Вы находитесь на странице: 1из 54

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Insufisiensi adrenal adalah sekresi yang tidak adekuat dari
adrenokortikosteroid, dapat terjadi sebagai hasil dari sekresi ACTH yang tidak
cukup atau karena kerusakan dari kelenjar adrenal dapat sebagian atau seluruhnya.
Manifestasi yang terjadi dapat bermacam-macam, dapat terjadi tiba-tiba dan
mengancam jiwa atau dapat juga berkembang secara bertahap dan perlahan lahan
(Smeltzer Susan C, Brenda G. Bare. 2002).
Insufisiensi adrenal dibagi menjadi 3 tipe, tergantung dari dimana
terjadinya masalah pada kelenjar hipothalamik pituitary-adrenal dan seberapa
cepat turunnya hormon-hormon tersebut.
1. Cronic primary adrenal insufficiency (Addison disease)
Adalah suatu kondisi penyakit yang terjadi akibat gangguan penurunan fungsi
kelenjar adrenal. Addison adalah insufisiensi adrenal yang berat dengan
ekserbasi yang tiba-tiba. Hal ini dapat menimbulkan kematian bila tidak
segera ditangani.
2. Cronic secondary adrenal insufisiensi
Kegagalan pituitary menyekresi ACTH (sekresi aldosteron intak karena
dikendalikan oleh sumbu rennin-angiotensin). Adanya penyebab
hipopituitarisme primer atau sekunder.
3. Acute adrenal insufficiency (krisis adrenal)
Adalah suatu keadaan insufisiensi adrenal akut, tanpa tanda klinis yang khas.
Diagnosis krisis adrenal hanya berdasarkan kemungkinan saja dan
pengobatannya harus segera diberikan tanpa menunggu hasil laboratorium.
(Price, Sylvia Anderson, 2006)
Penyakit Addison disebabkan oleh defisiensi hormon kortikal. Kondisi ini
terjadi jika fungsi korteks adrenal tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan
pasien akan hormone kortikal. Autoimun atau atrofi idiopati dari kelenjar adrenal
bertanggung jawab terhadap 75% dari kasus ini. Penyebab lainnya termasuk
pengengkatan pembedahan kedua kelenjar adrenal atau infeksi (tuberculosis atau
histoplasmosis) kelenjar adrenal. Penyakit Addison adalah terjadi bila fungsi
korteks adrenal tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan kebutuhan
hormon hormon korteks adrenal (Smeltzer Susan C, Brenda G. Bare. 2002)
Krisis adrenal terjadi bila kebutuhan fisiologis terhadap hormon tersebut
melebihi kemampuan kelenjar adrenal untuk menghasilkan hormon tersebut, yaitu
pada penderita dengan kekurangan hormon kelenjar adrenal yang kronis yang
terkena stress atau penyakit. Etiologi dari krisis Addison ini antara lain adalah
infeksi, trauma, tindakan pembedahan, luka bakar, kehamilan, anestesi umum dan
keadaan hipermetabolik.
Harus dibedakan antara krisis addison dan penyakit Addison. Penyakit
Addison adalah suatu kondisi dimana kelenjar adrenal tidak dapat memproduksi
dengan cukup beberapa jenis hormon. Kondisi tersebut dikenal setelah DR.
Addison pada tahun 1855 mengemukakan tentang penyakit tersebut.

40
Perbedaan penyakit Addison dengan krisis Addison adalah dalam
gejalanya, pada penyakit Addison gejala berkembang secara lambat mulai dari
beberapa bulan sampai dengan tahun ditandai dengan : lemah badan, lekas lelah,
anoreksia, penurunan berat badan dan hiperpigmentasi, sedangkan krisis adrenal
terjadi secara akut yaitu muntah muntah dan nyeri abdominal dan syok
hipovolemik.
Penyakit Addison jarang dijumpai dan memiliki prevalensi 4 dari 100.000
orang; dua pertiga pasien adalah perempuan. Diagnose ditegakkan antara usia 20
dan 50 tahun. Dahulu, tuberkolosis adalah penyabab utama penyakit Addison.
Saat ini, dengan kemoterapi yang lebih baik, hanya sedikit pasien tuberkolosis
yang mempunyai insufisiensi adrenal. Kerusakan korteks adrenal merupakan
akibat dari proses autoimun pada lebih dari 50% pasien penyakit Addison.
Autoantibodi adrenal ditemukan dalam titer tinggi pada sebagian pasien dengann
penyakit Addison. Antibody ini bereaksi dengan antigen dikorteks adrenal,
termasuk enzim 21 hidroksilase dan menyebabkan reaksi peradangan yang
akhirnya menghancurkan kelenjar adrenal. Biassanya lebih dari 80% dari kedua
kelenjar harus rusak sebelum timbul gejala dan tanda insufisiensi. Penyakit
Addison dapat timbul bersama dengan penyakit endokrin lain yang memiliki dasar
autoimuitas. Diantaranya adalah tiroiditis hashimoto, beberapa kasus diabetes
mellitus type 1, dan hipoparatiroidisme. Juga tampaknya terdapat predisposisi
familial untuk penyakit endrokin autoimun, yang mungkin berkaitan dengan
kelainan reaktifitas system imun pasien. Penyebab penyakit Addison yang lebih
jarang adalah pendarahan yang disebabkan oleh pemakaian antikoogulan jangka
panjang terutama heparin, penyakit granulomatosa non perkijuan, infeksi
sitomegalovirus (CMV) pada pasien dengan sindrom imonodefisiensi didapat
(AIDS), dan neuplasma metastatic yang mengenai kedua kelenjar adrenal. Pernah
dilaporkan kasus-kasus jarang yaitu, insufisiensi korteks adrenal primer terjadi
akibat mutasi di gen-gen yang mengode protein yang mengendalikan
perkembangan adrenal atau steroidogenesis.( Price, Sylvia. 2006)
Selama krisis addisonian, tekanan darah rendah, glukosa darah rendah, dan
tingkat kalium tinggi dapat mengancam kehidupan. Terapi standar melibatkan
suntikan intravena hidrokortison, saline (air garam), dan dekstrosa (gula).
Perawatan ini biasanya membawa perbaikan yang cepat. Ketika pasien dapat
minum cairan dan obat melalui mulut, jumlah hidrokortison menurun sampai
dosis pemeliharaan tercapai. Jika aldosteron kekurangan, terapi pemeliharaan juga
mencakup dosis oral fludrocortisone acetate.
Dengan pengobatan yang tepat, terutama terapi penggantian hormon, pasien
dapat berharap untuk hidup relatif normal. Orang-orang dengan insufisiensi
adrenal harus selalu membawa identifikasi yang menyatakan kondisi mereka
dalam keadaan darurat. Kartu identifikasi tersebut harus selalu dibawa untuk
mengingatkan petugas darurat tentang perlunya menyuntikkan 100 mg kortisol
jika pembawa yang ditemukan terluka parah atau tidak mampu menjawab
pertanyaan. Kartu ini juga harus menyertakan nama dokter dan nomor telepon dan
nama dan nomor telepon dari kerabat terdekat untuk diberitahu.
Pengobatan penyakit Addison dilakukan dengan melakukan transplantasi,
mengganti hormon yang kelenjar adrenal tidak mengalami disufisiensi. Kortisol

41
diganti secara oral dengan tablet hydrocortisone, glukokortikoid sintetik, sekali
atau dua kali sehari. Jika mengalami kekurangan aldosteron, diganti dengan dosis
oral dari fludrocortisone acetate mineralokortikoid disebut (Florinef), yang
diminum sekali sehari. Pasien yang menerima terapi penggantian aldosteron
biasanya disarankan untuk meningkatkan asupan garam. Karena pasien dengan
insufisiensi adrenal sekunder biasanya mempertahankan produksi aldosteron,
maka pasien tidak memerlukan terapi penggantian aldosteron.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaiamana fisiologi kelenjar adrenal
2. Bagaimana proses terjadinya Addison disease
3. Bagaimnana proses terjadinya Krisis Addison
4. Bagaimana Asuhan keperawatan pada pasien addison disease dan
Krisis adrenal

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Supaya mahasiswa atau para pembaca mampu mengerti dan memahami
tentang penyakit addison serta menerapkan dari penatalaksanaan pada saat di
Rumah Sakit.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasisa mampu menjelaskan anatomi fisiologi kelenjar adrenal
2. Mahasiswa menjelaskan addison disease dan krisis adrenal
3. Mahasiswa mampu menguasai asuhan keperawatan pada penderita yg
terkena addison.

42
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi Kelenjar Adrenal


2.1.1 Anatomi adrenal
Secara anatomis kelenjar adrenal berbentuk triangular kecil, terletak di ekstra
peritoneal pada ujung atas kedua ginjal dan mempunyai berat masing-masing 4-14 gram.
Kelenjar adrenalsebelah kanan berbentuk piramidal atau triangular, bagian posterior
berbatasan dengan diafragma, bagian superior dengan tepi posterior inferior lobus kanan
hepar, bagian medial dengan tepikanan
vena kava inferior. Alas piramida terletak
pada permukaan anteromedial ujung atas
ginjalkanan. Kelenjar adrenal kiri
berbentuk semilunar sedikit lebih besar
daripada kelenjar yangkanan. Bagian
medial berbatasan dengan lateral aorta
abdominal, bagian posterior
berbatasandengan diafragma dan nervus
splanknikus. (Sloane, 2003).

Kelenjar adrenal (kelenjar


suprarenal) adalah dua massa Gb. 2.1 Anatomi Adrenal
triangular pipih berwarna kuning yang www.uvahealth.com
tertanam pada jaringan adiposa. Organ
ini berada di kutub atas ginjal. Masing-masing kelenjar adrenal terdiri dari korteks
bagian luar dan medula di bagian dalam.
a. Korteks mensekresi hormon steroid. Korteks terbagi menjadi tiga lapisan,
dari luar ke dalam : zona glomerulosa, zona fasikulata, dan zona
retikularis.
b. Medula, yang secara embriologik berasal dari jenis neuroektodermis sama
(sel-sel krista saraf) yang menjadi asal neuron simpatis. Sel medula
sebenarnya adalahneuron postganglionik simpatis yang bermodifikasi

(Sloane, 2003).

43
Gb. 2.2 Anatomi Melintang Adrenal
www.wikivet.net
2.1.2 Fungsi kelenjar adrenal
Hormon kelenjar adrenal terdiri dari :

1. Hormon medular disekresi oleh sel-sel kromafin medula adrenal untuk


merespon stimulus preganglionik simpatis. Hormon ini meliputi katekolamin,
epinefrin (80%), dan norepinefrin (20%). Epinefrin dan norepinefrin memiliki
perbedaan efek fisiologis yang berkaitan dengan kedua jenis reseptornya, alfa
dan beta, yang terletak pada membran sel target. Secara keseluruhan, fungsi
hormon ini adalah untuk mempersiapkan tubuh terhadap aktivitas listrik yang
merepon stress, kegembiraan, cedera, latihan, dan penurunan kadar gula
darah. (Sloane, 2003)
a. Efek epinefrin :
- Frekuensi jantung ,metabolisme, dan konsumsi oksigen meningkat.
- Kadar gula darah meningkat melalui stimulasi glikogenolisis pada hati
dan simpanan glikogen otot.
- Pembuluh darah pada kulit dan organ-organ viseral berkonstriksi
sementara pembuluh di otot rangka dan otot jantung berdilatasi.
b. Efek norepinefrin adalah untuk meningkatkan tekanan darah dan untuk
menstimulasi otot jantung.
2. Hormon kortikal adrenal, berlawanan dengan hormon medular, sangat penting
untuk kehidupan.
a. Meniralokortikoid, disintesis dalam zona glomerulosa.
- Aldosteron, mineralokortikoid terpenting, mengatur keseimbangan air
dan elektrolit melalui pengendalian kadar natrium dan kalium dalam
darah.
- Kendali sekresi. Sekresi aldosteron diatur oleh kadar natrium darah,
tetapi terutama oleh mekanisme renin-angiotensin.

44
b. Glukokortikoid disintesis dalam zona fasikulata. Hormon ini meliputi
kortikosteron, kortisol, dan kortison. Hormon yang terpenting adalah
kortisol.
1. Efek fisiologis
- Glukokortikoid mempengaruhi metabolisme glukosa, protein dan
lemak untuk membentuk cadangan molekul yang siap dimetabolisme.
- Hormon ini meningkatkan sintesis glukosa dari sumber non-
karbohidrat (glukoneogenesis), simpanan glikogen di hati
(glikogenesis), dan peningkatan kadar glukosa darah.
- Hormon ini juga meningkatkan penguraian lemak dan protein serta
menghambat ambilan asam amino dan sintesis protein.
- Hormon ini juga menstabilisasi membran lisosom untuk mencegah
kerusakan jaringan lebih lanjut.
2. Kendali sekresi glukokortikoid adalah melalui kerja ACTH dalam
mekanisme umpan-balik negatif. Stimulus utama dari ACTH adalah
semua jenis stress fisik dan emosional.
- Stress misalnya trauma, infeksi, atau kerusakan jaringan, akan
memmicu impuls saraf ke hipotalamus.
- Hipotalamus kemudian mensekresi hormon pelepas kortikotropin
(CRH), yang melewati sistem portal hipotalamus-hipofisis, menuju
kelenjar pituitari anterior, yang melepas ACTH.
- ACTH bersirkulasi dalam darah menuju kelenjar adrenal dan
mengeluarkan sekresi glukokortikoid.
- Glukokortikoid mengakibatkan peningkatan persediaan asam amino,
lemak, dan glukosa dalam darah untuk membantu memperbaiki
kerusakan yang disebabkan stress dan menstabilkan membran lisosom
untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
c. Gonadokortikoid (steroid kelamin), pada zona retikularis dalam jumlah
yang relatif sedikit. Steroid ini berfungsi terutama sebagai prekursor
untuk pengubahan testosteron dan estrogen oleh jaringan lain
(Sloane, 2003).

Tabel 2.1 Hormon Kelenjar Adrenal

Kelenjar Hormon Aksi

Korteks Mineralcortikoid Reabsorbsi sodium


Eliminasi potassium
Glukokortikoid Respon terrhadap stres
Mengurangi inflamasi
Pengubahan metabolism protein dan lemak
Medulla Epinefrin Menstimulasi system simpatis
Norepinefrin Peningkatan resistensi perifer
Morton and Fontaine. 2009, Critical Care Nursing : A Holistic Approach. 9th
Edition. Lippincott Williams & Wilkins : States.

45
Tabel 2.2 Aksi Glukokortikoid
Pengaruh Utama Efek Pada Tubuh
Metabolisme Stimulasi glukoneogenesis
Glukosa penggunaan glukosa ke jaringan

Metabolisme Protein penguraian protein


Protein plasma
Metabolisme Lemak peemindahan asam lemak
penggunaan asam lemak
Anti-Inflamasi
Menstabilkan lisosom dalam sel radang, pencegahan
pelepasan mediator inflamasi
permeabilitas capiler untuk mencegah pembengkakakn
pada radang
fagositosis dari sel darah putih untuk mengurangi
mediator inflamasi
Menekan respon imun
Karena atrofi jaringan timfoid
eosinofil
formasi antibodi
perkembangan mediasi sel imun
panas
Menghambat aktivitas fibroblas
Efek Psikologi
Ketidakstabilan emosi bisa saja terjadi
Efek Lain
Memudahkan respon jaringan humoral dan pengaruh
syaraf, seperti cetokolamin, selama trauma dan stres
berat.
Morton and Fontaine. 2009, Critical Care Nursing : A Holistic Approach. 9th
Edition. Lippincott Williams & Wilkins : States

2.1.3 Mekanisme hormon adrenal


a. Korteks
1.Glukokortikoid
Glukokortikoid mempunyai efek katabolik dan antianabolik pada
protein, menyebabkan penurunan kemampuan sel-sel pembentuk protein
untuk menyintesis protein. Sebagai akibatnya terjadi kehilangan protein
pada jaringan seperti kulit, otot, pembuluh darah dan tulang. Secara kllinis
kulit mengalami atrofi dan mudah rusak, luka-luka sembuh dengan lambat.

46
Ruptur serabut-serabut elastic pada kulit menyebabkan tanda regang
berwarna ungu (Murray Robbert K,dkk.2003)
Otot-otot juga mengalami atrofi dan menjadi lemah. Penipisan
dinding pembuluh darah dan melemahnya jaringan penyokong
perivaskuler menyebabkan mudah timbul luka memar. Keadaan ini dapat
cukup parah sehingga menimbulkan petekie atau ekimosis yang luas pada
lengan atas bila pasien diukur tekanan darahnya. Tulang juga terpengaruh.
Matriks protein tulang menjadi hilang dan menyebabkan keadaan
osteoporosis. Keadaan ini mungkin merupakan komplikasi serius dari
kelebihan glukokortikoid karena menyebabkan tulang menjadi rapuh dan
terjadinya fraktur patologis. Osteoporosis paling sering terjadi pada tulang
belakang dan menyebabkan kolaps vertebra dan disertai nyeri punggung
dan pengurangan tinggi badan. (Murray Robbert K,dkk.2003)
Metabolisme karbohidrat juga dipengaruhi oleh kenaikan kadar
glukokortikoid yang tinggi. Glukokortikoid merangsang glukoneogenesis
dan mengganggu kerja insulin pada selsel perifer. Sebagai akibatnya,
penderita dapat mengalami hiperglikemia. Pada seorang dengan kapasitas
produksi insukin yang normal, efek glukokortikoid akan dilawan dengan
meningkatkan sekresi insulin, sehingga menormalkan t oleransi glukosa.
Sebaliknya, penderita dengan kemampuan sekresi insulin yang menurun
tidak mampu menompensasi keadaan tersebut , dan toleransi glukosa,
hiperglikemia puasa, dan manifestasi klinis diabetes mellitus. (Murray
Robbert K,dkk.2003)
Kadar glukokortikoid yang berlebihan juga memengaruhi distribusi
jaringan adipose yang terkumpul di daerah sentral tubuh dan menyebabkan
obesitas, wajah bulan (moon face), memadatnya fosa supraklavikularis,
dan tonjolan servikodorsal (punuk kerbau) obesitas trunkus dengan
ekstremitas ata s dan bawah yang kurus akibat atrofi otot memberi
penampilan klasik berupa penampilan cushingoid. (Murray Robbert
K,dkk.2003)Glukokortikoid mempunyai efek minimal pada kadar
elektrolit serum. Akan tetapi, kalau diberikan atau dihasilkan dalam kadar
yang terlalu besar , dapat menyebabkan retensi natrium dan pembuangan
kalium, mengakibatkan edema, hipokalemia, dan alkalosis metabolik.
(Murray Robbert K,dkk.2003)
Glukokortikoid dapat menghambat respons kekebalan. Ada 2 tipe
utama respons kekebalan yang pertama menyebabkan pembentukan
antibody humoral oleh sel-sel plasma dan limfosit B akibat rangsangan
antigen; yang lainnya bergantung pada reaksi-reaksi yang diperantarai oleh
limfosit T yang tersensitisasi. Glukokortikoid mengganggu pembentukan
antibody humoral dan memghambat proliferasi pusat-pusat germinal limpa
dan jaringan limfoid pada respon primer terhadap antigen.gangguan
respon imunologik dapat terjadi pada setiap tingkatan berikut ini : (1).
Pemrosesan awal antigen oleh sel-sel system monosit makrofag, (2)
induksi dan proliferasi limfosit immunokompeten serta pelepasan sitokin,
(3) produksi antibody, dan (4) reaksi peradangan. Glukokortikoid juga
menekan reaksi hipersensitivitas lambat. Misalnya, glukokortikoid dapat

47
mengubah tes kulit tuberculosis dari positif menjadi negative . Selain itu,
hambatan terhadap kekebalan seluler yang diperantarai glukokortikoid
mungkin penting dalam menekan penolakan cangkokan (Murray
Robbert K,dkk.2003)
Aktivitas sekresi lambung ditingkatkan oleh glukokortikoid.
Sekresi asam hidroklorida dan pepsin dapat meningkat pada individu
tertentu yang mendapat glukokortikoid. Juga diduga bahwa factor-faktor
protektif mukosa diubah oleh steroid dan faktor0faktor ini dapat
mempermudah pembentukan ulkus (Murray Robbert K,dkk.2003)
Perubahan psikologik juga sering dijumpai pada pasien dengan
kelebihan glukokortikoid, yang ditandai oleh ketidakstabilan emosi,
euphoria, insomniua dan episode depresi singkat. Manifestasi
neuropsikiatri dari kelebihan glukokortikoid terlihat pada pasienpasien
dengan sindrom Cushing spontan dan pada mereka yang mendapat
glukokortikoid dosis farmakologik. Perubahan-perubahan ini akan kembali
normal bila kadar kortisol kembali normal (Murray Robbert
K,dkk.2003)
Glukokortokoid menyebabkan involusi jsringsn limfosi,
merangsang pelepasan neutrofil dan peningkatan eritropoeisis. Efek
farmakologik glukokortikoid yang paling Penting dan bermanfaat secara
kllinis adalah kemampuannya menekan reaksi peradangan. Banyak
penelitian in vivo dan in vitro memperlihatkan bahwa glukokortikoid
dapat menghambat hyperemia, ekstravasasi sel, migrasi sel, dan
permeabilitas kapiler. Glukokortikoid juga menghambat pele[asan kinin
yang bersifat vasoaktif dan menekan fagositosis. Glukokortikoid
menghambat sintesis histamine dan menekan reaksi anafilaktik akut yang
didasarkan pada hipersensitivitas disebabkan oleh antibody. Sifat
antiinflamasi glukokortikoid telah menempat kan glukokortikoid dalam
barisan terdepan agen terapeutik yang tersedia untuk pengobatan berbagai
gangguan, seperti penyakit vaskuler kolagen, yaitu penyakit yang sangat
memerlukan penekan peradangan (Murray Robbert K,dkk.2003)
Akan tetapi, terdapat suatu keadaan klinis ketika penekanan
kekebalan dan efek antiinflamasi glukokortikoid merugikan merugikan
penderita. Pada infeksi akut, tubuh mungkin tidak mampu melindungi diri
sebagaimana layaknya seperti bila menerima dosis farmakologik
glukokortikoid (Murray Robbert K,dkk.2003)

2. Mineralkortikoid
Mineralokortikoid mempunyai dua kerja penting:
regulator utama cairan ekstraseluler dan metabolisme
kalium. Efek ini diperantarai ikatan aldosteron dengan
reseptor glukokortikoid (mineralokortikoid) tipe I di jaringan
target. Volume cairan diatur melalui efek langsung pada
collecting tubule, dimana aldosteron menyebabkan penurunan
ekskresi natrium dan peningkatan ekskrtesi kalium.

48
Reabsorbsi ion natrium menyebabkan penurunan potensial
transmembran, peningkatan aliran ion positif, seperti
kalium, keluar dari sel kedalam lumen. Ion natrium yang
direabsorbsi diangkut keluar epitel tubulus dikirim kedalam
cairan interstisial ginjal dan dari sana kedalam sirkulasi
kapiler ginjal. Air secara pasif mengikuti pemgangkutan
natrium. (Murray Robbert K,dkk.2003)

- Efek ginjal dan sirkulasi dari aldosteron


Efek pada reabsorbsi natrium dan sekresi kalium dalam tubulus
ginjal.Aldosteron akan menyebabkan pengangkutan pertukaran natrium
dan kalium, yakni absorbsi natrium bersama-sama dengan ekskresi kalium
oleh sel-sel epitel tubulus terutama dalam tubulus distal dan duktus
koligentes. Oleh karena itu, aldosteron menyebabkan natrium disimpan
dalam cairan ekstraseluler sedangkan kalium diekskresikan kedalam urin.
Bila konsentrasi aldosteron dalam plasma tinggi maka keadaan ini akan
mengurangi jumlah natrium yang hilang kedalam urin sebegitu kecilnya
sehingga hanya beberapa miliekuivalen tiap hari. Pada saat yang sama,
kalium yang hilang dalam urin meningkat berlipat ganda.Oleh karena itu,
hasil akhir efek aldosteron dalam plasma adalah untuk meningkatkan
jumlah total natrium dalam cairan ekstraseluler sementara menurunkan
jumlah kalium ekstraseluler. (Murray Robbert K,dkk.2003)
Selain itu, aldosteron juga berpengaruh pada volume cairan
ekstraseluler dan tekanan arteri. Peningkatan volume cairan ekstraseluler
yang berlangsung selama 1 sampai 2 hari dapat mengarah kepada
peningkatan tekanan arteri. Peningkatan arteri kemudian akan
menyebabkan peningkatan eksresi air dan garan yang sangat besar melalui
ginjal, yang merupakan suatu fenomena yang disbut sebagai dieresis
tekanan. (Murray Robbert K,dkk.2003)
Kelebihan aldostteron dapat menyebabkan hipokalemia dan
kelemahan otot. Terlalu sedikit aldosteron menyebabkan hiperkalemia dan
keracunan jantung. Selain itu juga, aldosteron juga mempunyai efek
terhadap peningkatan sekresi ion hydrogen tubulus dengan akibat alkalosis
ringan. (Murray Robbert K,dkk.2003)
- Efek aldosteron pada kelenjar keringat, kelenjar liur, dan absorbsi intestinal
Pengaruh aldosteron terhadapo kelenjar keringat dan kelenjar liur
hampir mirip dengan pengaruhnya terhadap tubulus ginjal. Kedua kelenjar
ini mengeluarkan sekresi yang terutama mengandung banyak sekali
natrium klorida, tetapi sewaktu melewati duktus ekskretorius sebagian
besar natrium klorida direabsorbsi sedangkan ion kalium dan ion
bikarbonat akan disekresikan. Aldosteron sangat meningkatkan reabsorbsi
natrium klorida dan sekresi kalium oleh duktus tersebut. Efek aldosteron
terhadap kelenjar keringat penting untuk menyimpangaram tubuh dalam
lingkungan yang panas dan efeknya terhadap kelenjar liur adalah
menyimpan garam sewaktu liur hilang secara berlebihan. (Murray Robbert
K,dkk.2003)

49
Aldosteron juga sangat meningkatkan absorbs natrium oleh usus,
terutama didalam kolon yang mencegah hilangnya natrium didalam tinja.
Sebaliknya, bila tidak ada aldosteron, absorbsi natrium akan menjadi
sangat buruk yang menuju pada kegagalan absorbsi klorida dan anion lain
juga air. Natrium klorida dan air yang tidak diabsorbsi kemudian
menyebabkan diare dengan kehilangan garam lebih lanjut
darah tubuh. (Murray Robbert K,dkk.2003)

3. Androgen
Beberapa hormone kelamin pria yang cukup aktif yang disebut
androgen adrenal (yang paling penting adalah dehidroepiandrosteron)
secara terus-menerus disekresikan oleh korteks adrenal
terutama selama kehidupan fetus. Selain itu, progesterone
dan estrogen yang merupakan hormone kelamin wanita
disekresikan dalam jumlah sangat sedikit. (Murray Robbert
K,dkk.2003)
Biasanya pada manusia normal, androgen adrenal
mempunyai efek yang lemah. Mungkin sebagian
perkembangan awal dari organ kelamin pria dihasilkan dari
sekresi androgen adrenal semasa kanak-kanak. Androgen
adrenal juga mencetuskan efek yang ringan pada wanita,
bukan hanya pada masa sebelum masa pubertas tetapi
juga selama hidup. Sebagian besar pertumbuhan rambut
aksila pada wanita disebabkan oleh kerja dari hormone-
hormon ini. Beberapa adrenal androgen juga akan diubah
menjadi testosterone yang merupakan hormone kelamin
utama pada pria, didalam jaringan ekstra-adrenal, yang
mungkin mempunyai aktivitas androgenik yang besar.
(Murray Robbert K,dkk.2003)

b. Medula
Medula adrenal berfungsi sebagai bagian dari system saraf otonom.
Stimulasi serabut saraf simpatik pra ganglion yang berjalan langsung ke
dalam sel-sel pada medulla adrenal aka menyebabkan pelepasan hormon
katekolamin yaitu epinephrine dan norepinephrine. Katekolamin mengatur
lintasan metabolic untuk meningkatkan katabolisme bahan bakar yang
tersimpan sehingga kebutuhan kalori dari sumber-sumber endogen
terpenuhi.(Sudoyo, 2006)
Efek utama pelepasan epinephrine terlihat ketika seseorang dalam
persiapan untuk memenuhi suatu tantangan (respon Fight or Fligh).
Katekolamin juga menyebabkan pelepasan asam-asam lemak bebas,
meningkatkan kecepatan metabolic basal (BMR) dan menaikkan kadar
glukosa darah. (Murray Robbert K,dkk.2003)

2.1.4 Disfungsi Adrenal

50
Disfungsi kelenjar adrenal merupakan gangguan metabolic yang
menunjukkan kelebihan / defisiensi kelenjar adrenal (Price, 2006).
Hipofungsi adrenal adalah sekresi yang inadekwat dari
adrenokortikosteroid, dapat terjadi sebagai hasil dari sekresi ACTH yang
tidak cukup atau karena kerusakan dari kelenjar adrenal dapat sebagian
atau seluruhnya. Manifestasi yang terjadi dapat bermacam macam , dapat
terjadi tiba tiba dan mengancam jiwa atau dapat juga berkembang secara
bertahap dan perlahan lahan (Speiser PW, 2003).

Klasifikasi Disfungsi Kelenjar Adrenal (Hariyadie, 2012)


a. Hiperfungsi kelenjar adrenal
1) Sindrom Cushing
Sindrom Cushing disebabkan oleh sekresi berlebihan steroid
adrenokortikal, terutama kortisol. Gejala klinis bisa juga ditemukan
oleh pemberian dosis farmakologis kortikosteroid sintetik
2) Sindrom Adrenogenital
Penyakit yang disebabkan oleh kegagalan sebagian atau
menyeluruh, satu atau beberapa enzim yang dibutuhkan untuk
sintesis steroid
3) Hiperaldosteronisme
a) Hiperaldosteronisme primer (Sindrom Cohn)
Kelaianan yang disebabkan karena hipersekresi aldesteron
autoimun
b) Aldosteronisme sekunder
Kelainan yang disebabkan karena hipersekresi rennin primer,
ini disebabkan oleh hiperplasia sel juksta glomerulus di ginjal.
b. Hipofungsi Kelenjar Adrenal
Insufisiensi Adrenogenital :
1) Insufisiensi Adrenokortikal Akut (krisis adrenal)
Kelainan yang terjadi karena defisiensi kortisol absolut atau relatif
yang terjadi mendadak sehubungan sakit / stress.
2) Insufisiensi Adrenokortikal Kronik Primer (penyakit Addison)
Kelainan yang disebabkan karena kegagaln kerja kortikosteroid
tetapi relatif lebih penting adalah defisiensi gluko dan
mineralokortikoid.
3) Insufisiensi Adreno Kortikal Sekunder
Kelainan ini merupakan bagian dari sinsrom kegagalan hipofisis
anterior respon terhadap ACTH terhambat atau menahun oleh
karena atrofi adrenal.

51

Gb. 2.3 Disfungsi Korteks Adrenal


www. khaidirmuhaj.blogspot.com
2.2 Addison Disease

2.2.1 Definisi

Penyakit Addison adalah ketidakadekuatan sekresi kortikosteroid dari


cortex adrenal, yang diakibatkan kerusakan cortex adrenal (Digiulio, 2007).
Addison disease adalah ketidakmampuan adrenal karena atrofi dan kerusakan
kelenjar itu sendiri karena proses autoimun atau penyakit lainnya (Henberg,
2009).

2.2.2 Etiologi

Addisons disease dapat muncul karena sejumlah penyebab: suatu


kerusakan autoimun dari korteks adrenal, sebagai respon terhadap tuberkulosis
(TB), amiloidosis, homoechomatosis, berikut insufisiensi adrenal (Ahmed et al,
2007).
Menurut Cihakova (2001), Addisons disease terjadi ketika lapisan luar
kelenjar adrenal (korteks adrenal) rusak, dan mengurangi kadar hormon yang
dihasilkannya:
1. Masalah dengan sistem kekebalan tubuh
Di Inggris, masalah dengan sistem kekebalan tubuh adalah penyebab
paling umum dari addisons disease, sebanyak 70-90 % kasus.
Addisons disease dapat berkembang jika sistem kekebalan tubuh
menyerang kelenjar adrenal dan merusak korteks adrenal. Ketika 90 %
dari korteks adrenal rusak, kelenjar adrenal tidak akan mampu
menghasilkan cukup hormon steroid kortisol dan aldosteron. Setelah
kadarnya mulai menurun maka seseorang dapat mengalami gejala
addisons disease.
2. Genetika
Penelitian telah menunjukkan beberapa orang dengan gen tertentu lebih
mungkin untuk mengalami gangguan autoimun. Tidak jelas bagaimana
gen ini menyebabkan addisons disease. Tetapi tidak berarti resiko terkena
addisons disease meningkat jika Anda atau anggota keluarga dekat
memiliki kondisi autoimun lain, seperti : vitiligo - kondisi kronis yang
menyebabkan bercak putih untuk pada kulit, diabetes tipe 1,
hipotiroidisme.

52
3. Penyebab lain
Tuberkulosis (TB) adalah penyebab paling umum addisons disease di
seluruh dunia. TB adalah infeksi bakteri yang kebanyakan mempengaruhi
paru-paru tetapi juga dapat menyebar ke bagian lain dari tubuh Anda. Hal
ini dapat menyebabkan addisons disease jika bakteri menyerang kelenjar
adrenal. Hasil penyakit tuberkulosis Addison dari penyebaran hematogen
dari infeksi dari tempat lain di tubuh dan penyakit extraadrenal biasanya
terlihat. Adrenal awalnya diperbesar dengan granuloma epiteloid luas dan
kaseasi, dan kedua korteks dan medula terpengaruh. Fibrosis terjadi
kemudian dan adrenal menjadi normal atau lebih kecil dalam ukuran
dengan kalsifikasi jelas dalam 50 % kasus (Cihakova, 2001).
Adrenal sering terlibat pada pasien dengan acquired immunodeficiency
syndrome ; adrenalitis dapat terjadi setelah infeksi cytomegalovirus atau
mycobacterium atipikal , dan sarkoma Kaposi dapat mengakibatkan
penggantian adrenal. Onset sering berbahaya, tetapi jika diuji, lebih dari
10 % pasien dengan AIDS akan menunjukkan respon kortisol subnormal
mengikuti tes Synacthen singkat. Insufisiensi adrenal dapat diendapkan
melalui administrasi seiring antiinfeksi yang tepat seperti ketoconazole
(menghambat sintesis kortisol) atau rifampisin (meningkatkan
metabolisme kortisol ). Jarang pasien dengan AIDS dan fitur insufisiensi
adrenal ditemukan mengalami peningkatan beredar ACTH dan kortisol
konsentrasi yang gagal untuk menekan secara normal setelah pemberian
deksametason dosis rendah. Hal ini diduga mencerminkan " diakuisisi "
bentuk resistensi glukokortikoid karena berkurangnya afinitas GR, tetapi
penyebab yang mendasari masih belum diketahui (www.
WilliamsTextbookofEndocrinology.com).
4. Kemungkinan penyebab lain dari addisons disease meliputi :
a. Infeksi - seperti yang terkait dengan AIDS, atau infeksi jamur
b. perdarahan - perdarahan sangat berat kelenjar adrenal, sepsis berat
c. Kanker - jika sel-sel kanker dari tempat lain di tubuh Anda menyebar
ke kelenjar adrenal
d. amiloidosis - suatu penyakit dimana amiloid, protein yang dihasilkan
oleh sel-sel sumsum tulang menumpuk di kelenjar adrenal dan
merusaknya
e. operasi pengangkatan kelenjar adrenal (adrenalektomi), misalnya
untuk menghilangkan tumor
f. cacat genetik dengan kelenjar adrenal, yang berarti kelenjar tidak
berkembang dengan baik atau tidak dapat menghasilkan hormon

Tabel 2.3 Etiologi Insufisiensi Adrenokortikal

PRIMARY: ADDISON'S DISEASE

Autoimmune
Sporadic
Autoimmune polyendocrine syndrome type I (Addison's disease, chronic

53
mucocutaneous candidiasis, hypoparathyroidism, dental enamel hypoplasia,
alopecia, primary gonadal failure)
Autoimmune polyendocrine syndrome type II (Schmidt's syndrome)
(Addison's disease, primary hypothyroidism, primary hypogonadism,
insulin-dependent diabetes, pernicious anemia, vitiligo)
Infections
Tuberculosis
Fungal infections
Cytomegalovirus
HIV
Metastatic tumor
Infiltrations
Amyloid
Hemochromatosis
Intra-adrenal hemorrhage (Waterhouse-Friderichsen syndrome) after
meningococcal septicemia
Adrenoleukodystrophies
Congenital adrenal hypoplasia
DAX-1 mutations
SF-1 mutations
ACTH resistance syndromes
Mutations in MC2-R
Triple A syndrome
Bilateral adrenalectomy
SECONDARY

Exogenous glucocorticoid therapy


Hypopituitarism
Selective removal of ACTH-secreting pituitary adenoma
Pituitary tumors and pituitary surgery, craniopharyngiomas
Pituitary apoplexy
Granulomatous disease (tuberculosis, sarcoid, eosinophilic granuloma)
Secondary tumor deposits (breast, bronchus)
Postpartum pituitary infarction (Sheehan's syndrome)
Pituitary irradiation (effect usually delayed for several years)
Isolated ACTH deficiency
Idiopathic
Lymphocytic hypophysitis
TRIT gene mutations
POMC processing defect
POMC gene mutations
ACTH, Adrenocorticotropic hormone; HIV, human immunodeficiency virus;

54
POMC, pro-opiomelanocortin.

www. WilliamsTextbookofEndocrinology.com

2.2.3 Klasifikasi

Klasifikasi/tipe Addisons disease diantaranya Mayo Clinic (2012) :


1. Insufisiensi adrenal primer
Kegagalan kelenjar adrenal untuk memproduksi hormon adrenocortical
adalah paling umum akibat dari tubuh menyerang dirinya sendiri
(penyakit autoimun). Untuk alasan yang tidak diketahui, sistem
kekebalan tubuh memandang korteks adrenal sebagai asing. Penyebab
lain kegagalan kelenjar adrenal mungkin termasuk : Tuberkulosis,
infeksi lain dari kelenjar adrenal, penyebaran kanker ke kelenjar
adrenal, perdarahan ke kelenjar adrenal.
2. Insufisiensi adrenal sekunder
Insufisiensi adrenal juga dapat terjadi jika kelenjar pituitari Anda
terkena penyakit. Kelenjar pituitari produksi hormon yang disebut
hormon adrenokortikotropik (ACTH), yang merangsang korteks
adrenal untuk memproduksi hormon-hormon tersebut. Produksi yang
tidak memadai dari ACTH dapat menyebabkan kurangnya produksi
hormon biasanya diproduksi oleh kelenjar adrenal, meskipun kelenjar
adrenal tidak rusak. Penyebab lain yang lebih umum dari insufisiensi
adrenal sekunder terjadi ketika orang-orang yang mengkonsumsi
kortikosteroid untuk pengobatan kondisi kronis, seperti asma atau
radang sendi, namun tiba-tiba berhenti mengkonsumsi kortikosteroid.
3. Addisonian crisis
Jika Addisons disease tidak diobati, krisis addisonian dapat terjadi
karena stres fisik, seperti cedera, infeksi atau penyakit.

2.2.4 Patofisiologi

Hipofungsi adrenokortikal menghasilkan penurunan level


mineralokortikoid (aldosteron), glukokortikoid (cortisol), dan androgen.
Penurunan aldosteron menyebabkan kebanyakan cairan dan ketidakseimbangan
elektrolit. Secara normal, aldosteron mendorong penyerapan Sodium (Na+) dan
mengeluarkan potassium (K+) (Hanberg, 2009).
Penurunan aldosteron menyebabkan peningkatan ekskresi sodium,
sehingga hasil dari rantai dari peristiwa tersebut antara lain: ekskresi air
meningkat, volume ekstraseluler menjadi habis (dehidrasi), hipotensi, penurunan
kardiak output, dan jantung menjadi mengecil sebagai hasil berkurangnya beban
kerja. Akhirnya, hipotensi menjadi memberat dan aktivitas kardiovaskular
melemah, mengawali kolaps sirkulasi, shock, dan kematian. (Hanberg, 2009)

55
Meskipun tubuh mengeluarkan sodium berlebih, ini mempertahankan
kelebihan potassium. Level potassium lebih dari 7 mEq/L hasil pada aritmia,
memungkinkan terjadinya kardiak arrest (Hanberg, 2009).
Penurunan glukokortikoid menyebabkan meluasnya gangguan metabolic.
Ingat bahwa glukokortikoid memicu glukoneogenesis dan memiliki efek anti-
insulin. Sehingga, ketika glukokortikoid menurun, glukoneogenesis menurun,
sehingga hasilnya hipoglikemia dan penurunan glikogen hati. Klien menjadi
lemah, lelah, anorexia, penurunan BB, mual, dan muntah. Gangguan emosional
dapat terjadi, mulai dari gejala neurosis ringan hingga depresi berat. Di samping
itu, penurunan glukokortikoid mengurangi resistensi terhadap stress. Pembedahan,
kehamilan, luka, infeksi, atau kehilangan garam karena diaphoresis berlebih dapat
menyebabkan krisi Addison (insufisiensi adrenal akut). Akhirnya, penurunan
kortisol menghasilkan kegagalan untuk menghambat sekresi ACTH dari pituitary
anterior (Hanberg, 2009).
MSH menstimulasi melanosit epidermal, yang menghasilkan melanin,
pigmen warna gelap. Penurunan sekresi ACTH menyebabkan peningkatan
pigmentasi kulit dan membrane mukosa. Sehingga klien dengan penyakit Addison
memiliki peningkatan level ACTH dan warna keperakan atau kecokelatan pun
muncul. (Hanberg, 2009)
Defisiensi androgen gagal untuk menghasilkan beberapa macam gejala
pada laki-laki karena testes menyuplai adekuat jumlah hormone seksual. Namun,
pada perempuan tergantung pada korteks adrenal untuk mensekresi androgen
secara adekuat (Hanberg, 2009). Hormon-hormon tersebut disekresi oleh korteks
adrenal yang penting bagi kehidupan. Orang dengan penyakit Addison yang tidak
diobati akan berakhir fatal. (Hanberg, 2009)
Kerusakan pada korteks adrenal mempengaruhi insufisiensi kortisol yang
menyebabkan hilangnya glukoneogenesis, glikogen hati menurun yang
mengakibatkan hipoglikemia, insufisiensi kortisol mengakibatkan ACTH dan
sehingga merangsang sekresi melanin meningkat sehingga timbul MSH
hiperpigmentasi. (Hanberg, 2009)
Pada sekitar 70% dari semua kasus, atrofi ini diduga terjadi karena adanya
gangguan autoimun. Dalam gangguan autoimun, sistem kekebalan tubuh,
bertanggung jawab untuk mengidentifikasi penyerbu asing seperti virus atau
bakteri dan membunuh mereka, sengaja dimulai untuk mengidentifikasi sel-sel
dari korteks adrenal sebagai asing, dan menghancurkan mereka. Pada sekitar 20%
dari semua kasus, perusakan korteks adrenal disebabkan oleh tuberkulosis. Itu sisa
kasus penyakit Addison dapat disebabkan oleh infeksi jamur, seperti
histoplasmosis, coccidiomycosis, dan kriptokokosis, yang mempengaruhi adrenal
kelenjar dengan memproduksi merusak, massa tumor seperti disebut Granuloma;
penyakit amiloidosis disebut, di zat tepung yang disebut amiloid diendapkan pada
abnormal tempat seluruh tubuh, mengganggu fungsi struktur kelenjar adrenal oleh
kanker (Camera, 2011).
Pada sekitar 75% dari semua pasien, penyakit Addison cenderung menjadi
sangat bertahap, perlahan-lahan berkembang penyakit. gejala signifikan tidak
dicatat sampai sekitar 90% dari korteks adrenal telah dihancurkan. Yang paling
umum termasuk gejala kelelahan dan hilangnya energi, penurunan nafsu makan,

56
mual, muntah, diare, sakit perut, penurunan berat badan, lemah otot, pusing ketika
berdiri, dehidrasi, tidak biasa bidang gelap (pigmen) kulit, dan freckling gelap.
Dalam penyakit ini, kulit pasien tampak berwarna perunggu, dengan penggelapan
lapisan mulut, vagina, dan rektum, dan gelap pigmentasi daerah sekitar puting
susu (aereola). Sebagai dehidrasi menjadi lebih parah, tekanan darah akan terus
untuk drop dan pasien akan merasa semakin lemah dan pusing. Beberapa pasien
memiliki gejala kejiwaan, termasuk depresi dan mudah tersinggung.Perempuan
kehilangan kemaluan dan rambut ketiak, dan berhenti setelah menstruasi normal
periode (Camera, 2011).
Ketika pasien menjadi sakit dengan infeksi, atau ditekankan oleh cedera,
penyakit ini tiba-tiba dan kemajuan pesat, menjadi hidup mengancam. Gejala dari
krisis "Addisonian" termasuk jantung abnormal irama, rasa sakit parah di
punggung dan perut, tak terkendali mual dan muntah, penurunan drastis dalam
darah tekanan, gagal ginjal, dan pingsan. Tentang 25% dari pasien penyakit semua
Addison diidentifikasi karena terhadap perkembangan krisis Addisonian (Camera,
2011).
2.2.5 Manifestasi Klinik
Penyakit Addison ditandai dengan gejala awal mendadak progresif
lambat seperti kelelahan, anoreksia, kelemahan, mual dan muntah, berat badan
turun, pigmentasi kutaneus dan mukosa, spektrum bervariasi, tergantung pada
durasi dan derajat hipofungsi adrenal, dari keluhan kelelahan kronik ringan
sampai syok fulminan. (Isselbacher, 2000).

Gb. 2.4 Tanda dan Gejala Addison Disease


www. medicastore.com, 2012

Biasanya pada waktu stress dan fungsi adrenal menjadi lebih terganggu,
kelemahan berkembang sampai pasien terus kelelahan, yang mengharuskan
istirahat di tempat tidur (Isselbacher, 2000).
Hiperpigmentasi mungkin mencolok, tetapi jika gejala ini tidak tampak
tidak menyingkirkan diagnosis. Gejala ini biasanya nampak sebagai bagian yang

57
menghitam seperti perunggu, coklat atau coklat terkena sinar matahari pada
bagian yang terpajan dan tidak terpajan seperti siku, atau lipatan tangan dan area
yang berpigmen normal seperti areola payudara. Bercak hitam kebiruan mungkin
tampak pada membran mukosa. Beberapa pasien mempunyai bintik hitam dan
area ireguler vitiligo tampak secara paradoksal. Sebagai tanda awal, pasien dapat
memperhatikan warna kecoklatan yang menetap setelah terpajan sinar matahari.
(Isselbacher, 2000).

Gb 2.5 Pigmentasi pada penyakit


Addison.
A, Tangan seorang wanita 18 tahun
dengan sindrom polyendocrine
autoimun dan penyakit Addison.
Pigmentasi pada pasien dengan
penyakit Addison sebelum (B) dan
sesudah (C) pengobatan dengan
hidrokortison dan fludrocortisone.
Perhatikan keberadaan tambahan
vitiligo. D, perubahan serupa juga
terlihat pada seorang pria 60 tahun
dengan penyakit tuberkulosis
Addison sebelum dan setelah terapi
kortikosteroid. E, bukal pigmentasi
pada pasien yang sama. (B dan C
milik Profesor www.
C.R.W. Edwards.)
WilliamsTextbookofEndoc
Hipotensi arterial dengan aksentuasi postural sering terjadi dan tekanan
rinology.com
darah 80/50 atau kurang. Hipotensi ortostatik terjadi karena status cairan sedikit
akibat defisiensi aldosteron. (Isselbacher, 2000).
Abnormalitas fungsi gastrointestinal sering merupakan keluhan yang
muncul. Gejala bervariasi dari anoreksia ringan dengan berat badan turun sampai
nausea fulminan, vomitus, diare dan nyeri abdomen, yang mungkin sangat parah
sehingga diragukan dengan abdomen akut. Selain itu pasien sering mengalami
perubahan kepribadian, biasnya iritabilitas eksesif dan resah. Rambut pubis dan
aksilaris mungkin berkurang pada perempuan akibat hilangnya produksi adrogen
adrenal (Isselbacher, 2000).

Tabel 2.4 Manifestasi Klinik Addison Disease


Symptom, Sign, or Laboratory Finding Frequency (%)
SYMPTOM

Weakness, tiredness, fatigue 100


Anorexia 100
Gastrointestinal symptoms 92

58
Nausea 86
Vomiting 75
Constipation 33
Abdominal pain 31
Diarrhea 16
Salt craving 16
Postural dizziness 12
Muscle or joint pains 6-13
SIGN

Weight loss 100


Hyperpigmentation 94
Hypotension (<110 mm Hg systolic) 88-94
Vitiligo 10-20
Auricular calcification 5

www. WilliamsTextbookofEndocrinology.com

2.2.6 Epidemiologi

Di Amerika Serikat, penyakit addison terjdai pada 40-60 kasus per satu
juta penduduk. Secara global, penyakit addison jarang terjadi. Bahkan hanya
negara-negara tertentu yang memiliki data prevalensi dari penyakit ini. Prevalensi
di Inggris Raya adalah 39 kasus per satu juta populasi dan di Denmark mencapai
60 kasus per satu juta populasi (Gugum, 2011).
Mortalitas/morbiditas terkait dengan penyakit addison biasanya karena
kegagalan atau keterlambatan dalam penegakkan diagnosis atau kegagalan untuk
melakukan terapi pengganti glukokortikoid dan mineralokortikoid yang adekuat.
Jika tidak tertangani dengan cepat, krisis addison akut dapat mengakibatkan
kematian. Ini mungkin terprovokasi baik secara de novo, seperti oleh perdarahan
kelenjar adrenal, maupun keadaan yang menjadi penyerta pada insufisiensi
adenokortikal kronis atau yang tidak terobati secara adekuat (Gugum, 2011).
Dengan onset lambat penyakit addison kronik, kadar yang rendah
signifikan, non spesifik, tapi melemahkan, maka gejala dapat terjadi. Bahkan
setelah diagnosis dan terapi, risiko kematian lebih dari 2 kali lipat lebih tinggi
dengan penyakit addison. Penyakit kardiovaskuler, keganasan dan penyakit
infeksi bertanggung jawab atas tingginya angka kematian (Gugum, 2011).

59
Penyakit addison predileksinya tidak berkaitan dengan ras tertentu.
Sedangkan penyakit addison idiopatik autoimun cenderung lebih sering pada
wanita dan anak-anak (Gugum, 2011).
Usia paling sering pada penderita addison disease adalah orang dewasa
antara 30-50 tahun. Tapi, penyakit ini tidak dapat timbula lebih awal pada pasien
dengan sindroma polyglanduler autoimun, congenital adrenal hyperplasia (CAH),
atau jika onset karena kelainan metabolisme rantai panjang asam lemak (Gugum,
2011).

2.2.7 Pemeriksaan Penunjang


Pada fase awal destruksi adrenal bertahap, tidak terdapat kelainan pada
parameter laboratorium rutin, tetapi cadangan adrenal berkurang, seperti keluaran
steroid basal mungkin normal, tetapi peningkatan subnormal terjadi setelah stress.
Berikut hasil pemeriksaan diagnostik yang dapat ditemukan pada pasien dengan
penyakit Addison (Doenges, 2000) :
a) Kadar hormon
- Kortisol plasma : menurun dengan tanpa respons pada pemberian ACTH
secara IM (primer) atau ACTH secara IV.
- ACTH : meningkat secara mencolok (pada primer) atau menurun
(sekunder).
- ADH : meningkat.
- Aldosteron : menurun.
b) Elektrolit : kadar dalam serum mungkin normal atau natrium sedikit menurun
sedangkan kalium sedikit meningkat. Walaupun demikian, natrium dan
kalium yang abnormal dapat terjadi sebagai akibat tidak adanya aldosteron
dan kekurangan kortisol (mungkin sebagai akibat dari krisis).
c) Glukosa : hipoglikemia.
d) Ureum/kreatinin : mungkin meningkat (karena terjadi penurunan perfusi
ginjal).
e) Analisa gas darah : asidosis metabolik.
f) Sel darah merah : normositik, anemia normokromik (mungkin tidak
nyata/terselubung dengan penurunan volume cairan) dan hematokrit
meningkat (karena hemokonsentrasi). Jumlah limfosit mungkin rendah,
eosinofil meningkat.
g) Urine (24 jam) : 17-ketosteroid, 17-hidroksikortikoid, 17-ketogenik steroid
menurun. Kadar kortisol bebas menurun.
Catatan : kegagalan dalam pencapaian atau peningkatan kadar steroid urie
setelah pemeriksaan dengan pemberian ACTH merupakan indikasi dari
penyakit Addison primer (atrofi kelenjar adrenal yang permanen), walaupun
peningkatan kadar (ACTH) memberikan kesan penyebab supresi hormon
sekunder. Natrium urine meningkat.
h) Sinar X : jantung kecil, klasifikasi kelenjar adrenal, atau TB mungkin akan
ditemukan.

60
Tabel 2.5 Hasil Laboratorum Addison Disease
LABORATORY FINDING (%)

Electrolyte disturbances 92
Hyponatremia 88
Hyperkalemia 64
Hypercalcemia 6
Azotemia 55
Anemia 40
Eosinophilia 17

www. WilliamsTextbookofEndocrinology.com

2.2.8 Penatalaksanaan
Semua pasien dengan penyakit Addison harus menerima penggantian
hormon spesifik. Karena kelenjar adrenal menunjukkan 3 kelas hormon umum,
diantaranya glukokortikoid dan mineralokortikoid mempunyai kepentingan klinis
primer, terapi penggantian harus mengkoreksi kedua defisiensi. Kortison (atau
kortisol) adalah terapi utama. Dosis kortison bervariasi dari 12,5 sampai 50
mg/hari, dengan mayoritas pasien menerima 25 sampai 37,5 mg dalam dosis
terbagi. Kortisol 30 mg/hari atau prednison 7,5 mg/hari dalam dosis terbagi juga
dapat diberikan untuk terapi pengganti. Pasien dianjurkan menerima penggantian
terapi pengganti glukokortikoid dengan makanan atau jika tidak praktis dengan
susu atau antasid karena obat mungkin meningkatkan adisitas lambung. Hal ini
penting karena jika steroid secara biologis aktif seperti kortisol, prednisolon, dan
deksametason, dapat menggunakan efek lokal pada mukosa lambung. Selain itu,
proporsi dosis yang lebih besar (seperti 25 mg kortison) diminum pada pagi hari,
dan sisanya (12,5 mg kortison) diminum pada malam hari untuk merangsang
irama adrenal diurnal normal. Beberapa pasien memperlihatkan insomnia,
iritabilitas dan rangsangan mental setelah awal terapi, pada keadaan ini dosis
harus dikurangi. Indikasi lain untuk dosis yang lebih kecil adalah hipertensi,
diabetes mellitus atau tuberkulosis aktif. (Isselbacher, 2000)
Jika jumlah kortison atau kortisol gagal menggantikan komponen
mineralokortikoid kelenjar adrenal, hormon suplementasi biasanya diperlukan.
Suplemen ini dilengkapi dengan pemberian fludrokortison oral harian dengan
dosis 0,05 sampai 0,1 mg. Pasien harus juga diinstruksikan untuk menerima
asupan natrium yang cukup (3 sampai 4 g/hari). Adekuasi terapi
mineralokortikoid dapat dinilai dengan pengukuran tekanan darah dan elektrolit
serum, tekanan darah normal dan tanpa perubahan posisi, kadar nitrogen urea,
kreatinin, kalium, natrium serum harus juga normal (Isselbacher, 2000).

61
Tabel 2.6 Jadwal terapi steroid untuk pasien Addisonian yang menjalani operasi mayor

Infus kortisol, Kortisol (oral) Fludrokortison


kontinu, (oral), 8 pagi
mg/jam 8 pagi 3 sore

Terapi harian rutin 20 10 0,1


Sehari sebelum operasi 20 10 0,1
Hari operasi 10
Paska operasi :
- Hari ke-1 5-7,5
- Hari ke-2 2,5-5
- Hari ke-3 2,5-5 atau 40 20 0,1
- Hari ke-4 2,5-5 atau 40 20 0,1
- Hari ke-5 40 20 0,1
- Hari ke-6 20 20 0,1
- Hari ke-7 20 10 0,1
Isselbacher, Kurt et al. 2000. Harrison Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :
EGC
Tabel 2.7 Penatalaksanaan Addison Disease

Kolaborasi Keperawatan (HE)

1. Glukokortikoid harian 1. gejala overdosis dan underdosis


(hidrokortison) penggantian 2. kondisi yang memerlukan peningkatan obat
(dua per tiga di pagi hari, (trauma, infeksi, pembedahan, krisis
sepertiga di sore hari emosional)
2. Mineralkortikoid harian 3. Untuk mengambil tindakan relatif terhadap
(fludrocortisone) di pagi perubahan dalam pengobatan
hari peningkatan dosis corticosteroid
3. aditif garam untuk pemberian dosis besar intramuskuler
kelebihan panas atau kortikosteroid, termasuk demonstrasi
kelembaban dan kembali demonstrasi
4. Peningkatan dosis kortisol konsultasi dengan penyedia layanan
untuk situasi buruk kesehatan
(pembedahan atau rawat 4. pencegahan infeksi dan kebutuhan
inap) pengobatan yang tepat dan kuat infeksi
yang ada
5. perlu untuk terapi penggantian hormon
(kortikosteroid) seumur hidup
6. perlu untuk pengawasan medis seumur
hidup
7. perlu untuk perangkat identifikasi medis
2.2.9 Komplikasi
Camera, Ian. M. 2011. Medical Surgical Nursing : Assessment and Management of Clinical
Problems. Elsevier : Missouri
62
Pasien dengan insufisiensi adrenal berisko tinggi menjadi krisis Addison, dimana
keadaan ini mengancam jiwa karena insufisiensi hormone adrenokortikol atau
penurunan mendadak hormone ini(Camera,2011).
Pemicu Krisis Addison menurut Camer (2011) adalah :
1. Stress
Contohnya seperti infeksi, pembedahan, trauma, perdarahan, atau distress
psikologi.
2. Penggantian mendadak terapi hormone kortikosteroid
Dimana sering sekali terjadi pada pasien yang kurang pengetahuan tentang
penggantrian terapi.
3. Setelah pembedahan adrenal
4. Kerusakan kelenjar pitiutari

Terjadinya krisis adrenal, gejala dari penurunan glukokortikoid dan mineral


kortikoid hipotensi, takikardi, dehidrasi, hiponatremi, hiperkalemia, hipoglikemia,
demam, kelemahan, kebingungan. Hipotensi bisa menyabakan syok. Kolaps
berhubungan dengan insufisiensi adrenal sering terjadi karena tidak ada respon
dari penggantian pengobatan (vasopresan dan penggantian cairan). Gejala dari
saluran pencernaan bisanya terjadi muntah, diare, nyeri abdomen. Nyeri mungkin
juga terjadi di punggung bawah atau kaki (Camera,2011).
Krisis adrenal sering terjadi pada keadaan klinis seperti tercantum. Seperti
telah disinggung pada pasien ddengan insufisiensi adrenokoterks kronis dapat
mengalamai krisis akut setelah stress apapun yang menguras cadangan fisiologik
mereka yang terbatas. Pasien yang mendapatkan terapi pemeliharaan
kortikosteroid eksopgen, penghen tian mendadak kortikosteroid atau kegagalan
meningkat dosis steroid sebagai respon terhadap suatu stres akut dapat memicu
krisis adrenal serupa karena ketidakmampuan adrenal yang atrofik untuk
menghasilkan hormone glukokortikoid (Kumar, 2007).
Perdarahan adrenal massif dapat menghancurkan korteks adrenal
sedemikian banyak sehingga terjadi insufisiensi adrenal korteks akut. Keadaan ini
dapat terjadi pada pasien yang mendapat terapi pemeliharaan antikoagulan, pada
pasien pasca operasi yang mengalami koagulasi intravaskuler diseminata, selama
kehamilan, dan pada pasien yang menderita sepsis berat (syndrome waterhouse-
friderichsen). syndrome waterhouse- friderichsen adalah perdarahan adrenal
hebat dengan sepsis berat yang mengakibatkan Krisis adrenal. Pathogenesis
syndrome ini belum jelas tetapi kemungkinan berkaitan denngan cedera vaskuler
akibat endotoksin disertai koagulasi intravaskuler diseminata (Kumar, 2007).
Syndorm katastrortik ini secara klasik dikaitkan dengan septicemia
neurameningitis, tetapi juga dapat disebakan oleh organism lain, termasuk sepsis
psedomnonas, pneumokokus, dan hemofilis influenza (Camera,2011).
1. Hiponatremia
Hiponatremia (natrium dalam serum rendah) merupakan akibat logis dari
gangguan reabsorbsi natrium dalam tubulus ginjal (Guyton & hall. 2008). Pada
penyakit Addison kelenjar adrenal, hiponatremia diakibatkan oleh hilangnya
natrium ke dalam urin (akibat defisiensi aldosteron) dan gerakan menuju
kompartemen intraseluler (Isselbacher, 2000).

63
2. Hiperkalemia
Hiperkalemia diakibatkan oleh kombinasi defisiensi aldosteron, gangguan filtrasi
glomeruler, dan asidosis (Isselbacher, 2000). Kelenjar adrenal tidak dapat
menghasilkan hormon yang merangsang pembuangan kalium oleh ginjal dalam
jumlah cukup sehingga sering menyebabkan hiperkalemia (Guyton & hall. 2008).
3. Diabetes mellitus
Terapi glukokortikoid yang lama dapat menunjukkan atau memperburuk diabetes
mellitus. Adanya diabetes mellitus atau gangguan toleransi glukosa dapat
mempengaruhi keputusan untuk memberikan terapi hormon adrenal (Isselbacher,
2000).
4. Syok hipovolemik
Defisiensi aldosteron dimanifestasikan dengan peningkatan kehilangan natrium
melalui ginjal dan peningkatan reabsorpsi kalium oleh ginjal, kekurangan garam
dapat dikaitkan dengan kekurangan air dan volume, sehingga hal tersebut dapat
mengakibatkan syok hipovolemik (Guyton & hall. 2008).

2.2.10 Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian
AKTIVITAS/ISTIRAHAT
Gejala :
Lelah, nyeri/kelemahan pada otot (terjadi perburukan setiap hari).
Tidak mampu beraktivitas atau bekerja.
Tanda :
Peningkatan denyut jantung/denyut nadi pada aktivitas yang minimal.
Penurunan kekuatan dan rentang gerak sendi.
Depresi, gangguan konsentrasi, penurunan inisiatif/ide.
Letargi.
SIRKULASI
Tanda :
Hipotensi termasuk hipotensi postural
Takikardia, disritmia, suara jantung melemah.
Nadi perifer melemah.
Pengisian kapiler memanjang.
Ekstremitas dingin, cyanosis, dan pucat. Membran mukosa hitam keabu-
abuan (peningkatan pigmentasi).
INTEGRITAS EGO
Gejala :
Adanya riwayat faktor stress yang baru dialami, termasuk sakit
fisik/pembedahan, perubahan gaya hidup.
Ketidakmampuan mengatasi stress.
Tanda :
Ansietas, peka rangsang, depresi, emosi tidak stabil.
ELIMINASI
Gejala :

64
Diare sampai dengan adanya konstipasi.
Kram abdomen.
Perubahan frekuensi dan karakteristik urine.
Tanda :
Diuresis yang diikuti dengan oliguria.
MAKANAN/CAIRAN
Gejala :
Anoreksia berat (gejala utama), mual/muntah.
Kekurangan zat garam.
Berat badan menurun dengan cepat.
Tanda :
Turgor kulit jelek, membran mukosa kering.
NEUOSENSORI
Gejala :
Pusing, sinkope (pingsan sejenak), gemetar.
Sakit kepala yang berlangsung lama yang diikuti oleh diaforesis.
Kelemahan otot.
Penurunan toleransi terhadap keadaan dingin atau stress.
Kesemutan/lemah.
Tanda :
Disorientasi terhadap waktu, tempat dan ruang (karena kadar natrium
rendah), letargi, kelelahan mental, peka rangsang, cemas, koma (dalam
keadaan krisis).
Parastesia, paralisis, astenia (pada keadaan krisis).
Rasa kecap/penciuman berlebihan, ketajaman pendengaran meningkat.
NYERI/KENYAMANAN
Gejala :
Nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala.
Nyeri tulang belakang, abdomen, ekstremitas (pada keadaan krisis).
PERNAPASAN
Gejala :
Dispnea.
Tanda :
Kecepatan pernapasan meningkat, takipnea. Suara nafas ronkhi pada
keadaan infeksi
KEAMANAN
Gejala :
Tidak toleran terhadap panas.
Tanda :
Hiperpigmentasi kulit (coklat, kehitaman karena kena sinar matahari atau
hitam seperti perunggu) yang menyeluruh atau berbintik-bintik.
Peningkatan suhu ; demam yang diikuti dengan hipotermia (keadaan
krisis).
Otot menjadi kurus.

65
Gangguan tidak mampu berjalan.
SEKSUALITAS
Gejala :
Adanya riwayat menopause dini, amenorea.
Hilangnya tanda-tanda seks sekunder (misal : berkurangnya rambut-
rambut pada tubuh) terutama pada wanita.
Hilangnya libido.
PENYULUHAN/PEMBELAJARAN
Gejala :
Adanya riwayat keluarga DM, TB, kanker.
Adanya riwayat tidoiditis, DM, TB, anemia pernisiosa.
Pertimbangan rencana pemulangan :
Membutuhkan bantuan dalam hal obat, aktivitas sehari-hari
(Doenges, 2000)
b. Diagnosa
1. Kekurangan volume cairan b.d kekurangan natrium dan kehilangan
cairan melalui ginjal, kelenjar keringat, saluran gastrointestinal (karena
kekurangan aldosteron).
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d defisiensi glukokortikoid.
3. Intoleransi aktivitas b.d kelelahan akibat penurunan produksi
metabolisme; ketidakseimbangan cairan, elektrolit dan glukosa.
4. Resiko terhadap penurunan curah jantung b.d menurunnya aliran darah
vena/volume sirkulasi; berubahnya kecepatan, irama dan konduksi
jantung (akibat ketidakseimbangan elektrolit).
5. Resiko tinggi harga diri rendah b.d adanya kondisi fisik yang
memerlukan terapi sepanjang hidup; perubahan pada pigmentasi kulit.
6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis, dan pengobatan b.d
kurang pemajanan; kesalahan interpretasi informasi; keterbatasan
kognitif.
(Doenges, 2000)

c. Intervensi

DX KEP. INTERVENSI RASIONAL

1. Kekurangan 1. Kaji riwayat yang 1. Membantu memperkirakan


volume cairan berhubungan dengan penurunan volume total
b.d kekurangan lama, intensitas dari cairan.
natrium dan gejala yang muncul 2. Hipotensi postural
kehilangan seperti : muntah, merupakan bagian
cairan melalui pengeluaran urine hipovolemia akibat
ginjal, kelenjar berlebih. kekurangan hormon
keringat, saluran 2. Pantau tekanan darah, aldosteron dan penurunan
gastrointestinal catat perubahan TD pada curah jantung sebagai
(karena perubahan posisi, akibat penurunan kortisol.

66
kekurangan kekuatan nadi perifer. Nadi mungkin
aldosteron). 3. Kaji pasien mengenai melemah/hilang.
adanya rasa haus, 3. Untuk mengindikasikan
kelelahan, nadi cepat, berlanjutnya hipovolemia
pengisian kapiler dan mempengaruhi
memanjang, turgor kulit kebutuhan volume
jelek, membran mukosa pengganti.
kering. 4. Adanya perbaikan pada
4. Anjurkan cairan oral saluran cerna dan
diatas 3000ml/hari kembalinya fungsi saluran
sesegera mungkin sesuai cerna tersebut
dengan kemampuan memungkinkan untuk
klien. memberikan cairan dan
5. Observasi adanya tanda- elektrolit melalui oral.
tanda kelelahan, krekels, 5. Penggantian cairan yang
edema, peningkatan cepat dapat menimbulkan
frekuensi jantung. GJK pada adanya regangan
6. Kolaborasi pemberian jantung.
cairan NaCl 0,9% dan 6. Dengan memberikan
larutan glukosa. cairan NaCl 0,9% melalui
7. Pasang kateter urine dan IV sebanyak 500-
NGT sesuai indikasi. 1000ml/jam dapat
8. Pantau pemeriksaan mengatasi kekurangan
laboratorium natrium. Larutan glukosa
(ureum/kreatinin). untuk menghilangkan
hipoglikemia.
7. Memfasilitasi pengukuran
haluaran yang akurat.
8. Peningkatan kadar ureum
dan kreatinin merupakan
indikasi terjadinya
kerusakan tingkat sel
karena dehidrasi.
2. Perubahan nutrisi 1. Auskultasi bising usus 1. Kekurangan kortisol dapat
kurang dari dan kaji apakah ada menyebabkan gejala
kebutuhan b.d nyeri perut, mual, gastrointestinal berat yang
defisiensi muntah. mempengaruhi pencernaan
glukokortikoid. 2. Catat adanya kulit dan absorbsi makanan.
dingin/basah, 2. Gejala hipoglikemia
perubahan tingkat dengan timbulnya tanda
kesadaran, nadi cepat, tersebut mungkin perlu
nyeri kepala pemberian glukosa dan
sempoyongan. mengindikasi pemberian
3. Pantau pemasukan tambahan glukokortikoid.
makanan dan timbang 3. Anoreksia, kelemahan dan
berat badan. kehilangan pengaturan

67
4. Catat muntah metabolisme oleh kortisol
mengenai jumlah terhadap makanan dapat
kejadian, atau mengakibatkan mal nutrisi.
karakteristik lainnya. 4. Menentukan derajat
5. Berikan informasi absorpsi makanan.
mengenai menu 5. Menu yang disukai dapat
pilihan. merangsang nafsu makan.
6. Kolaborasi 6. Memperbaiki
memberikan glukosa hipoglikemia.
IV dan obat-obatan 7. Merangsang
sesuai indikasi. glukoneogenesis.
7. Kolaborasi pemberian
glukokotikoid.
3. Intoleransi 1. Diskusikan tingkat 1. Pasien biasanya telah
aktivitas b.d kelemahan klien dan mengalami penurunan
kelelahan akibat identifikasi aktivitas tenaga, kelelahan otot.
penurunan yang dapat dilakukan 2. Kolapsnya sirkulasi
produksi klien. dapat terjadi sebagai
metabolisme; 2. Pantau tanda vital akibat stress aktivitas
ketidakseimbanga sebelum dan setelah jika curah jantung
n cairan, elektrolit melakukan aktivitas. berkurang.
dan glukosa. Observasi adanya 3. Memberikan harapan
takikardi, hipotensi, bahwa kemampuan
dan perifer yang untuk melakukan
dingin. aktivitas yang baik akan
3. Diskusikan kebutuhan kembali seperti semula.
aktivitas dan 4. Mengurangi kelelahan
rencanakan jadwal dan mencegah
aktivitas dengan klien. ketegangan pada
Identifikasi aktivitas jantung.
yang dapat 5. Pasien akan dapat
menyebabkan melakukan lebih banyak
kelelahan. kegiatan dengan
4. Sarankan pasien untuk mengurangi
menentukan pengeluaran tenaga
masa/periode antara pada setiap kegiatan
istirahat dan yang dilakukannya.
melakukan aktivitas.
5. Diskusikan cara
menghemat tenaga,
misal lebih baik
beraktivitas sambil
duduk dari pada
berdiri.

68
2.3 Krisis Adrenal

2.3.1 Definisi
Krisis Adrenal (juga dikenal sebagai krisis Addisonian, insufisiensi
adrenal akut) adalah konstelasi gejala yang mengindikasikan insufisiensi adrenal
parah yang disebabkan oleh kadar cukup kortisol (ULCA, 2004). Ini mungkin
hasil baik yang sebelumnya tidak terdiagnosis atau penyakit yang tidak diobati
Addison, proses penyakit tiba-tiba mempengaruhi fungsi adrenal (seperti
perdarahan adrenal), atau masalah kambuhan (misalnya infeksi, trauma) pada
seseorang diketahui memiliki penyakit Addison. Ini adalah keadaan darurat medis
dan berpotensi situasi yang mengancam jiwa yang memerlukan perawatan darurat
(ULCA, 2004).

2.3.2 Epidemiologi
Insidensi dari krisis adrenal sangat jarang yaitu : sekitar 4 dari 100.000 orang
(Kirkland, 2006)

2.3.3 Etiologi
Menurut Kummar, dkk (2007), penyebab terjadinya insufisiensi akut ini
dikarenakakn beberapa hal, antara lain :
a. Sindrom Waterhouse-Friderichsen
Perdarahan adrenal massif dapat menghancurkan korteks adrenal sedemikian
banyak sehingga terjadi insufisiensi adrenal korteks akut. Keadaan ini dapat
terjadi pada pasien yang mendapat terapi pemeliharaan antikoagulan, pada pasien
pasca operasi yang mengalami koagulasi intravaskuler diseminata, selama
kehamilan, dan pada pasien yang menderita sepsis berat (syndrome waterhouse-
friderichsen). syndrome waterhouse- friderichsen adalah perdarahan adrenal
hebat dengan sepsis berat yang mengakibatkan Krisis adrenal. Pathogenesis
syndrome ini belum jelas tetapi kemungkinan berkaitan denngan cedera vaskuler
akibat endotoksin disertai koagulasi intravaskuler diseminata (Kumar, 2007).
b. Penghentian mendadak terapi kortikosteroid jangka panjang
Pasien yang mendapatkan terapi pemeliharaan kortikosteroid eksopgen, penghen
tian mendadak kortikosteroid atau kegagalan meningkat dosis steroid sebagai
respon terhadap suatu stres akut dapat memicu krisis adrenal serupa karena
ketidakmampuan adrenal yang atrofik untuk menghasilkan hormone
glukokortikoid (Kumar, 2007)
c. Stres pada pasien yang sudah mengidap insufisiensi adrenal kronis
Krisis adrenal sering terjadi pada keadaan klinis seperti tercantum. Seperti telah
disinggung pada pasien ddengan insufisiensi adrenokoterks kronis dapat
mengalamai krisis akut setelah stress apapun yang menguras cadangan fisiologik
mereka yang terbatas. (Kumar, 2007)

Pemicu Krisis Addison menurut Camer (2011) adalah :


1. Stress

69
Contohnya seperti infeksi, pembedahan, trauma, perdarahan, atau distress
psikologi.
2. Penggantian mendadak terapi hormone kortikosteroid
Dimana sering sekali terjadi pada pasien yang kurang pengetahuan tentang
penggantrian terapi.
3. Setelah pembedahan adrenal
4. Kerusakan kelenjar pitiutari

2.3.4 Patofisiologi

Gb. 2.6 Pathway Krisis Addison


http://pages.zdnet.com/nana200 3/id129,html
Kortek adrenal memproduksi 3 hormon steroid yaitu hormon
glukokortikoid (kortisol), mineralokortikoid (aldosteron, 11-deoxycoticosterone)
dan androgen (dehydroepiandrosterone). Hormon utama yang penting dalam
kejadian suatu krisis adrenal adalah produksi dari kortisol dan adrenal aldolteron
yang sangat sedikit (McPhee SJ, 2003)
Kortisol meningkatkan glukoneogenesis dan menyediakan zat - zat melalui
proteolisis, penghambat sintesis protein, mobilisasi asam lemak,dan meningkatkan
pengambilan asam amino di hati. Kortisol secara tidak langsung meningkatkan
sekresi insulin untuk mengimbangi hiperglikemi tetapi juga menurunkan
sensitivitas dari insulin. Kortisol juga mempunyai efek anti inflamasi untuk
mestabilkan lisosom, menurunkan respon leukositik dan menghambat produksi
sitokin. Aktivitas fagositik dipertahankan tetapi sel mediated imunity hilang pada
keadaan kekurangan kortisol dan mensupresi sintesis adrenokortikotropik hormon
( ACTH) (Joan Hoffman,2002).
Aldosteron di keluarkan sebagai respon terhadap stimulasi dari angiotensin
II melalui system renin angiotensin, hiperkalemi, hiponatremi dan antagonis
dopamin. Efek nya pada target organ primer. Ginjal meningkatkan reabsorpsi dari

70
natrium dan sekresi dari kalium dan hidrogen. Mekanismenya masih belum jelas,
peningkatan dari natrium dan kalium mengaktivasi enzim adenosine
triphosphatase ( Na/K ATPase) yang bertangung jawab untuk trasportasi natrium
dan juga meningkatkan aktivitas dari carbonic anhidrase, efek nya adalah
meningkatkan volume intravaskuler. System renin angiotensin-aldosteron tidak
dipengaruhi oleh glukokortikoid eksogen dan kekurangan ACTH mempuyai efek
yang sangat kecil untuk kadar aldosteron kekurangan hormon adrenokortikal
menyebabkan efek yang berlawanan dengan hormon ini dan menyebabkan gejala
klinis yang dapat ditemukan pada krisis adrenal. (McPhee SJ, 2003)

2.3.5 Manifestasi Klinik

Gambaran klinis berhubungan dengan tingkat onset dan keparahan


kekurangan adrenal. Dalam banyak kasus, penyakit ini memiliki onset berbahaya
dan diagnosis hanya dibuat ketika pasien menyajikan dengan krisis akut selama
penyakit kambuhan. Insufisiensi adrenal akut atau krisis adrenal atau Addisonian
adalah keadaan darurat medis yang bermanifestasi sebagai hipotensi dan
kegagalan sirkulasi akut. Anoreksia mungkin merupakan gambaran awal, yang
berkembang menjadi mual, muntah, diare, dan, kadang-kadang sakit perut.
Demam mungkin hadir dan hipoglikemia dapat terjadi. Pasien menyajikan akut
dengan perdarahan adrenal memiliki hipotensi, perut, panggul atau nyeri dada
yang lebih rendah, anoreksia, dan muntah. Kondisi ini sulit untuk mendiagnosa
tetapi bukti perdarahan okultisme (jatuh cepat hemoglobin), hiperkalemia
progresif, dan shock harus waspada dokter untuk diagnosis
(www.WilliamsTextbookOfEndocrinology.com).
Tabel 2.7 Manifestasi Klinis dan Pemeriksaan Diagnostik Krisis Adrenal

Manifestasi Klinis Krisis Adrenal

Defisiensi Aldosteron Tanda dan Gejala


Hiperkalemi Anoreksia
Hiponatremi Mual muntah
Hipovolemi Diare

BUN Takikari
Hipotensi Ortostatik

Defisiensi Kortisol Sakit Kepala

Hipoglikemi Fatigue

71
bising usus

tonus vaskuler

Hiperkalsemi

Camera, Ian. M. 2011. Medical Surgical Nursing : Assessment and Management


of Clinical Problems. Elsevier : Missouri

2.3.6 Pemeriksaan Penunjang

1. Kadar Glukosa
Data laboratorium memperlihatkan kadar glukosa darah yang rendah.
Biasanya kadar natrium plasma juga rendah tetapi jarang dibawah 120 meq/L dan
kadar kalium dalah meningkat, tetapi jarang diatas 7 meq.L. Penderita biasanya
mengalami asidosis dengan kadar bikarbonat plasma antara 15-20 meq /L. Kadar
ureum juga meningkat (Kirkland, 2005).
2. Kadar ACTH dan Kortisol
Kemungkinan diagnosa juga dapat di lihat dari adanya eosinofilia dan
limpositosis pada SADT, dan adanya gangguan kadar serum tiroid 4. Diagnosa
paling spesifik yaitu dengan memeriksa kadar ACTH dan kortisol, jika terdapat
banyak waktu. Serum kotisol biasanya kadarnya kurang dari 20 mcg/dl tetapi kita
dapat menunggu untuk melakukan pemeriksaan ini bila pasien sudah dapat
distabilkan. Jika akan dilakukan test untuk menstimulasi ACTH setelah memulai
stess dose steroid, pastikanlah steroid sudah diganti ke dexametason karena tidak
akan mempengaruhi test (Martin, 2008).
Cara melakukan ACTH test adalah pertama tetapkan kadar kortisol plasma
baseline, kemudian berikan ACTH 250 mcg intavena yang diberi tekanan
kemudian pantau serum kortisol 30-60 menit setelah diberikan ACTH. Kenaikan
kurang dari 9 mcg dapat dipikirkan sebagai insuficiensi adrenal. Pada foto thorax
harus dicari tanda tanda tuberculosis, histoplasmosis, keganasan, sarkoid dan
lymphoma (Hoffman, 2002).
3. CT Scan
Pada pemeriksaan CT scan abdomen menggambarkan kelenjar adrenal
mengalami perdarahan, atropi, gangguan infiltrasi, penyakit metabolik.
Perdarahan adrenal terlihat sebagai bayangan hiperdens, dan terdapat pembesaran
kelenjar adrenal yang bilateral (Hoffman, 2002).
4. EKG
Pada pemeriksaan EKG mempelihatkan adanya pemanjangan dari interval
QT yang dapat mengakibatkan ventikular aritmia, gelombang t inverted yang
dalam dapat terjadi pada akut adrenal krisis (Hoffman, 2002).
Pemeriksaan histologis tergantung dari penyebab kegagalan adrenal. Pada
kegagalan adrenokotikal yang primer, terlihat gambaran infeksi dan penyakit

72
infiltratif.Pada kegagalan adrenokotikal yang sekunder dapat menyebabkan atrofi
kelenjar adrenal. Gambaran dari perdarahan adrenal bilateral mungkin hanya
ditemukan gambaran darah saja (Hoffman, 2002).

2.3.7 Penatalaksanaan

Tujuan immadiate terapi adalah untuk mengelola teh hormon yang


diperlukan dan mengembalikan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Hidrokortison, 100 mg intravena, diberikan segera, diikuti oleh 100 mg setiap 6
sampai 8 jam. Resusitasi cairan juga segera dengan normal saline dan larutan
dekstrosa 5%. Tingkat penggantian cairan dan elektrolit oleh tingkat deplesi
volume, kadar elektrolit serum, dan respon klinis terhadap terapi (Morton, et al,
2009).
Masalah medis atau bedah yang terkait dapat mengindikasikan kebutuhan
untuk tekanan darah invasif dan pemantauan hemodinamik. Tujuan manajemen
lain adalah untuk mencegah komplikasi. Ini termasuk tanda dan gejala
ketidakseimbangan elektrolit (hiponatremi dan hiperkalsemi). Monitor pernafasan
dan fungsi kardiovaskuler. Perawat mencari perubahan tekanan darah, denyut
jantung dan irama, warna kulit dan temprature, CRT, dan CVP. Ini adalah risiko
hipotensi ortostatik, bradikardia, dan dysrthmias. Perawat juga memantau tanda
neuromuskuler, seperti kelemahan, berkedut, neuromuskuler, dan parasthesia
(Morton, et al, 2009).
Dukungan emosional, penjelasan sederhana, dan lingkungan yang cukup
efektif dalam membantu pasien secara emosional melalui krisis fisiologis. Setelah
krisis akut berakhir, pendidikan pasien adalah tujuan perawatan. Pasien
pendidikan sangat diperlukan karena prognosis akhir tergantung pada kemampuan
pasien untuk memahami dan menindaklanjuti dengan perawatan diri. Perawatan
diri termasuk mengetahui rejimen pengobatan, faktor stres dan efeknya pada
penyakit, dan tanda-tanda krisis yang akan datang, mengenakan tanda medis tag
atau gelang, atau membawa kartu dompet, dan minum obat yang diresepkan
(Morton, et al, 2009).
Krisis adrenal , pasien membutuhkan suntikan langsung dari hidrokortison
melalui pembuluh darah ( intravena ) atau otot ( intramuskular ) . Anda mungkin
menerima cairan infus jika Anda memiliki tekanan darah rendah . Anda akan perlu
pergi ke rumah sakit untuk perawatan dan pemantauan . Jika infeksi yang
disebabkan krisis , Anda mungkin perlu terapi antibiotik(ULCA).

Terapi Kolaboratif menurut Huetther (2005) :


1. Cairan isotonik seperti NaCl 9% diberikan untuk menambah volume dan
garam.
2. Jika penderita hipoglikemi dapat di berikan cairan dextrose 50%
3. Steroid IV secepatnya : dexametason 4 mg atau hydrokortisone 100 mg.
4. Setelah penderita stabil lanjutkan dengan dexametasone 4 mg IV tiap 12
jam atau hydrokortison 100 mg IV tiap 6-8 jam.

73
5. Obati penyakit dasarnya seperti infeksi dan perdarahan, untuk infeksi
dapat diberikan antibiotik.
6. Untuk meningkatkan tekanan darah dapat diberikan dopamin atau
norepineprin.
7. Terapi pengganti mineralokortikoid dengan fludricortisone

2.3.8 Asuhan Keperawatan Krisis Addison

a. Pengkajian
Intervensi AKTIVITAS/ISTIRAHAT
Gejala :
Lelah, nyeri/kelemahan pada otot.
Tidak mampu beraktivitas atau bekerja.
Tanda :
Takikardi, Penurunan kekuatan dan rentang gerak sendi.
Letargi.
SIRKULASI
Tanda :
Hipotensi postural
Takikardia, disritmia, suara jantung melemah.
Nadi perifer melemah.
Pengisian kapiler memanjang.
Ekstremitas dingin, cyanosis, dan pucat
INTEGRITAS EGO
Gejala :
Adanya riwayat faktor stress yang baru dialami, termasuk sakit
fisik/pembedahan, perubahan gaya hidup.
Ketidakmampuan mengatasi stress.
Tanda :
Ansietas
ELIMINASI
Gejala :
Diare
Kram abdomen.
Tanda :
Diuresis yang diikuti dengan oliguria.
MAKANAN/CAIRAN
Gejala :
Anoreksia berat (gejala utama), mual/muntah.
Kekurangan zat garam.
Berat badan menurun dengan cepat.
Tanda :
Turgor kulit jelek, membran mukosa kering.
NEUROSENSORI
Gejala :

74
Pusing, sinkope (pingsan sejenak), gemetar.
Sakit kepala yang berlangsung lama yang diikuti oleh diaforesis.
Kelemahan otot.
Penurunan toleransi terhadap keadaan dingin atau stress.
Kesemutan/lemah.
Tanda :
Disorientasi terhadap waktu, tempat dan ruang (karena kadar natrium
rendah), letargi, kelelahan mental, peka rangsang, cemas, koma (dalam
keadaan krisis).
Parastesia, paralisis, astenia (pada keadaan krisis).
NYERI/KENYAMANAN
Gejala :
Nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala.
Nyeri tulang belakang, abdomen, ekstremitas (pada keadaan krisis).
PERNAPASAN
Gejala :
Dispnea.
Tanda :
Kecepatan pernapasan meningkat, takipnea. Suara nafas ronkhi pada
keadaan infeksi
KEAMANAN
Gejala :
Tidak toleran terhadap panas.
Tanda :
Hiperpigmentasi kulit
Peningkatan suhu ; demam yang diikuti dengan hipotermia (keadaan
krisis).
Otot menjadi kurus.
Gangguan tidak mampu berjalan.
SEKSUALITAS
Gejala :
Adanya riwayat menopause dini, amenorea.
Hilangnya tanda-tanda seks sekunder (misal : berkurangnya rambut-
rambut pada tubuh) terutama pada wanita.
Hilangnya libido.
PENYULUHAN/PEMBELAJARAN
Gejala :
Adanya riwayat keluarga DM, TB, kanker.
Adanya riwayat DM, TB, anemia pernisiosa.
Pertimbangan rencana pemulangan :
Membutuhkan bantuan dalam hal obat, aktivitas sehari-hari

b. Diagnosa

75
1)Kekurangan volume cairan b.d kekurangan natrium dan kehilangan
cairan melalui ginjal, kelenjar keringat, saluran gastrointestinal (karena
kekurangan aldosteron).
2)Resiko terhadap penurunan curah jantung b.d menurunnya aliran darah
vena/volume sirkulasi; berubahnya kecepatan, irama dan konduksi
jantung (akibat ketidakseimbangan elektrolit).
3)Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d defisiensi glukokortikoid.

c.
DX KEP. INTERVENSI RASIONAL

4. Kekurangan 9. Kaji riwayat yang 9. Membantu memperkirakan


volume cairan berhubungan dengan penurunan volume total
b.d kekurangan lama, intensitas dari cairan.
natrium dan gejala yang muncul 10. Hipotensi postural
kehilangan cairan seperti : muntah, merupakan bagian
melalui ginjal, pengeluaran urine hipovolemia akibat
kelenjar keringat, berlebih. kekurangan hormon
saluran 10. Pantau tekanan aldosteron dan penurunan
gastrointestinal darah, catat perubahan curah jantung sebagai
(karena TD pada perubahan akibat penurunan kortisol.
kekurangan posisi, kekuatan nadi Nadi mungkin
aldosteron). perifer. melemah/hilang.
11. Kaji pasien 11. Untuk
mengenai adanya rasa mengindikasikan
haus, kelelahan, nadi berlanjutnya hipovolemia
cepat, pengisian kapiler dan mempengaruhi
memanjang, turgor kulit kebutuhan volume
jelek, membran mukosa pengganti.
kering. 12. Adanya perbaikan
12. Anjurkan cairan pada saluran cerna dan
oral diatas 3000ml/hari kembalinya fungsi saluran
sesegera mungkin sesuai cerna tersebut
dengan kemampuan memungkinkan untuk
klien. memberikan cairan dan
13. Observasi adanya elektrolit melalui oral.
tanda-tanda kelelahan, 13. Penggantian cairan
krekels, edema, yang cepat dapat
peningkatan frekuensi menimbulkan GJK pada
jantung. adanya regangan jantung.
14. Kolaborasi 14. Dengan memberikan
pemberian cairan NaCl cairan NaCl 0,9% melalui
0,9% dan larutan IV sebanyak 500-
glukosa. 1000ml/jam dapat
15. Pasang kateter mengatasi kekurangan
urine dan NGT sesuai natrium. Larutan glukosa

76
indikasi. untuk menghilangkan
16. Pantau hipoglikemia.
pemeriksaan 15. Memfasilitasi
laboratorium pengukuran haluaran yang
(ureum/kreatinin). akurat.
16. Peningkatan kadar
ureum dan kreatinin
merupakan indikasi
terjadinya kerusakan
tingkat sel karena
dehidrasi.
2. Resiko terhadap 1. Auskultasi 1. Hipotensi ortostatik
penurunan curah TD.Bandingkan kedua terjadi karena status cairan
jantung b.d tangan dan ukur dengan sedikit akibat defisiensi
menurunnya aliran posisi tidur, duduk, dan aldosteron.
darah vena/volume berdiri bila bisa. 2. Penurunan curah jantung
sirkulasi; 2. Evaluasi mengakibatkan
berubahnya kualitas dan kesamaan menurunnya
kecepatan, irama nadi. kelemahan/kekuatan nadi.
dan konduksi 3. Catat Ketidakteraturan diduga
jantung (akibat terjadinya S3, S4. disritmia, yang
ketidakseimbangan 4. Auskultasi memerlukan evaluasi
elektrolit). bunyi napas. lanjut.
5. Pantau 3. S3 biasanya dihubungkan
frekuensi jantung dan GJK.
irama. Catat disritmia. 4. Krekels menunjukkan
6. Kolaborasi kongesti paru mungkin
berikan oksigen terjadi karena penurunan
tambahan sesuai fungsi miokardia.
indikasi. 5. Frekuensi dan irama
7. Observasi jantung berespon terhadap
ulang seri EKG. obat dan aktivitas sesuai
8. Pantau data dengan terjadinya
laboratorium : contoh komplikasi/disritmia yang
GDA, elektrolit. mempengaruhi fungsi
jantung atau
meningkatkan kerusakan
iskemik.
6. Kelebihan latihan
meningkatkan konsumsi /
kebutuhan oksigen.
Meningkatkan jumlah
sediaan oksigen untuk
menurunkan disritmia
lanjut.
7. Memberikan informasi

77
sehubungan dengan
kemajuan/perbaikan,
keseimbangan elektrolit
dan efek teraphi obat.
8. Adanya hipoksia
menunjukkan kebutuhan
tambahan oksigen.
Keseimbangan elektrolit,
misal : hiperkalemia
sangat besar berpengaruh
pada jantung.

3. Perubahan nutrisi 8. Auskultasi bising usus 8. Kekurangan kortisol dapat


kurang dari dan kaji apakah ada menyebabkan gejala
kebutuhan b.d nyeri perut, mual, gastrointestinal berat yang
defisiensi muntah. mempengaruhi pencernaan
glukokortikoid. 9. Catat adanya kulit dan absorbsi makanan.
dingin/basah, 9. Gejala hipoglikemia
perubahan tingkat dengan timbulnya tanda
kesadaran, nadi cepat, tersebut mungkin perlu
nyeri kepala pemberian glukosa dan
sempoyongan. mengindikasi pemberian
10. Pantau pemasukan tambahan glukokortikoid.
makanan dan timbang 10. Anoreksia,
berat badan. kelemahan dan kehilangan
11. Catat muntah pengaturan metabolisme
mengenai jumlah oleh kortisol terhadap
kejadian, atau makanan dapat
karakteristik lainnya. mengakibatkan mal nutrisi.
12. Berikan informasi 11. Menentukan derajat
mengenai menu absorpsi makanan.
pilihan. 12. Menu yang disukai
13. Kolaborasi dapat merangsang nafsu
memberikan glukosa makan.
IV dan obat-obatan 13. Memperbaiki
sesuai indikasi. hipoglikemia.
14. Kolaborasi pemberian 14. Merangsang
glukokotikoid. glukoneogenesis.

2.4 Kortikosteroid
Terapi korkosteorid tidak di rekomendasikan untuk kondisi kronik minor.
Terapi harus diberikan untuk penyakit yang beresiko menuju kematian atau
penurunan fungsi tubuh permanen dan masa penyembuhan (Camera, 2011).

Efek terapi kortikosteroid :

78
Banyak sekali efek dari kortikosteroid ini akan tetapi reaksi obat ini dapat
memberikan keuntungan dalam beberapa situasi, obat ini juga dapat berlainan
dengan efek yang diinginkan. Efek yang diharapkan dari terapi kortikosteroid
antara lain (Camera, 2011) :
1. Antiinflamasi.
Kortikosteroid ini menurunkan kadar limfosit, monosit, dan eusinofil
dengan cara meningkatkan pelepasan polimurfonuklear, limfosit, dari
sumsum tulang, mencegah akumulasi leukosit selain inflamasi dan
mencegah pelepasan substansi respon inflamasi (kinase, prostaglandin,
histamine) dari leukosit. Hasilnya, gejala inflamasi dapat ditekan.
2. Imunosupresi
Kortikosteroid menyebabkan atrofi jaringan limfoid, menekan respon
imun sel mediasi, mengurangi produksi antibody.
3. Pengontrol tekanan darah
Kortikosteroid berpotensial vasokonstriksi karena efek norepinefrin dan
peningkatan reabsorbsi sodium ditubulus ginjal dan peningkatan ekskresi
potasium dan hydrogen. Retensi sodium dan air menyebakan peningkatan
volume darah dan membantu mengontrol tekanan darah. Mineral kortikoid
memberikan efek langsung pada reabsorbsi sodium di tubulus ginjal dan
hasilnya meningkatkan sodium dan retensi air.
4. Metabolisme karbohidrat dan protein
Kortikosteroid memberikan efek pada insulin dan menyebabkan
intoleransi glukosa dengan cara meningkatkan glikoneolisis dan resisten
insulin. Kortikosteroid juga menstimulasi pembongkaran protein dari
glukoneogenesis.

79
Tabel 2.8 Penyakit Yang Menggunakan Kortikosteroid

Penyakit yang diterapkan dengan kortikosteroid

80
Penggantian hormone Penyakit saluran pencernaan
Insufisiensi adrenal Kolik
Hyperplasia adrenal konginetal Infeksi abdomen
Penyakit Endokrin
Terapi reaksi alergi Hiperkalemia
Anaphilaksis Tiroid
Gigitan serangga Penyakit hati
Dermatitis Hepatitis alkoholik
Reaksi obat Hepatitis autoimun
Serum sickness Penyakit paru
Urtikari Pneumonia
Asma
PPOK
Penyakit Kolagen Penyakit lain
Arteritis Penyakit kulit
Poliomiositis Leukemia, limpoma
Poliarteritis nodusa Imunosupresin
Rheumatic arthritis Inflamasi
Sistem Lupus Eritematosus Sindrom nefrotik
Neurologi
Pencegahan edema serebral dan
peningkatan tekanan intracranial
Trauma kepala
Camera, Ian. M. 2011. Medical Surgical Nursing : Assessment and Management
of Clinical Problems. Elsevier : Missouri

Penekanan inflamasi dan respon imun mungkin dapat membantu dapat


menyelamatkan hidup pasien anafilaksis dan resipien, tapi obat ini dapat
menyebabkan pengaktifan kembali tuberculosis dan peningkatan resisten oleh

81
infeksi lain dan kanker. Dalam beberapa kondisi, obat ini dapat menghambat
respon anti bodi vaksin. efek samping yang berhubungan dengan terapi
kortikosteroid (Camera, 2011):

Tabel 2.9 Efek Samping Kortikosteroid


Efek samping kortikosteroid

Timbulnya hipokalemia

Timbulnya peptik ulser

Atrofi otot dan kelemahan

Intoleransi glukosa

hipokalsemia yang berhubungan dengan efek anti vitamin D

memperlambat terjadinya infeksi tapi infeksi akan terjadi lebih luas dan lebih
cepat ke sel lain.

Penekanan sintesis ACTH.

Peningkatan tekanan darah karena peningkatan volume darah dan vasokonstriksi.


Bisa menyebabkan Hipertensi yang mengakibatkan gagal jantung

Camera, Ian. M. 2011. Medical Surgical Nursing : Assessment and Management


of Clinical Problems. Elsevier : Missouri

Perhatian :
1. Ajarkan pasien untuk tidak menghentikan pengobatan secara tiba-tiba.
2. Monitor tanda-tanda infeksi
3. Ajarkan pasien diabetes untuk monitor gula darah secara teratur.

BAB 3
STUDI KASUS

3.1 Tinjauan Kasus

82
KASUS : Ny. B (35 th) datang ke poli endokrin dengan keluhan mual,
muntah, tidak nafsu makan selama 2 minggu, penurunan berat badan, kelemahan
pada tubuh, pusing saat berdiri, keringat dingin. Terdapat hiperpigmentasi di
daerah tangan, dan dada. Setelah dilakukan pengukuran tekanan darah didapatkan
90/60 mmHg.

3.2 Pengkajian
3.2.1 Identitas
Nama : Ny. B
Umur : 35 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Ds. Melati RT 09 RW 08 Kec.Mawar
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMA
Tanggal MRS : 20 November 2013
Tanggal pengkajian : 20 November 2013
No.med Rec. : 1856302

Diagnosa medis : Hipofungsi kelenjar adrenal / Addison disease

3.2.2 Riwayat Kesehatan


a. Keluhan
Keluhan utama : tidak nafsu makan selama 2 minggu, mual dan muntah
Keluhan yang menyertai : kelemahan otot, konstipasi.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien datang ke poli Endokrin di antar oleh keluarganya pada tanggal
20 November 2013 dengan keluhan mual, muntah, tidak nafsu makan
selama 2 minggu, penurunan berat badan, kelemahan pada tubuh,
pusing saat berdiri, keringat dingin.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Pasien pernah di rawat dirumah sakit sebelumnya dan menderita
tuberkulosis.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit yang sama seperti
pasien. Pasien tidak mempunyai penyakit menurun seperti diabetes
militus, hypertensi, dll.

3.2.3 Pola fungsi kesehatan


1. Pola Pernapasan
Kecepatan pernapasan meningkat, takipnea, suara napas : vesikuler.
2. Pola Nutrisi
Anoreksia, mual dan muntah.

83
3. Pola Eliminasi
Ditemukan adanya konstipasi
4. Pola Aktivitas
Lelah, kelemahan pada otot, dan tidak mampu beraktivitas/bekerja
5. Istirahat dan Tidur
Perasaan yang tidak enak (malaise)
6. Memilih, mengenakkan, dan melepaskan pakaian
Terdapat kelemahan secara umum, sehingga dalam memilih,
mengenakkan dan melepaskan pakaian tidak dapat dilakukan sendiri
7. Suhu tubuh
Normal 370 C
8. Personal hygine
Klien kadang melakukan personal hygine sehubungan dengan
kelemahan otot.
9. Menghindar dari Bahaya
Dalam menghindar dari bahaya klien dibantu oleh keluarga.
10. Beribadah sesuai keyakinan
Didoakan oleh keluarga, sobat dan kerabat yang seiman dengan klien.
11. Komunikasi
Komunikasi lancar.
12. Melaksanakan dan mengerjakan sesuatu sesuai kebutuhan
Klien kurang dapat melakukan sesuatu untuk memenuhi
kebutuhannya.
13. Rekreasi
Tidak dapat berekreasi sehubungan dengan kelemahan otot.
14. Belajar memuaskan keingintahuan yang mengarah pada kesembuhan
Klien dan keluarga sering bertanya-tanya tentang proses penyakit.

3.2.4 Pemeriksaan fisik


a) Keadaan Umum
Kesadaran : komposmetis
Keadaan umum : lemah
b) Tanda tanda Vital
TD : 90/60mmHg
RR : 24 x/mnt
S : 37 0C
Nadi : 80x/mnt
c) Sistem pernafasan (briting)
Sesak nafas (-)
Batuk (-)
Pilek (-)
Nyeri tenggorokan (-)
Suara napas vesikuler
Tidak ada nyeri dada

84
Tidak ada tarikan dinding dada
d) Sistem sirkulasi (blood)
Jantung berdebar atau tremor (+)
Pucat (+)
Nyeri dada (-)
Membran mukosa kering
Nadi perifer lemah
e) Sistem persyarafan (brain)
Pusing (+)
Menyeringai (-)
Kejang (-)
Penurunan toleransi, kesemutan/lemah.
f) Sistem pencernaan (bowel)
Penurunan nafsu makan (+)
BAB tidak normal (tidak BAB selama hari 4 hari)
Nyeri perut (-)
Muntah, mual (+)
Turgor kulit jelek
Membran mukosa bibir kering
Penurunan BB dari 52 kg menjadi 45 kg
g) Sistem perkamihan (bledder)
BAK normal (4X esehari, berwarna kuning dan berbau khas)
h) Sistem muskuluskeletal (bone)
Ada kelemahan anggota gerak
Nyeri sendi (-)
Nyeri otot (-)
i) Sistem endokrin
Destruksi kortek adrenal dapat dilihat dari foto abdomen, lab.
Diagnostik ACTH meningkat.
Integumen turgor kulit jelek, membrane mukosa kering, ekstremitas
dingin, cyanosis, pucat, terjadi hyperpigmentasi dibagian distal
ekstermitas dan buku buku pada jari siku dan membrane mukosa.

j) Sistem reproduksi
Adanya riwayat aminorea, hilangnya tanda-tanda seks sekunder
(berkurang rambut-rambut pada tubuh : rambut pubis tdak tumbuh,
payudara tidak tumbuh)

3.2.5 Pemeriksaan penunjang


a. Pemeriksaan Laboratorium
Natrium : 120 mEq / L
Gula darah acak : 120 mg/dl
Kalium : 6,5 mEq/L (hiperkalemia)

85
Jumlah sel darah putih : 1200 juta/ul (leukositosis)
Kortisol : (8-10 :18ug/dl,16-00 : 15ug/dl ) = kadar kortisol plasma
rendah
Aldosteron : wanita : 25 ug/dl
BUN : 25 mg/dl
Albumin 2,3 g/dl
b. Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukkan adanya klasifikasi
di adrenal
c. CT Scan
Detektor klasifikasi adrenal dan pembesaran yang sensitive
hubungannya dengan insufisifiensi pada tuberculosis, infeksi,
jamur, penyakit infiltrasi maligna dan non maligna dan hemoragik
adrenal.
d. Gambaran EKG
Tegangan Rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non
spesifik abnormal sekunder akibat adanya abnomalitas elektrolik.
3.3 Analisis Data
NO DATA PENYEBAB MASALAH

1. S: Defisiensi mineralkortrikoid Gangguan pemenuhan


kebutuhan nutrisi kurang
Pasien mengatakan nafsu
dari kebutuhan tubuh
makan kurang selama 2 minggu Hilangnya banyak ion natrium, ion
terakhir korida dan air kedalam urin
O:

- Porsi makan tidak dihabiskan Berkurangnya volume cairan


(5 sendok) ekstra sel
- Mual, muntah
- Membran mukosa kering
- Turgor kulit jelek Hiponatremia, hiperkalemia
- BB turun dari 52 kg menjadi
45 kg dan TB 163 cm
- Albumin 2,3 g/dl
- IMT = 47/2,65 = 16,9 Anoreksia, mual dan muntah

Gangguan pemenuhan kebutuhan
nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh

2. S: Defisiensi glukokortikoid Intoleransi aktivitas

Pasien mengatakan lemah dan

86
tidak bisa beraktivitas Sintesis Glokosa menurun dan
mengurangi mobilisasi protein, dan
O: lemak dari jarimgan sehingga akan
membuat banyak
- BB menurun
- Pasien tampak lemah
- Sebagian ADL pasien dibantu
keluarga dan perawat Fungsi metabolisme lain dari tubuh
- Tanda tanda Vital
TD : 90/60mmHg
RR : 24 x/mnt Kelemahan
S : 37 0C
Nadi : 80x/mnt
Intoleransi aktivitas

3. S: Intake yang kurang dan perubahan Gangguan pola eliminasi


absorbsi usus BAB
Pasien mengatakan sulit BAB

O:
Motilitas usus menurun
- Tidak pernah BAB selama 4

hari
- Bising usus 5X/menit Gangguan pola eliminasi BAB

4. S: Kurangnya informasi tentang Kurangnya pengetahuan


penyakit tentang penyakit dan
Pasien mengatakan belum pengobatan penyakit
mengerti tentang penyakit dan
pengobatannya Pasien tidak mengerti tentang
penyakitnya
O:

- Sering bertanya tentang
penyakit dan pengobatannya Kurangnya pengetahuan tentang
- Pasien tampak cemas penyakit dan pengobatan penyakit

3.4 Diagnosa Keperawatan


1) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
B/D anoreksia, mual dan muntah ditandai dengan :
- Porsi makan tidak dihabiskan (5 sendok)
- Mual, muntah
- Membran mukosa kering
- Turgor kulit jelek
- BB turun dari 52 kg menjadi 45 kg dan TB 163 cm
- Albumin 2,3 g/dl

87
- IMT = 47/2,65 = 16,9
2) Intoleransi aktivitas B/D kelemahan otot ditandai dengan :
- BB menurun
- Pasien tampak lemah
- Sebagian ADL pasien dibantu keluarga dan perawat
3) Gangguan pola eliminasi BAB b/d penurunan respon terhadap defekasi
ditandai dengan :
- Tidak pernah BAB selama 4 hari
- Bising usus 5X/menit
4) Kurang pengertahuan tentang penyakit dan pengobatan penyakit b/d
kurangnya informasi tentang penyakit dan pengobatannya yang
ditandai dengan :
- Sering bertanya tentang penyakit dan pengobatannya
- Pasien tampak cemas

88
3.5 Intervensi Keperawatan

No DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


KRITERIA HASIL
1 Gangguan pemenuhanTujuan : 15. Auskultasi bising usus dan kaji15. Kekurangan kortisol dapat
kebutuhan nutrisi kurangSetelah dilakukan tindakan apakah ada nyeri perut, mual, menyebabkan gejala gastrointestinal berat
dari kebutuhan tubuh B/Dkeperawatan selama 3 hari, muntah. yang mempengaruhi pencernaan dan
anoreksia, mual dan muntahkebutuhan nutrisi terpenuhi absorbsi makanan.
ditandai dengan : secara adekuat. 16. Pantau pemasukan makanan dan16. Anoreksia, kelemahan dan
- Porsi makan tidakKriteria hasil : timbang berat badan. kehilangan pengaturan metabolisme oleh
dihabiskan (5 sendok) - Pasien mengatakan nafsu makan kortisol terhadap makanan dapat
- Mual, muntah meningkat 17. Catat muntah mengenai jumlah mengakibatkan mal nutrisi.
- Membran mukosa- Porsi makan dihabiskan kejadian, atau karakteristik17. Menentukan derajat absorpsi
kering - Berat badan meningkat lainnya. makanan.
- Turgor kulit jelek - Albumin = 3,2-5 g/dl 18. Anjurkan pasien untuk
- BB turun dari 52 kg- Membran mukosa lembab mempertahankan kebersihan18. Kebersihan oral yang baik dapat
menjadi 45 kg dan TB- Turgor kulit baik mulut dan gigi meningkatkan nafsu makan
163 cm 19. Berikan informasi mengenai menu19. Menu yang disukai dapat
- Albumin 2,3 g/dl pilihan. merangsang nafsu makan.
- IMT = 47/2,65 = 16,9 20. Beri porsi makan sedikit tetapi20. Mengetahui keadaan status nutrisi
sering dengan diit TKTP pasien dan memenuhi kebutuhan utrisi
pasien

2 Intoleransi aktivitas B/DTujuan : 2. Diskusikan tingkat kelemahan 6. Pasien biasanya telah mengalami
kelemahan otot ditandaiAktivitas klien kembali adekuat klien dan identifikasi aktivitas penurunan tenaga, kelelahan otot.
dengan : setelah dilakukan tindakan yang dapat dilakukan klien.
- BB menurun keperawatan selama 3 hari. 3. Pantau tanda vital sebelum dan 7. Kolapsnya sirkulasi dapat terjadi
- Pasien tampak lemah Kriteria hasil: setelah melakukan aktivitas. sebagai akibat stress aktivitas jika
- Sebagian ADL pasien- Pasien mengatakan bisa Observasi adanya takikardi, curah jantung berkurang.
dibantu keluarga dan beraktivitas hipotensi, dan perifer yang dingin.
perawat - Pasien dapat memperlihatkan 4. Bantu pasien melakukan aktivitas 8. Membantu pasien untuk melakukan
- Tanda tanda Vital peningkatan aktivitasnya 5. Diskusikan kebutuhan aktivitas aktivitas
- TTV dan rencanakan jadwal aktivitas 9. Memberikan harapan bahwa
89
TD : 90/60mmHg TD : 120/80 mmHg dengan klien. Identifikasi aktivitas kemampuan untuk melakukan aktivitas
RR : 24 x/mnt RR : 12-20x/menit yang dapat menyebabkan yang baik akan kembali seperti semula.
S : 37 0C Suhu : 36,5-37,50C kelelahan.
Nadi : 80x/mnt Madi : 60-100x/menit 6. Sarankan pasien untuk 10. Mengurangi kelelahan dan mencegah
menentukan masa/periode antara ketegangan pada jantung.
istirahat dan melakukan aktivitas.
7. Diskusikan cara menghemat 11. Pasien akan dapat melakukan lebih
tenaga, misal lebih baik banyak kegiatan dengan mengurangi
beraktivitas sambil duduk dari pengeluaran tenaga pada setiap
pada berdiri. kegiatan yang dilakukannya.
3 Gangguan pola eliminasiTujuan : 1. Kaji pola eliminasi BAB 1. sebagai upaya untuk menetapkan
BAB b/d penurunan responPola eliminasi BAB normal setelah2. Jelaskan penyebab belum dapat intervensi lanjut
terhadap defekasi ditandaidilakukan tindakan keperawatan BAB dan beri pendidikan 2. penjelasan dapat memberikan
dengan : selama 3 hari. kesehatan untuk mengkonsumsi pengertian dan memotivasi pasien
- Tidak pernah BABKriteria hasil : makanan berserat dalam mengkonsumsi makanan
selama 4 hari - BAB normal 1-2 x/hari 3. Berikan makanan yang tinggi serat berserat
- Bising usus 5X/menit - Bising usus normal : 6-12x/menit dan minum air putih 1500-2000 3. makanan tinggi serat dapat
cc/hari memperbaiki konsistensi feces dan
merangsang peristaltik usus sehingga
dapat mudah untuk proses BAB
4 Kurang pengertahuanTujuan : 1. Kaji pengetahuan klien tentang 1. Mempermudah dalam memberikan
tentang penyakit danPengetahuan pasien bertambah penyakitnya penjelasan pada klien
pengobatan penyakit b/dsetelah dilakukan tindakan 2. Jelaskan tentang proses penyakit
kurangnya informasikeperawatan selama 1 hari. (tanda dan gejala), identifikasi 2. Meningkatan pengetahuan dan
tentang penyakit danKriteria hasil : kemungkinan penyebab. Jelaskan mengurangi cemas
pengobatannya yang- Pasien dan keluarga dapat kondisi tentangklien
ditandai dengan : mengerti tentang penyakit dan 3. Jelaskan tentang program 3. Mempermudah intervensi
- Sering bertanya tentang pengobatannya serta dapat pengobatan dan alternatif
penyakit dan bekerjasama dengan baik pengobantan
pengobatannya - Pasien memahami tentang 4. Diskusikan perubahan gaya hidup 4. Mencegah keparahan penyakit
- Pasien tampak cemas penyakit dan proses yang mungkin digunakan untuk
90
pengobatannya mencegah komplikasi
5. Diskusikan tentang terapi dan 5. Memberi gambaran tentang pilihan
pilihannya terapi yang bisa digunakan
6. Eksplorasi kemungkinan sumber 6. Membantu meningkatkan pengetahuan
yang bisa digunakan/ mendukung pasien .
7. instruksikan kapan harus ke
pelayanan 7. Mencegah terjadinya komplikasi atau
8. Tanyakan kembali pengetahuan hal-hal yang tidak diinginkan
klien tentang penyakit, prosedur 8. Mereviw kembali dan mengrtahui
perawatan dan pengobatan apakah pasien sudah mengerti tentang
penyakitnya atau belum

91
DAFTAR PUSTAKA

Anonym.2013.Addisons disease Diakses tanggal 27-11-2013.


http://www.nhsdirect.wales.nhs.uk/encyclopaedia/ch/article/addisonsdis
ease/www.flyfishingdevon.co.uk
Anonym. 2009. Addison Disease. Diaskes tanggal 27-11-2013.
http://medicastore.com/penyakit/3307/Penyakit_Addison.html
Anonym. 2011. Addisons. Diakses tanggal 26-11-2013
http://uvahealth.com/services/endocrine-system/conditions-
treatments/179661
Bernard F, Outtrim J, Menon DK, Matta BF. 2006. Incidence of adrenal
insufficiency after severe traumatic brain injury varies
Brunner and Suddart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah vol 2. Jakarta: EGC
Camera, Ian. M. 2011. Medical Surgical Nursing : Assessment and Management
of Clinical Problems. Elsevier : Missouri
Cooper MS, Stewart PM. 2003. Corticosteroid insufficiency in acutely ill patients.
N Engl J Med Gugum, Saung Kang
http://drgugum.blogspot.com/2011/08/penyakit-addison-addisons-
disease.html
Doenges, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Guyton, Arthur C.2007.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed IX.Jakarta:EGC
Guyton & hall. 2008. Kalium dalam cairan ekstraselular. Jakarta : EGC
Hanberg, Allan. 2009. Medical Surgical Nursing : Clinical Management for
Positive Outcome. 8ed. Elsevier :Missouri
Huetther SE. 2005. Disorders of Adrenal Gland, Alteration of Hormonal
Regulatin.In: Mc Cance KL, Huether SE. The biologic basis for
diseases in adult and children. 5th Edition;
Isselbacher, Kurt J. 2000. Harrison : Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam.
Jakarta : EGC
Joan Hoffman. 2002. Adrenal crisis / Crisis Addison / Adrenal Insuficiency in :
Cushing`s Help and support. http://www.cushinghelp.com/911.htm
Kirkland 2005 L. Adrenal Crisis; eMedicine. Diakses tanggal 27-11-2013.
at:http://www.emedicine.com/med/topic65.htm

92
Kumar, R, et al. 2007. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC
Kronenberg.2008. Diakses tanggal 27-11-2013.
http://www.uptomed.ir/Digimed.ir/WilliamsTextbookOfEndocrinology/
WilliamsTextbookOfEndocrinology/HTML/88.htm
Marina martin MD 2008 . Adrenal insufficiency; available. Diakses tanggal 27-11-
2013 at:http://www.ctm.stanford.edu/06-07/adrenalinsuff-martin-9-18-
06.pdf
McPhee SJ. (2003). Disorders of the Adrenal Cortex. In: McPhee SJ,Linggapa
VR,Ganong WF.eds. Pathophisiology of Diseases. 4th Edition .New
York: McGraw-Hill
Muhajirin. 2010. Krisis adrenal. Diakses tanggal 27-11-2013.
http://khaidirmuhaj.blogspot.com/2010/08/krisis-adrenal-addisons.html
Murray Robbert K,dkk.2003. Biokimia Harper Ed 25.Jakarta:EGC
UCLA. 2012. Endocrine Surgery Encyclopedia. Diaskes tanggal 27-11-2013.
http://endocrinesurgery.ucla.edu/patient_education_adm_acute_adrenal
_crisis.html
Price, Sylvia A.2001.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Ed 4
Buku 2.Jakarta:EGC
Sloane, Ethel. (2003). Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta : EGC
Speiser PW. Adrenal Krisis in : Pediatric Endocrinology.; Schhiner Children`s
Hospital ; New York School of Medicie ; New York City, (2003);
avilable at: http://www.caresfoundation.org/news-letter/sping 03
Sudoyo Aru W,dkk.2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 3 Ed
4.Jakarta:Pusat Penerbitan IPD FKUI
Wahyu Rahmad Haryadie. 2013. Fisiologi adrenal . Diakses tanggal 26-11-
2013http://kampusdokter.blogspot.com/2012/12/disfungsi-kelenjar-
adrenal.html
Wikipedia, 2012. Diakses tanggal 27-11-2013.
http://en.wikivet.net/Adrenal_Glands_-_Anatomy_%26_Physiology

93

Вам также может понравиться