Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
DALIL-DALIL:
9.a. Hadis nabi riwayat Bukhari dan Muslim dari Ubadah bin Shamit:
Rasulullah saw bersabda, Tidak sah shalatnya orang yang tidak membaca
permulaan Kitab (Fatihah).
9.b. Hadis Nabi riwayat Ahmad, Daruquthni, dan Baihaqi dari Ubadah:
Bahwa Rasulullah saw shalat Shubuh maka merasa terganggu oleh pembacaan
mamum. Setelah selesai beliau bersabda, Aku melihat kamu sama membaca di
belakang imammu?. Kata Ubadah bahwa kita semua menjawab, Ya Rasulallah,
demi Allah benar begitu !. Maka sabda Nabi, Janganlah kamu mengerjakan
demikian, kecuali bacaan Fatihah.
Catatan:
Hadis-hadis tersebut di atas merupakan dalil wajibnya membaca al-fatihah di dalam
shalat, baik di kala shalat sendirian maupun ketika menjadi makmum saat sholat
berjamaah, baik ketika imam membaca dengan bacaan keras seperti dalam sholat
maghrib, Isya dan Subuh, ataupun ketika imam membaca dengan tidak dikeraskan,
seperti dalam shalat Dzuhur dan Ashar.
Sebagian pengikut madzhab Hanafi berpendapat bahwa makmum tidak perlu
membaca al-fatihah baik ketika imam mengeraskan bacaannya ataupun ketika tidak
mengeraskannya. Mereka berdalil dengan hadis:
Dari Jabir ra, Rasulullah saw bersabda, Barang siapa yang memiliki imam (dalam
shalat), maka bacaan imam menjadi bacaannya pula.
Hadis dari Jabir diatas diriwayatkan oleh Ibn Majah (Sunan, Iqamat al-Shalat: 840),
Ahmad ibn Hanbal (Musnad: 14116). Dalam kedua jalur sanad ini keduanya melewati
Jabir ibn Yahya yang dinilai sebagai tidak kuat hadisnya oleh Abu Dawud dan dinilai
sebagai pembohong oleh Ahmad ibn Hanbal, Yahya ibn Main dan al-Jauzajani
(Mausuah al-Hadis al-Syarif). Hadis tersebut juga diriwayatkan oleh al-Baihaqiy
(Sunan al-Kubra, II: 160). Dalam jalur al-Baihaqi terdapat Jabir dan Lais ibn Abi
Sulaim yang keduanya tidak bisa dipakai sebagai hujjah. Menurut al-Baihaqi semua
periwayat yang menjadi pendukung (mutabi) Jabir dan Lais adalah dhaif semua.
Juga diriwayatkan oleh al-Daruquthni (Sunan, I: 323, 402, 403) dengan tiga jalur
sanad. Jalur pertama melewati rawi yang dhaif, jalur kedua ia komentari sebagai
hadis yang munkar, dan jalur ketiga dia katakan sebagai hadis yang dhaif. Menurut
Ibn Hajar al-Asqalani, semua jalur hadis ini adalah malul (cacat) (Fath al-Bariy, II:
242). Demikian juga menurut pendapat adz-Dzahabi (Faidh al-Qadir, VI: 208).
Dengan demikian hadis dari Jabir tersebut tidak bisa dipakai sebagai hujjah.
Sedangkan hadis yang dari Abu Musa al-Asyariy diriwayatkan oleh Muslim dalam
kitab shahihnya (al-Shalat: 612) dan berkualitas shahih (Fath al-Bariy, II: 242).
Sehingga karenanya perlu mengkompromikan dua dalil antara kewajiban membaca
al-fatihah dengan perintah mendengarkan bacaan imam. Ibn Hajar al-Asqalani
memberikan dua cara pengkompromian. Pertama, perintah mendengarkan bacaan
imam selain ketika makmum membaca al-fatihah. Hal ini juga didukung adanya
kebolehan makmum membaca al-fatihah ketika imam sedang membaca suatu bacaan
sebagaimana hadis no. 9b dan 9c di atas. Kedua, makmum mendengarkan imam
ketika bacaannya keras, dan membaca al-fatihah ketika imam diam. Untuk itu imam
perlu berdiam sejenak dari bacaan kerasnya untuk memberi kesempatan kepada
makmum agar dapat membaca al-fatihah, sehingga makmum tidak membaca sesuatu
ketika imam sedang mengeraskan bacaannya. (Fath al-Bariy, II: 242).
10.b. Hadis Nabi riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah ra:
Rasulullah saw bersabda, Apabila salah seorang di antaramu membaca a-mi-n
sedang malaikat di langitpun membaca a-mi-n pula, dan bersamaan keduanya, maka
diampunilah ia dari dosanya yang telah lalu.
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda, Jika imam membaca ghairil
maghdu-bi alaihim wa ladh dhalli-n maka bacalah a-mi-n . Sesungguhnya barang
siapa yang bacaannya bersamaan dengan bacaan malaikat, tentulah diampuni dosanya
yang telah lalu.
Hadis ini berkualitas sahih diriwayatkan al-Bukhari (Shahih, al-Adzan: 740), Muslim
(Shahih, al-Shalat: 621), al-Nasaiy (Sunan, al-Iftitah: 918, 920), Abu Dawud (Sunan,
al-Shalat: 800), Ibn Majah (Sunan, Iqamat al-Shalat: 843), Ahmad ibn Hanbal
(Musnad: 6890).
Meskipun lafal ammanal ima-m tiga kemungkinan arti, tetapi dalam prakteknya
hampir sama, yaitu: setelah imam membaca wa ladhdha-lli-n maka imam dan
makmum bersama-sama membaca a-mi-n.
Mengenai imam membaca a-mi-n sesuai dengan hadis berikut ini:
Dari Wail, ia berkata, Aku shalat bersama nabi saw, ketika beliau membaca wa ladh
dhall-in beliau lalu membaca a-mi-n sehingga kami mendengar bacaan tersebut.
Hadis ini diriwayatkan oleh Ibn Majah (Sunan, Iqamat al-Shalat: 845). Hadis ini
secara maknawi juga diriwayatkan oleh Abu Dawud (Sunan, al-Shalat: 797), Tirmidzi
(Sunan, Shalat: 231), dan al-Darimiy (Sunan, al-Shalat: 1219). Hadis ini berkualitas
hasan menurut al-Tirmidzi.
11. Hadis Nabi riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Qatadah:
Bahwa Nabi saw dalam shalat Dhuhur pada kedua rakaat permulaan (rakaat 1 dan ke
2) membaca induk Kitab (al-Fatihah) dan dua surat, serta pada dua rakaat lainnya
(rakaat ke-3 dan ke-4) membaca Fatihah saja. Dan beliau memperdengarkan kepada
kami akan bacaan ayat itu, dan pada rakaat ke-1 diperpanjang tidak seperti dalam
rakaat ke-2; Demikian juga dalam shalat Ashar dan Subuh.
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 16 2002