Вы находитесь на странице: 1из 14

GANGGUAN HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

A. DIAGNOSIS
a. Hipertensi Gestasional

Hipertensi gestasional ditegakkan pada wanita yang tekanan darahnya mencapai


140/90 mmHg atau lebih untuk pertama kali selama kehamilan, tetapi belum
mengalami proteinuria. Hipertensi gestasional disebut hipertensi transien apabila
tidak terjadi preeklamsia dan tekanan darah telah kembali ke normal dalam 12 minggu
postpartum. Dalam klasifikasi ini, diagnosis final bahwa wanita yang bersangkutan
tidak mengidap preeklamsia hanya dapat dibuat postpartum. Dengan demikian,
hipertensi gestasional merupa kan diagnosis eksklusi. Namun, perlu diketahui bahwa
wanita dengan hipertensi gestasional dapat memperlihatkan tanda-tanda lain yang
berkaitan ya dengan preeklamsia, misalnya nyeri kepala, nyeri epigastrium atau
trombositopenia, yang memmai pengaruhi penatalaksanaan. Apabila tekanan darah
meningkat cukup besar selama paruh terakhir kehamilan, akan berbahaya 12 terutama
bagi janin seandainya tidak dilakukantindakan semata-mata karena proteinuria belum
tein terjadi. Seperti ditekankan oleh Chesley (1985), 10% kejang eklamsia terjadi
sebelum proteinuria muncul dengan jelas. Karenanya, jelaslah bahwa apabila
tekanan darah mulai meningkat, baik ibu maupun janinnya mengalami peningkatan
resikolebih besar. Proteinuria adalah tanda memburuknya penyakit hipertensi,
terutama preeklamsia, dan apa bila proteinuria tersebut jelas dan menetap, risiko
pada ibu dan janin menjadi semakin besar.

b. PREEKLAMSIA.

Preeklamsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi


organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Proteinuria adalah tanda penting
preeklamsia, dan Chesley (1985) dengan tepat menyimpulkan bahwa apabila tidak
terdapat proteinuria, diagnosisnya dipertanyakan. Proteinuria didefinisikan sebagai
terdapatnya 300 mg atau lebih protein dalam urin per 24 jam atau 30
mg/dl(+1dipstick) secara menetap pada sampel acak urin. Derajat proteinuria dapat
berfluktuasi sangat luas dalam periode 24 jam, bahkan pada kasus yang parah.
Dengan demikian, satu sampel cak mungkin tidak mampu memperlihatkan adanya
proteinura yang signifikan.
McCartney dkk. (1971), dalam studi mereka yang ekstensif terhadap spesimen
biopsi ginjal yang di peroleh dari wanita hamil dengan hipertensi, umumnya
mendapatkan bahwa proteinuria terjadi apabila dijumpai lesi glomerulus yang
dianggap khas untuk preeklamsi. Perlu diketahui, baik proteinuria maupun perubahan
histologi glomerulus timbul pada tahap lanjut perjalanan gangguan hipertensi akibat
kehamilan. Pada kenyataannya, preeklamsia secara klinis mulai tampak hanya
menjelang akhir suatu proses patofisiologis yang mungkin sudah dimulai 3 sampai 4
bulan sebelum timbulnya hipertensi (Gant dkk, 1973). Kriteria minimum untuk
mendiagnosis preeklamsia adalah hipertensi plus proteinuria minimal. Semakin parah
hipertensi atau proteinuria nya, semakin pasti diagnosis preeklamsia. Demikian juga,
kelainan temuan laboratorium pada tes fungsi ginjal, hati, dan hematologis
meningkatkan kepastian preeklamsia. Gejala awal eklamsia yang menetap, misalnya
nyeri kepala dan nyeri epigastrium, juga meningkatkan kepastian preeklamsia.
Kombinasi proteinuria dan hipertensi selama kehamilan secara nyata meningkatkan
risiko mortalitas dan morbiditas perinatal (Ferrazzani dkk., 1990). Hasil dari sebuah
studi prospektif 13 tahun yang dilaporkan oleh Friedman dan Neff (1976) pada lebih
dari 38.000 kehamilan diperlihatkan hipertensi saja, yang didefinisikan sebagai
tekanan diastolik sebesar 95 mmHg atau lebih, berkaitan dengan peningkatan angka
kematian janin sebesar tiga kali lipat. Memburuknya hipertens, terutama apabila
disertai oleh proteinuria, merupakan pertanda buruk. Sebaliknya, proteinuria tanpa
hipertensi hanya menimbulkan efek keseluruhan yang kecil pada angka kematian
bayi. Friedman (1979) menyimpulkan bahwa 70 persen peningkatan kematian janin
pada para wanita disebabkan oleh infark besar pada plasenta, ukuran plasenta yang
terlalu kecil, dan solusiopla senta. Mereka menyimpulkan bahwa penyebab ini
biasanya timbul pada akhir perjalanan penyakit. Jelaslah, proteinuria +2 atau lebih
yang menetap, atau ekskresi protein urin 24 jam sebesar 2 g atau yan lebih, adalah
preeklamsia berat. Apabila kelainan ginjalnya parah, filtrasi glomerulus dapat
terganggu dan kreatinin plasma dapat meningkat. Nyeri epigastrium atau kuadran
kanan atas tampaknya merupakan akibat nekrosis, iskemia, dan edema hepatoselular
yang meregangkan kapsul Glisson. Nyeri khas ini sering disertai oleh peningkatan
enzim hati dalam serum, dan biasanya adalah tanda untuk mengakhiri kehamilan.
Nyeri menandai infark dan perdarahan hati serta ruptur suatu hematom subkapsul
yang sangat berbahaya. Untungnya, ruptur hati jarang terjadi dan paling sering
menyertai hipertensi pada wanita berumur dan multipara.
Trombositopenia adalah ciri memburuknya preeklamsia, dan mungkin
disebabkan oleh aktivasi dan agregasi trombosit serta hemolisis mikroangiopati yang
dipicu oleh vasospasme hebat. Tanda-tanda atau hemolisis yang berat seperti
hemoglobinemia, hemoglobinuria, atau hiperbilirubinemia menunjukkan penyakit
yang parah. Faktor lain yang menunjukkan keparahan hipertensi adalah disfungsi
jantung dengan edema paru pertumbuhan janin terhambat yang nyata.

c. EKLAMSIA.

Eklamsia adalah terjadinya kejang pada seorang wanita dengan preeklamsia


yang tidak dapat disebabkan oleh hal lain. Kejang bersifat grand mal dan mungkin
timbul sebelum, selama, atau setelah persalinan. Namun, kejang yang timbul lebih
dari 48 jam postpartum, terutama pada nulipara, dapat dijumpai sampai 10 hari
postpartum (Brown dkk., 1987, Lubarsky dkk., 1994).

d. PREEKLAMSIA PADA HIPERTENSI KRONIK (SUPERIMPOSED).

Semua gangguan hipertensi kronik, apapun sebabnya, merupakan predisposisi


timbulnya preeklamsia atau eklamsia. Ganguan-ganguan ini dapat menimbulkan
kesulitan dalam diagnosis dan penatalaksanaan wanita yang belum pernah diperiksa
sampai pertengahan kehamilanya. Diagnosis adanya hipertensi kronik diisyaratkan
oleh:

1. Hipertensi (140/90 mmHg atau lebih) sebelum hamil

2. Hipertensi (140/90 mmHg atau lebih) yang terdeteksi sebelum usia kehamilan 20
minggu (kecuali apabila terdapat penyakit trofoblastik gestasional)

3. Hipertensi yang menetap lama setelah melahirkan

Faktor riwayat lain yang mendukung diagnosis adalah multiparitas dan


hipertensi yang menjadi penyulit kehamilan sebelumnya selain kehamilan pertama.
Biasanya juga jelas terdapat riwayat hipertensi esensial dalam keluarga. Diagnosis
hipertensi kronik mungkin sulit ditegakkan apabila wanita yang bersangkutan belum
pernah diperiksa sampai paruh terakhir kehamilan nya. Hal ini disebabkan oleh
penurunan tekanan darah selama trimester kedua dan ketiga awal, baik pada wanita
normotensif maupun hipertensi kronik. Karena itu, seorang wanita dengan penyakit
vaskular kronik, yang pertama kali di periksa pada usia kehamilan 20 minggu, sering
memperlihatkan tekanan darah yang normal. Namun, selama trimester ketiga tekanan
darah dapat kembali ketingkat hipertensi semula sehingga timbul masalah diagnostic
dalam menentukan apakah hipertensinya bersifat kronik atau dipicu oleh kehamilan.

B. INSIDEN DAN FAKTOR RISIRO.

Hipertensi gestasional paling sering mengenai wanita nulipara. Wanita yang


lebih tua, yang memperlihatkan peningkatan insiden hipertensi kronik seiring dengan
pertambahan usia, berisiko lebih besar mengalami preeklamsia pada hipertensi
kronik. Dengan demikian, wanita di kedua ujung usia reproduksi dianggap lebih
rentan. Insiden preeklamsia sering disebut sekitar 5 persen, walaupun laporan yang
ada sangat bervariasi. Insiden sangat dipengaruhi oleh paritas; berkaitan dengan ras
dan etnis dan karenanya juga predisposisi genetik, sementara faktor lingkungan juga
mungkin berperan. Sebagai contoh, Palmer dari dkk. (1999) melaporkan bahwa
tempat yang tinggi di Colorado meningkatkan insiden preeklamsia. Beberapa peneliti
menyimpulkan bahwa wanita yang sosioekonominya lebih maju lebih jarang
terjangkit preeklamsia, bahkan setelah faktor ras di kontrol. Sebaliknya, dalam studi
studi epidemillogis yang terkontrol dengan baik, Baird dkk. (1969) mendapatkan
bahwa insiden preeklamsia tidak berbeda di antara lima kelas sosial.

Insiden gangguan hipertensi akibat kehamilan pada wanita nulipara sehat baru-
baru ini diteliti secara cermat dalam sebuah uji klinis acak mengenai suplementasi
kalsium harian kepada ibu hamil solu (Hauth dkk., 2000). Dari 4302 wanita nulipara
yang melahirkan pada usia gestasi 20 minggu atau lebih, seperempatnya mengalami
hipertensi yang terkait kehamilan. Dari semua nulipara, preeklamsia di diagnosis
pada 7,6 persen dan penyakit yang berat terjadi pada 3,3 persen. Faktor risiko lain
yang berkaitan dengan preeklamsia adalah kehamilan multipeli riwayat hipertensi
kronik, usia ibu lebih dari 35 tahun, obesitas dan etnis Amerika-Afrika (Conde-
Agudelao dan perbBelizan, 2000, Sibai dkk., 1997, Walker, 2000). Hubungan
antara berat badan ibu dengan risiko preeklamsia bersifat progresif, meningkat dari
4,3 persen untuk wanita dengan indeks massa tubuh kurang dari 19,8 kg/m2 menjadi
13,3 persen untuk mereka yang indeksnya sama dengan atau lebih dari 35 kg/m 2.
Wanita dengan gestasi kembar dua, bila dibandingkan dengan yang gestasinya
tunggal, memperlihatkan insiden hipertensi gestasional (13 versus 6 persen) dan
preeklamsia (13 versus 5 persen) yang secara bermakna lebih tinggi (Sibai dkk;
2000). Selain itu, wanita dengan kehamilan ganda dan hipertensi akibat kehamilan
memperlihatkan prognosis neonatus yang lebih buruk dari pada mereka dengan janin
tunggal. Walaupun merokok pada ibu menyebabkan berbagai kerugian bagi
kehamilan, secara ironis hal tersebut secara konsisten dikaitkan dengan penurunan
risiko hipertensi selama kehamilan. (Ananth dkk., 1997)

C. PATOLOGI

Pada preeklamsia yang berat dan eklamsia dijumpai perburukan patologis fungsi
sejumlah organ dan sistem, mungkin akibat vasospasme dan iskemia. Untuk
mempermudah penjelasan, efek-efek ini dipisahkan menjadi efek pada ibu dan janin;
namun, kedua efek merugikan ini sering terjadi bersamaan. Walaupun terdapat banyak
kemungkinan konsekuensi gangguan hipertensi akibat kehamilan, untuk
memudahkan, efek-efek tersebut dibahas berdasarkan analisis terhadap perubahan
kardiovaskular, hematologis, endokrin dan metabolik, serta aliran darah regional
disertai gangguan end-organ. Kausa utama gangguan janin adalah berkurangnya
perfusiutero plasenta.

a. PERUBAHAN KARDIOVASKULAR.

Gangguan-gangguan fungsi kardiovaskular yang parah sering terjadi pada


preeklamsia dan eklamsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan
dengan meningkatnya afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang
secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan
atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik atau kristaloid intravena,
dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang ekstraselular, terutama paru.

1. PERUBAHAN HEMODINAMIK.

Perubahan kardiovaskular akibat preeklamsia telah diteliti dengan menggunakan


pemantauan hemodinamikinvasif. Namun, bila preeklamsia telah menjadi nyata
secara klinis, studi-studi hemodinamikinvasif semacam itu kecil kemungkinan dapat
memberi informasi yang bermanfaat mengenai perjalanan penyakit pada awal
kehamilan. Bosio dkk. (1999) menggunakan pemantauan
hemodinamikDopplernoninvasif dalam sebuah studi longitudinal yang dimulai sejak
awal kehamilan pada 400 wanita nulipara. Hipertensi gestasional timbul pada 24
wanita, dan 20 mengalami preeklamsia. Dibandingkan dengan wanita normotensif,
mereka yang mengidap preeklamsia memperlihatkan curah jantung yang secara
bermakna meningkat sebelum diagnosis klinis tetapi resistensi perifer total tidak
secara bermakna berbeda selama fase praklinis ini. Pada preeklamsia klinis , terjadi
penurunan mencolok curah jantung dan peningkatan resistensi perifer. Sebaliknya,
wanita dengan hipertensi gestasional memperlihatkan sulfat peningkatan bermakna
curah jantung sebelum dan selama timbulnya hipertensi klinis.

2. VOLUME DARAH.

Telah diketahui selama lebih dari 75 tahun bahwa hemokonsentrasi merupakan


penanda utama eklamsia. Pritchard dkk. (1984) melaporkan bahwa pada wanita
dengan eklamsia, hipervolemia yang normalnya terjadi biasanya tidak timbul. Wanita
dengan ukuran tubuh rata-rata seyogyanya memiliki volume darah hampir 5000 ml
selama beberapa minggu terakhir kehamilan, dibandingkan dengan 3500 ml saat tidak
had hamil. Namun, pada eklamsia, sebagian besar atau seluruh tambahan 1500 ml
darah yang normalnya terdapat pada akhir kehamilan ternyata tidak ada. Tidak
adanya ekspansi volume darah kemungkinan disebabkan oleh
vasokontriksigeneralisata yang diperparah oleh meningkatnya permeabilitas vaskular.
Pada wanita dengan preeklamsia, perbedaan- perbedaan ini tidak nyata, dan wanita
dengan hipertensi gestasional biasanya memiliki volume darah yang normal. Silver
dan Seebeck(1996)

Silver dkk. (2001) menyajikan data awal bahwa volume darah menurun pada
wanita yang memiliki genotipe angiotensin T235 homozigot yang dihubungkan
dengan preeklamsia. Penurunan akut hematokrit lebih mungkin disebabkan oleh
kehilanganya darah saat melahirkan karena tidak terjadi hipervolemia kehamilan;
atau kadang-kadang hal ini disebabkan oleh destruksi eritrosit yang intens, seperti
akan dijelaskan berikut ini.

Apabila tidak terjadi perdarahan, kompartemen intravaskular pada wanita


dengan eklamsia biasanya cukup terisi. Vasospasme menyebabkan ruang yang
seharusnya terisi mengecil dan penurunan ini menetap sampai setelah melahirkan saat
sistem vaskular biasanya berdilatasi, volume darah meningkat, dan hematokrit turun.
Dengan demikian, wanita yang mengidap eklamsia sangat peka terhadap pemberian
terapi cairan yang agresif sebagai upaya untuk mengembangkan volume darah yang
menyusut ke kadarnya pada kehamilan normal.

b. PERUBAHAN HEMATOLOGIS.

Kelainan hematologis terjadi pada sebagian, tetapi jelas tidak semua, wanita
yang menderita gangguan hipertensi akibat kehamilan. Kelainan tersebut antara lain
trombositopenia, yang kadang-kadang sangat para Sehingga dapat mengancam
nyawa; kadar sebagian faktor pembekuan dalam plasma mungkin menurun; dan
eritrosit dapat mengalami trauma hebat sehingga bentuknya aneh dan mengalami
hemolisis cepat.

1. PEMBEKUAN.

Perubahan tersamar yang mengarah ke koagulasi intravaskular, dan destruksi


eritrosit (lebih jarang), sering dijumpai pada preeklamsiadan terutama
eklamsia(Baker dan Cunningham, (Le 1999). Trombositopenia, yang terkadang
parah, merupakan temuan tersering. Kadar fibrinogen plasma tidak banyak berbeda
dari kadarnya pada kehamilan normal tahap lanjut dan produk degradasi fibrin (FDP)
hanya sesekali meningkat, kecuali apabila terjadi solusio plasenta. Barron dkk.
(1999) mendapatkan bahwa pemeriksaan laboratorium rutin untuk koagulopati
termasuk waktu protrombin, waktu tromboplastinparsial aktif(PT/APTT), dan kadar
fibrinogen plasma kurang penting untuk penatalaksanaan hipertensi dalam kehamilan.

Waktu trombin agak memanjang pada sepertiga kasus eklamsia, bahkan apabila
tidak dijumpai peningkatan produk degradasi fibrin. Penyebab peningkatan ini belum
diketahui. (Leduc dkk., 1992). Perubahan-perubahan koagulasi yang disebutkan di
atas juga ditemukan pada wanita dengan preeklamsia berat, tetapi jelas tidak lebih
sering.Berbaagai pengamatan pada eklamsi ini sangat konsisten dengan konsep bahwa
perubahan koagulasi merupakan akibat preeklamsia-eklamsia, bukan penyebab.

2. TROMBOSITOPENIA.

Pada preeklamsia-eklamsia dapat terjadi trombositopenia akut pada ibu. Setelah


melahirkan, hitung trombosit mulai meningkat secara progresif untuk mencapai kadar
normal dalam 3 sampai 5 hari. Frekuensi dan intensitas trombositopenia ibu berbeda-
beda di berbagai penelitian, dan tampaknya bergantung pada intensitas proses
penyakit, lama penundaan antara awitanpreeklamsia dengan pelahiran janin, dan
frekuensi pengukuran jumlah trombosit. Trombositopenia yang nyata, yang
didefinisikan sebagai hitung trombosit kurang dari 100.000/ul, menunjukkan penyakit
yang parah. Pada sebagian besar kasus, pelahiran diindikasikan karena hitung
trombosit terus menurun. Penyebab trombositopenia kemungkinan besar adalah
aktivasi dan konsumsi trombosit pada saat yang sama dengan peningkatan produksi
trombosit. Trombopoietin, suatu sitokin yang meningkatkan proliferasi trombosit dari
megakariosit, meningkat pada wanita dengan preeklamsiadan trombositpenia(Frolich
dkk., 1998).

3. TROMBOSITOPENIA NEONATAL

Thiagarajah dkk. (1984) serta Weinstein (1985) melaporkan trombositopenia


pada neonatus yang ibunya mengidap preeklamsia. Sebaliknya, Pritchard dkk. (1987),
dalam sebuah studi klinis besar, tidak menjumpai trombositopenia berat pada janin
atau bayi pada saat atau segera setelah lahir. Pada kenyataannya, tidak dijumpai
satupun kasus trombositopenia neonatus walaupun ibunya mengalami
trombositopenia berat. Trombositopenia memang timbul kemudian pada sebagian dari
bayi ini setelah terjadi hipoksia, asidosis, dan sepsis. Oleh karenanya, trombositopenia
pada wanita dengan hipertensi bukan merupakan indikasi janin untuk 'seksiosesarea.

4. HEMOLISIS FRAGMENTASI.

Trombositopenia pada preeklamsia berat dan eklamsia dapat disertai oleh


destmksi eritrosit yang ditandai dengan hemolisis, skizositosis, sterositosis,
retikulositosis, hemoglobinuria, dan terkadang hemoglobinemia (Pritchard dkk., 1954,
1976). Berbagai kelainan ini sebagian disebabkan oleh hemolisis mikroangiopati, dan
studi pada hewan dan manusia mengisyaratkan bahwa vasospasme yang intens
menyebabkan rusaknya endotel, disertai melekatnya trombosit dan mengendapnya
fibrin. Cunningham dkk. (1985) melaporkan karakteristik morfologis eritrosit dengan
menggunakan mikroskop pemindai-elektron. Wanita dengan eklamsia dan, (pada
derajat yang lebih rendah) preeklamsia berat, memperlihatkan skizositosis dan
ekinositosis tetapi tidak sferositosis apabila dibandingkan dengan wanita hamil
normal. SanchezRamos dkk. (1994a) melaporkan peningkatan fluiditas membran
eritrosit pada wanita dengan sindrom HELLP dan mempostulasikan bahwa
perubahanperubahan ini merupakan predisposisi hemolisis. Grisaru dkk. (1997)
memperlihatkan bahwa perubahan membran eritrosit mungkin mempermudah
terjadinya keadaan hiperkoagulasi.

5. FAKTOR PEMBEKUAN LAIN.

Defisiensi berat setiap faktor pembekuan terlarut sangat jarang pada


pre'eklamsia berat-eklamsia kecuali terjadi proses lain yang merupakan predisposisi
koagulopatikonsum (if. misalnya solusio plasenta atau perdarahan hebat akibat infark
hati. Antitrombin III dilaporkan menurun pada wanita dengan preeklamsia
dibandingkan dengan wanita hamil normal dan mereka ang mengidap hipertensi

c. PERUBAHAN ENDOKRIN DAN METABOLIK


1. PERUBAHAN ENDOKHIN.

Selama kehamilan normal, kadar renin, angiotensin II, dan aldosteron dalam
plasma meningkat. Penyakit hipertensi akibat kehamilan menyebabkan kadar berbagai
zat ini menu run ke kisaran tidak hamil normal (Weir dkk., 1973). Pada retensi
natrium, hipertensi, atau keduanya, sekresi renin oleh aparatus jukstaglomerulus
berkurang. Karena renin mengkatalisis perubahan angiotensinogen menjadi
angiotensin I (yang kemudian diubah menjadi angiotensin II oleh convertingenzyme),
maka kadar angiotensin II menurun sehingga sekresi aldosteron berkurang. Meski
demikian, wanita dengan preeklamsia dapat menahan dengan kuat natrium yang
diinfuskan (Brown dkk., 1988b). Kadar plasma mineralokortikoidpoten lainnya,
deoksikortikosteron (DOC), meningkat secara mencolok pada trimester ketiga (Bab 8,
hal. 211). Hal ini bukan disebabkan oleh peningkatan sekresi adrenal ibu tetapi akibat
konversi dari progesteron plasma. Dengan demikian, peningkatan tersebut tidak
berkurang oleh retensi natrium atau hipertensi, dan hal ini dapat menjelaskan mengapa
wanita dengan preeklamsia mampu menahan natrium.

2. PERUBAHAN CAIRAN DAN ELEKTROUT.

Umumnya, volume cairan ekstraselular. yang bermanifestasi sebagai edema,


pada wanita dengan preeklamsia berat-eklamsia meningkat melebihi peningkatan
normal yang lazim pada kehamilan. Mekanisme penyebab elspansi patologis ini
belum diketahui jelas. Wanita dengan cedera endotel-yang bermanifestasi sebagai
proteinuria signifikan memperlihatkan penurunan tekanan onkotik plasma yang
menimbulkan ketidakseimbangan filtrasi sehingga terjadi perpindahan cairan
intravaskular ke interstisium di sekitamya.

Konsentrasi elektrolit tidak banyak berbeda antara wanita preeklamsia dengan


wanita hamil normal, kecuali apabila telah diberikan terapi diuretik, restriksi natrium,
atau pemberian air dengan oksitosin untuk menghasilkan antidiuresis. Edema tidak
selalu berarti prognosis buruk, sebaliknya tidak adanya edema tidak menjamin
prognosis yang baik. Setelah kejang eklamtik, konsentrasi bikarbonat menurun akibat
asidosis asam laktat dan pengeluaran karbondioksidakompensatorik dari paru.
Intensitas asidosis berkaitan dengan jumlah asam laktat yang dihasilkan dan laju
metabolismenya, serta kecepatan ekspirasi karbon dioksida.

A. Ginjal
Selama kehamilan normal, aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomelurus
meningkat cukup besar. Dengan timbulnya preeklamsi, perfusi ginjal dan filtrasi
glomerulus menurun. Kadar yang jauh dibawah kadar nonhamil normal merupakan
akibat penyakit yang parah. Kosentrasi asam urat plasma biasanya meningkat, terutama
pada wanita dengan penyakit yang berat. Peningkatan ini melebihi penurunan laju filtrasi
glomerulustampakny aterjadi akibat berkurangnya volume plasma sehingga kadar
kreatinin plasma hampir dua kali lipat dibanding kadar normal selama hamil (sekitar 0,5
mg/dl). Namun pada beberapa kasus preeklmasi berat, keterlibatan ginjal menonjol dan
kreatinin plasma dapat meningkat beberapa kali lipat dari nilai normal nonhamil atau
hingga 2 sampai 3 mg/dl. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh perubahan
intrinsik ginjal yang timbul oleh vasospasme hebat.
1. Proteinuria
Untuk memastikan diagnosis preeklamsi-eklamsia harus terdapat proteinuria.
Namun karena proteinuria muncul belakangan, sebagian wanita mungkin sudah
melahirkan sebelum gejala ini dijumpai. Albuminuria merupakan istilah yang salah
untuk menjelaskan proteinuria pada preeklmasi. Seperti pada glomerulopati lainnya,
terjadi peningkatan permeabilitas terhadap sebagian besar protein dengan berat
molekul tinggi, maka peningkatan eksresi albumin juga disertai oleh protein lain,
misalnya hemoglobin, globulin, dan trasferin. Biasanya molekul-molekul besar ini
tidak di filtrasi oleh glomerulus dan kemunculan zat-zat ini dalam urin
mengisyaratkan terjadinya proses glomerulopati. Sebagian protein yang lebih kecil
yang biasanya difiltrasi namun kemudian direabsorbsi juga terdeteksi di dalam urin.
2. Perubahaan anatomis
Perubahan-perubahan yang dapat dideteksi dengan mikroskop cahaya atau
elektron sering dijumpai di ginjal. Sebagian besar penelitian biopsi ginjal dengan
mikroskop elektron konsisten menunjukan pembengkakkan endotel kapiler
glomerulus. Perubahan-perubahan ini disertai pengendapan materi protein di
subendotel, disebut endoteliosis kapiler glomerulus. Sel-sel endotel sedemikian
membengkak sehingga sel-sel tersebut menghambat lumen kapiler secara total atau
parsial. Pengendapan homogen zat padat-elektron ditemukan diantara lamina basal
dan sel endotel serta didalam sel-sel itu sendiri.
Lesi ditubulus ginjal sering sering dijumpai pada wanita dengan eklamsia,
tetapi apa yang diinterpretasikan sebagai perubahan degeneratif sebenarnya mungkin
hanya pencerminan penimbunan protein yang direabsorbsi dari filtrat glomerulus
didalam sel. Tubulus koligentes mungkin tampak tersumbat oleh silinder dari
turunan protein termasuk kadang-kadang hemoglobin.
Dapat terjadi pada gagal ginjal akut akibat nekrosis tubulus. Gagal ginjal
seperti ini ditandai oleh oliguria atau anuria dan azotemia proegresif (peningkatan
kreatinnin serum sekitar 1 mg/dl per hari). Walaupun lebih sering terjadi pada kasus
yang terlambat ditangani, penyulit ini umumnya dipicu oleh syok hipovolemik
biasanya berkaitan dengan perdarahan saat melahirkan yang tidak mendapat
penggantian darah yang memadai.

B. Hepar
Pada preeklamsi berat, kadang-kadang terjadi perubahan fungsi dan integritas
hepar, termasuk perlambatan eksresi bromosulfoftalein dan peningkatan kadar aspartat
amniotransferase serum. Hiperbilirubinemia yang parah jarang terjadi bahkan pada
preeklamsia berat.
Nekrosis hemoragik periporta dibagian perifer lobulus hepar kemungkinann besar
merupakan penyebab meningkatnya kadar enzim hati dalam serum. lesi ekstensif
semacam ini jarang ditemukan pada biopsi hati dari kasus nonfatal. Perdarahan dari lesi
ini dapat menyebabkan ruptur hepatika, atau dapat meluas dibawah kapsul hepar dan
membentuk hematom subkapsular.
1. Sindrom HELLP
Keterlibatan hepar pada preeklamsia-eklamsia adalah hal yang serius dan
sering disertai oleh tanda-tanda keterlibatan organn lain, terutama ginjal dan otak,
bersama dengan hemolisis dan trombositopenia. Keadaan ini sering disebut dengan
sindrom HELLP-hemolisis, peningkatan enzim hati dan penurunan trombosit.
C. Otak
Manifestasi preeklamsia, dan terutama kejang pada eklamsia, pada susunan saraf pusat
telah lama diketahui. Secara khusus, banyak perhatian ditujukan kepada gejala
penglihatan. Penjelasan paling awal tentang keterlibatan otak berasal dari pemeriksaan
makroskopik dan histologis, tetapi teknik-teknik modern noninvasif, misalnya
pemeriksaan pencitraan dan Doppler, telah menambah pemahaman baru tentang
keterlibatan serebrovaskular.
1. Patologi anatomis
Dua jenis patologi otak yang berbeda tetapi berkaitan, salah satunya adalah
perdarahan makroskopik akibat ruptur arteri yang disebabkan oleh hipertensi berat.
Perdarahan ini dapat dijumpai pada setiap wanita dengan hipertensi gestasional, dan
timbulnya perdarahan ini tidak harus berasal dari preeklamsia. Penyulit ini lebih
sering terjadi apabila pasien sudah mengidap hipertensi kronik.
Lesi lain, yang terkadang tampak pada preeklamsia, tetapi lebih sering
ditemukan pada eklamsia, bersifat lebih luas dan jarang fatal. Lesi serebrum
postmortem yang utama adalah edema, hiperemia, anemia fokal, trombosis, dan
perdarahan.
Pada sebuah studi anatomis lain, Govan (1961) menyimpulkan bahwa
perdarahan otak merupakan penyebab kematian pada 39 di antara 110 kasus
eklamsia yang fatal. Pada 40 di antara 47 wanita yang meninggal akibat gagal
kardiorespirasi, juga ditemukan lesi-lesi perdarahan kecil di serebrum. Lesi yang
selalu ditemukan adalah perubahan fibrinoid di dinding pembuluh serebrum. Lesi-
lesi ini tampaknya sudah ada sejak beberapa lama, berdasarkan adanya respons
leukositik dan makrofag berpigmen hemosiderin di sekitarnya. Temuan-temuan ini
konsisten dengan pandangan bahwa gejala neurologis prodromal dan kejang
mungkin berkaitan dengan lesi-lesi ini.
2. Penelitian neuroimaging
Penelitian-penelitian pencitraan abnormal paling awal dimulai dengan
penggunaan CT scan. Pada laporan paling awal dari Parkland Hospital, Brown dkk.
(1988a) mendapatkan bahwa hampir. separuh wanita dengan eklamsia yang diteliti
memperlihatkan kelainan radiologis. Yang tersering adalah daerah-daerah hipodens
di korteks serebrum, yang sesuai dengan perdarahan petekie dan infark yang
ditemukan pada otopsi. Walaupun memberikan pemahaman yang berguna tentang
jumlah dan lokasi kelainan, penelitian-penelitian ini tidak menjawab pertanyaan
mengenai penyebab lesi-lesi lokal edematosa ini. Masih belum diketahui apakah
lesi-lesi tersebut disebabkan oleh nekrosis iskemik atau hiperperfusi. Penemuan
magnetic resonance imaging (MRI) memungkinkan diperolehnya resolusi yang lebih
baik, tetapi kausa mendasar lesi-lesi tersebut masih belum terungkapkan. Sebagai
contoh, dalam sebuah studi lain dari Parkland Hospital, Morriss dkk. (1997)
mengkonfirmasi adanya perubahan yang nyata, terutama di daerah arteri serebri
posterior.
Temuan-temuan ini membantu memberi penjelasan mengapa sebagian wanita
dengan preeklamsia mengalami kejang sementara yang lain tidak. Otak, seperti juga
ginjal dan hati, tampaknya lebih terkena pada sebagian wanita dibandingkan dengan
wanita lain. Luas dan lokasi lesi iskemik serta petekie subkortikal kemungkinan
besar mempengaruhi insiden eklamsia. Luas lesi juga dapat menjelaskan terjadinya
penyulit neurologis yang lebih mengkhawatirkan misalnya kebutaan atau koma.

3. Kebutaan
Walaupun gangguan penglihatan sering terjadi pada preeklamsia berat,
kebutaan, baik tersendiri atau disertai kejang, jarang dijumpai. Sebagian besar
wanita dengan amaurosis dalam derajat bervariasi memperlihatkan tanda-tanda
hipodensitas lobus oksipitalis yang luas pada pemeriksaan radiografik.
4. Edema serebri
Manifestasi susunan saraf pusat pada edema serebri yang luas merupakan hal
yang mengkhawatirkan. Pada sebagian kasus, gambaran utama adalah kesadaran
berkabut dan kebingungan, dan gejala ini hilang timbul. Pada beberapa kasus, pasien
mengalami koma. Prognosis pasien yang mengalami koma dubia dan penyulit yang
serius adalah hemiasi batang otak. Gejalanya berkisar dari letargi, kebingungan, dan
penglihatan kabur sampai kesadaran berkabut dan koma. Perubahan status mental
berkaitan dengan derajat keterlibatan yang tampak pada pemeriksaan dengan CT
scan dan MRI.

5. Aliran darah otak


Tidak diketahui pasti apa efek preeklamsia dan eklamsia pada aliran darah
serebri. dengan meningkatnya tekanan perfusi serebri yang diimbangi oleh
meningkatnya resistensi serebrovaskular sehingga secara netto tidak terjadi
perubahan aliran darah otak. Pada eklamsia, dan mungkin akibat hilangnya
autoregulasi aliran darah otak yang bermanifestasi sebagai penurunan resistensi
vaskular, terjadi hiperperfusi serebri serupa dengan yang dijumpai pada ensefalopati
hipertensif yang tidak berkaitan dengan kehamilan. Wanita dengan nyeri kepala
lebih besar kemungkinannya memperlihatkan kelainan perfusi otak (baik meningkat
atau menurun) dibandingkan dengan mereka yang tanpa nyeri kepala. Mereka yang
nyeri kepalanya hebat cenderung mengalami peningkatan perfusi serebri.

D. Perfusi uteroplasenta
Gangguan perfusi plasenta akibat vasospasme hampir pasti merupakan penyebab
utama meningkatnya morbiditas dan mortalitas perinatal yang menyertai preeklamsia.

Вам также может понравиться

  • Leaflet Treatment Pasien Tifus
    Leaflet Treatment Pasien Tifus
    Документ2 страницы
    Leaflet Treatment Pasien Tifus
    riskyandi
    Оценок пока нет
  • Sap Hipertensi
    Sap Hipertensi
    Документ7 страниц
    Sap Hipertensi
    riskyandi
    Оценок пока нет
  • BAB III Komunitas
    BAB III Komunitas
    Документ19 страниц
    BAB III Komunitas
    riskyandi
    Оценок пока нет
  • Sap PHBS
    Sap PHBS
    Документ9 страниц
    Sap PHBS
    riskyandi
    Оценок пока нет
  • Leaflet Treatment Pasien Tifus
    Leaflet Treatment Pasien Tifus
    Документ2 страницы
    Leaflet Treatment Pasien Tifus
    riskyandi
    Оценок пока нет
  • Cover Dapus Sap Maria 4
    Cover Dapus Sap Maria 4
    Документ2 страницы
    Cover Dapus Sap Maria 4
    riskyandi
    Оценок пока нет
  • Sap Hipertensi
    Sap Hipertensi
    Документ7 страниц
    Sap Hipertensi
    riskyandi
    Оценок пока нет
  • LP Ujian Ines Kep Anak Isk
    LP Ujian Ines Kep Anak Isk
    Документ21 страница
    LP Ujian Ines Kep Anak Isk
    riskyandi
    Оценок пока нет
  • Diagnosa Keperawatan Prioritas
    Diagnosa Keperawatan Prioritas
    Документ1 страница
    Diagnosa Keperawatan Prioritas
    riskyandi
    Оценок пока нет
  • SATUAN ACARA PENYULUHAN Fraktur
    SATUAN ACARA PENYULUHAN Fraktur
    Документ6 страниц
    SATUAN ACARA PENYULUHAN Fraktur
    riskyandi
    Оценок пока нет
  • Absen Kehadiran
    Absen Kehadiran
    Документ2 страницы
    Absen Kehadiran
    riskyandi
    Оценок пока нет
  • Jadwal Kegiatan Ukm 2019 - TB Paru
    Jadwal Kegiatan Ukm 2019 - TB Paru
    Документ3 страницы
    Jadwal Kegiatan Ukm 2019 - TB Paru
    riskyandi
    Оценок пока нет
  • SAP Tifoid Treatmet
    SAP Tifoid Treatmet
    Документ17 страниц
    SAP Tifoid Treatmet
    riskyandi
    Оценок пока нет
  • LP Urolitiasis
    LP Urolitiasis
    Документ21 страница
    LP Urolitiasis
    AntoniusPijai
    Оценок пока нет
  • SATPEL HIV Kel KMB
    SATPEL HIV Kel KMB
    Документ10 страниц
    SATPEL HIV Kel KMB
    riskyandi
    Оценок пока нет
  • 9 1
    9 1
    Документ12 страниц
    9 1
    riskyandi
    Оценок пока нет
  • LP Ujian Ines Kep Anak Isk
    LP Ujian Ines Kep Anak Isk
    Документ21 страница
    LP Ujian Ines Kep Anak Isk
    riskyandi
    Оценок пока нет
  • Sap Asam Urat
    Sap Asam Urat
    Документ7 страниц
    Sap Asam Urat
    riskyandi
    Оценок пока нет
  • Sap Asam Urat
    Sap Asam Urat
    Документ7 страниц
    Sap Asam Urat
    riskyandi
    Оценок пока нет
  • Bab I
    Bab I
    Документ3 страницы
    Bab I
    riskyandi
    Оценок пока нет
  • Asam Urat
    Asam Urat
    Документ7 страниц
    Asam Urat
    riskyandi
    Оценок пока нет
  • TOTL Lapkeu Q3 2018 PDF
    TOTL Lapkeu Q3 2018 PDF
    Документ91 страница
    TOTL Lapkeu Q3 2018 PDF
    Akbar Jamaluddin Arsyad
    Оценок пока нет
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Документ40 страниц
    Bab Ii
    riskyandi
    Оценок пока нет
  • 2 BAB 2acut Coronaria Syndrom
    2 BAB 2acut Coronaria Syndrom
    Документ42 страницы
    2 BAB 2acut Coronaria Syndrom
    riskyandi
    Оценок пока нет
  • BAB II1 Manajemen Kasus
    BAB II1 Manajemen Kasus
    Документ9 страниц
    BAB II1 Manajemen Kasus
    riskyandi
    Оценок пока нет
  • BAB V Fix
    BAB V Fix
    Документ9 страниц
    BAB V Fix
    riskyandi
    Оценок пока нет
  • Leaflet Asam Urat
    Leaflet Asam Urat
    Документ5 страниц
    Leaflet Asam Urat
    Iman Saeful
    Оценок пока нет
  • 1 Bab I
    1 Bab I
    Документ15 страниц
    1 Bab I
    riskyandi
    Оценок пока нет
  • BAB V Fix
    BAB V Fix
    Документ1 страница
    BAB V Fix
    riskyandi
    Оценок пока нет
  • Analisa Swot Podok Kasih
    Analisa Swot Podok Kasih
    Документ1 страница
    Analisa Swot Podok Kasih
    riskyandi
    Оценок пока нет