Вы находитесь на странице: 1из 13

Keracunan Darah

(Sepsis)

Definisi Keracunan Darah


Keracunan darah adalah istilah yang nonspesifik yang digunakan terutama oleh individual-individual nonmedis
yang menggambarkan, dalam arti yang paling luas, segala kondisi-kondisi medis yang kurang baik yang disebabkan
oleh kehadiran dari segala agen yang beracun dalam darah. Biasanya, orang kebanyakan yang menggunakan istilah
keracunan darah merujuk pada kondisi-kondisi medis yang timbul ketika bakteri-bakteri atau produk-produk mereka
(atau kedua-duanya) mencapai darah. Keracunan darah bukan istilah medis dan tidak nampak pada banyak kamus-
kamus medis atau publikasi-publikasi ilmiah. Bagaimanapun, ketika ia digunakan, istilah medis yang benar yang
hampir mendekati arti yang dimaksudkan adalah sepsis. Banyak pengarang-pengarang medis mempertimbangkan
istilah-istilah keracunan darah dan sepsis dapat saling ditukarkan, namun kecenderungannya adalah untuk
menggunakan istilah sepsis.

Definisi Sepsis
Sepsis adalah kondisi medis yang berpotensi berbahaya atau mengancam nyawa, yang ditemukan dalam hubungan
dengan infeksi yang diketahui atau dicurigai (biasanya namun tidak terbatas pada bakteri-bakteri) yang tanda-tanda
dan gejala-gejalanya memenuhi paling sedikit dua dari kriteria-kriteria berikut dari sindrom respon peradangan
sistemik atau systemic inflammatory response syndrome (SIRS):

denyut jantung yang meningkat (tachycardia) >90 detak per menit waktu istirahat

temperatur tubuh tinggi (>100.4F atau 38C) atau rendah (<96.8F atauor 36C)

kecepatan pernapasan yang meningkat dari >20 napas per menit atau PaCO2 (tekanan parsial dari
karbondioksida dalam arteri darah) <32 mm Hg

jumlah sel darah putih yang abnormal (>12000 sel/L atau <4000 sel/L atau >10% bands [tipe yang belum
matang dari sel darah putih])

Pasien-pasien yang memenuhi kriteria-kriteria diatas mempunyai sepsis dan juga diistilahkan septic. Kriteria ini
diusulkan oleh beberapa lembaga-lembaga medis dan mungkin terus menerus dimodofikasi oleh kelompok-
kelompok medis lain. Contohnya, kelompok-kelompok pediatric (penyakit anak-anak) menggunakan empat kriteria
yang sama yang didaftar diatas namun memodifikasi nilai-nilai untuk setiapnya untuk membuat kriteria SIRS untuk
anak-anak. Kelompok-kelompok lain ingin menambah kriteria, namun sekarang ini ini adalah definisi yang paling
luas diterima.

Istilah-istilah yang sering digunakan ditempat dari sepsis adalah bacteremia, septicemia, dan keracunan darah.
Bagaimanapun, bacteremia berarti kehadiran dari bakteri-bakteri dalam darah; ini dapat terjadi tanpa segala dari
kriteria yang didaftar diatas dan harus tidak dikacaukan dengan sepsis. Contohnya, anda dapat menggosk gigi anda
dan memperoleh bacteremia untuk waktu yang singkat dan tidak mempunyai kriteria SIRS yang terjadi. Sayangnya,
septicemia telah mempunyai berbagai definisi-definisi dari waktu ke waktu; ia telah didefinisikan sebagai
bacteremia, keracunan darah, bacteremia yang menjurus pada sepsis, sepsis, dan variasi-variasi lain. Meskipun
septicemia tampak seringkali pada literatur medis, seorang pembaca harus yakin definisi mana yang digunakan oleh
pengarang. Beberapa ahli-ahli menyarankan istilah-istilah keracunan darah dan septicemia tidak digunakan karena
mereka terdefinisi dengan buruk, namun adalah sulit untuk mengabaikan istilah-istilah macam itu yang telah
digunakan berdekade-dekade.

Tanda-Tanda atau Gejala-Gejala Sepsis (Keracunan Darah)


Pasien harus mempunyai sumber infeksi yang terbukti atau yang dicurigai (biasanya bakteri) dan mempunyai paling
sedikit dua dari persoalan-persoalan berikut: denyut jantung yang meningkat (tachycardia), temperatur yang tinggi
(demam) atau temperatur yang rendah (hypothermia), pernapasan yang cepat (>20 napas per menit atau tingkat
PaCO2 yang berkurang), atau jumlah sel darah putih yang tinggi, rendah, atau terdiri dari >10% sel-sel band. Pada
kebanyakan kasus-kasus, adalah agak mudah untuk memastikan denyut jantung (menghitung nadi per menit),
demam atau hypothermia dengan thermometer, dan untuk menghitung napa-napas per menit bahkan di rumah.
Adalah mungkin lebih sulit untuk membuktikan sumber infeksi, namun jika orangnya mempunyai gejala-gejala
infeksi seperti batuk yang produktif, atau dysuria, atau demam-demam, atau luka dengan nanah, adalah agak mudah
untuk mencurigai bahwa seseorang dengan infeksi mungkin mempunyai sepsis. Bagaimanapun, penentuan dari
jumlah sel darah putih dan PaCO2 biasanya dilakukan oleh laboratorium. Pada kebanyakan kasus-kasus, diagnosis
yang definitif dari sepsis dibuat oleh dokter dalam hubungan dengan tes-tes laboratorium.

Beberapa pengarang-pengarang mempertimbangkan garis-garis merah atau alur-alur merah pada kulit sebagai
tanda-tanda dari sepsis. Bagaimanapun, alur-alur ini disebabkan oleh perubahan-perubahan peradangan lokal pada
pembuluh-pembuluh darah lokal atau pembuluh-pembuluh limfa (lymphangitis). Alur-alur atau garis-garis merah
adalah mengkhawatirkan karena mereka biasanya mengindikasikan penyebaran infeksi yang dapat berakibat pada
sepsis.

Penyebab Sepsis
Mayoritas dari kasus-kasus sepsis disebabkan oleh infeksi-infeksi bakteri, beberapa disebabkan oleh infeksi-infeksi
jamur, dan sangat jarang disebabkan oleh penyebab-penyebab lain dari infeksi atau agen-agen yang mungkin
menyebabkan SIRS. Agen-agen infeksius, biasanya bakteri-bakteri, mulai menginfeksi hampir segala lokasi organ
atau alat-alat yang ditanam (contohnya, kulit, paru, saluran pencernaan, tempat operasi, kateter intravena, dll.).
Agen-agen yang menginfeksi atau racun-racun mereka (atau kedua-duanya) kemudian menyebar secara langsung
atau tidak langsung kedalam aliran darah. Ini mengizinkan mereka untuk menyebar ke hampir segala sistim organ
lain. Kriteria SIRS berakibat ketika tubuh mencoba untuk melawan kerusakan yang dilakukan oleh agen-agen yang
dilahirkan darah ini.

Penyebab-penyebab bakteri yang umum dari sepsis adalah gram-negative bacilli (contohnya, E. coli, P.
aeruginosa, E. corrodens), S. aureus, jenis-jenis Streptococcus dan jenis-jenis Enterococcus; bagaimanapun, ada
sejumlah besar jenis bakteri yang telah diketahui menyebabkan sepsis. Jenis-jenis Candida adalah beberapa dari
jamur yang paling sering menyebabkan sepsis. Pada umumnya, seseorang dengan sepsis dapat menular, sehingga
tindakan-tindakan pencegahan seperti mencuci tangan, sarung-sarung tangan steril, masker-masker, dan penutup
baju harus dipertimbangkan tergantung pada sumber infeksi pasien.

Mendiagnosa Sepsis
Secara klinis, pasien perlu memenuhi paling sedikit dua dari kriteria SIRS yang didaftar diatas dan mempunyai
infeksi yang dicurigai atau terbukti. Diagnosis yang definitif tergantng pada pembiakn darah yang positif untuk agen
infeksius dan paling sedikit dua dari kriteria SIRS. Bagaimanapun, dua subset dari empat kriteria tergantung pada
analisa laboratorium; pemeriksaan-pemeriksaan sel darah putih dan PaCO2. Kriteriakriteria subset ini, seperti
pembiakan-pembiakan darah, dilakukan di laboratorium-laboratorium klinik.

Ada diagnosa-diagnosa lain yang mengindikasikan keparahan dari sepsis pasien. Sepsis yang parah didiagnosa
ketika pasien septic mempunyai disfungsi organ (contohnya, aliran urin yang rendah atau tidak ada, keadaan mental
yang berubah). Sepsis yang parah dapat juga termasuk hipotensi yang diinduksi oleh sepsis (juga diistilahkan septic
shock) ketika tekanan darah pasien jatuh (biasanya <90 mmHg pada kaum dewasa) dan berakibat pada aliran darah
yang rendah atau tidak ada ke berbagai organ-organ.
Merawat Sepsis (Keracunan Darah)
Pada hampir setiap kasus sepsis, pasien-pasien perlu dirawat di rumah sakit, dirawat dengan antibiotik-antibiotik
intravena yang tepat, dan diberikan terapi untuk mendukung segala disfungsi organ. Sepsis dapat dengan cepat
menyebabkan kerusakan organ den kematian; terapi harus tidak ditunda karena statistik-statstik menyarankan
setinggi 7% kematian meningkat per jam jika antibiotik-antibiotik ditunda pada sepsis yang parah. Kebanyakan
kasus-kasus dari sepsis dirawat di unit gawat darurat atau intensive care unit (ICU) rumah sakit.

Antibiotik-antibiotik yang tepat untuk merawat sepsis adalah kombinasi-kombinasi dari dua atau tiga antibiotik-
antibiotik yang diberikan pada saat yang sama; kebanyakan kombinasi-kombinasi biasanya termasuk vancomycin
untuk merawat banyak infeksi-infeksi MRSA. Bagaimanapun, sekali organisme yang menginfeksi diisolir,
laboratorium-laboratorium dapat menentukan antibiotik-antibiotik mana paling efeketif melawan organisme-
organisme, dan antibiotik-antibiotik itu harus digunakan untuk merawat pasien. Sebagai tambahan pada antibiotik-
antibiotik, dua intervensi-intervensi therapeutik utama lain, dukungan sistim organ dan operasi, mungkin
diperlukan. Pertama, jika sistim organ memerlukan dukungan, ICU (intensive care unit) dapat seringkali
menyediakannya (contohnya, intubation untuk mendukung fungsi paru atau dialysis untuk mendukung fungsi
ginjal). Kedua, operasi mungkin diperlukan untuk mengalirkan atau mengeluarkan sumber infeksi. Amputasi
anggota-anggota tubuh (tangan dan kaki) telah dilakukan untuk menyelamatkan nyawa-nyawa pasien.

Prognosis Sepsis
Prognosis dari pasien-pasien dengan sepsis dihubungkan ke keparahan atau stadium dari sepsis serta ke keadaan
kesehatan yang mendasarinya dari pasien. Contohnya, pasien-pasien dengan sepsis dan tidak ada tanda-tanda yang
terus menerus dari gagal organ pada saat diagnosis mempunyai kira-kira 15%-30% kesempatan kematian. Pasien-
pasien dengan sepsis yang parah atau septic shock mempunyai angka kematian dari kira-kira 40%-60%. Bayi-bayi
yang baru lahir dan pasien-pasien anak-anak dengan sepsis mempunyai kira-kira 9%-36% angka kematian.
Penyelidik-penyelidik telah mengembangkan scoring system (MEDS score) berdasarkan pada gejala-gejala pasien
untuk menaksir prognosis.

Ada sejumlah besar komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi dengan sepsis. Komplikasi-komplikasi
berhubungan dengan tipe dari infeksi awal (contonya, pada infeksi paru dengan sepsis, komplikasi yang potensial
mungkin adalah keperluan untuk dukungan pernapasan) dan keparahan dari sepsis (contohnya, septic shock yang
berhubungan dengan infeksi anggota tubuh yang dapat memerlukan amputasi anggota tubuh). Sebagai konsekwensi,
setiap pasien kemungkinan mempunyai potensi untuk komplikasi yang berhubungan dengan sumber sepsis; pada
umumnya, komplikasi-komplikasi disebabkan oleh disfungsi, kerusakan, atau kehilangan organ.

Dokter-dokter setuju bahwa lebih cepat pasien dengan sepsis didiagnosa dan dirawat, lebih baik pronosisnya dan
lebih sedikit komplikasi-komplikasinya, jika ada untuk pasien.

Pencegahan Sepsis (Keracunan Darah)


Faktor-faktor risiko yang menjurus pada sepsis dapat dikurangi dengan banyak metode-metode. Mungkin cara yang
paling penting untuk mengurangi kesempatan untuk sepsis adalah untuk pertama mencegah segala infeksi-infeksi.
Vaksin-vaksin, kesehatan yang baik, mencuci tangan, dan menghndari sumber-sumber infeksi adalah metode-
metode pencegahan yang baik sekali. Jika infeksi terjadi, perawatan segera dari segala infeksi sebelum ia
mempunyai kesempatan untuk menyebar kedalam darah adalah mungkin untuk mencegah sepsis. Ini terutama
penting pada pasien-pasien yang berisiko lebih besar untuk infeksi seperti mereka yang mempunyai sistim-sistim
imun yang ditekan, mereka yang dengan kanker, orang-orang dengan diabetes, atau pasien-pasien kaum tua.

http://www.totalkesehatananda.com/sepsis1.html

tanda-tanda atau gejala sepsis (keracunan darah)

Pasien dewasa harus memiliki sumber terbukti atau diduga infeksi (biasanya bakteri) dan memiliki setidaknya dua
masalah berikut: tingkat tinggi jantung (takikardia), baik suhu tinggi (demam) atau rendah (hipotermia), napas cepat
(> 20 napas per menit atau PaCO2 penurunan tingkat), atau jumlah sel darah putih yang baik tinggi, rendah, atau
terdiri dari> 10% sel pita. Dalam kebanyakan kasus, itu cukup mudah untuk memastikan denyut jantung
(menghitung nadi per menit), demam atau hipotermia dengan termometer, dan untuk menghitung napas per menit
bahkan di rumah. Ini mungkin lebih sulit untuk membuktikan sumber infeksi, namun jika orang yang memiliki
gejala infeksi seperti batuk produktif, atau disuria, atau demam, atau luka dengan nanah, itu cukup mudah untuk
mencurigai bahwa seseorang dengan infeksi mungkin memiliki sepsis. Namun, penentuan jumlah sel darah putih
dan PaCO2 biasanya dilakukan oleh laboratorium. Dalam kebanyakan kasus, diagnosis definitif sepsis dibuat oleh
dokter dalam hubungannya dengan tes laboratorium.

Penyebab sepsis

Mayoritas kasus sepsis disebabkan oleh infeksi bakteri, beberapa disebabkan oleh infeksi jamur, dan sangat sedikit
yang disebabkan oleh penyebab lain dari infeksi atau agen yang dapat menyebabkan SIRS. Para agen infeksius,
biasanya bakteri, mulai menginfeksi hampir semua lokasi organ atau perangkat implan (misalnya, kulit, paru-paru,
saluran pencernaan, situs bedah, kateter intravena, dll). Para agen menginfeksi atau racun mereka (atau keduanya)
kemudian menyebar secara langsung atau tidak langsung ke dalam aliran darah. Hal ini memungkinkan mereka
untuk menyebar ke hampir semua sistem organ lainnya. SIRS kriteria hasil sebagai tubuh mencoba untuk melawan
kerusakan yang dilakukan oleh agen-agen yang ditularkan melalui darah.

Bakteri penyebab umum dari sepsis adalah basil gram-negatif (misalnya, E. coli, P. aeruginosa, E. corrodens dan
Haemophilus influenzae pada neonatus), S. aureus, Streptococcus spesies dan spesies Enterococcus, namun, ada
sejumlah besar genera bakteri yang telah diketahui menyebabkan sepsis. Candida spesies adalah beberapa jamur
yang paling sering menyebabkan sepsis. Secara umum, seseorang dengan sepsis dapat menular, sehingga tindakan
pencegahan seperti mencuci tangan, sarung tangan steril, masker, dan cakupan pakaian harus dipertimbangkan
tergantung pada sumber infeksi pasien.

A. Latar Belakang Masalah

Sepsis adalah suatu sindroma radang sistemik yang ditandai dengan


gejala-gejala: demam atau hipotermi, menggigil, takipnea, takikardia, hipotensi, nadi cepat dan lemah serta
gangguan mental yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme (Rasional, 2002).
Sampai saat ini, sepsis masih merupakan salah satu penyakit infeksi yang mortalitas dan morbiditasnya tinggi. Di
Amerika Serikat, kurang lebih 750.000 orang menderita sepsis setiap tahunnya dan lebih dari 210.000 orang
diantaranya meninggal dunia. Di Indonesia, penyakit ini juga banyak dijumpai pada penderita rawat inap di rumah
sakit dan secara keseluruhan lebih dari 25% penderita sepsis meninggal (Rasional, 2002).
Sepsis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif 70% (pseudomonas auriginosa, klebsiella, enterobakter,
echoli, proteus, neiseria). Infeksi bakteri gram positif 20-40% (stafilokokus aureus, stretokokus, pneumokokus),
infeksi jamur dan virus 2-3% (dengue hemorrhagic fever, herpes viruses), protozoa (malaria falciparum) (Japardi,
2002).
Salah satu bakteri gram negatif yang dapat menimbulkan sepsis adalah Neisseria meningitidis. Bakteri ini dalam
tubuh manusia menyerang sistem saraf pusat dan menimbulkan meningitis (Shulman, 1994).

B. Definisi Masalah
Seorang laki-laki, 45 tahun, masuk rumah sakit karena tidak sadar.
Hasil anamnesis : sebelumnya badan tidak enak, panas, berkurang bila minum obat flu, kejang 1 x, bekerja di
Papua, di pelabuhan.
Hasil pemeriksaan fisik : tensi 110/70 mmHg, nadi 132 x/menit, napas 32 x/menit, suhu axiler 39,2 C, kesadaran
GCS E3 M4 V3, rongga mulut plaque putih, infiltrat di apex paru kanan, jantung normal, abdomen normal.
Hasil lab : Hb 13,7 g%, lekositosis 16800 /UL, trombosit 243.000 /uL, lekosit urin 10-15 / LPB, eritrosit urin 0-1
/LPB, slinder (-), widal (-), pemeriksaan darah kuman gram negatif coccus, hasil identifikasi kultur masih
menunggu hasil.

C. Tujuan
Laporan tutorial ini dibuat untuk membahas sepsis yang disebabkan oleh meningitis dengan kuman spesifik gram
negatif coccus.

D. Manfaat
Dengan adanya laporan tutorial ini, diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai sepsis
terutama yang disebabkan oleh kuman gram negatif coccus Neisseria meningitidis.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. SEPSIS
1. Definisi
Menurut Konsensus Konferensi Dokter Ahli Paru di Universitas Amerika, sepsis dibagi menjadi 4 stadium :
1. SIRS ( Systemic Inflammatory Respon Syndrome), kriterianya sebagai berikut : (1) suhu > 38 oC atau 90 kali/
menit, (3) respirasi > 20 kali/menit, (4) jumlah sel darah putih > 12.0109/L, 0,1 bentuk immatur (band).
2. Sepsis. SIRS dan dokumentasi kultur infeksi (kultur positif untuk organisme).
3. Sepsis berat. Sepsis dan gangguan fungsi organ, hipotensi atau hipoperfusi (keabnormalan hipoperfusi, termasuk,
tetapi tidak terbatas hanya pada laktik asidosis, oliguria, atau perubahan status mental akut).
4. Septik Syok. Hipotensi (walaupun dengan resusitasi cairan dengan tekanan 90 mmHg atau turun 40 mmHg dalam
waktu 1 jam), dan keabnormalan hipoperfusi.
Untuk sepsis yang menghasilkan kultur negatif, maka SIRS diberi pengobatan antibiotik yang secara klinis diduga
infeksi (Bukhori dan Prihatini, 2006).

2. Patogenesis
Terjadinya sepsis dapat melalui dua cara yaitu aktivasi lintasan humoral dan aktivasi cytokines. Lipopolisakarida
(LPS) yang terdapat pada dinding bakteri gram negatif dan endotoksinnya serta komponen dinding sel bakteri gram
positif dapat mengaktifkan:
1. Sistim komplemen
2. Membentunk kompleks LPS dan protein yang menempel pada sel monosit
3. Faktor XII (Hageman faktor)
Sistim komplemen yang sudah diaktifkan akan merangsang netrofil untuk saling mengikat dan dapat menempel ke
endotel vaskuler, akhirnya dilepaskan derivat asam arakhidonat, enzim lisosom superoksida radikal, sehingga
memberikan efek vasoaktif lokal pada mikrovaskuler yang mengakibatkan terjadi kebocoran vaskuler. Disamping
itu sistim komplemen yang sudah aktif dapat secara langsung menimbulkan meningkatnya efek kemotaksis,
superoksida radikal, ensim lisosom. LBP-LPS monosit kompleks dapat mengaktifkan cytokines, kemudian
cytokines akan merangsang neutrofil atau sel endotel, sel endotel akan mengaktifkan faktor jaringan PARASIT-
INH-1. Sehingga dapat mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah dan DIC. Cytokines dapat secara langsung
menimbulkan demam, perobahan-perobahan metabolik dan perobahan hormonal.

Faktor XII (Hageman factor) akan diaktivasi oleh peptidoglikan dan asam teikot yang terdapat pada dinding bakteri
gram positif. Faktor XII yang sudah aktif akan meningkatkan pemakaian faktor koagulasi sehingga terjadi
disseminated intravascular coagulation (DIC). Faktor XII yang sudah aktif akan merobah prekallikrein menjadi
kalikrein, kalikrein merobah kininogen sehingga terjadi pelepasan hipotensive agent yang potensial bradikinin,
bradikinin akan menyebabkan vasodiltasi pembuluh darah.

Terjadinya kebocoran kapiler, akumulasi netrofil dan perobahan-perobahan metabolik, perobahan hormonal,
vasodilatasi, DIC akan menimbulkan sindroma sepsis. Hipotensi respiratory distress syndrome, multiple organ
failure akhirnya kematian (Japardi, 2002).
3. Gejala klinis
Gangguan neurologis akibat sepsis dapat diketahui dengan adanya: deman akut, nyeri kepala, mual, muntah,
kesadaran dapat menurun mulai dari somnolent sampai koma, defisit neurologik fokal biasanya jarang terjadi, pada
keadaan yang berat dapat ditemukan gangguan gerakan okuler, gangguan refleks pupil, nafas cheynestoke (Japardi,
2002).

4. Diagnosis
Diagnosis ditegakan berdasar kriteria sepsis (SIRS dan uji biakan positif), gejala , dan hasil laboratorium yang
mendukung (Guntur, 2007).

5. Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul : sindrom disters pernapasan akut, gagal ginjal akut, perdarahan usus, gagal hati,
gagal jantung, kamtian.

6. Terapi
Tarapi meliputi 4 hal : memulihkan abnormalitas yang membahayakan jiwa, membersihkan darah dari
mikroorganisme, menghilangkan benda asing, dan mengobati disfungsi organ (Guntur, 2007).

B. NEISSERIA MENINGITIDIS
1. Etiologi
Neisseria meningitidis dibagi menjadi 8 grup, yaitu A,B,C,D,X,Y,Z,Z, ditentukan atas dasar aglutinasi (Staf
Pengajar FKUI, 1994).
2. Manifestasi klinik
Penyakit yang timbul berupa demam ringan yang dapat disertai dengan faringitis, bakteriemia sementara sampai
sepsis fulminan yang dapat menyebabkan kematian. Tidak jarang timbul suatu makula eritematosa, disusul petechie,
dan ekhimosis. Sequele dapat berupa tuli syaraf VIII, kerusakan susunan syaraf pusat, dan nekrosis pada kulit dan
jaringan akibat trombosis vaskular (Shulman, 1994). Penderita meningitis datang dengan nyeri kepala, tanda-tanda
meningeal, dan status mental yang bervariasi dari sadar penuh sampai koma (Chandrasoma, 2006).
3. Diagnosis
Infeksi terutama didiagnosis dengan cara identifikasi N. meningitidis dalam bahan yang didapat dari penderita.
Bahan pemriksaan dapat berupa darah, likuor, serebrospinal, bahan dari petechie, cairan sendi, usap tenggorok atau
nasofaring.
4. Pengobatan
Penisilin masih merupakan obat pilihan. Bila penderita sensitif penisilin, kloramfenikol merupakan terapi alternaitf
yang efektif.
5. Pencegahan
Dengan vaksinasi dan menjaga kebersihan (Staf Pengajar FKUI, 1994).
III. PEMBAHASAN
Pada kasus di atas, pasien memiliki kriteria SIRS (Systemic Inflammation Respone Syndrome) berdasarkan
Konsensus Konferensi Dokter Ahli Paru di Universitas Amerika, yaitu : (1) hipotensi ringan dengan tekanan darah
110/70 mmHg, (2) takikardi dengan denyut nadi > 90 x/menit yaitu 132 x/menit, (3) takipnea dengan frekuensi
napas > 20 x/menit yaitu 32 x/menit, (4) suhu abnormal (normal 36,5-38 C) yaitu 39,2 C, (5) lekositosis dengan
hitung lekosit > 12.000/ml yaitu 16.800/ml.

Setelah dilakukan biakan darah, ternyata didapatkan hasil, kuman gram negatif coccus. Berdasarkan hasil
pemeriksaan darah ini, maka pasien memenuhi kriteria menderita sepsis.
Melihat gejala-gejala yang timbul pada pasien, antara lain : tidak sadar, badan tidak enak, panas, berkurang bila
minum obat flu, kejang 1 kali, pernah bekerja di pelabuhan di Papua, dapat diambil banyak diagnosis banding
terhadap latar belakang penyakit yang menyebabkan sepsis tersebut.

Salah satu diagnosis bandingnya adalah malaria kerana melihat tempat dia bekerja dimana papua adalah daerah
endemis malaria. Namun, hal ini dapat dipatahkan karena berdasar hasil pemeriksaan didapat Hb 13,7 yang berarti
normal (pada malaria terjadi anemia), tidak ditemukan splenomegali, panas tidak khas malaria. Selain itu malaria
disebabkan protozoa Plasmodium, bukan bakteri seperti yang ditemukan pada pasien. Begitu pula dengan diagnosis
banding lainnya dapat dipatahkan seperti influenza, tuberkulosis, pneumonia, bronkitis, dan lain-lain.

Berdasar penelitian (lihat pendahuluan), penyebab tersering sepsis adalah bakteri gram negatif yaitu sekitar 70%.
Ada banyak bakteri gram negatif, tetapi yang sangat virulen yang dapat menyebabkan sepsis terutama Neisseria
meningitidis, Yersinia peptis (menyebabkan penyakit pes), dan Salmonella Thypi.

Pada kasus di atas, penyebab sepsis juga oleh bakteri gram negatif yang berbentuk coccus. Pengetahuan tentang
latar belakang infeksi penyebab sepsis amat penting untuk penatalaksanaa yang tepat bagi pasien.

Di antara ketiga kuman di atas, Neisseria meningitidis memiliki bentuk coccus, sedang yang lain berupa basil.
Maka, dapat diambil kesimpulan bahwa diagnosis observasi yang paling mendekati adalah sepsis yang disebabkan
oleh Neisseria meningitidis. Untuk penegakan diagnosis, hanya dapat ditentukan dengan identifikasi kultur.

Meningokokus masuk ke dalam tubuh lewat traktus respiratorius bagian atas dan berkembang biak dalam selaput
nasofaring. Pada suatu saat terjadi penyebaran secara hematogen. Masa tunas beberapa hari, kurang dari 1 minggu.
Penyebaran meningokokus lewat aliran darah mengakibatkan lesi metastatik di berbagai tempat di badan misalnya
kulit, selaput otak, persendian, mata dan paru-paru.

Pada kasus di atas, pasien mengalami infiltrat di apex paru kanannya. Ini menunjukan telah terjadi metastatik
sistemik atau sepsis pada pasien.

Lekosit meningkat karena teraktivasi dan terangsang oleh bakteri yang masuk ke dalam aliran darah. Begitu pula
dengan demam, proses demam ini merupakan manifestasi peradangan dimana lekosit yang terangsang akan
mengeluarkan mediator-mediator inflamasi yang dapat merangsang hipotalamus untuk menaikan suhu.

Pasien tidak sadar dan diawali dengan kejang menunjukan kuman sudah menginfeksi selaput otak / meningen.
Kejang disebabkan oleh refleks spasme otot-otot spinal akibat iritasi syaraf yang melewati meningen yang
meradang.

Penatalaksanaan pertama yang dapat dilakukan pada pasien di atas adalah pemulihan keadaan yang membahayakan
jiwanya, seperti jalan napas, breathing, dan sirkulasi. Karena pasien di atas tidak sadar, pasien harus dilindungi jalan
napasnya. Intubasi juga diperlukan untuk memberikan kadar oksigen lebih tinggi. Penatalaksanaan selanjutnya
adalah berusaha menghilangkan kuman dari tubuhnya.

IV. PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Pasien di atas mengalami sepsis dengan kriteria : (1) hipotensi ringan dengan tekanan darah 110/70 mmHg, (2)
takikardi dengan denyut nadi > 90 x/menit yaitu 132 x/menit, (3) takipnea dengan frekuensi napas > 20 x/menit
yaitu 32 x/menit, (4) suhu abnormal (normal 36,5-38 C) yaitu 39,2 C, (5) lekositosis dengan hitung lekosit >
12.000/ml yaitu 16.800/ml, (6) ditemukan bakteri gram negatif pada kultur darah.

2. Penyebab terkuat (diagnosis observasi) dari sepsis tersebut adalah karena Neisseria meningitidis yang
menimbulkan penyakit meningitis.

3. Pasien tidak sadar dan diawali dengan kejang menunjukan kuman sudah menginfeksi selaput otak / meningen.
Kejang disebabkan oleh refleks spasme otot-otot spinal akibat iritasi syaraf yang melewati meningen yang
meradang.

B. SARAN
Untuk menghindari sepsis akibat bakteri gram negatif, hendaknya kita dapat menghindari trauma pada permukaan
mukosa yang biasanya dihuni bakteri gram negatif.
V. DAFTAR PUSTAKA
1. Bukhori dan Prihatini. 2006. Diagnosis Sepsis Menggunakan Procalcitonin.
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/IJCPML-12-3-06.pdf. (27 Juni 2008).
2. Chandrasoma dan Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi. Edisi 2. Jakarta : EGC.
3. Guntur H. 2007. Sepsis. In : Sudoyo, Aru (et all). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi IV. Jakarta :
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
4. Japardi, Iskandar. 2002. Manifestasi Neurologik Shock Sepsis. library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar
%20japardi20.pdf. (27 Juni 2008).
5. Rasional. 2002. Sepsis. http://piolk.ubaya.ac.id/datanb/piolk/rasional/20070322123634.pdf. (27 Juni 2008).
6. Shulman, Stanford (ed).1994. Dasar Biologis dan Klinis Penyakit Infeksi. Ed : 4. Yogyakarta: UGM Press.
7. Staf Pengajar FKUI. 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta : Binarupa Aksara

LAPORAN PENDAHULUAN SEPSIS NEONATORUM


A. Pengertian
Sepsis pada periode neonatal adalah suatu sindrom klinik yang ditandai dengan penyakit
sistemik simtomatik dan bakteri dalam darah.
Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala sistemik dan
terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis neonatorum dapat berlangsung
cepat sehungga seringkali tidak terpantau, tanpa pengobatan yang memadai bayi dapat
meninggal dalam 24 sampai 48jam.(perawatan bayi beriko tinggi, penerbit buku kedoktoran,
Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada bayi selama empat minggu
pertama kehidupan. Insiden sepsis bervariasi yaitu antara 1 dalam 500 atau 1 dalam 600
kelahiran hidup
B. Epidemiologi
Organisme tersering sebagai penyebab penyakit adalah Escherichia Coli dan streptokok grup
B (dengan angka kesakitan sekitar 50 70 %), Stapylococcus aureus, enterokok, Klebsiella-
Enterobacter sp., Pseudomonas aeruginosa, Proteus sp., Listeria monositogenes dan
organisme yang anaerob. Faktor-faktor dari ibu dan organisme diperoleh dari cairan ketuban
yang terinfeksi atau ketika janin melewati jalan lahir (penyakit yang mempunyai awitan dini),
bayi mungkin terinfeksi dalam lingkungannya atau dari sejumlah sumber dari rumah sakit
(penyakit yang mempunyai awitan lambat)
C. Penyebab
1. Semua infeksi pada neonatus dianggap oportunisitik dan setiap bakteri mampu
menyebabkan sepsis.
2. Mikroorganisme berupa bakteri, jamur, virus atau riketsia. Penyebab paling sering dari
sepsis : Escherichia Coli dan Streptococcus grup B (dengan angka kesakitan sekitar 50 70 %.
Diikuti dengan malaria, sifilis, dan toksoplasma. Streptococcus grup A, dan streptococcus
viridans, patogen lainnya gonokokus, candida alibicans, virus herpes simpleks (tipe II) dan
organisme listeria, rubella, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis.
3. Pertolongan persalinan yang tidak higiene, partus lama, partus dengan tindakan.
4. Kelahiran kurang bulan, BBLR, cacat bawaan
Faktor- factor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal dari tiga
kelompok, yaitu :
1. Faktor Maternal
a. Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi kecenderungan
terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio-
ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis.
Bayi kulit hitam lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit putih.
b. Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu (kurang dari 20
tahun atua lebih dari 30 tahun
c. Kurangnya perawatan prenatal.
d. Ketuban pecah dini (KPD)
e. Prosedur selama persalinan.
2. Faktor Neonatatal
a. Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor resiko utama
untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari pada bayi
cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir
trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun,
menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan
kulit.
b. Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya terhadap
streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA tidak melewati plasenta dan hampir
tidak terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal tersebut, aktifitas lintasan
komplemen terlambat, dan C3 serta faktor B tidak diproduksi sebagai respon terhadap
lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi imun dan penurunan antibodi total dan spesifik,
bersama dengan penurunan fibronektin, menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas
opsonisasi.
c. Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki empat kali lebih besar
dari pada bayi perempuan.
3. Faktor diluar ibu dan neonatal
a. Penggunaan kateter vena/ arteri maupun kateter nutrisi parenteral merupakan tempat
masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin terinfeksi akibat alat
yang terkontaminasi.
b. Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan resiko pada
neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas, sehingga menyebabkan
kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten berlipat ganda.
c. Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran mikroorganisme yang
berasal dari petugas ( infeksi nosokomial), paling sering akibat kontak tangan.
d. Pada bayi yang minum ASI, spesiesLactbacillus danE.colli ditemukan dalam tinjanya,
sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi oleh
e. colli.
4. Faktor predisposisi
Terdapar berbagai faktor predisposisi terjadinya sepsis, baik dari ibu maupun bayi sehingga
dapat dilakukan tindakan antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya sepsis. Faktor tersebut
adalah :
a. Penyakit infeksi yang diderita ibu selama kehamilan
b. Perawatan antenatal yang tidak memadai
c. Ibu menderita eklampsia, diabetes mellitus
d. Pertolongan persalina yang tidak higiene, partus lama, partus dengan tindakan.
e. Kelahiran kurang bulan, BBLR, dan cacat bawaan.
f. Adanya trauma lahir, asfiksia neonatus, tindakan invasif pada neonatus.
g. Tidak menerapakan rawat gabung
h. Sarana perawatan yang tidak baik, bangsal yang penuh sesak
i. Ketuban pecah dini,
D. Patofisiologi
Berdasarkan waktu timbulnya dibagi menjadi 3 :
1. Early Onset (dini) : terjadi pada 5 hari pertama setelah lahir dengan manifestasi klinis yang
timbulnya mendadak, dengan gejala sistemik yang berat, terutama mengenai system saluran
pernafasan, progresif dan akhirnya syok.
2. Late Onset (lambat) : timbul setelah umur 5 hari dengan manifestasi klinis sering disertai
adanya kelainan system susunan saraf pusat.
3. Infeksi nosokomial yaitu infeksi yang terjadi pada neonatus tanpa resiko infeksi yang timbul
lebih dari 48 jam saat dirawat di rumah sakit.
Mekanisme terjadinya sepsis neonatorum :
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa
cara yaitu :
1. Pada masa antenatal atau sebelum lahir pada masa antenatal kuman dari ibu setelah
melewati plasenta dan umbilicus masuk kedalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin.
Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta, antara lain virus
rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui
jalur ini antara lain malaria, sifilis dan toksoplasma.
2. Pada masa intranatal atau saat persalinan infeksi saat persalinan terjadi karena kuman
yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai kiroin dan amnion akibatnya, terjadi
amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilkus masuk ke tubuh bayi. Cara lain,
yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi dapat terinhalasi oleh bayi dan
masuk ke traktus digestivus dan traktus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada
lokasi tersebut. Selain melalui cara tersebut diatas infeksi pada janin dapat terjadi melalui
kulit bayi atau port de entre lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh
kuman (mis. Herpes genitalis, candida albican dan gonorrea).
3. Infeksi pascanatal atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran
umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan diluar rahim (mis, melalui alat-
alat; pengisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasagastrik, botol minuman atau dot).
Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi
nasokomial.

E. Klasifikasi
1. Sepsis dini > terjadi 7 hari pertama kehidupan. Karakteristik : sumber organisme pada
saluran genital ibu dan atau cairan amnion, biasanya fulminan dengan angka mortalitas
tinggi.
2. Sepsis lanjutan/nosokomial > terjadi setelah minggu pertama kehidupan dan didapat dari
lingkungan pasca lahir. Karakteristik : Didapat dari kontak langsung atau tak langsung dengan
organisme yang ditemukan dari lingkungan tempat perawatan bayi, sering mengalami
komplikasi.
F. Tanda dan gejala
Gejala infeksi sepsis pada neonatus ditandai dengan :
1. Tanda dan Gejala Umum
Hipertermia (jarang) atau hipothermia (umum) atau bahkan normal, Aktivitas lemah atau
tidak ada, Tampak sakit, Menyusun buruk/intoleransi pemberian susu.
2. Sistem Pernafasan
Dispenu, Takipneu, Apneu, Tampak tarikan otot pernafasan, Merintih, Mengorok, Pernapasan
cuping hidung, Sianosis
3. Sistem Kardiovaskuler
Hipotensi, Kulit lembab dan dingin, Pucat, Takikardi, Bradikardi. Edema, Henti jantung
4. Sistem Pencernaan
Distensi abdomen, Anorexia, Muntah, Diare, Menyusu buruk, Peningkatan residu lambung
setelah menyusu, Darah samar pada feces,
Hepatomegali
5. Sistem Saraf Pusat
Refleks moro abnormal, Inhabilitas, Kejang, Hiporefleksi, Fontanel anterior menonjol, Tremor,
Koma, Pernafasan tidak teratur, High-pitched cry
6. Hematologi
Ikterus, Petekie, Purpura, Prdarahan, Splenomegali, Pucat, Ekimosis
G. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
Kulit kekuningan, Sulit bernafas, Letargi, Kejang, Mata berputar, Palpasi, tonos otot meningkat,
leher kaku
2. Palpasi
tonos otot meningkat, leher kaku
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah rutin (hb,leuko,trombosit,CT,BT,LED,SGOT,SGPT)
2. Kultur darah dapat menunjukkan organisme penyebab.
3. Analisis kultur urine dan cairan sebrospinal (CSS) dengan lumbal fungsi dapat
4. mendeteksi organisme.
5. DPL menunjukan peningkatan hitung sel darah putih (SDP) dengan peningkatan
6. neutrofil immatur yang menyatakan adanya infeksi.
7. Laju endah darah, dan protein reaktif-c (CRP) akan meningkat menandakan adanya
8. inflamasi.
I. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik : Organsisme penyebab
terjadinya infeksi bisa diketahui dengan melakukan pemeriksaan mikroskopis maupun
pembiakan terhadap contoh darah, air kemih maupun cairan dari telinga dan lambung. Jika
diduga suatu meningitis, maka dilakukan fungsi lumbal. Bila ditemukan satu atau lebih faktor
resisko infeksi adalah sebagai berikut ;
1. Ibu selama melahirkan demam ( suhu > 38.5 oC).
2. Ibu leukositosis ( lekosit > 1500/ mm3).
3. Air ketuban keruh dan atau berbau busuk.
4. Ketuban pecah >12 jam sebelum lahir.
5. Partus kasep
Langkah diagnosis :
1. Indikasi faktor resiko infeksi yang didiagnosa tersangkan infeksi.
2. Tetapkan apakah kasus tersangka infeksi berkembang menjadi sepsis neonatarum dengan
mengamati munculnya gejala klinis serta kelainan hasil pemeriksaan laboratorium
3. Untuk penderita yang telah mengalami kelainan klinis dapat dilakukan dengan identifikasi
pemeriksaan secara cermat
4. Lakukan pemeriksaan laboratorium darah rutin,pemeriksaan CRP dan kultur darah.
5. Semua penderita sepsis neonatorum dilakukan lumbal fungsi untuk melihat apakah sudah
terjadi komplikasi, batasan minignitis :
Usia 0-48 jam > 100
Usia 2-7 hari > 50
Usia > 7 hari > 22
6. Bila ada alat ultrasonografi ( USG), maka USG transfontanel bisa membantu menegakkan
diagnosis meningitis.
J. Therapy/Penanganan
1. Suportif
a. Lakukan monitoring cairan elektrolit dan glukosa
b. Berikan koreksi jika terjadi hipovolemia, hipokalsemia dan hipoglikemia
c. Atasi syok, hipoksia, dan asidosis metabolic.
d. Awasi adanya hiperbilirubinemia
e. Pertimbangkan nurtisi parenteral bila pasien tidak dapat menerima nutrisi enteral.
2. Kausatif
Antibiotic diberikan sebelum kuman penyebab diketahui. Biasanya digunakan golongan
Penicilin seperti Ampicillin ditambah Aminoglikosida seperti Gentamicin. Pada sepsis
nasokomial, antibiotic diberikan dengan mempertimbangkan flora di ruang perawatan, namun
sebagai terapi inisial biasanya diberikan vankomisin dan aminoglikosida atau sefalosforin
generasi ketiga. Setelah didaapt hasil biakan dan uji sistematis diberikan antibiotic yang
sesuai. Tetapi dilakukan selama 10-14 hari, bila terjadi Meningitis, antibiotic diberikan selama
14-21 hari dengan dosis sesuai untuk Meningitis.
K. Komplikasi
Meningitis
Hipoglikemia, asidosis metabolik
Koagulopati, gagal ginjal, disfungsi miokard, perdarahan intrakranial
ikterus/kernikterus
L. Prognosis
Angka kematian pada sepsis neonatal berkisar antara 10 40 %. Angka tersebut berbeda-
beda tergantung pada cara dan waktu awitan penyakit, agen atiologik, derajat prematuritas
bayi, adanya dan keparahan penyakit lain yang menyertai dan keadaan ruang bayi atau unit
perawatan.
M. Pencegahan
Peningkatan penggunaan fasilitas perawatan prenatal, perwujudan program melahirkan bagi
ibu yang mempunyai kehamilan resiko tinggi, pada pusat kesehatan yang memiliki fasilitas
perawatan intensif bayi neonatal dan pengambangan alat pengangkutan yang modern,
mempunyai pengaruh yang cukup berarti dalam penurunan faktor ibu dan bayi yang
merupakan predisposisi infeksi pada bayi neonatus. Pemberian antibiotik profilaktik dilakukan
untuk mencegah terjadinya infeksi pada bayi neonatus.
II Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. PENGKAJIAN
1. Data Sybyektif
2. Data Obyektif : Bayi tampak lesu, tidak kuat menghisap, denyut jantung lambat dan suhu
tubuhnya turun-naik, gangguan pernafasan, kejang, jaundice (sakit kuning), muntah,
diare,perut kembung
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah :
1. Hipertermi b/d efek endotoksin, perubahan regulasi temperatur, dihidrasi, peningkatan
metabolism
2. resiko tinggi perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia
3. resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan kebocoran cairan kedalam intersisial
4. resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan terganggunya pengiriman
oksigen kedalam jaringan,
5. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
6. resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun
7. kurang pengetahuan berhubungan kurangnya informasi
(Doenges, 2000)

C. RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN


1. hipertermi b/d efek endotoksin, perubahan regulasi temperatur, dihidrasi, peningkatan
metabolism
Tujuan : Suhu tubuh dalam keadaan normal ( 36,5-37 )
Intervensi :
a. pantau suhu pasien
Rasional : suhu 38,9 -41,1 derajad celcius menunjukkkan proses penyakit infeksius akut
b. pantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen sesuai indikasi
Rasional : suhu ruangan harus di ubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal
c. berikan kompres hangat, hindari penggunaan alcohol
Rasional : membantu mengurangi demem
d. kolaborasi dalam pemberian antipiretik, misalnya aspirin, asetaminofen
Rasional : mengurangi demem dengan aksi sentral pada hipotalamus
2. Resiko tinggi i perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia
Tujuan / Kriteria hasil
Intervensi :
a. pertahankan tirah baring
Rasional : menurunkan beban kerja mikard dan konsumsi oksigen
b. pantau perubahan pada tekanan darah
R: hipotensi akan berkembang bersamaan dengan mikroorganisme menyerang aliran darah
c. pantau frekuensi dan irama jantung, perhatikan disritmia
R: disritmia jantung dapat terjadi sebagai akibat dari hipoksia
d. kaji ferkuensi nafas, kedalaman, dan kualitas
R: peningkatan pernapasan terjadi sebagai respon terhadap efek-efek langsung endotoksin
pada pusat pernapasan didalam otak
e. catat haluaran urine setiap jam dan berat jenisnya
R: penurunan urine mengindikasikan penurunan perfungsi ginjal
f. kaji perubahan warna kulit,suhu, kelembapan
R: mengetahui status syok yang berlanjut
g. kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral
R: mempertahankan perfusi jaringan
h. kolaborasi dalam pemberian obat
R: mempercepat proses penyembuhan
3. resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d kebocoran cairan kedalam intersisial
Tujuan / Kriteria hasil
Intervensi :
a. catat haluaran urine setiap jam dan berat jenisnya
R: penurunan urine mengindikasikan penurunan perfungsi ginjal serta menyebabkan
hipovolemia
b. pantau tekanan darah dan denyut jantung
R: pengurangan dalam sirkulasi volum cairan dapat mengurangi tekanan darah
c. kaji membrane mukosa
R: hipovolemia akan memperkuat tanda-tanda dehidrasi
d. kolaborasi dalam pemberian cairan IV misalnya kristaloid
R: cairan dapat mengatasi hipovolemia
4. resiko tinggi kerusakan pertukaran gas b/d terganggunya pengiriman oksigen kedalam
jaringan
Tujuan /Kriteria hasil :
Intervensi
a. pertahankan jalan nafas dengan posisi yang nyaman atau semi fowler
R: meningkatkan ekspansi paru-paru
b. pantau frekuensi dan kedalaman jalan nafas
R: pernapasan cepat dan dangkal terjadi karena hipoksemia, stress dan sirkulasi endotoksin
c. auskultasi bunyi nafas, perhatikan krekels, mengi
R: kesulitan bernafas dan munculnya bunyi adventisius merupakan indikator dari kongesti
pulmona/ edema intersisial
d. catat adanya sianosis sirkumoral
R: menunjukkna oksigen sistemik tidak adequate
e. selidiki perubahan pada sensorium
R: fungsi serebral sangat sensitif terhadap penurunan oksigenisasi

Daftar Pustaka :

Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.


Tucker Susan Martin, at al.,1999, Standar Perawatan Pasien, Proses Keperawatan, Diagnosis
dan evaluasi, EGC, Jakarta.
Dongoes, Marlynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Arif, mansjoer (2000). Kapita selekta kedokteran. Jakarta: EGC.
Behrman (2000). Nelson ilmu kesehatan anak. Jakarta: EGC.
Bobak (2005). Buku ajar keperawatn maternitas. Jakarta: EGC.

http://darsananursejiwa.blogspot.com/2010/09/laporan-pendahuluan-sepsis-neonatorum.html

Вам также может понравиться