Вы находитесь на странице: 1из 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Salak
1. Salak
Salak merupakan tanaman buah asli dari Indonesia. Buah ini tumbuh subur di

daerah tropis. Tanaman ini termasuk dalam keluarga Palmae yang diduga berasal dari

Pulau Jawa. Ternyata tidak hanya di Indonesia, salak juga dapat tumbuh dan menyebar

di Malaysia, Filipina, Brunei, dan Thailand (Widyastuti, 1996).


Tanaman salak berakar serabut dan menyerupai pohon palem yang seolah-olah

tidak berbatang, rendah dan tegak dengan tinggi antara 1,5 7 meter, tergantung dari

jenisnya (Harsoyo, 1999). Berbunga banyak, tersusun dalam tandan rapat dan bersisik

dengan tandan bunga jantan dan tandan bunga betina terletak pada pohon yang

berlainan, sebagian tandan bunga terbungkus oleh seludang atau tongkol yang

berbentuk seperti perahu yang terletak diketiak pelepah daun (Sulastri, 1986). Bunga

salak berbentuk majemuk, bertangkai dan tertutup oleh seludang. Panjang seludang

bunga jantan hingga 50-100 cm sedangkan bunga betina 20-30 cm (Ashari, 1995). Daun

tersusun menyirip, termasuk daun sempurna yaitu mempunyai helai daun, tangkai daun

dan pelepah. Tangkai daun tersusun roset, sehingga batang sangat pendek dan seolah-

olah tidak ada. Pada permukaan tepi daun, pangkal dan ventral tangkai daun terdapat

duri tempel yang warnanya relatif sama. Bentuk dasar daun semua sama yaitu lanset,

hanya berbeda komposisinya. Salak memiliki warna permukaan bawah daun putih

(Suskendriyati, dkk, 2000). Buah umumnya berbentuk segitiga, bulat telur terbalik,

bulat atau lonjong dengan ujung runcing, terangkai rapat dalam tandan buah di ketiak
pelepah daun. Kulit buah tersusun seperti sisik-sisik/genteng berwarna cokelat

kekuningan sampai kehitaman. Daging buah tidak berserat, warna dan rasa tergantung

varietasnya. Dalam satu buah terdapat 1-3 biji. Biji keras, berbentuk dua sisi, sisi dalam

datar dan sisi luar cembung (Anonim, 1992; Steenis, 1975).


Klasifikasi tanaman salak menurut Tjitrosoepomo (1988) adalah sebagai berikut

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angospermae

Klas : Monocotyledoneae

Ordo : Principes

Familia : Palmae

Genus : Salacca

Spesies : Salacca zalacca (Gaert) Voss

2. Biji Salak
Menurut Balitbu (2011) bentuk biji pada buah salak dipengaruhi oleh jumlah biji

per buah, sebagai berikut :


a. Apabila jumlah biji/buah: 1, maka bentuk biji bulat.
b. Apabila jumlah biji/buah : 2, maka bentuk biji satu sisi datar dan satu sisi cembung.
c. Apabila jumlah biji/buah : 3, maka bentuk biji dua sisi datar dan satu sisi cembung
Biji salak mengandung metabolit sekunder seperti senyawa flavonoid dan tannin

serta sedikit alkaloid Sahputra (Karta, 2015 : 124). Kandungan flavonoid di dalam

ekstrak kulit salak mampu menurunkan kadar glukosa dalam darah, selain itu Anna

(Karta, 2015 : 177) mengatakan bahwa kandungan flavonoid mempunyai aktivitas

diuretik.
Biji salak mempunyai banyak khasiat dan berpotensi untuk kesehatan, sebagai mana

yang telah dibuktikan dengan dilakukan penelitian terhadap biji salak.


3. Ekstrasi
Ekstraksi adalah suatu proses penyarian senyawa kimia yang terdapat didalam

bahan alam atau berasal dari dalam sel dengan menggunakan pelarut dan metode yang
tepat. Sedangkan ekstrak adalah hasil dari proses ekstraksi, bahan yang diekstraksi

merupakan bahan alam. (Depkes RI, 1995), Ekstrak adalah sediaan kental yang

diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia

hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut

diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga

memenuhi baku yang telah ditentukan.


Pada prinsipnya ekstraksi adalah melarutkan dan menarik senyawa dengan

menggunakan pelarut yang tepat. Prinsip yang utama adalah yang berkaitan dengan

kelarutan, yaitu senyawa polar lebih mudah larut dalam pelarut polar dan senyawa

nonpolar akan mudah larut dalam pelarut nonpolar.


Ekstraksi menggunakan metode maserasi, merupakan metode ekstrasi yang paling

sederhana dan sangat menguntungkan karena pengaruh suhu dapat dihindari, suhu yang

tinggi kemungkinan akan mengakibatkan terdegradasinya senyawa-senyawa metabolit

sekunder. Pemilihan pelarut yang digunakan untuk proses maserasi akan memberikan

efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalam

pelarut akibat kontak langsung dan waktu yang cukup lama dengan sampel (Djarwis,

2004).
Keuntungan metode maserasi, diantaranya :
a. Unit alat yang dipakai sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendam
b. Biaya operasionalnya relatif rendah
c. Prosesnya relatif hemat penyari
d. Tanpa pemanasan
Salah satu kekurangan dari metode ini adalah membutuhkan waktuyang lama

untuk mencari pelarut organik yang dapat melarutkan dengan baik senyawa yang akan

diisolasi dan harus mempunyai titik didih yangtinggi pula sehingga tidak mudah

menguap (Manjang, 2004)


4. Granulasi
Granul adalah gumpalan-gumpalan dari partikel-partikel yang lebih kecil,

umumnya berbentuk tidak merata dan menjadi seperti partikel tunggal yang lebih besar

(Ansel, 1989). Granul instan adalah suatu sediaan yang berbentuk bulatan bulatan atau

agregat-agregat yang bentuknya beraturan dan disajikan dengan cara penyeduhan.

Dalam skala besar, banyak campuran serbuk diubah menjadi serbuk granulat, agar

penggunaannya lebih baik dan dalam penggunaannya semakin mudah (Kartikasari,

2009), sedangkan Granulasi adalah suatu proses pembesaran ukuran ketika partikel-

partikel kecil menjadi agregat yang lebih besar dan permanen dan membuatnya

menyerupai pasir kering yang mengalir bebas (Siregar, 2010)


Teknologi granulasi ada 2 macam yaitu granulasi kering dan granulasi basah. Metode

granulasi basah merupakan metode yang paling tua dan paling konvensional dalam

pembuatan tablet yang mempunyai keuntungan, seperti (Siregar, 2010)


a. Memperbaiki daya alir
b. Karakteristik Pengempaan diperbaiki
c. Distribusi zat warna dan zat aktif yang lebih baik
d. Debu berkurang
e. Pencegahan hidrofobik menjadi lebih hidrofobik
Ansel (1989 : 212-213) Granul mengalir baik dibanding dengan serbuk. Dari

bahan yang sama, bentuk granul biasanya lebih stabil secara fisik dan kimia dari pada

serbuk, setelah dibuat dan dibiarkan beberapa waktu granul tidak segera mengering bila

dibandingkandengan serbuk. Hal ini karena luas permukaan granul lebih kecil

dibandingkan dengan serbuk. Granul biasanya lebih tahan terhadap pengaruh udara dan

granul mudah larut oleh pelarut dari pada beberapa macam serbuk yang cenderung

mengambang diatas permukaan pelarut. Sehingga granul lebih disukai untuk dijadikan

larutan.
5. Monografi Eksipien
a. Povidon
Povidon berbentuk serbuk, berwarna putih, tidak berbau atau hampir berbau,

higroskopis. Kelarutan dari PVP adalah larut dalam air, etanol, kloroform dan praktis

tidak larut dalam eter. PVP digunakan sebagai bahan pengikat pada granulasi basah

pada konsentrasi 0,5 5 % (Rowe, dkk, 2006)


b. Gliserin
Gliserin merupakan cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna, rasa manis,

berbau khas lemah (tajam atau tidak enak), higroskopis netral terhadap lakmus.

Kelarutannya dapat bercampur dengan air dan dengan etanol, tidak larut dalam eter,

dalam minyak lemak (Depkes RI, 1995)


c. Sukralosa
Sukralosa berupa kristal berwarna putih dengan kelarutan larut dalam ai,

etanol, metanol dan sedikit larut dalam etil asetat. Sukralosa digunakan sebagai

pemanis dalam minuman, makanan dan aplikasi farmasi. Sukralosa memiliki

kekuatan pemanis sekitar 300-1000 kali dari sukrosa dan tidak memiliki sisa rasa

(Rowe, dkk, 2006)


d. Tween 80
Tween berupa cairan berwarna kekuningan dan berminyak, memiliki aroma

yang khas, dan berasa pahit. Larut dalam air dan etanol, tidak larut dalam air dan

etanol, tidak larut dalam minyak mineral. Tween digunakan sebagai zat pembasah,

emulgator, dan peningkatan kelarutan dengan konsentrasi 1-10 % (Rowe, dkk, 2006)
e. Asam Sitrat
Asam sitrat merupakan hablur bening, tidak berwarna atau serbuk hablur

granul sampai halus, putih tidak berbau, atau praktis tidak berbau, rasa sangat asam.

Kelarutan sangat mudah larut daloam etanol, agak sukar larut dalam etanol, agak

sukar dalam eter (Depkes RI, 1995).


f. Etanol 95 %
Etanol merupaka cairan mudah menguap, jernih tidak berwarna, bau khas dan

menyebabkan rasa terbakar pada lidah, mudah menguap walaupun pada suhu 78 %
dan mudah terbakar. Kelarutan etanol bercampur dengan air dan praktis bercampur

dengan semua pelarut organik (Depkes RI, 1995)


g. Dekstrin
Dekstrin digunakan sebagai bahan pengisi, dekstrin merupakan karbohidrat yang

dibentuk selama hidrolisis pati menjadi gula oleh panas, asam atau enzim. Dekstrin

larut dalam air tetapi dapat diendapkan alkohol dan biasanya digunakan untuk

suspending agent, tablet binder, dan kapsul diluents (Hidayat, 2008: 1).
Uji skrining flavonoid pada ekstrak etanol daun benalu kersen

(Dendrophthoe pentandra L. Miq) digunakan magnesium sebagai

pereduksi, reduksi tersebut dilakukan dalam suasana asam dengan

penambahan HCl. Reduksi dengan magnesium dan asam klorida pekat

menghasilkan warna kemerahan pada ekstrak tanaman uji (Seniwaty

dkk., 2009).
Alkaloid dapat tertarik pada pelarut etanol karena senyawa alkaloid bersifat polar.

Reaksi positif yang terjadi pada uji alkaloid adalah endapan pada pereaksi Mayer

(Padmasari dkk., 2013). Endapan yang terjadi pada pereaksi Mayer terjadi ikatan

kompleks antara kalium dengan alkaloid, pada pembuatan pereaksi Mayer, larutan

merkurium (II) klorida ditambah kalium iodida akan bereaksi membentuk endapan

merah merkurium (II) iodida (Marliana et al., 2005).


Tanin termasuk dalam golongan fenolik yang mengandung kerangka cincin aromatik

yang mengandung gugus hidroksil (-OH) (Mustikasari & Ariyani, 2008). Perubahan

warna terjadi ketika penambahan FeCl3 yang bereaksi dengan salah satu gugus

hidroksil pada senyawa tanin, penambahan FeCl3 pada ekstrak uji menghasilkan

warna hijau kehitaman yang menunjukkan mengandung senyawa tanin (Dewi dkk.,

2013).

Вам также может понравиться