
berubah sepanjang kehidupan manusia, mobilitas adalah pusat untuk berpartisipasi
dalam menikmati kehidupan. Mempertahankan mobilitas optimal sangat penting
untuk kesehatan mental dan fisik (Lukman,2009). Masalah sering terjadi adalah
ketika pasien merasa terlalu sakit atau nyeri dan faktor lain yang menyebabkan
mereka tidak mau melakukan mobilitas dini dan memilih untuk istirahat di tempat
tidur. Dalam masa hospitalisasi, pasien sering memilih untuk tetap di tempat tidur
sepanjang hari, meskipun kondisi mereka mungkin membolehkan untuk melakukan
aktivitas atau pergerakan lain (Berger & Williams, 1992). Menurut kamel (1999)
mobilisasi paska operasi fraktur secara signifikan kurang terlaksana dilakukan pada
pasien dengan pelayanan ortopedik dibandingkan dengan pelayanan pembedahan
umum lainnya.
Banyak pasien dirumah sakit yang harus menjalani imobilisasi, apakah harus
tirah baring karena terapi atau karena penyakit yang diderita. Salah sarunya adalah
pasien yang menjalani paska operasi fraktur ekstremitas bawah. Padahal hampir
semua jenis pembedahan, setelah 24-48 jam pertama paska bedah, pasien dianjurkan
untuk segera meninggalkan tempat tidur atau melakukan mobilisasi (Kozier, 1995).

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Penulis dapat menerapkan asuhan keperawatan post ORIF dan OREF pasien
fraktur supracondylar humerus + metacarpal 2,3 + proximal phalank index
finger + proximal tibia + traumatic amputation 2,3,4,5 distal phalanx pedis di
ruang RB3 B RSUP Haji Adam Malik Medan melalui pendekatan proses
keperawatan dengan tepat.
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulis adalah agar penulis mampu :
a. Melakukan pengkajian post ORIF dan OREF pasien fraktur supracondylar
humerus + metacarpal 2,3 + proximal phalank index finger + proximal
tibia + traumatic amputation 2,3,4,5 distal phalanx pedis di ruang RB3 B
RSUP Haji Adam Malik Medan
b. Menyusun intevensi post ORIF dan OREF pasien fraktur supracondylar
humerus + metacarpal 2,3 + proximal phalank index finger + proximal
tibia + traumatic amputation 2,3,4,5 distal phalanx pedis di ruang RB3 B
RSUP Haji Adam Malik Medan
c. Melakukan Implementasi post ORIF dan OREF pasien fraktur
supracondylar humerus + metacarpal 2,3 + proximal phalank index finger
+ proximal tibia + traumatik amputation 2,3,4,5 distal phalanx pedis di
ruang RB3 B RSUP Haji Adam Malik Medan.
d. Melakukan evaluasi post ORIF dan OREF pasien fraktur supracondylar
humerus + metacarpal 2,3 + proximal phalank index finger + proximal
tibia + traumatic amputation 2,3,4,5 distal phalanx pedis di ruang RB3 B
RSUP Haji Adam Malik Medan.
e. Melakukan dokumentasi asuhan keperawatan post ORIF dan OREF
pasien fraktur supracondylar humerus + metacarpal 2,3 + proximal
phalank index finger + proximal tibia + traumatic amputation 2,3,4,5
distal phalanx pedis di ruang RB3 B RSUP Haji Adam Malik Medan.

1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi ilmu pengetahuan
Diharapkan dapat digunakan sebagai referensi pembelajaran dalam
penanganan kasus fraktur.
1.3.2 Bagi penulis
Diharapkan dapat menambah pengetahuan, pemahaman, dan pengalaman
bagi penulis tentang penanganan kasus fraktur pada pasien.

Вам также может понравиться